The Scoundrel, Heartbreaker Part 2





Side story :






Previous story :


Teaser  I  Part 1






*  *  *  *






Jiyeong masih memegangi dadanya yang tidak henti bergemuruh. Ia masih mencoba untuk menenangkan dirinya yang begitu kacau karena aksi kurang ajar Mark.



Ia marah. Ingin sekali dirinya memaki pria itu. Tapi jika ia benar-benar melakukannya, ia pasti akan berada dalam bahaya. Mark begitu tidak terduga. Otaknya penuh dengan hal-hal menyeramkan yang bisa saja direalisasikannya. Ketika itu terjadi, maka Jiyeong berada dalam kondisi yang sangat tidak baik.



Ya.. dia sendiri di negeri ini. Tidak ada orang tuanya maupun orang tua pria itu. Ia hanya tinggal bersama dengan pria itu di rumah yang jika ia bersembunyi, pria itu pasti akan dapat dengan mudah menemukannya.



Jiyeong mengehla napasnya. Ia merasa hidupnya terlalu berat. Terlalu penuh dengan teka-teki padahal ia sangat tidak menyukai teka-teki. Ia seperti hidup di dunia penjahat. Tidak bisa merasakan ketenangan. Tidak bisa bernapas dengan baik. Tidak bisa melakukan segala hal yang disukainya. Hidupnya kini penuh dengan ancaman. Jika ia tidak berhati-hati, maka ia akan jatuh ke dalam perangkap para penjahat.



Jiyeong kembali menghela napasnya yang terdengar semakin berat. Kepalanya terasa sangat pening. Rasa semangat yang sebelumnya bersemayam dalam dirinya perlahan mulai memudar setelah ia mengalami insiden gila bersama dengan Mark. Dan kini, ia hanya ingin beristirahat sejenak. Melupakan segala hal buruk yang baru terjadi walau hanya sedikit, serta mengembalikan semangatnya sedikit demi sedikit sebelum ia memulai liburannya di negeri yang tengah dipenuhi daun yang berguguran.



Jiyeong menarik selimutnya hingga menyisakan kepalanya. Ia hendak memejamkan mata namun suara ketukan membuat ia tidak bisa melakukannya. Gadis itu mengerang. Kesal. Oh ayolah.. ia tahu siapa yang mengetuk itu. Dan saat ini sosok itulah yang tidak ingin ditemuinya.




Jiyeong hendak kembali memejamkan matanya. Mengabaikan si pengetuk dan suara ketukan yang sangat mengganggunya. Namun kalimat yang baru saja diucapkan sang pengetuk membuat matanya terbuka lebar. Kalimat yang diucapkan dengan suara rendah dan santai itu terdengar bagaikan ancaman yang sangat mengusik dirinya. Yang mana jika ia tidak segera membukakan pintu kamarnya, maka sosok itu akan menghabisi dirinya di dalam kamar, lebih tepatnya di atas ranjangnya.



Jiyeong bukanlah tipikal gadis yang sangat mengetahui atau bahkan tertarik dengan hal-hal yang menurutnya tidak layak untuk dinikmati, tetapi ia tahu maksud dari ucapan pria itu. Menghabisinya di atas ranjang berarti adalah pria itu akan....



Oh persetan dengan semuanya! Gadis itu segera berlari menghampiri pintu bercat putih dan membukanya dalam satu hentakan. Matanya menatap tajam pada pria yang tengah tersenyum menang begitu melihat gadis itu di sana. Ia bagaikan mendapatkan harta berlimpah setelah gadis itu muncul di hadapannya.



“Ada apa? Kau mengganggu istirahat ku.”



Pria itu tidak langsung menjawab pertanyaan Jiyeong. Ia hanya diam dan terus memperhatikan gadis itu yang tengah berdiri tegak di depannya dengan tangan kanan yang memegangi gagang pintu guna menahan pintu tersebut agar tidak terbuka seutuhnya. Kemudian senyumnya kembali mengembang.



“Benarkah aku mengganggu istirahat mu atau aku mengganggu waktu berkhayal mu tentang kejadian tadi?”



Matanya semakin membulat lebar. Bagaimana bisa pria itu tahu bahwa sejak tadi ia tidak dapat berhenti memikirkan kejadian menjijikan itu.



Jiyeong menggeram dan menggeleng kasar. Matanya lantas kembali menatap tajam sang lawan bicara. “Cepat katakan ada apa? Jika tidak aku akan kembali masuk!”



“Baiklah baik.. aku hanya ingin memberitahu mu kalau satu jam lagi kita akan pergi. Jadi bersiaplah.”




Jiyeong POV



Cantik! Tempat ini sangat cantik.



Pantas saja banyak sekali wisatawan yang datang. Alam di sini begitu indah, terlebih dengan daun-daun yang berguguran ini. Setidaknya tempat ini bisa menjadi satu-satunya alasan ku untuk tetap bertahan selama beberapa hari ke depan.



Aku mendecak saat otak ku kembali mengingat Mark. Pria itu?! Sungguh, bagaimana bisa ada manusia seperti dirinya. Begitu baik dan manis bak malaikat ketika sedang bersama dengan orang tuanya, tapi menjadi sang raja iblis yang ada di dunia ini ketika tidak ada orang tuanya.



Namun yang hingga detik ini belum juga bisa akal sehat ku terima adalahmengapa bisa kami dijodohkan? Kenapa ibu mengorbankan ku untuk manusia seperti dia? Kenapa aku yang dijodohkan dan melangsungkan pertunangan secepat ini? Bukankah masih ada Jonghyun, ia adalah kakak ku, ia lebih tua dari ku, dan ia lebih pantas untuk menjalaninya. Bukan aku!



Sungguh dunia ini begitu membingungkan. Tidak bisakah semua berjalan dengan mudah dan tidak menyusahkan seperti ini?!



Terlalu larut dengan pikiran sendiri membuat aku tidak sadar bahwa Mark telah menghilang. Dimana dia? Seingat ku ia berjalan di belakang, tetapi kenapa sekarang tidak ada?



“Hei Mark, dimana kau?” Panggil ku.



Aku mengedarkan pandangan ku. Mencari keberadaan pria itu di tengah kerumunan orang. Tidak, ini terlalu ramai. Aku tidak mungkin dapat menemukannya jika seperti ini. Kesal, tanpa sadar aku mendecak. Sangat menyebalkan sekali pria itu.



Di tengah usaha dengan niat yang kecil untuk bisa menemukan pria itu. Sebuah kenyataan baru saja menghantam pikiran ku. Jika Mark menghilang itu berarti aku tidak bertemu dengannya. Bukankah ini sebuah keberuntungan?



Maksud ku adalah pria itu tiba-tiba saja pergi tanpa memberi tahu. Itu berarti tidak ada dia di dekat ku. Berarti juga aku tinggal sendiri.



Ah yeah.. ini adalah keberuntungan!



Sayangnya rasa senang ini tidak bertahan lama. Kenyataan lainnya yang baru saja ku sadari membuat aku menghapus mati-matian anggapan bahwa kepergian Mark adalah keberuntungan bagi ku. Tidak, ini bukan keberuntungan tapi kesialan! Aku tidak membawa uang, aku tidak bisa berbahasa Jepang, dan aku juga tidak tahu jalan pulang. Bagaimana cara ku untuk bisa bertahan di negara ini jika tanpa pria itu?



Argh sial!



Panik. Aku kembali berusaha mencarinya. Walaupun rasa putus asa ini langsung menggelayuti ku saat aku baru saja kembali mulai mencari. Terlalu banyak orang di sini sehingga sulit sekali untuk menemukan pria itu. Oh ayolah.. kenapa ada begitu banyak orang? Ini menyulitkan. Sekali pun aku berteriak, suara ku pun pasti tidak dapat di dengarnya.



Kemana perginya ia? Apakah ia tidak tahu bahwa aku sudah sangat lelah karena terus berjalan mencarinya? Jika ingin pergi, seharusnya ia memberikan aku uang agar hal seperti ini tidak terjadi.



Aku terus melangkah menembus keramaian orang yang sedang menikmati pertunjukan lampu di tempat ini. Mengedarkan mata ku. Sesekali memanggil namanya. Semua itu ku lakukan hingga hampir menghabiskan seluruh tenaga yang ku miliki. Bodohnya aku tetap mencarinya sekali pun aku sudah sangat lelah karena seluruh tenaga ku telah terkuras habis.



Menyebalkan!



Keiinginan untuk menyerah tiba-tiba saja terbesit di dalam pikiran ku. Begitu lelah membuat aku ingin sekali berhenti mencarinya. Namun saat aku ingin melakukannya, dari kejauhan aku melihat seseorang dengan pakaian yang sama dengan Mark tengah berdiri di antara dua tiang lampu di depan sana. Perlahan aku menghampirinya dan berhenti beberapa langkah di belakang. Aku sengaja melakukannya karena saat ini pria di depan ku ini tengah sibuk berbicara dengan seseorang melalu telpon genggamnya. Tidak bermaksud menguping, tetapi memang tidak bisa untuk tidak mendengarkannya.



“Aku sedang pergi besama keluarga ku, Dongri. Tidak, bagaimana bisa aku melakukannya..”


“.....”


“Iya.. aku juga mencintai mu.”


“.....”


“Bye..”


Mark menjauhkan telpon genggamnya dan menyimpannya ke dalam saku. Jujur pada awalnya aku tidak terlalu berniat untuk mendengar pembicaraan mereka tetapi setelahnya bibir ini tidak bisa untuk tidak melengkung membentuk senyum kecil. Aku tidak tahu pasti kenapa rasanya sangat senang mendengar pembicaraan Mark. Aku merasa seperti menemukan danau di tengah padang pasir. Tidak  berhenti sampai di situ, hal yang semakin membuat aku tersenyum adalah saat melihat Mark berbalik dan menemukan ku  berada di belakangnya. Matanya membulat sempurna, dan semakin membuat aku tidak dapat berhenti tersenyum.



I got you Mark Tuan!




Author POV



Tidak kunjung sirna juga senyum gadis berusia 19 tahun itu. Senyumannya terus terpatri di wajahnya bahkan saat mobil sedan yang ia tumpangi telah berhenti di depan rumah yang ia tinggal selama berada di Jepang. Gadis itu –Jiyeong– bahkan melangkah dengan begitu riang saat memasuki rumah tersebut. Seakan menemukan secercah cahaya setelah tidak ada sinar yang menyinari hidupnya.



Berbeda dengannya, pria yang mengemudikan mobil itu malah terlihat kacau. Tatapannya dipenuhi dengan kilatan amarah dan rahangnya terlihat mengeras. Begitu gadis yang duduk di kursi penumpang bergegas keluar dari mobil, ia juga dengan segera mematikan mesin kendaraan tersebut dan mengikuti langkah gadis itu memasuki rumah dengan cepat.



Melihat gadis itu setelah ia mematikan sambungan telponnya membuat sisi bajingannya malah semakin berkembang besar. Terlebih saat ia melihat senyum Jiyeong selama perjalanan pulang. Entah mengapa keinginan untuk memilikinya semakin bertambah hingga ia sendiri tidak dapat mengendalikannya.



Karena itulah saat Jiyeong hendak memasuki kamarnya, Mark langsung menggenggam pergelangannya. Menghentikan langkah Jiyeong hingga membuat tubuh gadis itu berbalik dan menghadap ke arahnya. Kemudian ia mendorong tubuh gadis yang lebih pendek dari dirinya itu hingga menempel pada dinding. Ia memerangkap Jiyeong di antara dingin dan tubuhnya yang mulau terasa panas.



Seperti tidak ingin kehilangan banyak waktu, Mark langsung mendaratkan ciumannya pada bibir Jiyeong. Ia melumut kasar kedua bibi Jiyeong. Seakan bibir gadis itu seperti makanan untuknya. Melumut dan terus melumut tanpa memberikan Jiyeong kesempatan untuk menghirup udara disela-sela ciumannya.



Lumutan itu perlahan mulai dibarengi dengan gigitan yang membuat Jiyeong memejamkan matanya dengan kencang dan mengepalkan tangannya karena rasa sakit yang timbul. Rasa sakit itu membuat Jiyeong semakin kuat mendorong tubuh Mark sekali pun tenaganya tidak sebanding dengan pria di depannya. Ia tidak peduli itu karena ia hanya ingin menjauhkan dirinya dari Mark.



Segala bentuk usaha telah ia lakukan. Mulai dari mendorong hingga memukul, tetapi tidak ada yang berhasil membuat Mark menjauh darinya. Tubuh pria itu sama sekali tidak tidak berpindah barang beberapa senti saja, dan cumbuan itu juga tidak kunjung berakhir. Malah Mark semakin agresif dan posesif dengan menahan bagian bawah wajah Jiyeong dan merangkul pinggangnya dengan erat.



Air mata pun mulai tidak dapat dibendungnya. Perlahan cairan bening itu jatuh dan membasahi pipinya. Ia merasa bahwa hidupnya tidak akan lama jika Mark tetap memperlakukannya dengan sangat menyeramkan seperti saat itu. Menurutnya cumbuan Mark kali itu begitu menuntut seakan tidak memberikan ruang lain untuknya. Hal itu berbeda dengan apa yang sebelumnya pria itu lakukan.



Merasakan ada cairan yang mengaliri wajahnya yang tertempel pada wajah Jiyeong, tidak membuat Mark berhenti dari cumbuan gilanya. Ia malah merasa senang dan semakin memperdalam cumbuannya.



Semakin dalam dengan memaksa gadis itu untuk membuka mulutnya dengan menggigit bibir bawahnya. Ia langsung menjamahi bagian dalam mulut Jiyeong. Mengabsen setiap bagian di sana dan mulai mengajak berperang organ tak bertulang milik Jiyeong.



Tidak ada kata berhenti bagi seorang Mark Tuan walaupun Jiyeong telah mengerang beberapa kali akibat rasa sakit yang timbul karena gigitannya. Pria itu tetap saja mencumbu Jiyoeng yang sudah tidak berdaya di dalam rangkulannya.



Setelah sekian lama akhirnya Mark menjauhkan wajahnya dengan memasang senyum yang begitu membuat Jiyeong marah. Oh ayolah... ia baru saja membuat gadis itu merasakan ketakutan yang teramat besar dengan tindakannya yang sangat melampaui batas. Tapi setelahnya ia malah tersenyum bak malaikat tanpa dosa yang baru saja turun dari kayangan.



Dengan tangan yang sebelumnya masih memegangi wajah Jiyeong, Mark kini beralih mengelus pipi gadis itu. Memperhatikan setiap inchi wajah tunangannya. Menilik setiap lekuk yang sangat membuatnya tergila-gila dan selalu menginginkan yang lebih dari sekedar cumbuan pada bibirnya.



Namun Jiyeong, dengan rasa ketakutan yang telah tumbuh, memberanikan diri untuk mendorong tubuh Mark dan melayangkan tangannya pada pipi pria itu. Ia sudah tidak dapat lagi membendung amarahnya yang kini telah bercampur dengan rasa takut. Ia lantas meninggalkan Mark yang menatapnya sembari memegangi pipi kirinya. Jiyeong masuk ke dalam kamar, membanting pintu dan menguncinya.



Malam kian larut dengan semakin gelapnya warna langit. Tidak ada kegiatan selain memejamkan mata dan melanglang pergi ke dunia lain yang akan lebih menyenangkan bila dibandingkan dengan dunia nyata. Sebenernya itulah yang saat ini sangat diinginkan Jiyeong. Ia ingin sekali terlelap dan melupakan kejadian menyeramkan yang baru saja dialami. Namun hingga detik itu, matanya tidak kunjung terpejam dan terus saja mengalirkan cairan bening.



Sebenarnya ia bukanlah tipe gadis yang mudah menangis dan sulit menghentikan tangisnya. Tapi kejadian itu benar-benar membuat dirinya merasa terancam dan perasaan takut kian berkembang di dalam dirinya.



Selalu ada kelemahan yang dimiliki oleh setiap manusia. Begitupun dengan Jiyeong. Gadis itu memang selalu menunjukkan bahwa dirinya kuat di hadapan banyak orang. Tidak takut untuk mengatakan hal yang menurutnya benar walaupun kepada orang yang berumur lebih tua darinya. Tidak takut untuk mencoba hal baru yang bahkan terlalu berbahaya. Bahkan ia juga tidak takut untuk membela temannya jika ada yang mem-bully.



See.. ia begitu kuat dan tangguh. Namun lagi-lagi, setiap manusia pasti memiliki kelemahan yang membuat manusia itu rapuh. Jiyeong, gadis itu juga memilikinya. Ia memiliki perasaan yang bagaikan kapas. Ringan dan bersih. Jika sekali saja kapas itu mendapatkan sebercak noda, maka akan sulit untuk menghilangkan noda tersebut.



Dan Mark telah berhasil menorehkan sebercak noda hitam pada kapas tersebut, yang akan sangat sulit mengembalikan kapas tersebut ke keadaan semula.




Jiyeong POV



Akhirnya mimpi buruk ku yelah berakhir. Ya, aku telah kembali. Kembali dari liburan menyebalkan dan menyeramkan bersama dengan titisan iblis itu. Aku berterimakasih kepada Tuhan karena telah mau membantu ku untuk melalui kali ini dengan si anak iblis. Tapi tidak bisakan penyerahan proposal rencana kegiatan belajar ku untuk satu semester ke dapan tidak diljadwalkan hari ini? Tidak saat ini juga?



Aku baru saja sampai di rumah setelah perjalanan panjang dari bandara ke bandara. Dan kini aku harus kembali bergegas menuju ke kampus hanya untuk menyerahkan proposal? Oh.. sangat menyenangkan!



Aku mematut diri ku di cermin. Rasa letih ini masih bergelayut di pundak ku, tapi kenapa aku harus meninggalkan ruangan tercinta ku ini? Tsk.. menyebalkan!



Deringan di ponsel menginterupsi kegiatan ku sejenak. Aku meliriknya yang berada di atas meja. Sebuah pesan singkat dengan nama Eun Ra tertera di sana. Oh.. sepertinya mereka telah sampai.



Aku semakin mempercepat gerakan ku. Mulai dari merapihkan rambut yang akan ku biarkan tergerai, memasukkan beberapa barang ke dalam tas, sampai dengan mengambil proposal tersebut dan membawanya bersama ku menuju kampus tercinta yang sangat tidak ingin aku kunjungi saat ini.



Aku bergegas menuruni anak tangga dan keluar dari rumah untuk menghampir ketiga sahabat ku yang telah berada di dalam mobil yang dikendarai Seulbin. Ku buka pintu belakang dan segera masuk. Setelahnya mobil ini mulai melaju pergi dan bergabung dengan kendaraan lainnya di jalan raya.




Author POV



Mobil berwarna biru itu kini telah terparkir dengan apik di tempat yang seharusnya. Keempat gadis muda yang menghuninya lantas segera keluar dengan masing-masing membawa proposal digenggamannya. Tepat di depan pintu masuk, keempatnya berpisah menuju bagian pendidikan masing-masing fakultas.



Jiyeong yang merupakan mahasiswa fakultas ekonomi bergegas menuju gedung paling belakang dimana bagian pendidikan fakultasnya berada. Langkahnya diikuti dengan Minhyo yang kebetulan bagian pendidikan fakultas mereka berada di arah yang sama. Sementara Eun Ra dan Seulbin, keduanya memang berasal dari fakultas yang sama sehingga mereka pun bergegas menuju bagian pendidikan bersama pula.



Dalam perjalanannya menuju gedung yang terletak di ujung bangunan kampusnya, Jiyeong pada akhirnya harus berpisah dengan Minhyo yang kemudian berbelok arah ketika mereka sampai pada corner gedung sosial. Mereka melambai singkat dan kemudian kembali melanjutkan langkah masing-masing.



Jiyeong yang kini tengah berjalan sendiri di antara mahasiswa lain yang datang silih berganti, lantas mengeluarkan ponselnya dan mengenakan earphone-nya. Ia tidak ingin terlihat menyedihkan karena berjalan sendirian di tengah keramaian. Ia juga tidak mau terlihat mengenaskan di tempat yang cukup luas dengan hanya seorang diri.



Sampai ketika ia telah berdiri di depan ruang yang menjadi tujuannya, gadis itu melepaskan earphone menyimpannya ke dalam tas. Ia kemudian beralih pada pintu yang masih tertutup rapat di depannya. Tangannya terangkat dan mengetuk daun pintu tersebut untuk kemudian masuk ke dalam.



Tidak butuh waktu lama bagi Jiyeong untuk menyerahkan proposal tersebut dan mendapatkan persetujuan dari pihak kepala pendidikan fakultas. Setelah segala urusannya selesai, ia segera keluar dari ruangan tersebut dan mengirimkan pesan singkat melalui kelompok chat kepada ketiga temannya untuk memberitahukan bahwa ia telah selesai.



To: Sensitive Minhyo, Strong Eun Ra, Unpredictable Seulbin

Aku sudah selesai. Aku akan menunggu di tempat parkir, tepat di depan mobil Seulbin..



Pemberitahuan akan pesannya yang telah terkirim telah ia terima, ia pun langsung memasukkan ponselnya ke dalam saku dan bergegas meninggalkan tempat tersebut.



Di tengah perjalanan menuju area parkir kampus, langkah gadis itu harus terhenti saat matanya bertemu pandang dengan sosok Mark yang tengah bersama dengan keenam temannya. Jiyeong segera berbalik arah guna menghindar dari pria itu. Namun ia telalu lambat karena saat ia hendak pergi, Mark telah terlebih dulu menggenggam pergelangan tangan kirinya.



Jiyeong berusaha untuk melepaskan tangannya dari genggaman Mark. Namun usahanya tidak membuahkan hasil dan malah membuat Mark menyadari bahwa kini di jari manis Jiyeong tidak tersemat cincin yang sama dengan yang berada di jari manisnya.



“Kau tidak memakai cincinnya?”



Mark menatapnya tajam. Ia tak mengerti dengan gadis di hadapannya. Semarah itu kah ia sampai melepaskan cincin pertunangan mereka?



“Apakah ini karena malam-”



“Jangan berlebihan. Aku memakainya.” Ungkap Jiyeong cepat. Gadis itu dengan tangan kanannya yang masih bebas menunjukkan kalung yang dipakainya. Kalung dengan bandul cincin pertunangan mereka.



“Ku kira.” Ujar Mark santai.



“Kalau begitu ayo.” Lanjutnya kemudian, sembari menyematkan jari-jarinya dengan jari-jari Jiyeong yang membuat gadis itu terkejut. Mark tidak menyadarinya karena ia langsung melangkahkan kakinya menuju sekumpulan pria yang tengah menatap ke arah dirinya.



“Kenalkan ini Jiyeong. Jiyeong, ini Jaebum, Jinyoung, Youngjae, Bambam, Yugyeom, dan ku rasa kau tahu dia.”



“Hai Jiyeong. Aku tidak menyangka bahwa kau adalah tunangan dari Mr.Tuan ini.” Jackson menghampiri Jiyeong dan memukul pundak gadis itu pelan.



“Yah.. bahkan aku sendiri juga tidak menyangkanya.” Balas Jiyeong malas. Oh ayolah.. ia tidak sedang ingin membahas masalah pertunangannya dengan Mark yang selalu membuatnya jengkel. Yang ia inginkan hanya pergi dari tempat itu secepat mungkin.



Keenam pria yang merupakan teman Mark itu tertawa mendengar jawaban Jiyeong. Sedangkan Mark, ia sama sekali tidak menghiraukannya karena ia tidak peduli. Keadaan yang tidak hangat tetapi terasa santai itu tiba-tiba saja berubah 180 derajat saat seorang gadis muncul di tengah-tengah mereka. Tawa akibat lelucon yang Jackson lontarkan sirna dalam sekejap saat gadis itu datang dan memanggil nama Mark.



Jiyeong yang menyadari kehadiran gadis itu menautkan alisnya. Ia merasa akan ada sesuatu yang terjadi. Tetapi ia tidak tahu apa. Sementara itu, ia juga baru kembali teringat bahwa jemarinya masih berada pada tautan jemari Mark.



Lantas Jiyeong pun berusaha untuk melepaskannya dengan tanpa membuat sosok gadis dengan rambut hitam legam di hadapannya menyadarinya. Ia melangkah mundur dan bergerak ke belakang tubuh Mark. Kemudian, dengan tangan kananya yang bebas, gadis itu berusaha melepaskan tautan jemari Mark darinya.



Perlahan ia mencobanya. Namun Mark malah semakin mengeratkan genggamannya karena ingin menunjukkan bahwa ia tidak akan membiarkan Jiyeong pergi begitu saja.



“Mark dia siapa?” Gadis itu membuka suaranya setelah beberapa saat hanya diam dan mencoba memahami keadaan yang ada di hadapannya.



Mendengar gadis itu bersuara, membuat jantung Jiyeong berdetak cepat. Dugaannya bahwa akan ada suatu hal yang terjadi sepertinya akan benar-benar terjadi. Hawa panas sudah mulai menyerang tubuhnya. Membuat telinganya seakan terbakar. Ia semakin merasa terbakar saat matanya bertemu pandang dengan gadis itu yang ia yakini ia tengah melihat tangannya dan tangan Mark.



Gadis itu beralih menatap Mark, seakan meminta penjelasan. Matanya sudah mulai dipenuhi dengan cairan bening yang siap meluncur kapan saja dan mampu membasahi pipinya.



Jiyeong berdeham dan membasahi bibir bawahnya yang kering. “Ini bukan apa-apa. Ini hanya...” Jiyeong hendak memberikan penjelasan serta pembelaan untuk dirinya. Namun tidak ada satu alasan pun yang muncul dibenaknya untuk hal itu hingga membuat kalimatnya menggantung tanpa ujung.



Bingung. Jiyeong lantas melirik tajam pada pria di sampingnya. Berharap bahwa dengan lirikannya itu, pria itu mau membuka suaranya dan juga melepaskan tangannya.



“Dongri, sejujurnya aku sudah dijodohkan. Dan dia adalah tunangan ku..”



Akhirnya pria itu membuka suaranya setelah mendapatkan lirikan tajam dari Jiyeong. Namun bukan kalimat seperti itu yang diharapkan Jiyeong akan kelaur dari mulutnya. Kalimat itu memang kalimat pembelaan, tapi akan memberikan dampak buruk untuk dirinya.



“Mark!” Geram Jiyeong. Gadis itu hendak kembali menjelaskan segalanya namun tiba-tiba saja Mark mengeluarkan kalung yang ia kenakan dari balik kemeja birunya dan menunjukkannya pada gadis bernama Dongri itu bersama dengan cincin yang ia kenakan.



“Ini adalah cincin pertunangan kami, Dongri-aa.”



Hal itu membuat Jiyeong berhenti untuk melakukan pembelaan. Menurutnya sudah tak ada gunanya lagi jika ia melakukan pembelaan seperti apa pun, karena pada akhirnya hal buruk yang ia sendiri tidak tahu apa akan benar-benar datang.



Gadis itu meneteskan cairan bening yang sebelumnya sudah terkumpul di pelupuk matanya. Ia menyekahnya dan kemudian berbalik pergi. Jiyeong memanggil gadis itu tapi Mark menghalanginya dengan berdiri tepat di hadapannya



“Mark apa yang kau lakukan? Kejar dia! Gadis itu kekasih mu! Ayolah.” Titah Jiyeong. Gadis itu sudah berada diambang kesabarannya. Ia tidak bisa lagi bersabar dengan ulah bodoh pria di depannya.



“MARK KENAPA KAU DIAM SAJA? LEPASKAN TANGAN KU DAN KEJAR GADIS ITU!!” Jiyeong kembali menitahnya dengan suara yang lebih keras. Mungkin lebih tepatnya Jiyeong memerintahkan Mark untuk mengejar gadis itu.



“Tidak. Aku tidak akan mengejarnya. Aku mengatakan yang sebenarnya. Jadi untuk apa lagi?”



Jiyeong membulatkan matanya. Amarahnya sudah begitu besar dan rasa sabarnya sudah tak ada lagi. Dengan kasar ia berusaha untuk melepaskan tangannya dari Mark. Namun Mark tetap pada keputusannya. Ia tidak akan mengejar gadis itu, dan Jiyeong pun tidak.



Jiyeong mengerang frustasi. Ia menghentakkan kakinya beberapa kali. Ia sudah benar-benar tidak mampu mengendalikan dirinya. Begitu kesal dan marah pada pria itu. Ia ingin sekali memukulnya dan mendorong tubuh Mark ke dalam jurang saat itu juga.



“Lepas Mark!”



“Tidak.”



“Aku bilang lepas!”



Pria itu menggelengkan kepalanya. Hal itu semakin menambah pundi-pundi amarah Jiyeong yang sudah sampai di ubun-ubunnya.



“MARK LEPAS!!!”



Teriakan terakhir Jiyeong benar-benar di luar perkirannya. Pria itu tidak menyangka bahwa sang gadis sangat marah padanya. Hal itu terlihat dari bagaimana wajah Jiyeong yang telah berubah merah saat ia berteriak meminta Mark melepaskan tangannya.



Tidak ada pilihan lain untuk Mark selain melepaskan tangan Jiyeong. Setelah Mark melepaskannya, Jiyeong pun segera pergi mengejar gadis bernama Dongri yang sebelumnya berlari menuju lantai atas gedung praktikum. Mark yang melihat Jiyeong berlari pergi, lantas ikut berlari. Ia meninggalkan tasnya bersama dengan teman-temannya yang masih terkejut denga apa yang terjadi.



“Jiyeong.. Hwang Jiyeong!”



Jiyeong tahu bahwa pria itu memanggil dan mengikutinya. Tapi ia tidak mengindahkanya dan tetap berlari menaiki tanggan menuju lantai tiga ia melihat Dongri berlari. Tepat saat ia sampai, matanya langsung dapat menemukan sosok gadis yang ternyata tengah menangis dengan tubuhnya yang bergetar.



Jiyeong mencoba untuk menguatkan dirinya sebelum menghampiri gadis itu dan menyentuh pundaknya.



“Maaf... ini tidak seperti yang kau pikirkan. Pertunangan itu-”



“Cukup Hwang Jiyeong!” Mark menghentikan ucapan Jiyeong dan menarik tangan gadis itu yang tengah menyentuh pundak Dongri.



“Mark, cepat.. cepat jelaskan.”



“Jelaskan apa? Tidak ada yang harus dijelaskan. Kau tahu kalau kita sudah dijodohkan dan kita juga sudah bertunangan. Jadi apa yang harus dijelaskan lagi?” Tanya Mark frustasi. Ia bingung dengan Jiyeong, menurutnya sudah tidak ada yang perlu dijelaskan lagi karena ia sudah melakukannya. Semua sudah jelas!



“Baik. KKalau itu mau mu, aku yang akan menjelaskannya.”



Jiyeong berhenti sejenak. Ia kemudian menatap gadis yang juga tengah menatapnya itu. Ia menarik napasnya dalam dan kemudian menghembuskannya pelan.



“Jika kalian saling mencintai. Ah maksud ku, pertunangan ini dapat dibatalkan. Aku akan berusaha mengatakannya kepada orang tua ku bahwa kau kekasih Mark.”



“HWANG JIYEONG!” Mark meninggikan suaranya saat mendengar semua perkataan gadis itu. Saat ini ia benar-benar merasa bingung sekaligus marah dengan Jiyeong. Bagaimana bisa ia mengatakan bahwa pertunangan mereka bisa dibatalkan semudah itu?



“Benarkah?” Gadis itu menyekah air matanya. Seperti hujan baru saja turun di tengah musim kemarau saat mendengar ucapan Jiyeong. Namun harapan yang kembali tumbuh itu tidak bertahan lama karena Mark tiba-tiba saja memupuskannya.



“Tidak. Pertunangan ini tidak bisa dibatalkan. Maaf Dongri, tapi ini salah ku. Aku tidak mengatakannya kepada mu. Tapi ku mohon.. tolong mengeti. Hubungan kita sudah tidak bisa dilanjutkan lagi.”



“MARK!!”



Pria itu mengencangkan genggamannya pada lengan Jiyeong. Ia pun juga menarik tubuh gadis itu mundur hingga membuat rasa sakit akibat kencangnya genggaman pria itu semakin dapat dirasakan oleh Jiyeong.



Dongri menarik napasnya. Ia kemudian menyekah air matanya dan menatap Mark dengan tajam.



“Baiklah. Kalau memang hubungan kita harus berakhir, aku akan menerimanya. Dan selamat untuk pertunangan kalian, aku turut berbahagia.” Ucapan gadis itu menjadi ucapan terkahir di antara pembicaraan singkat yang terjadi antara ketiganya. Dongri, setelah mengucapkan kalimat tersebut segera pergi meninggalkan Mark dan Jiyeong. Jiyeong yang melihat gadis itu pergi ingin sekali mengejarnya namun tidak bisa karena Mark semakin mengencangkan genggamannya.



“Mark kau gila?!”



Mark tidak menghiraukan ucapan Jiyeong. Ia hanya menatap gadis itu tajam setajam gadis itu yang menatapnya sebelumnya.



“Mark!!”



“Sudahlah Jiyeong, hentikan! Hubungan ku dengan Dongri sudah berakhir. Jadi kau tidak usah pikirkan hal itu lagi.” Ucap Mark. Ia memutar tubuhnya dan hal itu membuat genggamannya terlepas dari lengan Jiyeong.



Jiyeong yang merasa bahwa ini adalah kesempatannya untuk terlepas dari Mark agar bisa menemui teman-temannya segera memanfaatkan kesempatan tersebut dengan sebaik mungkin. Dengan hati-hati ia berjalan mundur dan kemudian kembali berlari pergi menuruni tangga yang berlawanan arah dengan tanggan yang sebelumnya ia gunakan.



Mark segera menyadari kepergian Jiyeong. Ia pun mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Jackson. Ia meminta pria itu dan teman yang lain untuk menghentikan Jiyeong dan menahannya jika gadis itu muncul.





To be continued





감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts