THE SERIES OF UNDERGROUND: Forced Marriage - 계획 (Plan)
Park Jimin < > Lim Chaerin (OC)
- Adult Romance -
(AU - Alternate Universe)
o O O O o
Chaerin tidak bisa berhenti tertawa melihat tingkah konyol
Haera di depannya. Saat ia kembali bersama Sehun, Haera memutuskan untuk tidak
ke lantai dansa dan memilih menikmati dentuman musik di lounge. Ia menggerakkan tubuhnya mengikuti irama musik tepat di
depan meja mereka. Setidaknya keputusan Haera membuat Jiyeong bisa bernapas
dengan lega. Pasalnya tidak lama setelah Chaerin ditarik keluar, Mark datang
dan membuat ia tidak jadi menemani Haera. Siapa juga yang ingin menemani orang
yang mulai mabuk saat kekasihnya datang?
Chaerin duduk tepat bersebelahan dengan Sehun. Keduanya
tampak terlihat senang dengan hiburan yang ditawarkan sahabat mereka –Haera.
Jarang sekali bukan melihat Haera yang memang sudah gila berperilaku lebih
tidak waras lagi. Jika kesadarannya kembali sudah pasti ia akan memaki mereka
karena telah menjadikan tontonan dan menertawakannya.
“Princess..”
Panggil Sehun.
Chaerin memalingkan kepalanya ke arah Sehun.
“Tadi itu siapa?”
Gumaman tidak jelas terdengar sebelum Chaerin benar-benar
memberikan jawaban.
“Bukan siapa-siapa, hanya relasi bisnis.”
“Benarkah? Tetapi tadi kalian terlihat sangat dekat.”
Chaerin yang tengah menyesap minumannya tersedak sendiri
oleh isi gelasnya saat mendengar kalimat Sehun. Ia tertawa canggung sembari meletakkan
gelasnya kembali.
“Jangan berlebihan, Sehun. Itu hanya perasaanmu saja. Kami
hanya membicarakan sedikit tentang kerja sama perusahaan, tidak lebih.”
Walau perasaan janggal masih bersemayam dihatinya, Sehun
akhirnya mengangguk mengamini kalau mungkin ia yang terlalu berlebihan dalam
melihat interaksi Chaerin dengan relasinya. Merasa tidak enak karena telah
menginterupsi masalah pekerjaan, Sehun buru-buru mengganti topik pembicaraan
mereka.
“Ngomong-ngomong bagaimana dengan pelat mobil itu?”
Mark yang tengah sendiri karena Jiyeong meninggalkannya
sebentar ke kamar mandi tidak sengaja mendengarnya. Lantas kepalanya tertoleh
dan rasa penasaran langsung menghampiri.
“Pelat apa?” Tanyanya sembari menggeser sedikit duduknya.
“Beberapa hari yang lalu Chaerin memintaku untuk mencari
tahu pelat mobil, katanya ia merasa pernah melihatnya tapi tidak ingat dimana.”
Mark menatap Chaerin dengan tatapan penuh ketertarikan. Ia
sampai meletakkan gelasnya kembali ke meja dan semakin memangkas jarak antara
dia dengan Chaerin dan Sehun.
“Aku hanya penasaran saja, tidak lebih.”
“Penasaran? Jiwa detektifmu itu masih ada saja. Padahal kamu
sudah jarang membaca komik detektif kecil itu. Apa itu judulnya?” Mark diam,
terlihat berpikir sebelum berseru saat ingatannya kembali. “Conan.. iya itu.”
“Chaerin memang sudah jarang membaca komik itu, tetapi ia
menggantinya dengan novel bergenre
sama. De-tek-tif. Makanya mimpi kecilnya masih bersemayam dengan apik di dalam
otak kecilnya.” Cibir Jiyeong yang baru saja kembali dan tidak sengaja
mendengar pembicaraan antara kekasih dan sahabatnya.
“Hei kenapa sarkas sekali?!” Sahut Chaerin sedikit kesal dan
merajuk.
Jiyeong hanya tertawa kecil dan kembali duduk di samping
Chaerin.
“Lalu bagaimana kelanjutannya? Apa yang kamu dapatkan dari
rasa penasaranmu terhadap mobil itu?” Imbuh Jiyeong sambil menyikut lengan
Chaerin.
“Ah itu..” Chaerin menggaruk tengkuknya. Tidak gatal sih hanya spontanitas tangannya saat
gugup.
“Ternyata bukan yang kumaksud. Aku pernah melihatnya pertama
kali saat meeting di luar, dan itu
milik client-ku. Kemudian aku melihat
lagi, tapi ternyata berbeda orang. Mungkin karena itu aku jadi penasaran tapi tanpa
dasar.” Jelas Chaerin yang tentunya adalah kebohongan. Benar-benar memalukan.
Sudah berapa kebohongan yang ia buat hanya untuk menutupi kenyataan yang
menampar tetapi menghilangkan kewarasannya. Jika ada penghargaan sebagai
pembohong ulung, dipastikan Chaerin akan menjadi kandidat dan berkemungkinan
besar untuk menjadi pemenang.
“Sudah kuduga.” Balas Jiyeong dengan mata yang berputar
malas.
“HEI!” Dari tempatnya berdiri, Haera berteriak.
Langkah kakinya yang terlihat goyah tidak membuat Haera
menyerah untuk mendekat ke sofa dan menarik tangan Chaerin dan Jiyeong. “Ayo
menari, jangan hanya diam.”
“Kamu saja.”
“Ayolah Jiyeongie... Mark ayo menari bersama.” Kemudian
matanya beralih pada Chaerin yang memandangnya dengan dahi mengerut waswas.
“Kamu juga Chaerin, ayo kita menari.”
Chaerin masih tidak bergeming.
“Sehun.. ayo bujuk Chaerin. Ia hanya mau jika kau yang mengajak.”
Haera kembali membuka suaranya yang terdengar semakin menjijikan ditelinga
Chaerin dan Jiyeong.
“Apa yang kamu bicarakan Lee Haera?”
Terdengar kekehan Sehun yang membuat Chaerin menatapnya.
“Kenapa kamu tertawa?”
Sehun semakin terkekeh. Kemudian tangannya terangkat guna
mengacak pelan surai Chaerin.
“Tidak apa, kamu hanya terlihat lucu saat sedang kesal, princess. Bagaimana kalau kita kabulkan
keinginan Haera?” Tawar Sehun. Ia mengulurkan tangannya ke hadapan Chaerin
menanti sambutan baik dari wanita muda itu.
Chaerin mendengus singkat dan matanya berputar melas. “Ini
karenamu, Sehun. Jika tidak, aku tidak akan melakukannya.” Chaerin berkata
sembari meletakkan tangannya di atas telapak tangan Sehun.
Sehun mengembangkan senyum hingga matanya menyipit. Keduanya
berdiri dan segera menuju sisi depan lounge
mengikuti Haera yang telah lebih dulu berjalan dengan gontai.
Sementara itu, Jimin yang juga berada di sana tidak pernah
sekali pun mengalihkan atensi dan pandangannya dari Chaerin. Ia terus mengawasi
setiap gerak-gerik calon istrinya itu, bahkan gerakan terkecil seperti
menyelipkan rambut ke belakang telinga tidak luput dari perhatiannya.
Saat melihat Chaerin tersenyum dan tertawa karena temannya
membuat Jimin tanpa sadar ikut tersenyum. Ia dapat merasakan apa yang Chaerin
rasa saat bersama dengan teman-temannya. Namun ia jadi diselimuti emosi saat
melihat bagaimana Chaerin dan Sehun saling menatap. Saling melempar senyum satu
dengan yang lain. Berbagi tawa. Hingga sentuhan ringan di antara keduanya yang
tidak direncanakan. Tanpa sadar tangannya mengepal dengan kuat. Ia ingin
menarik Chaerin, menjauhkan wanita itu dari Sehun, dan memukuli pria itu karena
telah dengan lancang mendekati calon istrinya. Namun perkataan Chaerin di depan
club tadi terus berputar diotaknya
membuat ego Jimin meninggi hingga ia memutuskan untuk tetap diam untuk
mengawasi dari kejauhan.
Jimin telah memutuskan untuk menunjukkan maksud kalimat
Chaerin dengan caranya. Tetapi tidak detik itu karena ia ingin membiarkan
wanita muda itu menikmati kebahagiaannya.
“Bukankah itu calon istrimu?” Jin menunjuk Chaerin.
“Siapa pria yang bersamanya? Apakah kau kenal dia?”
Jimin mengalihkan pandangannya.
“Aku tidak mengenalnya, tetapi tadi Chaerin memanggilnya
Sehun. Jadi kuasumsikan bahwa itu namanya.”
“Lalu apa hubungan Sehun dengan Chaerin?”
Jimin mengendikkan bahu. Bukan karena acuh tetapi memang
karena tidak tahu. Saat ingin bertanya mengenai pria itu, Chaerin telah lebih
dulu pergi meninggalkannya.
“Serius Jim? Kau membiarkan calon istrimu dengan pria lain?”
Suara Taehyung memekik tidak percaya.
“Hyung!” Panggil
Jungkook saat Jimin hanya diam memandangi Chaerin dari kejauhan. Membiarkan
pertanyaan Taehyung menggantung.
“Jimin hyung!” Panggil
Jungkook kedua kalinya.
Jimin melepaskan atensi dari Chaerin dan kembali kepada
teman-temannya yang terlihat bingung karena sikapnya.
“Aku tahu pernikahan kalian karena paksaan. Namun ini aneh
jika kau diam saja dengan sifatmu yang tidak ingin berbagi pada apa yang
menjadi milikmu.” Namjoon akhirnya buka suara setelah diam mendengarkan.
“Kau benar hyung,
aku paling tidak suka berbagi apa yang sudah atau akan menjadi milikku. Begitu pun
dengan Lim Chaerin.” Ujarnya dengan
melirik sekilas pada Chaerin yang masih asyik menari bersama Sehun dan Haera.
Senyum miringnya terukir sebelum kembali memandang
teman-temannya.
“Aku mengenal senyum itu.” Yoongi berucap sembari menyesap
minumannya.
“Karena itu aku berbaik hati membiarkannya bersama pria itu
untuk malam ini, sebelum aku menunjukkan siapa pemilik dirinya yang
sebenarnya.”
“Aku menantinya Jim.” Ujar Yoongi dengan mengangkat gelasnya
ke udara. Mengajak teman-temannya untuk bersulang sebagai bentuk dukungan untuk
Jimin dan rencananya.
* *
* *
Napasnya terhela panjang ketika Chaerin memejamkan mata. Tubuhnya
terasa sangat lelah setelah harus menempati kursi kerja lebih lama dari jam
kerja yang telahdi tetapkan. Ia harus mengucapkan terima kasih kepada Ayah-nya
yang tiba-tiba saja menambahkan pekerjaan beberapa menit sebelum jam kantor
berakhir. Hingga ia harus menghabiskan Jumat malam di ruang kerja dengan
tumpukan berkas, sementara wanita muda seusianya tengah bersenang-senang di
luar sana. Jangan lupakan tubuh pegalnya yang membuat ia terpikir, jika saja
tubuh manusia bisa seperti boneka barbie
yang dapat dilepas dan dipasang kembali mungkin ia akan melepas beberapa bagian
yang terasa sakit.
Chaerin menarik napas sangat dalam dan menghembusnya
berkala. Tubuhnya ditegakkan dan mata yang kembali fokus menatap pekerjaan yang
berserakan di atas meja. Ia harus segera merapihkan sampah-sampah dimejanya
sebelum hari semakin larut melihat jam yang terpasang di dinding telah
menunjukkan pukul tujuh malam.
Baru saja ia mulai kembali mengerjakan pekerjaannya, suara
pintu yang diketuk tiba-tiba menyeruak masuk ketelinga. Cukup keras karena
keadaan ruangan yang sunyi dan hanya terdengar dentingan jam. Dahinya mengerut
waswas. Pasalnya sudah tidak ada lagi karyawan dijam itu. Sekertaris dan
asistennya telah ia perbolehkan pulang karena ia tidak ingin mereka ikut lembur
karena sang Ayah.
Lalu siapa yang ada di depan?
Petugas keamaanan?
Tidak mungkin. Mereka pasti akan memanggilnya dibanding
hanya mengetuk tanpa bersuara.
Pencuri?
Hei.. ini masih
terlalu dini untuk para pencuri melakukan aksinya.
Jadi siapa?
Chaerin masih larut dalam pikirannya hingga tidak sadar
seseorang telah memutar knob dan
membuka pintu. Sang pelaku melangkah masuk dan tidak lupa menutup kembali pintu
di belakangnya. Tetap dengan pikiran yang berkecamuk, Chaerin tidak melihat
bahwa sang pengetuk telah berjalan mendekat dan berdiri tepat di sampingnya.
Sosok itu berdeham yang membawa Chaerin kembali pada kenyataan.
“KAU?!” Desis Chaerin terkejut. Matanya membulat dan
badannya sontak terperanjak dari kursi.
“Apa yang kau lakukan di sini? Kenapa kau bisa ada di sini?”
Ia meletakkan jari telunjuknya tepat di depan bibir Chaerin
yang seketika menghentikan wanita itu membuka suara.
“Ssshh.. aku datang
karena merindukan calon istriku. Apakah tidak boleh?”
Chaerin menjauhkan tangan pria itu dari bibirnya serta
mendorong tubuh itu menjauh saat ia berusaha untuk membuat jarak mereka
berkurang.
“Keluar Park!”
Jimin tidak memedulikan perintah Chaerin, matanya lebih
tertarik pada tumpukan berkas yang berada di meja wanita itu.
“Serius Chaerin?”
Chaerin paham maksud Jimin saat mengikuti arah pandang pria
itu yang mengarah ke mejanya.
“Apa? Serius apa? Ini semua karena Ayah yang menambah pekerjaan
di detik terakhir.” Ujar Chaerin malas. Ia kembalik menempati kursinya dan
mulai mengerjakan pekerjaan yang hampir selesai dan mungkin sudah selesai jika
saja Jimin tidak datang dan mengganggunya.
Jimin masih berdiri di posisi awal. Matanya juga masih sibuk
melihat berkas-berkas yang berserakan di depan Chaerin. Ia sempat melihat
Chaerin yang terlihat lelah dengan ekor mata.
“Aku bisa membantumu.”
“Tidak perlu. Lebih baik kau pergi, itu sangat membantu.”
Jimin mendecakkan lidah sebelum berjalan menuju sofa di
dekat jendela kaca dan duduk di sana.
“Aku akan menemanimu.”
“Tidak perlu.” Balas Chaerin cepat tanpa menatap Jimin.
“Aku memaksa.”
“Terserah!” Ingin acuh tetapi suara yang keluar terdengar diselimuti
emosi yang tertahan.
Chaerin terus melanjutkan pekerjaannya. Tidak peduli dengan
keberadaan Jimin di sana. Sementara Jimin, ia mulai menyibukkan diri dengan
telepon genggamnya. Tangannya sibuk menari-nari di atas pad virtual hingga kalimat panjang terpampang jelas di sana. Ia
menekan simbol kirim dan seketika pesan pemberitahuan masuk.
“Semoga berhasil
hyung!”
“Aku menunggu cerita
mu Jim.”
“Aku hanya ingin
menyarankan padamu. Jangan bermain kasar seperti sebelumnya. Lakukan dengan
perlahan.”
“Jin hyung benar.
Calon istrimu itu berbeda dari wanita yang sering bermain dengan kita.”
Jimin tersenyum simpul saat membaca balasan yang ia
dapatkan. Bermain kasar? Jika harus, kenapa tidak.
“Aku akan
mengusahakannya hyung, tapi tidak janji. Kita lihat nanti saja.”
Jimin menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku jas. Setelah
itu matanya beralih pada sosok Chaerin yang masih setia berada di balik meja
dengan kertas dan bolpoin ditangan.
Selama setengah jam Jimin hanya memerhatikan Chaerin. Namun
rasa bosan dan lelah sama sekali tidak terasa. Ia malah senang saat dapat
melihat wajah wanita itu dalam waktu yang lama tanpa harus beradu argumen
dengannya. Tulang wajah yang membingkai terlihat pas untuk wajahnya yang oval,
matanya yang bulat dengan single eyelid,
alis yang tebal dan berbentuk rapih, hidung mancung, serta bibir tipis yang
selalu membuat Jimin sedikit kewalahan untuk mengendalikan hormonnya. Semuanya
begitu sempurna untuk Park Jimin. Dengan kata lain, Chaerin adalah tipenya.
Jimin yang tengah bersandar santai menikmati hal menarik di
depannya, buru-buru meninggalkan sofa saat melihat Chaerin mengambil tas
tangannya dan bersiap pergi meninggalkan ruangan. Ia berlari kecil dan
menghentikan Chaerin dengan menarik tangan wanita itu hingga tubuhnya berputar
dan mereka berhadapan.
“Lepaskan Park! Aku ingin pulang.” Perintahnya.
Chaerin berusaha melepaskan genggaman Jimin dari pergelangan
tangannya. Sayang usahanya tidak berhasil. Genggaman Jimin terlalu kuat.
Semakin ia berusaha melepaskannya, tangannya malah terasa sakit. Chaerin sangat
yakin perbuatan Jimin akan meninggalkan bekas kemerahan di sana mengingat ia
memiliki jenis kulit yang mudah memerah.
“Kalau aku tidak mau, bagaimana?”
Chaerin menarik napasnya. “Aku lelah dan ingin istirahat.
Jadi lepaskan!”
Jimin terlihat menggeleng tidak setuju.
“Sulit untuk membuat kita berada dalam kondisi seperti ini,
berdua tanpa ada gangguan. Tidak mungkin bukan aku membuang kesempatan ini
dengan membiarkanmu pergi, itu sama saja menyia-nyiakan usahaku.”
Ia terlihat bingung dan tidak mengerti dengan ucapan Jimin.
Usaha apa?
“Ah..” Jimin
berseru saat melihat raut Chaerin.
“Kamu pasti bingungkan mengapa Paman Lim tiba-tiba saja
memberikan pekerjaan tambahan?”
Masih bungkam, Chaerin hanya menatap Jimin dan menanti pria
itu untuk melanjutkan ucapannya.
“Aku yang memintanya, Lim Chaerin. Aku yang meminta Ayah-mu
untuk memberikan pekerjaan itu saat jam kerja akan selesai. Aku mengatakan
bahwa aku ingin memberikan kejutan dan menghabiskan waktu bersama denganmu. Dan
kamu tahu, apa reaksi Ayah-mu saat mendengar penjelasanku?”
Jimin menarik salah satu sudut bibirnya membentuk senyum
miring yang belakangan ini sering Chaerin lihat. Chaerin sendiri tahu maksud di
balik senyum Jimin yang terbentuk begitu apik di bibirnya hingga membuat ia
tanpa sadar melangkah mundur.
“Ayah-mu tersenyum lebar dan langsung menyetujui
permintaanku. Ayah-mu adalah calon Ayah mertua yang baik bukan, membantu calon
menantunya untuk dekat dengan anak perempuan satu-satunya tanpa rasa curiga?”
“Berengsek! Kau memanfaatkan Ayah-ku?!” Maki Chaerin.
Jimin hanya tertawa. Makian yang ia terima terdengar seperti
lelucon saat ia tahu bahwa tidak ada yang bisa Chaerin lakukan selain memaki,
berteriak, dan mungkin memohon dan menangis.
“Yes, dan si berengsek
ini akan menjadi suamimu dalam hitungan bulan, babe.”
Jimin melangkah mendekat tanpa melepas pergelangan Chaerin
dari dalam genggamannya. Pergerakannya diikuti Chaerin yang ikut melangkah
searah dengannya. Semakin ia melangkah maju, maka kaki berbalut heels hitam itu akan melangkah mundur.
Kaki keduanya terus bergerak hingga Chaerin yang berhenti pertama kali saat
merasakan dingin dinding dipunggungnya.
Shit! Kenapa dinding sialan ini ada di sini?!,
umpatnya dalam hati.
Melihat Chaerin yang terpojok membuat senyum miring diwajah
Jimin semakin melebar.
“Mau kabur kemana babe?”
Ia bergeming tidak menjawab. Dengan memanfaatkan fokus Jimin
pada wajahnya, Chaerin berusaha meraih knob
pintu yang berada tidak jauh darinya. Susah payah ia mengulurkan tangan kirinya
hingga usahanya berbuah hasil. Lantas ia memutar benda berwarna silver itu
tetapi pintu ruangannya tidak terbuka bahkan knob itu sama sekali tidak bergerak.
Arghh...!
“Aku telah menguncinya. Jadi jangan repot-repot membuka
pintu karena tidak akan bisa sampai aku yang membukanya.” Ujar Jimin dengan
suara penuh kemenangan.
“Kau licik Park! Lepaskan aku sebelum aku berteriak!”
Perintah Chaerin setengah berteriak.
Jimin hanya menatap remeh ancaman itu. Lebih tepatnya ia
tidak memedulikan Chaerin yang telah bersiap dengan makian, cacian, dan
teriakan agar ia mau melepaskannya. Masih dengan mengungkung Chaerin di antara
tubuh atletisnya dan dinding putih di belakang, Jimin bergerak mendekatkan
wajahnya. Mengikis sedikit demi sedikit jarak di antara mereka hingga perlahan
kehangata napas Chaerin menyapu permukaan kulit wajahnya.
Jimin memejam menikmati hawa hangat itu hingga akhirnya ia
mendaratkan bibir plum miliknya dengan
bibir Chaerin yang dilapisi pewarna bibir berwarna jingga sedikit merah. Tidak
ada pergerakan selain hanya menempelkan bibir saja. Jimin ingin merasakan
bagaimana bibir itu saat berada di atas bibirnya lebih dulu sebelum merasakan
sensasi lebih dari bibir yang akan menjadi candunya mulai malam itu.
Di lain sisi, Chaerin tidak menyangka bahwa Jimin akan
menciumnya. Ia bahkan tidak menolak karena kesadarannya masih berada di bawah
kendali perasaan terkejut yang menyergapnya. Ia hanya diam dengan mata membulat.
Tatapannya menatap lurus tetapi tidak tahu apa yang tengah dilihatnya. Yang
terlihat hanya hamparan putih tanpa ia tahu itu apa.
Chaerin mulai menunjukkan reaksi saat ia merasakan
pergerakan dibibirnya. Ya.. Jimin baru saja melumut bibirnya. Mengecap bibir
dengan pewarna berperisa stroberi yang menjadi kesukaan Chaerin dan mungkin
akan menjadi kesukaan Jimin itu sekali.
Ia memberontak. Mendorong tubuh Jimin dengan tangan yang
entah sejak kapan telah menjatuhkan tas tangannya. Sekuat tenaga ia mendorong
tubuh Jimin, tetapi Jimin sama sekali tidak bergerak sedikit pun. Menyerah
dengan mendorong, Chaerin berusaha untuk menggerakkan kepalanya untuk menyudahi
kontak dibibirnya. Namun tetap saja usahanya tidak berbuah apa pun, yang ada
Jimin malah semakin memperdalam ciumannya dengan menekan tengkuknya.
Saat Jimin sudah puas merasakan bibir Chaerin yang membuat
ia hampir gila, ia mulai melumut bibir wanita itu lebih dalam. Merasakan perisa
dari pewarna bibirnya. Merasakan kelembutan dan kekenyalannya. Pergerakannya
berulang untuk bibir bawah dan atas Chaerin. Membuat dadanya terasa sedikit
sakit karena pukulan yang ia terima. Tapi hal itu tidak menghentikan Jimin. Ia
semakin gencar menyesap bibir ranum itu. Bahkan semakin memperdalam ciumannya
dengan menambah tekanan pada tengkuk Chaerin agar wanita itu berhenti
menggerakkan kepalanya.
Tidak berhenti dengan mengulum kedua bibir Chaerin, Jimin
kini meminta akses lebih untuk mengeksplor bagian dalamnya. Dengan menggigit
pelan bibir bagian bawah, ia berpikir bahwa Chaerin akan membuka mulutnya.
Namun ternyata tidak semudah itu. Chaerin menutup rapat mulutnya walaupun rasa
sakit mulai menyerang bibirnya.
Sama halnya dengan Chaerin, Jimin juga tidak menyerah.
Selain kembali memberikan gigitan yang sedikit lebih keras, tangan yang
sebelumnya menggenggam pergelangan Chaerin melepaskannya dan berganti dengan
menarik pinggang wanita itu. Mendekatkan tubuh mereka hingga kini benar-benar
menempel tanpa jarak. Ia bisa merasakan bagaimana jantung Chaerin berdebar
kencang karena hal itu.
Pertahanan Chaerin perlahan mengendur saat rasa sakit
semakin dirasakannya. Tanpa ia sadari, dirinya mengerang dan membuat bibirnya
terbuka. Jimin segera melesakkan lidahnya masuk. Mengenali bagian dalam satu
persatu sebelum mengajak lidah Chaerin untuk berperang.
Jimin mencumbu habis bibir Chaerin. Menghilangkan fantasi
gila yang selama ini bersemayam di dalam pikirannya sejak pertama kali mereka
bertemu. Tidak membiarkan satu detik pun terlewat tanpa menyesap bibir yang
sudah ia pastikan sebagai candu terbesarnya. Hingga ia mengakhiri kontak
tersebut saat merasakan Chaerin melemas dalam kungkungannya. Ia tahu bahwa
Chaerin hampir kehabisan napas karena ulahnya. Karena itu ia menjauhkan
wajahnya dan memberikan sedikit jarak untuk mereka bernapas.
Napasnya masih memburu tetapi ia merasakan tangan Chaerin
bergerak mendorong tubuhnya. Lantas tatapannya terangkat dan bertemu dengan
manik Chaerin yang menatapnya marah.
“Menja-”
Ini belum selesai.
Sebelum Chaerin selesai mengucapkan kalimatnya, Jimin telah
lebih dulu mendaratkan bibirnya di atas permukaan kulit leher Chaerin.
Memberikan ciuman basah disepanjang lehernya yang tidak tertutup pakaian.
Chaerin terkejut dan tidak dapat melanjutkan ucapannya.
Kalimatnya seakan kembali tertelan saat merasakan lehernya basah oleh bibir
Jimin. Sebuah sensasi yang baru pertama kali ia rasakan. Ia tidak tahu kenapa
rasanya ia ingin berteriak setiap kali ciuman Jimin dilakukan dengan gigitan
kecil. Chaerin tahu gigitan itu akan meninggalkan bekas keunguan di sana. Ia
berusaha untuk tidak berteriak atau mengeluarkan suara apa pun. Sayangnya
mulutnya tidak sejalan dengan perintah otaknya. Saat merasakan gigitan pada
bagian yang ia sadari sebagai titik tersensitif di lehernya, ia malah
mengerang. Setelahnya ia merasakan Jimin menyeringai di balik ciumannya.
Argh.. bodoh! Apa yang
baru saja aku lakukan?!, makinya.
Ciuman Jimin perlahan berpindah menuju rahang. Di sana ia
juga meninggalkan jejak basah hingga mengarah ke telinga wanita itu. Dengan
sengaja ia menghembuskan napas hangatnya yang menimbulkan getaran kecil dari
tubuh Chaerin yang terbilang kecil jika dibandingkan dengannya.
Jimin lantas berbisik. “Kamu adalah milikku, Lim Chaerin.
Tidak ada yang akan mengubahnya sampai kapan pun. Ingat, yang menjadi ‘bukan
siapa-siapa’-mu adalah pria di club
malam itu, bukan aku. Mengerti!” Tekan Jimin.
“Kau tidak mempunyai hak untuk mengatur hidupku Park!” Ujar
Chaerin bergetar tetapi kalimatnya penuh dengan penekanan.
Jimin terlihat menggeleng. Lagi-lagi ia tidak setuju dengan
Chaerin.
“Tentu aku punya hak karena kamu adalah calon istriku. Jadi
dengarkan aku jika kamu tidak ingin aku bertindak lebih dari ini sebelum hari
pernikahan kita.”
Tubuh Chaerin semakin bergetar saat mendengar kalimat Jimin
dan Jimin merasakannya. Ia merasa senang hingga seringainya semakin terbentuk.
Setelah itu yang Chaerin tahu adalah Jimin kembali
menempelkan bibir mereka. Menyesap kedua bibirnya bergantian dan kembali
meminta akses untuk masuk lebih dalam. Mengajak lidahnya berperang hingga ia
merasa pasokan udara diparu-parunya menipis dan ia merasa sesak. Sebelum ia
berhasil memukul dada pria itu untuk menghentikan ciumannya –karena napas yang
mulai sulit– Jimin lebih dulu mengakhiri dengan memberikan kecupan di permukaan
bibirnya yang tidak terkatup sempurna.
“I love you, babe.”
To be continued
감사합니다 ^^
Comments
Post a Comment