#11 Year Book Things - Produce 45





Cast :


Na Jaemin  ~  Nam Chaerin



Genre :


Romance (AU - Alternate Universe)





o  O  O  O  o





Aku suka bersosialisasi. Aku suka menghabiskan waktu bersama teman-teman. Aku suka  kegiatan di luar rumah. Intinya aku suka apa pun yang dilakukan bersama-sama dan berada di luar. Sekali pun itu berada di bawah teriknya sinar mentari dan harus berlari, aku tetap merasa senang. Rasanya berbeda jika saat aku hanya berselancar di dunia maya di atas sofa empuk ruang keluarga.



Karena itu di Sabtu pagi ini aku telah siap dengan ransel berisi kamera, buku catatan, alat tulis, topi, dan tidak ketinggalan botol minum serta dompet. Bukan untuk bermain-main, kepergian ku di pagi hari ini untuk menjalankan tugas ku sebagai salah satu tim buku tahunan sekolah yang bertugas mencari dan meninjau lokasi pemotretan serta perlengkapan yang dibutuhkan. Ya.. aku mengambil bagian dalam pembuatan buku tahunan sekolah angkatan ku. Walaupun saat ini aku ada di kelas tiga, tetapi tidak membuat keiinginan ku untuk berpartisipasi memudar.



Apalagi jika di tim tersebut aku merasa memiliki sosok yang bisa ku ajak bicara. Apa pun, baik itu mengenai buku tahunan, masalah kehidupan kelas tiga, sampai hal-hal sepele dan tidak penting lainnya



Jaemin, lengkapnya Na Jaemin.



Dia adalah teman ku dari kelas sosial. Sama seperti ku, dia juga tergabung dalam tim buku tahunan sekolah. Hanya saja dia menjadi bagian kreatif yang bertugas membuat rancangan, bentuk, desain, dan perintilan kreatif lainnya untuk buku yang akan berisi foto satu angkatan ku.



Selama rapat tim, aku selalu duduk di sebelahnya. Tidak ada alasan khusus, hanya ingin saja. Berada di sebelahnya itu sangat menyenangkan, dan aku suka itu. Karena itulah aku rela berlari meninggalkan kelas menuju ruang rapat agar bisa menentukan tempat untuk duduk. Kami selalu membicarakan banyak hal. Terkadang ia juga suka melempar lelucon yang membuat tawa ku pecah dan kami menjadi pusat perhatian anggota lainnya. Tapi aku tidak peduli karena aku menikmatinya dan sepertinya juga dengan Jaemin.



Aku melirik ke ponsel yang berada di atas ranjang –masih merapihkan jaket dan kaos yang ku pakai– saat deringnya memenuhi ruang kamar. Nama Jaemin tertulis dengan begitu jelas di layar benda tipis itu dan langsung membuat senyum ku terkembang. Sebenarnya setiap kali kami saling berkirim pesan, Jaemin tidak pernah sekali pun mengirimi pesan dengan kalimat manis seperti yang kerap ku dapatkan dari beberapa teman laki-laki yang dekat dengan ku. Namun hanya dengan Jaemin saja pesan yang berisikan tugas sebagai anggota tim penyusun buku tahunan terasa seperti pesan manis seorang kekasih yang mengingatkan tugas kekasihnya.



Tsk... sebenarnya menjijikan tetapi itu yang aku pikirkan dan rasakan setiap kali nama Jaemin muncul di layar ponsel. Begitu pun dengan pesan yang baru saja ku dapatkan. Isinya hanya sebuah daftar properti pendukung foto yang dibutuhkan oleh timnya, tetapi ucapan terima kasih di akhir pesan yang dipadukan dengan emoticon senyum dan peluk membuat pesan itu lebih dari sekedar daftar properti. Entah lebih seperti apa yang jelas berhasil membuat senyum ku semakin tertarik lebar ke kanan dan ke kiri. Tanpa membuang waktu aku segera mengetikkan balasannya agar ia tidak menunggu terlalu lama.



To: Jaemin
Ok.. aku akan coba cari nanti.



From: Jaemin
Sekali lagi terima kasih banyak Chaerin~ :)



Mata ku masih setiap menatap layar benda yang telah terkunci ini. Tentunya dengan senyum yang setia bertengger di bibir ku.



Ugh Jaemin, kamu membuat ku senang di pagi ini., suara hatiku berkata.



Pembicaraan singkat via pesan ini kembali mengingatkan ku saat aku dan Jaemin untuk pertama kalinya berbicara lebih dari sekedar menyapa. Saat itu adalah rapat ketiga dan dia duduk di samping ku –karena laptopnya yang membutuhkan stopkontak. Ia memasang senyumnya sembari tangannya menarik keluar kursi di samping ku. Aku membalas senyumnya kemudian kembali menatap ke arah ketua kami yang tengah bersiap-siap di depan.



Tapi tidak bertahan lama karena beberapa menit setelahnya –saat ketua kami baru saja membuka rapat di sore hari itu–, aku merasakan sesuatu yang menyentuh pundak ku. Lantas aku menoleh dan menemukan telenjuknya yang terarah ke pundak. Aku mengerut dengan satu alis yang terangkat.



“Chaerin, menurut mu warna merah mana yang lebih cocok? Aku sudah berusaha tetapi masih saja bingung.”



Matanya melirik sekilas kepada ku sebelum kembali melihat layar datar di depannya yang tengah menampilkan bagian depan dari buku tahunan dengan warna merah yang berbeda-beda. Aku kemudiaan mengikuti pandangannya dengan mengarahkan mata ini untuk melihat ke laptopnya. Lantas melihat beberapa gambar yang juga tengah dilihatnya sembari menilai masing-masing.



“Em...” Aku berdeham panjang. Tangan ku telah berdiri tegak di atas meja sebagai tumpuan kepala yang sengaja ku dekatkan ke laptopnya.



“Sepertinya yang ini. Tidak terlalu terang atau pun gelap. Terkesan kuat tetapi mewah jika dipadukan dengan bahan bludru seperti rencana awal.” Jawab ku dengan menunjuk salah satu cover berwarna maroon.



Jaemin mengangguk dan mulai lebih memerhatikan cover berwarna maroon. Matanya menatap tajam pada layar dengan tangan yang dilipat depan dada. Wajahnya terlihat tengah berpikir dan sepertinya mempertimbangkan masukan ku. Ia terlihat serius.



Tanpa sadar aku terus saja memerhatikan wajah seriusnya yang membuat seorang Na Jaemin terlihat lebih menarik. Alis dan matanya yang tengah menatap tajam dirinya terlihat dewasa. Sedangkan senyum kecil yang tiba-tiba saja terukir membuat dirinya terlihat manis.



“Kamu benar, Chaerin. Terima kasih atas sarannya.” Ujarnya senang. Matanya mengecil saat kedua sudut bibirnya tertarik lebih lebar. Membuat diriku tidak bisa untuk tidak ikut tersenyum. Wajahku bahkan mulai terasa hangat saat mata kami bertemu.



Ya Tuhan Jaemin! Berhenti menatap ku seperti itu. Jantungku tidak akan baik-baik saja jika tatapan mu seperti itu. Teduh dan hangat., batinku berteriak.



“Oh iya, Chae.”



Aku yang tengah larut dengan pikiran ku langsung mengerjap cepat dan kembali menatap Jaemin yang ternyata telah menoleh pada layar laptopnya.



“Menurut mu, perlu tidak kita tambahkan logo di bagian tengah?”



Sebuah pertanyaan yang membuat aku kembali menatap layar yang sama.



“Sepertinya itu ide yang bagus. Apalagi jika logo itu dibuat timbul, sepertinya akan lebih baik.”



Ia menganggukkan kepalanya. Kemudian mulai menambahkan logo angkatan kami di bagian yang dirinya maksud.



“Seperti ini?” Dia menoleh dan menatap ku. Menunggu pendapat ku.



Aku mengangguk singkat yang membuat ia semakin mengembangkan senyumnya.



“Aku sangat bersyukur di tim ini ada kamu. Kamu sangat bisa diandalkan, Chae. Walaupun hal kecil, tetapi masukan mu sangat membantu ku.” Katanya dengan tersenyum manis yang terlalu manis hingga berisiko membuat diri ku mengidap kencing manis jika terus menatapnya.



Jaemin ku mohon, jangan seperti ini. Aku ingin hidup lebih lama. Aku tidak mau mati muda karena senyum mu., pikirku.



Perlahan rasanya wajahku terasa hangat. Ish... dapat ku tebak pipi ku pasti memerah. Ya Tuhan, kenapa bisa ada laki-laki seperti Jaemin? Hanya sekedar membicarakan mengenai cover saja telah berhasil membuat degup jantungku meningkat. Sebenarnya komposisi apa yang Kau berikan sebelum melahirkan laki-laki ini ke dunia? Kenapa dia bisa terlihat sangat manis dan tampan secara bersamaan?



“Chaerin...”



Aku menoleh begitu suara berat itu kembali mengalun ke dalam gendang telinga ku. Salah satu alis ku terangkat dengan pandangan bertanya ‘ada apa?’.



“Apakah kamu sakit?” Tanya Jaemin yang membuat aku tersentak.



Kepala ku menggeleng. “Tidak. Memangnya kenapa?”



“Benarkah?” Tanyanya kembali memastikan. Kemudian aku melihat tangannya terangkat dan setelahnya ku rasakan punggung tangan itu berada di dahi ku.



Tuhan.. apa ini?!



“Memang tidak panas, tapi kenapa wajah mu memerah?”



Aku langsung menjauhkan tangannya dari dahi ku. Kemudian mengalihkan kepala ku untuk menghindari tatapan Jaemin.



“A-Aku hanya panas saja. Ku rasa suhu AC-nya masih tinggi, jadi wajah ku memerah.”



“Oh.. kalau begitu aku akan turunkan suhunya.” Ujarnya yang langsung segera berdiri menuju lemari kaca di belakang yang menyimpan berbagai alat termasuk remot.



Mengingat kejadian itu membuat senyum ku tidak pernah tidak terkembang. Jantungku ikut bergemuruh dan perasaan hangat menjalar di hati ku. Jaemin itu berbeda. Ia tidak membutuhkan hal yang sulit untuk membuat aku merasa berbeda di dekatnya. Lihat saja, hanya karena cover ia bisa membuat wajah ku memerah sampai aku harus berbohong dengan mengatakan bahwa suhu ruang rapat terlalu panas.



Ah! Berbicara mengenai Jaemin, aku harus mengiriminya pesan. Aku harus memberitahukan bahwa barang-barang yang ia butuhkan telah ku dapatkan.



Aku segera mengeluarkan ponselku dari dalam tas kemudian mencari namanya di daftar kontak. Setelah itu memilih simbol pesan dan mengetikkan apa yang ingin ku beritahukan di sana sebelum menekan simbol kirim yang berada disisi kanan–bawah.



To: Jaemin
Jae, aku sudah membelikannya. Aku menyimpannya di dalam kardus dan ku letakkan di bawah meja ruang rapat karena lemari di belakang tidak muat.



From: Jaemin
Terima kasih, Chae. Maaf aku jadi merepotkan mu. Padahal kamu memiliki tugas sendiri.



To: Jaemin
Tidak apa, kebetulan aku dan Jeno tadi melewati toko yang menjual perlengkapan yang kamu butuhkan. Jadi aku dan dia sekalian membelikannya. Lagi pula kamu berhalangan juga karena harus bertemu dengan photographer dan percetakan, bukan? Aku memahaminya, Jae.



From: Jaemin
Sungguh Chaerin, aku beruntung mengenal mu. Sekali lagi terima kasih banyak. Aku janji akan mentraktir mu untuk membalasnya.



To: Jaemin
Hei aku tulus membantu mu. Tidak usah, Jaemin.



From: Jaemin
Sekali pun kamu bilang tidak, aku akan tetap melakukannya. Kamu sangat baik, Chae. Terima kasih banyak :)



Aku mengulas senyum saat membaca balasannya. Rasanya bunga yang tertanam di hati ku mulai bermekaran.



Aku yang akan menyimpan ponsel ku kembali ke dalam tas, langsung menghentikannya saat benda ini kembali bergetar dan menemukan nama Jaemin kembali terpampang di layar. Bingung, segera ku buka pesan tersebut dan saat membacanya aku merasakan gemuruh hebat di dada ku.



From: Jaemin
Apakah kamu masih ada di sekolah atau akan pulang? Siapa yang menemani mu? Ini sudah hampir malam. Aku agak khawatir dengan mu, Chae.



Apa ini? Ya Tuhan.. kenapa Jaemin mengirimi pesan seperti ini? Ini kelemahan ku, Tuhan. Kenapa Engkau membiarkan dia menyentuh sisi terlemah ku?, hatiku berkata.



To: Jaemin
Aku baru mau pulang. Tidak apa Jae, ini masih sore dan langit masih berwarna jingga. Lagi pula aku mengendarai motor, jadi akan lebih cepat sampai ke rumah.



From: Jaemin
Baiklah kalau begitu. Tapi kamu hati-hati di jalan dan jangan berkendara cepat-cepat, Chae. Dan jika sudah sampai segera kirimi aku pesan.



To: Jaemin
Ok.. kalau begitu aku pulang. Sampai bertemu Senin, Jaemin.



Aku langsung menyimpan ponsel ku ke dalam tas sebelum benda ini kembali bergetar. Bisa-bisa aku akan bertahan duduk di atas motor di tempat parkir sekolah karena terus membalas pesan Jaemin. Setelah itu aku segera memutar kunci yang telah terpasang di tempatnya dan menghidupkan mesin motor ku.



Jaemin.. kamu itu sesuatu. Kamu berbeda.




E . N . D




감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts