Businesship Part 5




Sesampainya di dapur kelab, Sanghyeon bersandar di dinding persis di samping pintu yang masih setengah terbukaā€”jaga-jaga supaya ia bisa melarikan diri dengan mudah jika Youngho membuatnya tak nyaman.


Gadis itu menghela napas dalam-dalam, ia perlu mengalihkan diri. Kepalanya masih amat panas melihat Yiren dan Jaehyun tadi. Sambil bersedekap, ia memerhatikan Youngho mengeluarkan blender, scoop es krim dan gelas ukur dari dalam lemari. Dia tidak terlihat mencari-cari. Dia tahu lemari mana yang harus dibuka dan di mana letak stopkontaknya. Youngho tahu apa yang harus dilakukan. Dan itu benar-benar aneh.


ā€œAku kerja part-time di sini sewaktu kuliah. Hampir tiga tahun,ā€ sahut Youngho menyadari tatapan Sanghyeon.


Pria itu membuka freezer di belakangnya dan mengeluarkan seember es krim coklat. Tak lupa mengambil sewadah buah ceri di lemari pendingin. Buah ceri di dalam wadah tersebut bertumpuk sesak. Merah segar dan berembun. Menggiurkan. Sanghyeon yang tadinya sedang bersedekap kini menyembunyikan tangannya di belakang badan agar tidak khilaf mencomotnya.


ā€œNah, sekarang kita hanya butuh susu.ā€ Youngho bergumam sendiri. Ia menggulung lengan kemejanya sampai siku sebelum membuka lemari-lemari di atas. Menampakkan tiga buah jeriken susu dan lusinan selai yang berjejer rapi.


Youngho dengan gesit mengambil jeriken susunya, namun perhatian Sanghyeon tak bisa lepas dari selai kacang. ā€œAku mau selai kacang,ā€ seru gadis itu spontan begitu tangan Youngho sudah setengah jalan menutup lemari.


Sanghyeon menelan ludahnya sendiri. Malu. Namun Youngho malah tertawa dan langsung mengambil stoples selai. Ia melonggarkan tutupnya dan memberikannya pada Sanghyeonā€”yang menerimanya malu-malu.


Selai kacangnya dilapisi dengan kertas aluminium foil bewarna emas. Sanghyeon merobeknya dengan kuku lalu menenggelamkan jarinya ke dalam selai.


ā€œKukira semua orang yang bertalian darah dengan Jaehyun sudah pasti kaya raya,ā€ katanya, memasukkan jarinya yang berlumuran selai ke dalam mulut. Kali ini sudah tak malu-malu. ā€œUntuk apa kau kerja part-time?ā€ Ia mengakhiri pertanyaannya dengan gumam penuh apresiasi. Mungkin ini karena Sanghyeon belum makan apa pun selama delapan jam terakhir, tapi selai kacangnya benar-benar enak.


Youngho yang sedang menuangkan susu ke dalam gelas ukur meliriknya dan tersenyum. ā€œSeenak itu?ā€


ā€œIya. Apa karena aku tidak bayar?ā€


Youngho terkekeh. "Ada-ada saja."


ā€œJawab pertanyaanku, dong.ā€
ā€œEntahlah? Mungkin apa pun yang gratis memang lebih enak.ā€
ā€œBukan pertanyaan itu. Astaga!ā€ Sanghyeon mendecak geli melihat tingkah Youngho. ā€œKutanya, apa keluargamu tidak kaya raya sampai harus kerja part-time?ā€


ā€œYah. Keluargaku hidup nyaman.ā€


Klise. Itu adalah jawaban semua orang kaya yang berusaha merendah.


ā€œKalau kau kaya raya untuk apa kerja part-time di sini? Supaya bisa cuci mata, ya? Ketemu cewek-cewek seksi?ā€ tuduh Sanghyeon.


ā€œKubilang aku hidup nyaman, bukan kaya raya,ā€ Youngho meralat dengan nada lelah. ā€œCukup untuk membiayai kuliah dan akomodasiku di sini, tapi kalau uang jajan.. aku harus mencarinya sendiri.ā€


ā€œItu karena kau jajan terlalu banyak.ā€
ā€œBenar. Untuk memenuhi gaya hidupku, aku harus bekerja,ā€ balasnya seraya menuangkan susu di gelas ukur ke dalam blender. ā€œIntinya aku tidak sekaya Jaehyun. Kalau aku sekaya dia, aku tak akan menjadikannya role model.ā€


Sanghyeon memutar mata. ā€œRole model?ā€ cibirnya. ā€œKalau cuma role model seharusnya tidak perlu merebut Yiren darinya, kan? Tahu tidak sih dia semenderita apa.ā€


Youngho tak bisa menahan mulutnya untuk tidak mendecih. ā€œSampai kapan anak itu akan menyebarkan omong kosong itu?ā€


Ucapannya itu sukses membuat alis Sanghyeon bertaut. Gadis itu akhirnya mendapat keberanian untuk meninggalkan pintu. Ia berjalan menghampiri Youngho dan melompat mundur untuk mendudukkan diri di konter, sejajar dengan blender dan semua bahan-bahan milkshake-nya yang lain.


Tangannya mencomot buah ceri sementara matanya bertatapan lurus dengan Youngho. ā€œJaehyun cerita padaku kalau kau dan Yiren tinggal bersama. Apa itu omong kosong?ā€


ā€œDengar, Yiren datang ke apartemenku di tengah malam, basah kuyup kehujanan dan menangis bilang Jaehyun mengusirnya. Di situasi seperti itu aku harus apa!ā€ Youngho mengucapkannya dengan nada frustrasi. ā€œJadi, ya, menjawab pertanyaanmu barusan, dia benar, kami memang sempat tinggal bersama tapi itu tidak lama. Dan itu sama sekali  bukan kemauanku.ā€


Sanghyeon tak mungkin begitu saja memercayai Youngho. Dan Youngho bisa merasakan itu. Ia tahu ucapannya sama sekali belum bisa meyakinkan Sanghyeon.


Youngho membuka tutup ember es krimnya sambil menghela napas. ā€œTerserah. Aku tahu kau tak akan percaya.ā€ Ia memasukkan dua scoop besar ke dalam blender. Tubuhnya berputar cekatan membuka lemari berisi stoples-stoples gula, menambahkan tiga sendok teh ke dalam blender sebelum memasang tutupnya kembali dan memandang Sanghyeonā€”yang sedang mencocol ceri ke dalam selai kacang yang tinggal sisa setengah. ā€œAnak itu terlalu menyukai Yiren sampai tak bisa membedakan mana yang jujur dan mana yang dusta.ā€


ā€œDan apa buktinya jika kaulah yang jujur dan Yiren yang dusta?ā€
ā€œTidak ada,ā€ sambar Youngho. ā€œAku tak bisa membuktikannya. Tapi seharusnya dia tahu.ā€ Youngho menyalakan blendernya, mendengus.


Hanya selang sepuluh detik, blender itu ia matikan. ā€œBukan salahku jika ceweknya naksir padaku, kan? Aku jauh lebih manusiawi dibanding dia. Dia seharusnya introspeksi diri. Bukannya menyalahkan segalanya padaku begini.ā€


Youngho mengambil gelas panjang dari rak, mengelapnya sekilas dengan serbet lalu menuang isi blendernya ke dalam sana dengan raut tersinggung. ā€œYeah, kuakui aku memang selalu mengikutinya. Sudah kubilang dia role model-ku. Anak itu pintar luar biasa dari kecil. Otaknya benar-benar encer. Dia pandai bicara. Dia tahu cara berbisnis. Aku ingin sepertinya karena menurutku dia hebat. Awalnya dia tak pernah mempermasalahkan itu. Bahkan sebaliknya, pria itu malah membantuku. Dia membantuku mengurus administrasi di Stanford, membantuku cari apartemen, membantu cari pekerjaan part-time dan sebagainya. Semuanya baik-baik saja. Hingga akhirnya dia bertemu Yiren di semester tiga dan wah.. aku benar-benar tak paham lagi doktrin macam apa yang sudah cewek itu tanamkan di otaknya. ā€


ā€œJaehyun tiba-tiba membencimu?ā€
ā€œBukan benci lagi.ā€ Youngho menambahkan krim kocok dan buah ceri sebagai hiasan, lalu mengulurkan milkshake buatannya pada Sanghyeon. ā€œDia selalu terlihat seperti ingin melempar kepalaku dengan bom.ā€


Sanghyeon yang masih memegang ceri langsung menyiduk seluruh selai yang tersisa di dasar stoples dengan buah itu. Lalu buru-buru memasukkannya ke mulut dan menerima gelas dari Youngho dengan kedua tangannya. ā€œTrims.ā€


ā€œYeah.ā€ Youngho mengelap tangannya sembari menatap Sanghyeon seolah sedang menyuruhnya minum.


Sanghyeon yang melihat tatapan itu pun segera menelan ceri di mulutnya dan meminum milkshake Youngho. ā€œHmm.. kau tak kepikiran bikin usaha milkshake? Aku akan jadi pelanggan setia,ā€ pujinya.


Youngho cuma mendenguskan senyum.


Milkshake itu amat kental. Benar-benar seperti es krim semi-cair yang dituangkan di dalam gelas. Dan Sanghyeon tidak keberatan. Sama sekali. Ini persis yang dia inginkan.


ā€œOkay, jadi,ā€ katanya setelah mencuri satu tegukan lain, ā€œapa yang ingin kausampaikan pada Jaehyun?ā€


Pertanyaan itu sukses mengundang kerutan di kening Youngho. ā€œApa maksudnya? Kau ingin menjadi semacam merpati untuk kami?ā€


ā€œJaehyun tak akan menyukai itu, aku tahu. Tapi aku tulus ingin membantu. Kemarin malam dia menceritakan segalanya lewat perspektifnya. Dan sekarang kau menceritakan semua ini lewat perspektifmu. Sadar tidak sih kalian menaruhku di posisi seperti apa? Aku ada di situasi yang membingungkan. Aku bahkan tak tahu harus percaya yang mana.ā€


Youngho tak langsung menjawab. Ia memandang nanar pada tembok sebelum menghela napas, ā€œEntahlah. Lupakan saja.ā€


ā€œSungguh?ā€
ā€œYa.ā€ Ia mengangkat bahu. ā€œAku cuma berharap suatu hari matanya terbuka. Dia mungkin tak akan kembali pada Yiren tapi dia jelas masih suka padanya, kan? Maksudkuā€¦ untuk apa anak itu jauh-jauh ke sini kalau dia tak suka?ā€


ā€œKau sendiri?ā€ Sanghyeon membalik pernyataan itu. ā€œUntuk apa jauh-jauh ke sini?ā€


Untuk sesaat nampaknya Youngho tak akan menjawab. Namun kemudian bibirnya meliuk membentuk senyum miring. ā€œUntuk bertemu denganmu, mungkin?ā€


Sanghyeon memutar mata. ā€œCukup, kau tak akan berhasil menggodaku. Sekarang aku mau tanya!ā€ katanya serius. ā€œSebenarnya apa yang kaulakukan di Amerika? Kenapa kau ada di mana-mana?ā€


ā€œDi dunia ini bukan hanya Jaehyun yang mengerjakan bisnis, Nona. Aku wakil Direktur di salah satu anak perusahaan Jung Corp. Aku juga punya pekerjaan di sini.ā€


ā€œMeragukan. Tapi okay,ā€ kata Sanghyeon mengalah. ā€œLanjutkan pembicaraanmu yang tadi. Menurutmu Jaehyun masih menyukai Yiren, lalu? Memangnya kenapa?ā€


ā€œMenurutmu kenapa?ā€ Youngho balik bertanya, namun itu bukan pertanyaan yang harus dijawab. Pasalnya Youngho langsung melanjutkan, ā€œPlease, kau tahu sendiri cewek itu membawa pengaruh buruk. Kuharap Jaehyun berhenti memikirkannya. Kuharap hubungan pura-pura kalian setidaknya membuat anak itu... tunggu,ā€ Youngho memandang Sanghyeon ingin tahu. ā€œApa kau suka padanya?ā€


ā€œKami pacaran.ā€
ā€œJangan bicara omong kosong padaku. Kalian berdua sama-sama tidak bisa acting,ā€ katanya menghina. ā€œTapi terserahlah. Semoga hubungan kalian membawa setidaknya setitik pencerahan untuk kehidupan percintaan Jaehyun. Aku bicara begini tulus karena aku peduli, loh. Bagaimanapun juga dia sepupuku.ā€


Sekarang jam sebelas. Sanghyeon sadar ia sudah terlalu lama berada di dapur. Setelah mencuci blender dan gelas serta meletakkan semuanya ke tempat semula, ia dan Youngho akhirnya kembali ke keramaian. Sanghyeon memberi tahu Youngho untuk tidak keluar bersamaan. Beri jeda, katanya. Ia mengatakan itu sambil menghela napas gugup. Kepalanya berkelana ke kemungkinan terburuk. Bagaimana jika Jaehyun melihatnya? Akan sekecewa apa dirinya? Dia sudah mencurahkan kegelisahannya pada Sanghyeon, memintanya sepenuh hati untuk menjaga jarak dengan Youngho dan gadis itu malah keluar dari dapur bar bersamanya.


Semakin malam, kebisingan di luar terdengar semakin menjadi-jadi. Bahkan sebelum kaki Sanghyeon benar-benar melewati pintu, suara musik yang berdentum mengerikan sudah menusuk-nusuk gendang telinganya.


Setelah melewati papan, Sanghyeon kembali ke sisi bar di mana Jaehyun meninggalkannya dan menoleh ke arah meja Yiren duduk. Meja itu dipenuhi oleh gerombolan orang tak dikenal. Tak ada Jaehyun. Tak ada Yiren. Untuk beberapa saat hatinya mencelus. Sanghyeon berpikir sudah pasti mereka pergi bersama, pindah ke tempat lain di kelab ini, memberikan hadiah ulang tahun super spesial, mencari privasi.


Namun dugaan itu terbantahkan kala ia mendongak ke lantai dua dan melihat gaun bulu milik Yiren. Warna merahnya benar-benar mencolok. Ia sedang berciuman panas dengan seorang pria. Bukan Jaehyun. Bukan. Pria yang diciumnya memakai jaket kulit dan rambutnya berwarna biru elektrik. Sanghyeon tak bisa mengungkapkan betapa leganya ia melihat pemandangan itu.


Sampai akhirnya tiba-tiba telinganya diteriaki. ā€œDia tiduran di lantai!ā€ Youngho memberi tahu Sanghyeon selagi ia melesat menuju ke depan. Menuju kerumunan yang Sanghyeon kira hanya paru tamu undangan yang sedang berdansa.


ā€œHuh? Siapa?ā€ Sanghyeon balas berteriak. Kakinya secara otomatis ikut bergerak mengejar Youngho.


Youngho membuka jalan untuknya hingga ia bisa melewati kerumunan dan berdiri di baris terdepan. ā€œYa ampun!ā€ pekiknya histeris sementara Youngho sudah berlutut untuk membantu Jaehyun berdiri.


Jaehyun tidak pingsan. Matanya setengah terbuka dan ia masih bisa cengengesan. Dia tidak pingsan, dia mabuk. Sangat mabuk. Sanghyeon membayangkan Jaehyun kehilangan keseimbangan dan terjatuh, lalu memutuskan bahwa bangkit berdiri lagi adalah pekerjaan yang berat.


Begitu Youngho berhasil membuatnya berdiri, Sanghyeon mengambil posisi di kiri Jaehyun dan membantu memapahnya.


ā€œKau bisa telepon sopirmu sekarang,ā€ sengal Youngho. ā€œSuruh dia siap-siap di depan.ā€
ā€œAku ke sini naik tasi.ā€
ā€œKalau begitu ke mobilku.ā€


Dengan penuh perjuangan, akhirnya mereka bisa mendudukkan Jaehyun di jok belakang Benz milik Youngho dan memakaikan sabuk pengaman untuknya. Jaehyun bicara melantur dan terus bergumam mengatakan dia tak suka naik sepeda. Tak ada yang menyuruhnya naik sepeda. Sebelum ikut duduk, Sanghyeon tak lupa mengambil barang-barang mereka di bilik penjaga.


Youngho menyetir ke San Fransisco tanpa menyetel musik sama sekali. Itu perjalanan yang panjang. Jaehyun yang sejak tadi terus bergumam ngawur akhirnya terlelap tidur. Ia baru bangun setelah tiga puluh menit berkendara, tepatnya dua mil sebelum bangunan hotel mereka terlihat. Saat itu hujan mulai turun. Makin lama makin lebat. Jaehyun menekuk lehernya dalam-dalam dan berusaha melindungi kepalanya dengan blazer. Sanghyeon menyuruhnya untuk tidak melakukan itu. Dia tidak akan kehujanan. Mereka di dalam mobil. Tapi Jaehyun tetap menunduk ke dalam blazer sampai mereka sampai.


Setibanya di lobi utama, Youngho keluar dari mobil dan membukakan pintu belakang, hendak membantu Jaehyun turun. Namun pria itu menepisnya dengan kasar dan menyuruhnya membawa pergi sepedanya. Akhirnya, para sekuriti dan bellboy-lah yang memapahnya sampai ke dalam.


ā€œTerima kasih.ā€ Suara hujan nyaris meredam ucapan Sanghyeon. ā€œMaaf kau jadi harus meninggalkan pesta lebih awal.ā€


ā€œBukan masalah. Lagi pula ini sepadan. Maksudku, aku tak ingat kapan terakhir aku semobil dengannya.ā€ Lewat pintu kaca, Youngho melirik Jaehyun yang sedang menyentak-nyentak tangan menolak disentuh. Ia berjalan sempoyongan menuju sofa, digiring oleh dua bellboy di kanan kirinya. 


ā€œJangan biarkan dia tidur telentang. Kau harus memiringkan tubuhnya. Aku khawatir dia tiba-tiba muntah dan tersedak muntahannya sendiri.ā€


Sanghyeon mengangguk.


ā€œKalau begitu aku pergi,ā€ pamit Youngho seraya membuka pintu kemudi. ā€œSampai ketemu lagi, Sanghyeon~a.ā€


ā€œSampai ketemu lagi.ā€



**********



Sanghyeon berhenti di depan meja resepsionis dan membalas senyum wanita muda di hadapannya. ā€œSelamat malam, saya mau check-in,ā€ ujarnya. ā€œAtas nama Jung Jaehyun.ā€


Sang resepsionis, seorang cewek pirang dengan tahi lalat di dagu, memeriksa komputernya selama beberapa saat sebelum mengambilkan kunci. ā€œSilakan.ā€


Cuma satu.


Sanghyeon mengambil kunci itu dan memandang sang resepsionis seolah sedang menunggu. Namun alih-alih mengambil kunci yang lain, dia malah balik memandangnya sambil memasang senyum bingung. ā€œAda lagi yang bisa saya bantu, Nona?ā€


ā€œCuma satu?ā€
ā€œIya. Di lantai tiga, kamar nomor 304.ā€ Resepsionis itu tersenyum.
ā€œTidak mungkin Jaehyun cuma pesan satu!ā€
ā€œTapi di data kami memang hanya pesan satu.ā€


Sanghyeon langsung menoleh pada Jaehyun, yang duduknya hampir merosot di sofa lobi. Tidak mungkin anak itu sengaja, kan?


ā€œKalau begitu aku pesan satu lagi.ā€
ā€œMaaf, tapi hotel kami sudah penuh.ā€
ā€œMana mungkin sih hotel sebesar ini penuh,ā€ cecar Sanghyeon, saat itu sebuah nama terbersit di benaknya. Bukan Jaehyun yang memesan. Jaehyun cuma menyuruh. Ini pasti ulah Sicheng. Dia sengaja memesan satu kamar. Jangan-jangan dia juga sengaja menyuruh pihak hotel untuk tidak membiarkannya memesan kamar lain. ā€œJangan-jangan kau disuruh Sicheng ya,ā€ tuduhnya, membuat sang resepsionis terkejut dan menggeleng-geleng panik.


ā€œSaya bahkan tak kenal nama itu,ā€ katanya membela diri.
ā€œKok bisa penuh?ā€
ā€œMaaf Nona, tapi besok Oasis menggelar konser di Shoreline Amphitheatre, jadi banyak penonton yang menginap di sini. Belum lagi karena cuaca buruk penerbangan jadi banyak yang dibatalkan sejak tadi siang. Sebagai hotel yang paling dekat dengan bandara, kami jelas diserbu untuk menginap.ā€


Itu masuk akal dan Sanghyeon benar-benar benci karena sekarang ia jadi tak bisa berkutik. Ini sudah jam satu pagi, di luar sedang hujan lebat, mereka tak punya kendaraan pribadi untuk pergi ke hotel lain dan Jaehyun masih mabuk berat. Di situasi seperti ini, apa ia punya pilihan lain?


ā€œTapi kalian menyediakan kasur tambahan, kan?ā€
ā€œTentu. Akan kami antarkan ke kamar Anda secepatnya.ā€
ā€œOke,ā€ kata Sanghyeon masam. ā€œTrims.ā€


Sanghyeon meminta tolong pada dua orang bellboy yang membantu memapah Jaehyun ke kamar untuk sekalian melepaskan blazernya dan membaringkannya miring di tempat tidur. Saat kedua bellboy itu hendak keluar, seorang bellboy yang lain datang memberikan minuman pereda mabuk pesanan Sanghyeon. ā€œTerima kasih. Jangan lupa kasur tambahannya ya,ā€ katanya seraya memberikan uang tip kepada mereka bertiga.


Setelah menutup pintu, Sanghyeon langsung mengaduk kopernya mencari chargeran. Ponselnya mati dan dia benar-benar ingin mendamprat Sicheng sekarang. Tak mungkin Jaehyun yang merencanakan ini. Pasti Sicheng. Sudah pasti dia. Rupanya anak itu sudah benar-benar bosan kerja. Bosan hidup.


Sanghyeon berputar mengitari kamar untuk mencari colokan, lalu langsung meluncur ke nakas di samping tempat tidur begitu ekor matanya menemukan stopkontaknya. Dipandangnya ponselnya yang sedang mengisi daya. Ditunggunya sampai menyala. Perutnya bergejolak dan milkshake buatan Youngho rasanya sudah naik ke kerongkongan. Tubuhnya meriang. Dia benar-benar panik sampai mau muntah. Sicheng sialan.


Ponselnya menyala.


Jari Sanghyeon melejit mengetikkan pesan untuk Sicheng.


Kau sudah gila, ya?
Kenapa cuma pesan 1 kamar?


Tulisan seen muncul di detik berikutnya dan Sanghyeon terbeliak kaget sampai nyaris terkena serangan jantung. Pasalnya ia cukup yakin pesannya akan diabaikan. Setidaknya sampai besok pagi.


Wah berani muncul ternyata!
Cepat jawab aku!


ā€˜sama-samaā€™ balasnya.


ā€œIdiot,ā€ desis Sanghyeon frustrasi. Ia langsung menekan tombol panggil dan menempelkan layar ponselnya di telinga.


Tidak diangkat.


Sanghyeon bersungut-sungut mengiriminya pesan lagi.


Jaehyun sedang tidur.
Kau tak mau menjawab teleponku karena takut pada Jaehyun, kan?


Mau apa sih telepon? Nanti saja terima kasihnya! ā€“ Sicheng


Siapa yang mau berterima kasih!
Kenapa kau melakukan ini!


Bukannya aku sudah bilang akan membantu? ā€“ Sicheng


Apanya yang membantu?
Kau kira aku sedang syuting drama komedi, ya?
Omg, thereā€™s only one bed? Guess we gotta share (ooo)


Sanghyeon bisa membayangkan Sicheng tertawa. Dan gadis itu benar.


(ooo) ā€“ Sicheng


Lain kali jangan coba-coba membantuku lagi.


Ini solusi untuk menjalin kedekatan batin
Percayalah ini akan berhasil. ā€“ Sicheng


Kau kebanyakan baca novel
Sekadar mengingatkan, kami tinggal di penthouse yang sama selama sebulan dan itu tidak berhasil.


Kali ini berhasil, balasnya mengeyel.


Aku benar-benar ingin teleportasi ke depanmu sekarang dan menghajarmu. Serius.


Go to sleep, maā€™am. Cuddle him.ā€“ Sicheng


Sadar tidak, sih? Jaehyun pasti memecatmu!
Kau sengaja ya?
Sudah menyerah bekerja dengannya?


Aku tinggal bilang human error.ā€“ Sicheng


Jaehyun tak akan percaya itu.


Dia akan percaya.
Asal kau bisa jaga mulut, maka aku akan baik-baik saja.
Tak usah mengkhawatirkanku. Bersenang-senanglah. ā€“ Sicheng


Sanghyeon membaca kalimat terakhir Sicheng dan langsung merinding. Ini salahnya. Harusnya dia tak usah jujur segala pada Sicheng. Mentang-mentang sudah tahu hubungan sebenarnya antara sang atasan dengan dirinya, Sicheng jadi bertindak semena-mena.


Tak ada gunanya bicara dengan Sicheng. Sanghyeon malah dibuat semakin kesal. Gadis itu meletakkan ponselnya di nakas dan berdiri. Ia menoleh pada Jaehyun yang sedang tertidur pulas dan makin merinding.


Apa-apaan situasi ini!
Dan mana coba kasurnya!


Ini sudah terlalu lama. Jangan-jangan mereka lupa. Sanghyeon mengangkat pesawat telepon putih di samping ponselnya, kemudian menekan angka satu supaya tersambung ke resepsionis. Suara cewek pirang yang tadi, yang memiliki tahi lalat di dagu, menyapanya dengan ramah. Tanpa basa-basi Sanghyeon menanyakan mana kasur pesanannya dan resepsionis itu bilang mereka butuh waktu. Sanghyeon bertanya lagi, kali ini dengan suara supergalak, butuh berapa lama?!, yang dijawab dengan kalimat ā€˜mohon bersabarā€™ oleh sang resepsionis dengan suara manis. Mungkin Sanghyeon saja yang memang sedang sensitif, tapi ia bersumpah nadanya itu terdengar menyindir. Seolah-olah ia ingin menunjukkan bahwa kebuasan Sanghyeon tidak mengusik kelembutan hatinya. Di dalam kepalanya, Sanghyeon lagi-lagi menuduh gadis itu berkomplot dengan Sicheng. Tapi ia tidak menyuarakan tuduhan tak berdasarnya itu dan langsung menutup teleponnya. Dalam hati berjanji akan memberi hotel ini rating terjelek di aplikasi.


Jangan ke sana. Mereka gampang disuap dan susah sekali dimintai kasur tambahan.


Pukul 01:29 pagi. Sembari menunggu kasurnya datang, Sanghyeon duduk di karpet merah persis di depan tempat tidur dan menyalakan televisi.


Sanghyeon berburu tontonan. Ibu jarinya bergerak agresif menekan tombol di remot, menggonta-ganti saluran dengan bosan sebelum refleks berhenti saat wajah Timothee Chalamet berkelebat di layar. Sanghyeon pernah melihatnya di film call me by your name. Tapi sekarang yang diputar bukan film itu. Hot summer nights, begitulah judul yang tertera di pojok layar. Sanghyeon tak pernah menonton film ini. Dia bahkan tak pernah mendengarnya. Jika sekarang ia sedang di Korea, atau di penthouse Jaehyun di Las Vegas, ia yakin ia tak akan memaksa matanya terbuka untuk menonton ini. Tapi sekarang situasinya berbeda. Sanghyeon butuh sesuatu di layar. Sanghyeon butuh menonton supaya tetap sadar.


Volume televisinya berada di angka dua. Sanghyeon menurunkannya ke angka satu sebelum meletakkan remotnya di sebelahnya dan beringsut memeluk lutut. Menonton.


Filmnya sudah hampir habis saat Sanghyeon menemukannya. Cowok yang dipanggil Hunter menodongkan pistol pada Timothee yang terus berteriak ā€˜Dex akan membunuhkuā€™. Ia hampir tidak mengerti apa-apa. Ralat, Sanghyeon memang tidak mengerti apa-apa. Tapi tetap serius menontonnya.


Lima menit kemudian, seseorang yang diyakini Sanghyeon bernama Dex datang menemui Hunter dan menembaknya sampai mati.


ā€œWhat the heck!ā€ Sanghyeon mengumpat. ā€œKenapa tiba-tiba malah dia yang dibunuh?ā€
ā€œKarena Hunter dan Daniel satu tim.ā€
ā€œTim apa?ā€
ā€œMereka pengedar.ā€
ā€œAh.ā€


Satu detik kemudian, Sanghyeon baru terbeliak dan menoleh kilat ke belakang. ā€œSejak kapan kau bangun?ā€ serunya pada Jaehyun. Pria itu cuma tersenyum simpul tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar. Entah sejak kapan, posisi berbaringnya sudah berganti, sekarang ia tidur tengkurap dengan kedua tangan dilipat di bawah dagu. Wajahnya masih merah, matanya masih sayu.


ā€œIni masih setengah dua,ā€ Sanghyeon memberitahunya. ā€œLebih baik kau kembali tidur.ā€


Namun bukannya tidurā€”atau setidaknya membalas ucapannyaā€”Jaehyun malah mendesah panjang dan bercerita. ā€œAku nonton ini tahun lalu, bersama teman-temanku di tempat persembunyian,ā€ katanya mengenang. Sanghyeon melirik ke layar. Timothee kecelakaan dan keluar dari mobil mewahnya dengan baju penuh darah. Saat sedang menonton adegan dramatis itu, ā€˜tempat persembunyianā€™ baru mengetuk kepalanya. Sanghyeon lagi-lagi menoleh cepat pada Jaehyun.


ā€œApa maksudmu tempat persembunyian?ā€
ā€œYah... tempat sembunyi.ā€
ā€œKenapa sembunyi?ā€
ā€œTeman-temanku buronan.ā€
ā€œHuh?ā€


Jaehyun malah tertawa.


Sanghyeon harap ā€˜teman-teman buronanā€™ itu cuma sekadar halusinasi Jaehyun sebagaimana ia berhalusinasi soal sepeda dan takut kehujanan tadi. ā€œYeah, sampaikan salamku pada mereka,ā€ kata Sanghyeon tak acuh sembari merangkak mengambil minuman pereda mabuk di atas meja. Lalu kembali pada Jaehyun sambil membuka tutupnya. Menyodorkannya. ā€œMinum, nih.ā€


ā€œAku tidak akan bertemu mereka lagi.ā€
ā€œOkay. Itu bagus.ā€
ā€œTidak bagus,ā€ protesnya. Ia mengambil minuman dari Sanghyeon dan mengangkat kepalanya sedikit untuk meneguknya, baru kembali berkata, ā€œtapi itu yang terbaik.ā€


Sanghyeon memerhatikannya dengan bingung. Tapi enggan bertanya lebih jauh. Ia kembali duduk di karpet dan memeluk lututnya. Lanjut menonton.


Setelah beberapa menit, filmnya tamat.


Jaehyun menghabiskan sisa minumannya sebelum memutar badan ke posisi telentang. ā€œCeritanya payah,ā€ komentarnya sembari menatap langit-langit.


ā€œLalu kenapa kau tonton?ā€
ā€œKau sendiri kenapa?ā€
ā€œTidak ada pilihan.ā€


Sanghyeon bisa mendengar Jaehyun mendesahkan tawa. Kemudian setelah itu tak terdengar suara apa pun lagi.


Suasana sunyi senyap. Saat ini banyak sekali pertanyaan yang bermunculan di kepala Sanghyeon. Tapi ia tak mampu menuturkannya.


Sebanyak apa kau minum dan apa yang membuatmu minum sebanyak itu?

Kenapa kau mengizinkan Yiren menciummu?

Kenapa kita tidak jadi berdansa?

Kenapa kau mengizinkan Yiren menciummu?

Apa kau lupa kau berjanji mencarikanku kue? Mana kuenya?

Kenapa kau mengizinkan Yiren menciummu?

Kenapa kau mengizinkan Yiren menciummu?

Kenapaā€¦


ā€œSanghyeon-ssi.ā€ Suara rendah Jaehyun menginterupsi lamunannya. Ia menoleh pada pria yang masih betah menatap langit-langit itu, menunggunya bicara. ā€œKau tidak rindu keluargamu?ā€


Itu pertanyaan yang tak terduga.


ā€œKenapa tanya begitu?ā€
ā€œTidak mau pulang?ā€
ā€œKalau aku pulang sekarang, orangtuaku akan memaksaku menikah.ā€


Jaehyun langsung bangkit ke posisi duduk. Tak percaya alasannya ternyata seklise itu. ā€œKau bercanda, kan?ā€


ā€œKuharap aku bercanda.ā€
ā€œJadi serius?ā€ Suaranya penuh skandal. ā€œItu alasanmu kabur?ā€


Sanghyeon cuma meliriknya tak senang. Padahal ia sudah hampir melupakan semua masalah konyol itu, meninggalkannya di Korea, kenapa Jaehyun harus mengungkitnya lagi?


Apa dia rindu keluarganya? Ya, dia rindu. Apa dia mau kembali? Tidak, terima kasih. Sanghyeon baru akan berubah pikiran setidaknya sampai ia mendengar kabar bahwa cowok yang seharusnya menikah dengannya sudah menikah dengan cewek lain.


ā€œDengan siapa kau dipaksa menikah?ā€
ā€œSeseorang.ā€
ā€œKenapa tidak mau?ā€
ā€œHati tidak bisa dipaksakan,ā€ sungut Sanghyeon, ā€œapa sih tiba-tiba tanya soal ini!ā€
ā€œCuma mau tahu,ā€ kata Jaehyun. Kemudian dia tertawa. ā€œLucu sekali.ā€
ā€œLucu?ā€ ulang Sanghyeon tak terima. ā€œPernah terbayang tidak betapa menakutkannya jadi aku? Siapa sih yang mau dipaksa menikah dengan orang yang tidak kau cinta?ā€ Kemudian dia menggeleng, meralat sendiri. ā€œCih, boro-boro cinta, suka saja tidak.ā€


ā€œMemangnya siapa yang kau cinta?ā€


Kau.


ā€œAku akan mencarinya.ā€
ā€œOh, belum ketemu?ā€


Sudah. Tapi cowok yang kusuka cuma menganggapku babu.


ā€œKenapa kau mabuk sampai pingsan begitu?ā€ Karena tidak sanggup melanjutkan pembicaraan soal ā€˜siapa yang kau cintaā€™, Sanghyeon pun mengubah topiknya dan bicara sambil bersedekap dengan wajah sinis. ā€œKau tergeletak di lantai dansa sampai jadi pusat perhatian. Benar-benar bikin malu.ā€


ā€œAku mencarimu.ā€
ā€œMemangnya kalau mencariku harus pakai mabuk dulu?ā€
ā€œBanyak teman kuliahku di sana. Aku ngobrol dan tak sengaja minum terlalu banyak.ā€ Jaehyun membela diri. ā€œKau sendiri bagaimana? Ngobrol apa saja dengan Youngho?ā€


Sanghyeon tersentak. Bagaimana bisa dia tahu aku dengan Youngho?


ā€œKata siapa aku ngobrol dengan dia?ā€


Jaehyun nampak menyerah dengan percakapan ini. ā€œYah, mulai sekarang terserah kau sajalah,ā€ katanya pasrah. ā€œAku sudah memohon pun tidak kau dengar, kan?ā€


Perkataan Jaehyun, cara pria itu mengatakannya, membuat Sanghyeon merasa buruk selama beberapa saat, namun ia teringat Yiren yang mengulurkan wajahnya ke wajah Jaehyun dan seketika tidak merasa buruk lagi.


ā€œKau sendiri sepertinya ngobrol banyak ya dengan Yiren?ā€ pancingnya.
ā€œTidak banyak. Cuma menyapa.ā€
ā€œOh, ya? Lalu bagaimana kuenya?ā€
ā€œKue apā€”ā€œ Jaehyun terperanjat sendiri di tengah kalimatnya, baru ingat. ā€œBenar. Kau minta kue.ā€
ā€œSudah telat.ā€
ā€œYiren bertanya padaku soal Waffle. Lalu kami berbincang sedikit dan aku jadi lupa soal kuemu.ā€
ā€œSelain melupakan aku, apa lagi yang kaulupakan? Lupa juga ya kalau kalian sudah putus?ā€ Sanghyeon terus menyudutkannya. ā€œBagaimana rasanya dicium mantan?ā€


Alis Jaehyun bertaut. ā€œBicara apa sih?ā€


ā€œTidak usah mengelak,ā€ Sanghyeon berkeras. ā€œAku lihat kalian. Aku lihat Yiren mengulurkan mukanya padamu.ā€


ā€œKau cemburu?ā€
ā€œTidak, tuh.ā€
ā€œIya, kau cemburu.ā€
ā€œJaehyun, jawab saja!ā€
ā€œDia tidak menciumku, Sanghyeon~a.ā€ Suaranya melembut. ā€œYiren bilang dia suka bau parfumku. Dia cuma membauinya.ā€


ā€œDan kau percaya?ā€ dengus Sanghyeon. ā€œNaifnya.ā€


Sanghyeon tak mengerti kenapa mereka terlibat dalam pembicaraan ini. Ini adalah ā€˜masalah orang pacaranā€™. Sedangkan hubungan mereka tidak seperti itu. Sanghyeon harus berhenti memiliki ā€˜masalah orang pacaranā€™ dengan cowok yang bukan pacarnya.


ā€œAku tidak naif, Lee Sanghyeon,ā€ kata Jaehyun dengan suara disabar-sabarkan. ā€œYiren memberitahuku dia sudah punya pacar baru. Aku cuma ingin memperbaiki hubunganku dengan teman-temanku.ā€


ā€œKalau begitu perbaiki juga hubunganmu dengan Youngho!ā€
ā€œTidak semuanya bisa diperbaiki.ā€
ā€œBagaimana bisa kau memaafkan Yiren tapi tidak memaafkan Youngho?ā€ semprot Sanghyeon tak tahan. ā€œAku tak tahu apa penjelasan Yiren padamu, tapi Youngho bilang gadis itulah yang datang ke apartemennya di tengah malam sambil menangis mengaku kau usir.ā€


ā€œDan kau percaya?ā€
ā€œEntahlah? Di mataku Youngho lebih bisa dipercaya.ā€


Jaehyun tersenyum kecut. ā€œKau tahu kita bisa membahas ini sampai pagi, kan?ā€ Ia menoleh ke jam dinding, ā€œtapi sekarang sudah hampir jam tiga dan kau butuh tidur. Kembalilah ke kamarmu.ā€


Sanghyeon terdiam. Dia pikir aku sedang berkunjung?


Sanghyeon baru saja membuka mulutnya saat suara ketukan terdengar dari pintu. Itu bellboy-nya. Akhirnya kasur tambahannya datang juga.


Tapi ini sudah terlambat.


Sanghyeon berjalan membuka pintu sambil meringis dalam hati. Kenapa Jaehyun harus bangun? Seharusnya dia tidur sampai pagi saja. Suasananya akan canggung kalau begini. Bahkan sekarang saat kasur tambahannya sudah datang pun, suasananya akan tetap canggung. Semakin canggung.


ā€œUntuk apa kau pesan kasur di kamarku?ā€ Jaehyun jelas kebingungan. Ia hendak berdiri menghampiri Sanghyeon namun terlalu pening untuk melakukannya. Jadi pria itu cuma bisa mengamati percakapan di pintunya dari atas kasur. Jaehyun bisa mendengar Sanghyeon menyuruh bellboy itu membawa masuk kasurnya.


ā€œAh, Nona, sebelum lupa,ā€ saat sudah setengah jalan melewati pintu tiba-tiba saja bellboy itu berhenti dan menatap Sanghyeon, ā€œtadi resepsionis di bawah bilang ada pesanan kamar yang dibatalkan, kalau Anda mauā€¦ā€


ā€œSaya mau!!ā€ potong Sanghyeon menggebu. ā€œKalau begitu ambil saja lagi kasurnya. Saya akan pakai kamar yang dibatalkan itu.ā€


ā€œBaik, Nona.ā€
ā€œDan tolong sekalian bawakan koperku.ā€
ā€œBaik.ā€


Sanghyeon segera melesat mengambil ponselnya di atas nakas, tak lupa mencabut serta charger-nya dari colokan. Ia bisa melihat ekspresi heran Jaehyun dari sudut matanya. Gadis itu cuma tersenyum, ā€œSelamat malam.ā€


ā€œKau tak merasa harus menjelaskan sesuatu padaku?ā€
ā€œKujelaskan besok,ā€ katanya, tersenyum makin lebar, bersyukur luar bisa karena tidak harus tidur di kamar ini. ā€œSelamat malam.ā€



TBC


Comments

Popular Posts