#15 Almost - Produce 45
Main Cast : Park Chanyeol, Nam Chaerin (OC)
Genre : Friendship, Romance
Length : Drabble (1026 words)
Author : Salsa
**********
āJadi kemarin kau bertemu
Chanyeol? Park Chanyeol si tengil teman SMA kita itu? Dan serius, manusia model
begitu bisa jadi ketua BEM?ā
āKalau kautanyakan itu sekali
lagi,ā kataku, ākulemparkan laptop ini ke mukamu!ā
āAku cuma ngecek!ā kata Sora protes.
Kami duduk hanya berdua di ruang tamu rumahnya, aku mengedit foto-foto hasil festival kampusku minggu lalu, sementara gadis itu terus menginterogasiku soal
Park Chanyeol. Membuatku menyesal sudah memberitahunya.
āYa, kami bertemu kemarin. Di
Starbucks. Dan tidak cuma berdua. Ada Yuqi,ā kataku menekankan. āPlease garis bawahi, bukan aku yang
mengajaknya, tapi Yuqi.ā
āLalu bagaimana?ā
āBagaimana apanya?ā
āHubungan kalian kan sedang tidak
baik, lalu bagaimana suasananya? Canggung, tidak? Apa dia minta maaf?ā
āMana mungkin sih Park Chanyeol
minta maaf?ā
āLalu? Kalian saling diam, begitu?ā
āDia terus mencoba mengajakku
bicara, tapi aku mengabaikannya.ā
āTerus? Kok bisa ujung-ujungnya
kau diantar pulang?ā
āGara-gara Yuqi!ā gerutuku. Aku
mendecak sedikit mengingat kejadian semalam, berpaling dari laptopku dan
menatap Sora jengkel. āPadahal awalnya dia mengemis padaku minta ditemani ke
Starbucks, sampai menjemput ke rumah segala, tapi ujung-ujungnya aku malah
ditinggal, dia bahkan menelepon Chanyeol segala. Sudah tahu aku dan Chanyeol
sedang perang dingin. Kami sudah putus kontak hampir dua tahun dan tiba-tiba
cowok itu... cih. Benar-benar tidak tahu malu. Datang begitu saja seolah tak
punya salah.ā
āTunggu dulu, deh. Dari tadi kita
membicarakan ini tapi sejujurnya aku lupa masalah kalian apa.ā
āAku juga tidak ingat.ā
āHuh?ā pekiknya berlebihan.
āChaerin, ya ampun. Bagaimana bisa kau masih marah padanya padahal masalahnya saja
sudah tidak kau ingat?ā
āYa bisa lah! Yang pasti dia
sudah berbuat sesuatu yang kelewatan. Aku memang sudah lupa masalahnya tapi aku
masih ingat jelas rasa kecewanya.ā
āOkay, terserah. Omong-omong kau
belum jawab pertanyaanku.ā
āYang mana?ā
āBagaimana bisa kalian pulang
bareng?ā
āSudah kubilang gara-gara Yuqi.ā
āDetailnya, dong!ā
āYah begitu,ā kataku tak sabar, āintinya
aku ditinggal. Setelah gelap, Yuqi tiba-tiba ditelepon adiknya, diminta
menjemput atau apalahā¦ lalu dia menyuruh Chanyeol mengantarku, kubilang padanya
aku bisa pulang sendiri, tapi mereka berdua memaksa.ā
āKau kan bisa menolak.ā
āKubilang mereka memaksa!ā
āOkay, lalu?ā
āLalu apa? Kau mau tahu apa lagi? Itu sudah semuanya!ā
āBelum,ā kata Sora menggebu.
āCeritakan bagaimana rasanya dibonceng lagi dengan teman-tapi-mesramu setelah
sekian lama. Apa kau masih mengabaikannya selama di jalan?ā
Aku tak langsung menjawab.
Bingung harus menjabarkannya seperti apa.
āEntahlahā¦,ā kataku pelan. āIni
aneh, tapi justru di jalan suasananya malah mencair. Kami bercanda, ngobrol,
tertawa. Rambutnya berburai, kemeja flanelnya berkibar, dia cerita padaku dia
baru diangkat jadi ketua BEM. Dia juga cerita soal impiannya, rencananya begitu
lulus. Dia bahkan cerita kenapa manusia sok rapih sepertinya tiba-tiba jadi
ingin memanjangkan rambut. Dia cerita banyak hal. Benar-benar banyak. Entahlah.
Mungkin lebih mudah untuk bicara saat gelap, saat dikelilingi berisiknya jalan,
saat kami tak bisa melihat wajah satu sama lain.ā
āItu artinya kalian baikan?ā
āAku tidak tahu,ā kataku bimbang.
āMungkin sudah, mungkin belum. Dia tidak mengirimiku pesan apa pun setelah
mengantarku ke rumah. Padahal aku sudah membuka blokirnya.ā
āKau bisa mengiriminya pesan duluan
kalau kau sebegitu kangennya.ā
āKapan aku bilang kangen, sih?ā
āTidak usah bilang pun sudah
kelihatan dari mukamu, tuh,ā kata Sora. Omong kosong. Aku memutar mata padanya,
lantas berpaling kembali pada laptopku, setengah menggerutu. Mana mungkin sih
aku kangen? Sembarangan.
**********
Aku pamit dari rumah Sora pukul
setengah sembilan malam. Berkendara pulang sambil galau sendiri karena perkataan
sederhananya empat jam yang lalu. Kangen.
Pada Chanyeol? Yang benar saja!
Yeah, aku bisa mengelak sepuasku.
Menolak kuat-kuat, tak mau jujur. Tapi sebenarnya, di hati yang terdalam, aku
masih merasa bahwa mungkin, hanya mungkin, itu ada benarnya. Bagaimanapun
Chanyeol pernah menjadi orang spesial dalam hidupku. Pacar? Sama sekali bukan.
Sahabat? Tidak juga. Teman? Aku bersumpah kami lebih dekat dari itu. Intinya
spesial.
Hubungan kami ituā¦ rumit.
Ibaratnya, apabila kata āhampirā
diwujudkan dalam sosok manusia, maka bagiku dialah orangnya. Hampir teman.
Hampir sahabat. Hampir suka. Hampir kekasih. Hampir segalanya.
Cumaā¦. hampir.
Tak lebih dari hampir.
Dulu, saat kami masih sekolah,
dia selalu ke rumahku. Datang nyaris tiap malam tanpa repot-repot ganti baju.
Main gitar, merokok, curhat soal ceweknya (mulai masih sekadar naksir, sampai
jadian, lalu putus), curhat soal yang lain, atau cuma melamun memandang langit sambil
menunggu diajak makan oleh ayah. Serius, kami sedekat itu. Orangtuaku bahkan
mengira kami pacaranāyang sudah kubantah, tapi tidak didengar. Jadi, begitu
kami lulus, begitu Chanyeol tiba-tiba berhenti datang, merekalah yang paling
terpukul.
Sementara pikiranku melayang
menjelajah masa lalu, tahu-tahu saja motorku sudah berbelok di jalanan rumah.
Aku sampai. Aku memarkir motorku asal-asalan dan menoleh pada kursi-kursi kayu
di teras. Kosong. Yeah, siapa memangnya yang kuharapkan?
Aku memasuki rumah tanpa melirik
kursi-kursi itu dua kali, takut pada imajinasiku sendiri.
Setelah berendam air hangat
beraroma vanili dan memakai piama, aku akhirnya bisa berpikir jernihāatau sebaliknya,
mungkin ini malah pikiran kabur, mungkin aku keracunan vanili. Tapi masa bodo,
aku tetap akan mengikuti ucapan Sora. Aku akan mengirimi Chanyeol pesan duluan.
Aku akan bilang āterima kasih karena sudah mengantarkuā walaupun itu sudah basi
karena telat sehari (terlebih aku sudah mengucapkan langsung padanya malam itu
juga, jadi sejujurnya itu akan tambah aneh lagi, tapi siapa peduli) atau aku
akan tanya ālagi apaā seperti anak sekolah dasar yang baru punya handphone. Terserah dia mau jawab atau
tidak. Terserah dia mau berpikir apa. Aku sudah tak tahan lagi. Aku benar-benar
merindukan Park Chanyeol duduk di kursi terasku, curhat soal 1001 cewek yang
sedang ia taksir. Atau 1002. Terserah.
Dengan penuh tekad, aku mencabut
ponselku dari colokkan. Menghidupkan layarnya dengan jantung berpacu lalu
terperanjat hebat begitu menemukan nama Chanyeol di notifikasiku. Dia
mengirimiku pesan. DULUAN!! Kira-kira enam belas menit yang lalu, saat aku
sedang menenggelamkan diri di air hangat berbau vanili.
Tanganku melesat cepat membukanya. Membalasnya terburu-buru seolah pesannya akan hilang di menit ke tujuh belas.
heh, besok ada acara? ā Chanyeol
Tidak. Kenapa?
Mau main ke rumahmu,
nih. Boleh? ā Chanyeol
Cengiran lebar langsung saja
muncul di wajahku. Berbalas pesan lagi dengannya setelah bertahun-tahun,
berbalas pesan lagi dengan Park Chanyeol setelah putus kontak dua tahun, amat-amat
membuatku emosional. Terlebih ini tipikal pesan yang amat familier. Boleh main ke rumah? Astaga tentu saja!
Boleh. Datang saja~
Rasanya jantungku sedang diremas
saking senangnya. Walau tak pernah ada kata maaf di antara kami, tapiā¦
Aku datang sekitar
jam enam sore ya.. Mau dibawakan
sesuatu? ā Chanyeol
Mau.
Mau apa? ā
Chanyeol
Gitar.
Kangen mendengarmu main gitar
Hahaha
ok ā Chanyeol
Sampai ketemu besok!
OK!ā Chanyeol
Walau tak pernah ada kata maaf di antara kami, tapi tetap saja... senang rasanya mendapatkan
āhampirā-ku kembali.
END
Long time no seeā¦
Setelah hampir 4 bulan menghilanggg, aku akhirnya kembali lagiii
*nangis*
Makasih udah mampir ^^ Mari mengawali dekade ini dengan
bismillah
Comments
Post a Comment