THE SERIES OF UNDERGROUND: Forced Marriage - 밤에 (At Night)
Park Jimin < > Lim Chaerin (OC)
- Adult Romance -
(AU - Alternate Universe)
o O O O o
Chaerin tidak bisa memejamkan mata dengan semestinya. Setiap
kali ia mencoba, bayangan Jimin akan selalu hadir di pikirannya. Seakan
menghantui dirinya yang mencoba beristirahat. Tubuhnya lelah tetapi otaknya
jauh lebih lelah jika harus kembali memutar rentetan kejadian yang terjadi di
ruang kerjanya.
Ia tidak tahu kenapa presensi Jimin mulai mengambil alih
kehidupan yang sebelumnya baik-baik saja. Menyebabkan kini hidupnya seperti rollercoster. Membuat ia merasakan
berbagai hal yang belum pernah ia rasakan, termasuk yang terjadi saat ia akan
pulang.
Bagaimana bisa ia membiarkan Jimin melakukan tindakan yang
merendakan dirinya sebagai wanita berpendidikan? Memanfaatkan posisinya sebagai
laki-laki dan menggunakan kelemahan perempuan untuk mewujudkan keiinginannya. Ah.. lebih tepatnya nafsu. Kalian tahu
kan, tubuh besar dan kuat sudah pasti akan memudahkan setiap laki-laki untuk
mengambil keuntungan dari perempuan.
Namun yang membuat dirinya marah bukan karena Jimin tetapi
dirinya sendiri. Kenapa saat Jimin beraksi, ia malah menikmatinya? Ya.. Lim Chaerin menikmati setiap
perlakuan Jimin padanya. Menikmati setiap sentuhan tangan Jimin. Merasakan kenyamanan
saat kulit mereka bersentuhan. Menyukai bagaimana bibir tebal Jimin menyapu
permukaan bibirnya dan saat pria itu mulai mencumbu, ia merasa bibir Jimin
begitu pas dibibirnya. Yang lebih parah adalah, kenapa jantungnya berdegup
semakin kencang dan darahnya berdesir hebat saat Jimin melafalkan kalimat
terlarang yang tidak pernah disangkanya.
I love you.
Kalimat itu bahkan terus bermain-main diotaknya.
Menggandakan diri sehingga memenuhi setiap sisi di dalam sana.
Chaerin menggeleng kasar di balik bantal yang sengaja ia
ambil untuk menutupi wajahnya.
“Tidak Lim Chaerin, Tidak!” Teriaknya dari balik bantal
putih yang ia peluk. Ia tidak bisa menerima pemikiran yang baru saja melintas
dengan begitu cepat di dalam pikirannya.
Ia menjauhkan bantalnya dan bersandar pada headboard. Menatap lurus pada dinding
yang jauh di depannya. Diam di tengah kesunyian malam membuat ia bisa merasakan
dengan lebih baik bagaimana tubuhnya bekerja, seperti jantung, pembuluh darah,
dan paru-paru. Hingga tangannya berulang kali memukul pelan dada kirinya.
“Berhenti berdegup bodoh!” Makinya untuk jantungnya sendiri.
Bodoh? Jadi siapa yang bodoh di sini? Jantungnya atau
dirinya sendiri? Kenapa ia malah meneriaki jantung yang tidak berdosa bukannya
meneriaki dirinya yang berperilaku bodoh?
Berbagai kekalutan yang ia rasakan membuat dirinya menyerah.
Ia butuh tempat untuk bertukar pikiran. Tetapi siapa? Tidak mungkin ia meminta
pendapat Haera yang sudah pasti akan menyimpang dari nalar. Jiyeong, sahabatnya
itu pasti sibuk bersama Mark. Tidak ada pilihan lain, Sehun adalah satu-satunya
sahabat yang tersisa. Selain Sehun bisa berpikir jernih dan bijak, Sehun juga
seorang pria yang bisa ia mintai pendapat mengenai si berengsek Park tentunya
dari pandangan seorang pria.
Tekadnya telah bulat. Ia harus bertemu dengan Sehun agar
nasibnya tidak semengenaskan malam ini. Sulit tidur hanya karena tidak bisa
menghilangkan bayang-bayang Jimin walau mengantuk. Karena itu, ia segera
mengambil telepon genggam yang tergeletak di atas nakas. Mengetikkan beberapa
kata sebelum mengirimkannya kepada Sehun.
Ia kembali merebahkan tubuhnya setelah menonaktifkan benda
putih itu dan meletakkan kembali di tempat semula. Matanya menatap
langit-langit kamar dan berdoa dalam hati agar saat ia memejamkan mata, wajah
Jimin tidak lagi muncul dalam pikirannya.
Semoga Tuhan mau mendengar dan mengabulkannya agar malam
yang masih panjang ini tidak berakhir tragis.
* *
* *
Di lain tempat pada waktu yang sama, Jimin juga tengah
berbaring di atas ranjang dengan menatap lagit-langit. Sudah hampir satu jam ia
merebahkan badannya tapi matanya tak kunjung juga dapat terpejam. Setiap ia
mencoba pasti bayangan kejadian beberapa jam yang lalu kembali terputar
bagaikan pemutar film. Kondisinya sama seperti yang dialami Chaerin. Hanya
bedanya, jika Chaerin begitu gusar Jimin malah tersenyum lebar hingga matanya
mengecil.
Sangat berbanding terbalik!
Jimin terus mengembangkan senyumnya hingga ia merasa kini
wajahnya mulai menghangat. Semburat merah muda mulai menghiasi tulang pipinya
yang membuat ia terlihat lucu. Beruntung tidak ada siapa pun di kamarnya yang
bisa melihat perubahan diwajahnya.
Apa? Bagaimana bisa seorang Park Jimin bersemu hanya karena
wanita seperti Chaerin? Ia yang biasanya memiliki peran untuk membuat banyak
wanita memerah kini malah berkebalikan. Ia yang menjadi memerah karena seorang
wanita yang secara terang-terangan menolak dirinya. Menolak pesonanya hingga
berani mempertaruhkan diri dengan mencari tahu yang tidak harus ia tahu hanya
untuk menghentikan rencana pernikahan mereka.
Jimin menggeleng. Otaknya tidak habis pikir dengan Chaerin
yang begitu keras kepala terhadap pilihannya. Namun yang menimbulkan ketidak
percayaan atas apa yang terjadi adalah dirinya sendiri. Ia rela melakukan
berbagai hal untuk mendapatkan Chaerin yang jelas-jelas memang akan menjadi
miliknya.
Lalu kenapa ia harus bekerja keras untuk hal yang sudah
pasti?
Jawabannya hanya satu, Jimin memang memiliki perasaan khusus
untuk Chaerin. Bukan sebatas calon istri karena pernikahan yang dipaksa, tetapi
lebih dari pada itu. Ia memiliki keinginan agar hubungan mereka lebih dari pada
hubungan karena ikatan bisnis. Ia tidak ingin Chaerin hanya menjadi istri dalam
kerja sama perusahaan, tetapi ia ingin Chaerin menjadi istri yang sebenarnya
dalam semua arti.
Jimin yang sejak tadi memegangi telepon genggamnya mulai
membuka kunci teleponnya. Ia membuka kembali aplikasi pesan dan masuk ke group chat teman-temannya. Ia baca kembali setiap balasan yang diterima
setelah menuliskan apa yang terjadi saat bersama dengan Chaerin di sana.
“Benarkah dia tidak
menolak hyung?” – Jungkook.
“Dia menolak Kook,
tetapi menyerah kemudian. Coba kau baca apa yang Jimin tuliskan dengan benar!” – Jin.
“Iya aku tahu, hyung.
Aku hanya tidak menyangka dia membiarkan Jimin hyung melampiaskan nafsunya
dengan mudah. Kalau aku lihat dari bagaimana ia menatap tajam Jimin hyung, aku
rasa dia benci hyung.” – Jungkook.
“Benci dan cinta itu beda
tipis, Kook. Lihat saja sekarang, seorang Park Fucking Jimin rela melakukan
segala hal agar wanita itu luluh. Biasanya Jimin akan segera meninggalkan
wanita yang terlalu jual mahal.” – Namjoon.
“Wah.. selamat untuk
perasaanmu Jim! Semoga kali ini kamu benar-benar sadar atas tingkah gilamu di
luar sana.” – Taehyung.
“Semoga malammu
menyenangkan Jim..” – Hoseok.
“Aku menunggu rencanamu
selanjutnya.” – Yoongi.
Jimin tidak bisa berhenti tersenyum. Reaksi teman-temannya
seakan menambahkan kesenangan yang memang telah ia rasakan karena Chaerin.
Membuat ia semakin tidak bisa menghilangkan wajah Chaerin dari ingatannya.
Wajah cantik Chaerin seperti telah menempel dengan sangat kuat di sana. Sulit
sekali menghapusnya bahkan saat ia ingin bersenang-senang kembali dengan wanita
yang menggilainya di club malam.
Setiap kali ia akan mencumbu wanita itu, wajah Chaerin terutama bibir yang membuatnya
gila karena ingin mencicipinya muncul dan menghilangkan nafsunya dalam
seketika.
“Aku akan membalas apa yang kamu perbuat kepadaku. Aku akan
pastikan kamu akan merasakan hal yang sama dengan yang aku rasakan sekarang.
Aku akan membuatmu tergila-gila padaku sampai kamu memohon padaku, Lim
Chaerin.”
* *
* *
“Lalu apa masalahnya?” Tanya Sehun langsung begitu Chaerin
selesai menceritakan perihal pernikahan yang dirancang Ayah-nya.
“Tunggu, sebelum dijawab aku mau bertanya lagi. Jawab
pertanyaan keduaku baru yang pertama. Siapa orangnya?”
Chaerin menghembuskan napas panasnya. Sebenarnya ia tidak
ingin memberitahu siapa orangnya karena ia yakin Sehun akan membombardir
dirinya dengan pertanyaan lanjutan mengingat mereka telah bertemu. Tapi ia sudah
terlanjut menceritakan rencana pernikahan itu, tidak mungkinkan jika dia tidak
menjawab pertanyaan Sehun.
Dengan keraguan Chaerin menjawab. “Park Jimin.”
“Pa-rk Ji-min?” Ulang Sehun.
Chaerin mengamini dengan anggukan kepala. “Pria yang bersama
denganku di club malam itu. Kamu
ingat?”
Selama beberapa saat yang mengganggu untuk Chaerin, Sehun
terdiam dengan otaknya yang mencoba mengingat wajah pria yang ia temui malam
itu. Sejujurnya ia mengingat bagaimana tampilan pria itu. Ia memiliki tinggi
yang lebih rendah dan warna kulitnya sedikit lebih gelap darinya tetapi
tubuhnya cukup atletis.
Sehun mengangguk. “Aku ingat tetapi tidak dengan wajahnya.”
Jawabnya. Ada jeda yang Sehun berikan untuk menyesap es kopi yang ia pesan.
“Sekarang jawab pertanyaan pertamaku?” Lanjutnya.
Lagi, napasnya kembali terhembus sebelum ia membuka suara
untuk memberikan jawaban.
“Kamu ingat kan kalau Paman Park mengatakan bahwa Jimin...”
Chaerin sedikit takut-takut mengatakannya. Pasalnya ia tidak tahu bagaimana
pandangan Sehun mengenai kondisi yang akan ia katakan. Dengan takut-takut, ia
mencondongkan tubuhnya dan mengecilkan suaranya nyaris berbisik. “Err.. suka bermain wanita.”
Ada jeda dalam kurun waktu ganjil yang dirasakan Chaerin
saat Sehun terdiam. Namun tiba-tiba pria di depannya malah tertawa yang membuat
dirinya berangsur memundurkan tubuhnya, kembali bersandar, dan menatap Sehun
dengan bingung dan tentunya sedikit kesal.
“Kenapa malah tertawa? Memangnya ada yang lucu?” Rajuknya.
Ia mengalihkan pandangannya ke sisi kiri. Tidak ingin menatap sahabatnya karena
kesal.
Sehun perlahan berusaha untuk menghentikan tawanya. Setelah
berhasil, ia kembali menegakkan posisi tubuhnya dan meraih tangan Chaerin ke
dalam genggamannya.
“Maaf Princess..
aku tidak bermaksud menertawaimu. Hanya saja memang lucu dan aku tidak tahu
kenapa bisa menjadi lucu. Sekali lagi maafkan aku ya..” Bujuk Sehun dengan
suara manis yang ia yakini bisa meluluhkan Chaerin.
Yakin?
Tentu saja karena ia selalu menggunakan cara itu untuk
meredakan kekesalan Chaerin.
Chaerin kembali menatap Sehun bersamaan dengan napasnya yang
terhela. “Ternyata aku memang tidak bisa marah padamu.”
Sehun mengembangkan senyumnya dan genggaman tangannya
semakin erat dengan menyatukan kedua tangan Chaerin dan membawanya ke hadapan
dirinya.
“Sekarang apa yang bisa aku bantu Princess?”
Seketika ekspresi Chaerin berubah. Matanya terlihat penuh
harap saat akan menjawab. “Sebagai sesama pria, bagaimana pendapatmu?”
Sehun tidak mengerti maksud pertanyaan Chaerin. Ia hanya
bisa mengerutkan dahi dan menatap mata Chaerin mencari makna di balik
pertanyaannya. Pendapat apa?
Chaerin yang menanti dengan tidak sabar menyadari
kebingungan Sehun dari wajahnya. Kemudian ia buru-buru menjelaskan maksudnya
agar Sehun dapat mengerti pertanyaannya.
“Dia itu suka bermain wanita. Itu berarti dia berengsek.
Bagaimana bisa aku menikahi pria berengsek?! Bisa saja nanti setelah menikah dia
akan berselingkuh di belakangku. Walaupun pernikahan ini karena terpaksa,
tetapi aku tidak ingin gagal dan berakhir dengan status ‘janda’. Ugh.. aku tidak suka!” Chaerin menarik
napasnya dalam. Mengisi kembali paru-paru setelah berkata cukup cepat hingga
membuat ia seperti kehabisan napas.
“Jadi bagaimana pendapatmu mengenai pria berengsek itu,
Sehunnie? Aku butuh sudut pandang lain, dan pendapatmu sepertinya bisa
memberikan gambaran baru karena kalian sama-sama laki-laki.”
Sehun mengambil jarak dari Chaerin. Ia memikirkan dengan
baik-baik mengenai pertanyaan Chaerin. Ia tidak bisa memberikan jawaban yang berlebihan
atau malah kurang karena akan mempengaruhi pandangan Chaerin terhadap Jimin dan
mungkin juga pria lain di luar sana. Sebenarnya Chaerin hanya meminta pendapat
saja, tapi masalahnya adalah topik yang Chaerin bawa begitu sensitif.
Ia memang bukan Jimin. Ia tidak suka bermain wanita. Namun
ia tahu pasti bahwa ada sebab dari perilaku berengsek calon suami sahabatnya
ini. Ada banyak kemungkinan dari yang umum hingga tersensitif. Karena itulah
Sehun begitu hati-hati dalam memikirkan jawabannya. Ia perlu menilai kembali
sosok Jimin dari serpihan ingatan mengenai pria itu berdasarkan pertemuan
pertama mereka.
Sangat susah! Melebihi sulitnya mengerjakan soal kalkulus
yang dulu diberikan dosennya. Kenapa pula Jimin mempunyai sifat berengsek itu?
Jika ia tidak bermain wanita, mungkin Chaerin akan menerimanya sedikit lebih
mudah dan pertanyaan jebakan ini tidak akan pernah terlontar dari bibirnya.
“Sehunnie...”
Sehun tidak menjawab. Pikirannya masih berkecamuk untuk
menentukan jawaban yang tepat.
Sementara Chaerin, ia merasa aneh dengan bungkamnya Sehun.
Ia berusaha untuk mengembalikan atensi pria itu dengan memanggil namanya.
Beberapa kali tetapi tetap tidak ada jawaban. Ia kembali melakukannya tetapi
kali ini dibarengi dengan sentuhan pada punggung tangan Sehun yang berada di
atas meja.
“Oh Sehun, apakah kamu mendengarku?”
Sehun mengerjap saat merasakan sentuhan ditangan dan
mendengar namanya terpanggil. Matanya mengerjap cepat sebelum kembali menoleh
dan menemukan Chaerin tengah menatapnya dengan khawatir.
“Kamu baik-baik saja? Aku memanggilmu dari tadi.”
Sehun mengangguk. Ternyata memikirkan jawaban Chaerin lebih
sulit dari mengerjakan soal ujian karena ia sampai larut dalam pikirannya dan
tidak menyadari bahwa sedari tadi wanita di depannya terus memanggilnya.
Sehun meneguk salivanya dengan sedikit kesusahan. Kemudian
ia memfokuskan pandangannya serta menarik napas dalam dan menghelanya perlahan.
“Chaerin dengar, sejujurnya aku tidak yakin dengan jawabanku.
Tetapi karena ini adalah pendapatku, maka aku menganggap bahwa yang aku katakan
benar.”
Sehun mengambil jeda singkat sebelum kembali membuka
mulutnya.
“Kamu tahu bahwa pria dan wanita itu memiliki nafsu
biologis. Tetapi yang membedakan adalah kadar nafsu itu dan bagaimana mereka
mengontrolnya. Umumnya wanita tidak terlalu memikirkan nafsu tersebut, sekali
pun iya, mereka memiliki self control
yang sangat baik. Sementara pria, sebagain besar memiliki nafsu yang besar dan
umumnya sulit untuk mengontrol itu.”
Dalam diam yang tengah Chaerin lakukan, otaknya tengah
mencoba memikirkan kalimat Sehun. Ia tahu bahwa setiap manusia dilahirkan
dengan nafsu. Namun ia tidak tahu mengenai fakta selanjutnya yang Sehun
ungkapkan. Apakah ia sebodoh itu? Ah..
mungkin karena dulu ia selalu tidur saat pelajaran biologi berlangsung dan
belajar setiap kali akan dilaksanakan ujian.
“Benarkah seperti itu?”
Sehun mengangguk dengan memutar matanya jengah. “Chaerin aku
sarankan agar kamu mengurangi membaca novel atau komik detektifmu dan ganti
dengan novel bernuansa romantisme. Itu akan membantumu memahami hal-hal seperti
ini dan berhenti berpikiran bodoh.” Cibir Sehun
Chaerin yang mencoba serius sambil menanti kelanjutan
penjelasan Sehun dibuat terkejut dengan ucapan pria itu. Apakah Sehun ingin
mati? Kenapa ia menyulut emosinya?
“HEI!” Chaerin ingin memukul kepala pria itu. Sayangnya
Sehun telah membaca pergerakannya dan menghentikan tangannya sebelum berhasil
mendarat bahkan menyentuh rambut hitam legam miliknya.
“Tenang.. aku akan melanjutkannya lagi. Lebih baik kamu
duduk.” Pinta Sehun yang langsung dituruti oleh Chaerin. Sejujurnya hasrat
untuk memukul pria itu masih besar tetapi terkalahkan dengan rasa penasarannya
terhadap kelanjutan dari Sehun.
“Aku tidak tahu alasan calon suamimu bermain wanita. Namun
ada berbagai kemungkinan yang mendasari kelakuannya itu. Pertama, bisa saja itu
karena kisah masa lalunya. Umumnya karena pengkhianatan sehingga ia tidak bisa
mempercayai sebuah komitmen. Kedua, karena ia hanya ingin bersenang-senang
sementara nafsunya begitu besar. Seperti yang aku katakan, banyak pria yang
sulit mengendalikan nafsunya dan akhirnya memilih untuk bermain wanita karena
ia belum siap untuk melanjutkan ke tahap yang lebih serius. Dan aku rasa ini
alasan yang paling masuk akal untuk calon suamimu walau kemungkinan alasan
pertama ada. Namun aku lebih yakin dengan kemungkinan kedua. Lalu kemungkinan
ketiga, ini yang terakhir yang bisa aku pikirkan. Ia bermain wanita karena...”
Sehun kembali memberikan jeda pada penjelasannya. Wajahnya
terlihat ragu tetapi bagaimana pun ia harus menyampaikannya apa pun yang akan
terjadi setelahnya.
Sehun menarik napas dan menghela dalam satu hentakan.
“Karena... ia memang penjahat kelamin. Ia hanya menginginkan
wanita berada di bawah kungkungannya dan mengerangkan namanya dengan
permainannya yang kasar. Tapi sepertinya itu tidak mungkin karena aku bisa
menilainya saat pertama bertemu.”
Mendengar seluruh penjelasan Sehun membuat Chaerin terdiam.
Otaknya sibuk mengartikan satu demi satu kata yang pria itu ucapkan sebelum membawanya
ke dalam otaknya untuk menentukan reaksi apa yang akan ia tunjukan selanjutnya.
Chaerin sangat bingung bahkan melebihi kebingungannya
semalam. Ia kira dengan bercerita kepada Sehun dirinya akan langsung
mendapatkan jawaban atas keambiguan perasaannya. Nyatanya ia malah semakin
dibuat bingung dengan pemikiran sahabatnya itu.
Cukup lama Chaerin hilang dalam pikirannya yang kusut.
Mencari jalan keluar dari tumpukan kata yang menghalangi jalannya. Hingga
akhirnya ia angkat bicara.
“Lalu apa yang harus aku lakukan, Sehunnie? Aku bingung.
Jimin membuat aku merasakan keanehan pada diriku. Tapi tidak tahu apa.” Keluh
Chaerin. Ia mengangkat tangannya ke atas meja dan menyembunyikan wajahnya di
balik telapak tangan.
“Kamu mau tahu apa yang terjadi pada dirimu?”
Seketika Chaerin mengangkat kepalanya. Tatapannya bertemu
dengan Sehun yang terlihat semakin serius. Lantas kepalanya mengangguk.
“Kamu mulai menyukainya, Lim Chaerin. Kamu mulai menyukai
kehadiran calon suamimu di sekitarmu. Namun pikiranmu mengenai dia yang kamu
anggap berengsek membuat kamu menutup hati terlalu rapat dan membangun tembok
cukup tinggi sehingga kamu tidak bisa melihat hal lain selain fakta itu.”
Tidak ada jawaban yang Chaerin berikan membuat Sehun menarik
napas panjang. Masih dengan menatap manik Chaerin, ia berusaha untuk membaca
isi pikiran wanita itu.
“Chaerin percayalah, kamu perlu berbicara baik-baik dengannya.
Sampaikan semua yang kamu pikirkan dan rasakan padanya. Minta ia menjelaskan
semuanya. Terus diam tidak akan membuatmu menemukan jawaban atas kebingungan
yang kamu rasakan belakangan ini.” Sambung Sehun setelah menunggu Chaerin untuk
berkata tetapi tidak ada satu pun kata yang terucap. Bibirnya beberapa kali
terbuka tetapi kembali terkatup dan akhirnya membuat Sehun menyerah.
Chaerin menghela napasnya. Perkataan Sehun yang memintanya
untuk berbicara seakan menamparnya dan mengembalikan logika yang sempat lenyap
digantikan dengan perasaan yang dipenuhi emosi dan rasa tidak terima. Ia
mengangkat kepalanya yang sempat tertunduk. Seulas senyum ia sunggingkan kepada
sang sahabat.
“Terima kasih.. terima kasih banyak, Sehunnie. Kamu memang
sahabat terbaikku!” Seru Chaerin.
Ia bangkit dari duduknya. Menghampiri Sehun yang berada di
seberang meja dan melebarkan tangannya untuk memeluk tubuh Sehun. Sehun tidak
menolak. Ia membalasnya dengan melingkarkan tangan kekarnya pada pinggang
Chaerin.
Keduanya tetap berada pada posisi berpelukan sampai suara
berat pria yang berdeham terdengar. Baik Chaerin dan Sehun, mereka sama-sama
memutar kepala mengarah pada asal suara itu. Saat melihat sang pemilik suara,
Chaerin buru-buru melepaskan pelukannya dan berdiri canggung.
“Ji-Jimin.”
Sehun yang merasa perlu memperkenalkan diri lantas berdiri.
Tangannya terulur ke depan.
“Oh Sehun.”
“Park Jimin.” Balas Jimin dengan menjabat balik tangan
Sehun.
Sehun berdeham, melegakan tenggorokannya yang tiba-tiba
mengering. “Aku rasa aku akan pergi saja.”
“Tentu, sudah seharusnya.” Balas Jimin dingin tetapi penuh
dengan penekanan disetiap kalimatnya.
Mendengar jawaban Jimin membuat sudut bibir Sehun terangkat.
Jadi dia cemburu., batinnya. Senyum
itu terus bertahan dibibirnya hingga dia mengambil kunci dan telepon genggamnya
di atas meja dan melangkahkan kakinya hingga berada tepat di hadapan Jimin.
“Princess, aku
pergi dulu karena calon suamimu sepertinya tidak menyukai keberadaanku.” Ujar
Sehun. Matanya melirik Jimin yang masih memandannya dingin tetapi tangannya
telah membentuk kepalan di sisi tubuhnya. Sehun lantas kembali menatap Chaerin
yang masih diam membantu di tempatnya.
“Jika kamu butuh bantuan, hubungi aku. Aku dengan senang
hati akan membantumu.”
“Dia tidak membutuhkan bantuanmu!” Desis Jimin yang membuat
senyum miring Sehun semakin melebar. Terbesit di dalam pikirannya untuk sedikit
bermain-main dengan calon suami dari sahabatnya itu. Sepertinya membuat Jimin
semakin cemburu akan sangat menarik.
“Sebenarnya aku ingin bersamamu dan mengambilmu dari calon
suamimu. Sayang kerja sama perusahaanmu membuat aku tidak bisa melakukannya, Princess. Maaf ya..” Ungkap Sehun
santai, sesantai tangannya yang meraih tangan Chaerin dan menggenggamnya.
“Aku pamit, Chaerin. Sampai jumpa.”
Ia mengangkat tangannya, mengusap puncak kepala Chaerin, dan
mendaratkan kecupan ringan di pipi wanita itu. Setelah melakukan aksinya, Sehun
melenggangkan kaki dengan perasaan senang yang begitu menggebu. Meninggalkan
Jimin dalam keadaan penuh emosi dan Chaerin yang kembali hilang dalam
pikirannya.
To be continued
Aku cuma mau bilang makasih dan stay safe untuk kalian semua.
Terus tolong banget, jangan keluar dari rumah. Karena dengan kalian menuruti anjuran pemerintah, selain nyelamatin diri dan orang-orang terkasih kalian, juga bisa menyelamatkan nyawa orang lain terutama tenaga medis. Tapi kalau kalian bandel, sama aja kalian membunuh orang lain karena memberikan probabilitas peningkatan penularan dan peningkatan tekenan bagi tenaga medis. Please semua keyakinan yang ada di dunia ini enggak mengajarkan untuk menyiksa orang lain hingga merenggut nyawa mereka. Terlepas sengaja atau tidak.
Jadi #dirumahaja dan cari kesenangan yang enggak berisiko menjadikan kalian pasien.
Oh iya, semoga kalian terhibur dengan keabsurdan bab ini. Sampai bertemu lagi,
감사합니다 ^^
mantap... min dan himbauannya juga mantap.. aku suka nih episodenya..
ReplyDeleteTerima kasih yaa.. jadi terharu huhuhu
DeleteIya aku geregetan anaknya apa lagi ngeliat yang bandel-bandel tapi malah nyusahin orang lain :)