Do You Want Some Fluff? Vol.10


 

Cast:

Nakamoto Yuta - Kim Hana

Jung Hoseok - Han Sunhee

Kim Doyoung - Lee Nari

Park Jimin - Lim Chaerin

 

 

"My most brilliant achievement was my ability to be able to persuade my wife to marry me."- Winston Churchill

 

 

 Happy Reading 😊


 

 

ROYAL BEST FRIEND

 

 

Yuta menuruni tangga istana dengan terburu setelah dibertahukan jika Putri Hana baru saja datang berkunjung. Ia bahkan lupa dengan pelayan yang memberitahunya karena langsung pergi begitu nama Hana disebutkan. Rasanya perjalanan dari kamar menuju ruang tamu istana lebih jauh dari biasanya. Yuta tidak menyangka akan jadi berlebihan seperti itu hanya karena kehilangan informasi Putri Kerajaan Kochanie selama satu bulan itu.

 

 

Tanpa mengetuk lagi daun pintu tinggi dan besar yang dibingkai emas, ia langsung membukanya. Tidak seperti sebelumnya yang terburu, Yuta melangkah dengan lebih pelan tetapi napasnya memburu. Seketika mata-mata yang berada di ruangan itu menoleh dan menatapnya dengan bingung. Tidak menyangka jika salah satu Pangeran Dolcezza masuk tanpa mengetuk dengan napas yang tidak stabil.

 

 

“Pangeran Yuta!” Tegur Raja.

 

 

Yuta berhenti di samping Raja lantas membungkuk. “Maaf Raja.”

 

 

Raja menghela lalu mempersilahkan Yuta untuk bergabung dengan mereka. Sebenarnya dalam aturan kerajaan, tindakan Yuta sangatlah tidak sopan dan sudah seharusnya sang Pangeran mendapatkan hukuman. Namun Raja tahu sebab kenapa Yuta bisa datang dengan tergesa seperti itu. Ia telah mendapatkan cerita dari beberapa pelayan selama dua minggu terakhir ini. Dan ia meyakini jika alasan Yuta bisa tiba-tiba ada di sana tidak lain karena Kim Hana.

 

 

Yuta sendiri membungkuk pada yang lain atas tindakannya yang tidak mencerminkan seorang anggota istana. Lalu setelahnya berjalan mendekati sosok gadis yang tengah berusaha keras menahan tawanya.

 

 

“Teruslah seperti itu, biar kau diomeli oleh Raja. Aku senang melihatnya. Ini hiburan bagiku.” Hana berbisik di telinga Yuta dengan terkikik kecil agar tidak ada yang mendengar selain dirinya dan Pangeran di sebelahnya.

 

 

“Diam kau Kim! Ini tidak lucu sama sekali.” Balas Yuta memperingati.

 

 

Hana pun hanya bisa tertawa pelan di tempatnya dan tidak berniat untuk membalas lagi kekesalan Yuta. Lagi pula ia tidak berminat untuk membuat sahabatnya marah. Ia hanya ingin mengusili Yuta yang seyogyanya suka mengusili dirinya –seperti usaha balas dendam.

 

 

Pertemuan itu berlanjut hingga acara makan siang. Kolega kerajaan dipersilahkan untuk menuju ruang makan yang telah disajikan banyak makanan. Sebuah ritual Kerajaan Dolcezza yang akan menyuguhkan tamunya makanan berat sekali pun hanya pertemuan kecil.

 

 

Saat mereka bergerak menuju ruang makan, Yuta terlebih dulu menarik Hana menjauh. Ia membawa Hana menuju balkon –tidak jauh dari ruang sebelumnya. Ia beru melepaskan tangan Hana saat mereka telah sampai dan tidak ada lagi omelan dari bibir ranum seorang Kim Hana.

 

 

“Kau ini menyebalkan sekali.” Gerutu Hana sembari mengelus pergelangannya.

 

 

“Kau yang menyebalkan.” Balas Yuta sengit.

 

 

Hana menoleh dan melotot. Yuta pun tidak mau kalah. Matanya yang lebih besar dari Hana juga ikut dibulatkan dengan pupilnya yang menyorot tajam.

 

 

“Kenapa aku? Aku tidak melakukan apa-apa.” Bela Hana.

 

 

Yuta mendecih dengan memutar bola matanya.

 

 

“Tadi kau memang tidak melakukan apa-apa.” Yuta menjeda. Kakinya melangkah mendekat hingga menyisakan jarak yang cukup dekat untuk mereka. “Tapi kau tidak memberi kabar padaku selama satu bulan ini! Kau menyebalkan. Kau membuatku khawatir bodoh!”

 

 

Yuta memalingkan wajahnya. Ia tidak bisa menatap lama-lama mata bulan sabit itu karena dirinya bisa lepas kendali. Ditambah jantungnya yang mulai berkhianat. Kenapa juga berdetak kelewat abnormal seperti itu? Mau taruh dimana mukanya jika Hana sampai mendengar debarannya?

 

 

Setelahnya ada hening yang ganjil. Yuta yang memilih diam sembari menikmati pemandangan luar istana. Sementara Hana terpaku dalam rasa tidak percayanya. Gadis itu sampai diam membatu dengan mata yang membulat dan mulut yang terbuka dengan lucu.

 

 

“Tutup mulutmu jika tidak ingin lalat masuk!”

 

 

Hana mengerjap cepat dan langsung mengatupkan mulutnya saat mendengar sindiran Yuta.

 

 

“Memangnya kemana saja kau sebulan ini? Kenapa aku tidak bisa menghubungimu dan kau tidak memberikan kabar padaku?” Tanya Yuta setelah keduanya saling terdiam dan ia sudah lelah dengan keterdiaman di antara mereka.

 

 

“Aku pergi bersama dengan Ayahku menghadiri beberapa pertemuan kerajaan.”

 

 

Yuta yang sebelumnya sama sekali tidak melirik Hana yang sudah berdiri di sebelahnya, sontak menoleh dengan kening yang mengerut.

 

 

“Untuk apa? Tumben sekali Duke Kim mengajakmu.”

 

 

“Katanya karena aku Cucu pertama Raja, aku harus sudah mulai memikirkan tentang kehidupanku selanjutnya. Jadi Ayah mengajakku untuk mengenalkanku kepada beberapa keturunan dari kerajaan lain.”

 

 

Sontak Yuta berputar. Tubuhnya menegang dan matanya membulat terkejut. Hana yang melihat itu mengernyit bingung karena perubahan Yuta yang tidak biasa.

 

 

 

“Kenapa? Apa ada yang aneh?”

 

 

Yuta tidak menjawab. Ia hanya mengamati Hana yang mulai risih karena sikapnya.

 

 

Mereka saling bertatapan dengan isi pikiran yang tidak sama. Yuta memikirkan ucapan Hana sedangkan Hana memikirkan sikap aneh Yuta. Andai kedua otak mereka bisa bicara, mungkin saja keduanya tengah beradu argumen tentang yang dipikirkan masing-masing.

 

 

Namun Hana dibuat terkejut saat Yuta kembali melingkarkan tangan besarnya di pergelangan Hana dan menarik gadis itu pergi dari sana. Langkah kakinya yang jauh lebih kecil dari Yuta membuat Hana kesulitan menyejajarkan posisinya dengan sang sahabat. Belum lagi dress dan heels yang ia pakai, menambah kesulitan Hana untuk bergerak.

 

 

“Nakamoto Yuta!”

 

 

Hana yang kesal mecoba menghentikan Yuta. Tetapi Yuta tidak menggubrisnya dan tetap melangkah dengan langkah yang lebar. Yuta baru berhenti saat mereka telah berada di ruang makan. Kedatangan keduanya kembali menjadi pusat perhatian karena Yuta yang terlihat menarik Hana, sedangkan Hana yang terus mengomel.

 

 

“Kau ini.” Omel Hana yang belum sadar dengan keberadaannya.

 

 

Sementara Yuta, lagi-lagi ia mengabaikan sang sahabat. Seluruh atensinya kini berada pada sang Raja dan juga Ayah dari gadis yang pergelangannya masih setia dalam genggamannya. Ia menarik napas panjang. Berusaha mengais keberaniannya yang tidak besar itu.

 

 

“Maaf karena lagi-lagi membuat keributan.”

 

 

Suara Yuta membuat Hana tersadar dengan sekelilingnya. Matanya membesar dan membola cepat saat menyadari dimana mereka. Wajahnya seketika terasa hangat karena rasa malu yang mulai menyerang.

 

 

“Ada apa ini?” Tanya Raja dengan melirik Yuta dan tangannya bergantian.

 

 

“Maaf Raja atas ketidaknyamanannya. Tapi..” Ia kembali menarik napas. “Ada yang ingin saya katakan.”

 

 

Raja diam tetapi matanya mengisyaratkan Yuta untuk menyampaikannya.

 

 

“Duke Kim.” Yuta mengarahkan atensinya pada sosok pria setengah baya yang duduk di seberang meja.

 

 

“Saya ingin melamar Putri Hana. Saya ingin menjadikannya seorang istri. Dibandingkan dengan mengenalkan Hana dengan keturunan kerajaan lain, akan lebih baik jika saya yang meminta Putri Hana untuk menjadi pendamping saya.”

 

 

Yuta memberikan jeda yang cukup untuk mengais kesadaran bagi orang-orang kerajaan di sana.

 

 

“Apakah anda mengizinkan saya untuk menjadi pendamping Putri Hana?”

 

 

Tidak ada yang mampu berucap. Semua orang yang tadi menikmati hidangan semakin dibuat terkejut dengan pertanyaan sekaligus permintaan Yuta. Mereka tidak menyangka jika Yuta yang bergelar sebagai seorang Pangeran melamar seorang Putri tanpa ada persiapa apa-apa. Mereka menyaluti keberanian Yuta, tetapi mereka tetap terkejut dengan keputusan Yuta. Tidak menyangka saja jika pertemuan tanpa ada bahasan penting itu berubah menjadi pertemuan untuk mendengar lamaran seorang Yuta untuk Hana.

 

 

Wa-h.. saya tidak menyangka akan mendengar ini dari Pangeran Yuta.” Duke Kim berucap.

 

 

“Saya tersanjung dengan keberanian Pangeran. Tapi bukankah ini terlalu mendadak? Apakah-” Belum juga Duke Kim selesai, Yuta telah lebih dulu memotong ucapannya. Masih dengan tatapan yang penuh dengan keyakinan, kedua bilahnya kembali terbuka.

 

 

“Saya tahu ini mendadak, tapi saya tidak ingin mengambil risiko. Saya menyukai Putri Hana sejak kecil dan mendengar jika Putri Hana bertemu dengan anggota kerajaan lain, saya tidak ingin apa yang saya takutkan menjadi kenyataan.” Yuta kembali diam sejenak. Ia membiarkan Duke Kim –Ayah Hana– memahami maksudnya.

 

 

Duke Kim berdiri dari kursinya tetapi tidak bergerak. Ia tetap berada di posisinya sembari mengamati Yuta yang tengah berdiri dengan pandangan lurus dan penuh keyakinan. Ia juga tegas menyampaikan ucapannya.

 

 

“Sejujurnya saya tidak memiliki jawaban apa pun karena yang bisa menjawabnya hanya Hana. Tetapi sebagai seorang Ayah, saya ingin memberikan yang terbaik untuk anak perempuan saya. Dan melihat keberanian Pangeran serta semua yang terjadi sejak Pangeran dan Hana kecil, saya yakin jika Pangeran bisa menggantikan posisi saya untuk menjaga Hana.” Duke Kim melengkungkan senyumnya. “Saya merestuinya, tapi tetap keputusannya ada pada Hana.”

 

 

Senyum Yuta mengembang begitu mendengar jawaban Duke Kim. Kepercayaan dirinya bertambah saat Ayah dari gadis yang merupakan cinta pertamanya itu memberikan lampu hijau padanya. Itu berarti usahanya untuk menjadikan Hana sebagai tambatan hati tinggal sedikit lagi. Ia hanya perlu mendapatkan persetujuan Hana, maka semua selesai. Ia sudah bisa memiliki Hana sepenuhnya, karena ia yakin Kerajaannya pun menerima keputusannya.

 

 

Kenyataannya mereka juga menyukai Hana sama seperti dirinya.

 

 

Yuta menoleh. Ia melepaskan genggamannya pada pergelangan Hana untuk membawa kedua tangan mungil Hana ke dalam genggamannya. Matanya menyorot teduh pada Hana yang hanya bisa terdiam. Yuta yakin jika Hana masih terkejut dengan pengakuannya.

 

 

“Kim Hana.” Panggilnya lembut.

 

 

“Aku tahu ini bukanlah cara yang romantis untuk melamar seseorang. Bukan juga cara yang tepat untuk melamar seorang Putri sepertimu. Sejujurnya aku sudah membuat banyak serangkaian rencana untuk melamarmu, tetapi aku tidak ingin mengulur waktu lebih lama lagi dan menyia-nyiakan kesempatan ini.” Untuk yang kesekian kalinya, Yuta menarik napas yang panjang lalu mengembuskannya berkala.

 

 

Matanya menatap lekat-lekat pupil hitam legam Hana. Menyelaminya guna mencari keyakinan lain dalam diri Hana.

 

 

“Apakah kamu bersedia untuk menjadi istriku?”

 

 

Hana tidak bergerak maupun berucap. Ia masih bertahan di posisinya. Hanya saja, obsidannya membalas tatapan Yuta. Saling mengikat pandangan dan tenggelam dalam arus gelap dan teduh mata masing-masing.

 

 

“Ka-Kau serius?” Cicit Hana yang masih begitu terkejut.

 

 

Yuta menganggukkan kepalanya dengan pasti dan penuh keyakinan.

 

 

“Kenapa tidak sejak dulu bodoh!” Seru Hana sembari memukul lengan Yuta.

 

 

Serangan mendadak itu membuat Yuta membesarkan matanya.Tidak percaya dengan apa yang ia dengar, lihat, dan juga rasakan.

 

 

“Ja-Jadi,”

 

 

Hana terkikik geli melihat Yuta yang mengerjapkan matanya cepat.

 

 

“Aku juga menyukaimu sejak kecil. Kupikir kau tidak akan melamarku karena kita sahabat, tapi ternyata sekarang kau melamarku.”

 

 

Jawaban Hana membuat Yuta langsung menarik Hana dan mendekapnya erat. Mengabaikan beberapa pasang mata lain yang setia menonton dramanya dengan pandangan takjub, senang, sekaligus lucu. Tidak menyangka  jika acara makan siang mereka akan berubah menjadi sebuah acara lamaran Yuta –Pangeran idaman di Dolcezza– dan Hana –Putri incaran dari Kerajaan Kochanie.

 

 

“Aku tahu ini tidak romantis, tapi kamu tidak perlu takut. Aku akan membuat pernikahan kita yang terbaik dan tidak akan bisa dilupakan.”

 

 

“Tentu! Aku akan menuntutmu jika tidak membuatkan pesta yang romantis dan berkesan.”

 

 

Perbincangan keduanya membuat seisi ruangan tidak bisa menyembunyikan senyum lucu mereka. Rasanya pasangan yang baru saja meresmikan diri mereka sebagai sepasang tunangan ini adalah pasangan yang paling ‘out of the box’, jauh berbeda dengan pasangan pada umumnya. Acara lamaran saja yang biasanya haru malah berubah lucu karena keduanya. Tapi mereka bisa memaklumi karena mereka juga menjadi saksi bagaimana Yuta dan Hana tumbuh bersama sejak taman kanak-kanak. Keduanya memiliki cara unik untuk menunjukkan perhatian dan rasa sayang mereka. Jadi tidak aneh jika akhirnya mereka bersatu dengan cara yang juga unik.

 

 

DUKE AND DUCHESS

 

 

 

Hubungan kenegaraan antara Kerajaan Lieverd dan Dulceata berjalan sangat baik. Setiap tahunnya mereka selalu mengadakan pertemuan untuk membahas kerjasama antar dua kerajaan. Terkadang jamuan makan kerajaan diadakan untuk menghormati hubungan yang sudah terjalin sejak puluhan tahun lalu itu. Jung Hoseok adalah keturunan Kerajaan Lieverd yang ditugaskan langsung oleh Raja –Kakeknya– untuk menjadi representatif kerajaan. Ini adalah pertemuan kesekian untuk Duke Hoseok dengan perwakilan Kerajaan Dulceata yang diwakilkan oleh Han Sunhee atau Duchess Sunhee.

 

 

Mereka menjadi akrab karena intensitas pertemuan yang cukup sering, apa lagi setelah kedua kerajaan memutuskan untuk menambah aspek kerjasama yang membuat keduanya semakin terlibat dalam pertemuan penting kenegaraan. Namun semua itu tidak melepas keakraban keduanya layaknya teman setelah tugas masing-masing terselesaikan. Pembawaan santai Sunhee mampu mengimbangi sosok lucu Hoseok saat mereka tengah beristirahat paska rapat yang melelahkan.

 

 

Hoseok tidak bisa memungkiri jika kebersamaan dengan Sunhee menimbulkan rasa nyaman dalam dirinya. Ia selalu menantikan pertemuan dengan kerajaan Sunhee bahkan Hoseok rela untuk menetap lebih lama hanya agar bisa berbincang bersama dengan Sang Duchess.

 

 

Yang dirasakan Hoseok ternyata juga Sunhee rasakan. Wanita itu merasa menjadi dirinya saat bersama dengan pria Jung itu. Padahal mereka baru saja kenal, tetapi Sunhee merasa sangat cocok dengan Hoseok. Pria dengan humor yang bisa membuat Sunhee tertawa terpingkal sampai dirinya lupa dengan beban sebagai seorang Duchess.

 

 

Dan pada intinya, Duke Hoseok dan Duchess Sunhee adalah sepasang pria dan wanita dengan rasa tertarik yang saling bersautan.

 

 

“Duke Hoseok.” Panggil seorang pelayan. “Raja mencari Duke dan meminta Duke Hoseok untuk datang ke ruang kerja Raja.”  Imbuh sang pelayan.

 

 

“Baik.”

 

 

Pelayan tadi lantas membungkuk hormat lalu pergi meninggalkan Hoseok yang kembali mengamati pemandangan langit di luar. Dalam diamnya ia tengah bertanya apa yang ingin Raja sampaikan padanya.

 

 

Ia menghela cukup pelan. Lantas memutar langkahnya untuk menemui Raja. Hoseok berjalan dengan pandangan lurus dan tubuh yang tegap. Memancarkan karisma yang selalu membuat pelayan wanita di kerajaannya terkena serangan jantung. Pria itu terlihat sangat tampan dengan pakaian kehormatan Duke serta tatapannya yang tajam. Jangan lupakan tubuh yang terbentuk sempurna karena latihan fisik yang selalu ia ikuti setiap pagi.

 

 

Kaki berbalut sepatu itu berhenti disalah satu pintu yang menjadi pembatas antara lorong dengan ruangan pribadi Raja. Hoseok mengetuk pintu kayu dengan ukiran yang dilapisi emas kemudian membuka pintu itu setelah Raja mempersilahkan dirinya.

 

 

Hoseok berjalan mendekati Raja yang ternyata tengah menikmati harinya di sofa dengan segelas teh melati kesukaannya. Ia membungkuk dan memberikan salam hormat kepada pria paruh baya itu.

 

 

“Duduklah.”

 

 

Hoseok mengangguk dan mendudukkan tubuhnya di bagian sofa lain.

 

 

“Bagaimana pekerjaanmu?”

 

 

“Baik Kek. Kerjasama dengan Kerajaan Dulceata sudah berjalan 85%, hanya tinggal menunggu kesepakatan dengan beberapa pejabat dari pihak sana.”

 

 

Raja meletakkan cangkir mewahnya ke atas meja. Tubuhnya diputar hingga kini ia bisa melihat Hoseok yang terduduk dengan tegak.

 

 

“Lalu bagaimana denganmu?”

 

 

Hoseok mengernyit tidak mengerti. Wajah bingungnya tidak luput dari perhatian Raja. Pria paruh baya itu sampai menghela pelan.

 

 

“Usiamu sudah cukup untuk memulai kehidupan baru. Kau tidak bisa terus berada pada fase ini. Kau juga harus memikirkan bagaimana keberlangsungan kerajaan ini.” Ia menjeda. “Aku berbicara bukan sebagai seorang Raja, tetapi sebagai Kakekmu. Kau adalah Cucu pertamaku, dan kau yang paling berpotensi untuk melanjutkan kepemimpinan kerajaan ini.”

 

 

“Apa kau sudah memiliki calon?”

 

 

Ia tertunduk. “Maaf Kek, aku tidak memilikinya.”

 

 

Raja kembali menghela pelan. “Sudah kuduga.” Bisiknya lebih untuk diri sendiri.

 

 

“Hoseok..”

 

 

Panggilan itu membuat Hoseok mengangkat kembali kepalanya dan menatap Raja. Ia tidak menjawab dan lebih memilih untuk menunggu Raja melanjutkan ucapannya.

 

 

“Aku tidak bermaksud memaksamu untuk melakukan ini, tapi aku hanya berusaha untuk memberikanmu pilihan.” Raja menarik napasnya. “Kudengar kau dengan Duchess Han cukup akrab di luar urusan kerajaan.”

 

 

“Maaf jika lancang.”

 

 

“Tidak, tidak. Bukan seperti itu.” Potong Raja cepat.

 

 

“Aku cukup senang saat mendengarnya. Karena itu aku menghubungi Raja Dulceata dan menanyakan pendapatnya tentang menjodohkan kalian. Beliau tampak senang dan menyetujui usulanku, tapi Beliau membutuhkan persetujuan Duchess Han.”

 

 

Hoseok seketika terbelit dengan kata –katanya sendiri. Membuat lidahnya kelu dengan pikirannya yang mengusut. Ia tidak menyangka jika keakrabannya dengan Sunhee sudah diketahui oleh kedua Raja. Apa lagi saat mendengar usulan macam itu dari Raja.

 

 

“Kemarin salah satu pengawalnya datang dan memberikan kabar jika Duchess Han menyetujui usulan kami. Dan sekarang tinggal dirimu. Bagaimana Hoseok? Apakah kau setuju dengan rencana ini?”

 

 

Lagi-lagi ia dibuat semakin terkejut. Belum luntur perasaan terkejutnya karena rencana kedua Raja, ucapan selanjutnya malah tidak memberikan jeda untuk jantung dan hatinya. Jantungnya malah semakin dibuat bekerja lebih gila hingga debaran yang begitu kencang timbul.

 

 

“Hoseok.” Panggil Raja saat pria Jung di hadapannya tak kunjung membuka suara.

 

 

Hoseok mengangkat kepalanya. Membawa pandangannya pada Raja yang dengan sabar menunggu jawabannya.

 

 

“Aku tidak memiliki masalah apa pun dengan Duchess Han. Jadi tampaknya menolak rencana Raja sama saja dengan membuang kesempatan yang sangat berharga.” Pandangannya perlahan menjadi penuh keyakinan. “Aku menyetujuinya.”

 

 

*   *   *   *

 

 

Hoseok meminta izin untuk mengajak Sunhee pergi ke taman istana. Karena itulah kini keduanya tengah berjalan berdampingan menyusuri jalan setapak dengan bunga-bunga kecil yang memagari. Baik Hoseok atau Sunhee, keduanya diam dan membiarkan suara langkah yang menemani. Menikmati tenangnya malam dengan semilir angin sejuk yang berembus membuat rasa nyaman melingkupi keduanya.

 

 

Di antara Hoseok dan Sunhee, tidak ada yang berani memecah keheningan kala kedua tubuh mereka telah beristirahat di bangku taman yang menghadap ke hamparan bunga. Mereka sangat menikmati pemandangan cantik itu dan kembali membiarkan keterdiaman yang menguasai.

 

 

Sebenarnya bagi Hoseok, keterdiaman yang terjadi tidak benar-benar memberikan rasa nyaman untuknya. Karena pada kenyataannya, ada hal lain yang kini tengah Duke Kerajaan Lieverd itu pikirkan. Hal yang membuat tangannya tanpa ia sadari mendingin dan basah.

 

 

Sial! Padahal ini tidak sesulit mengajukan kerjasama antar kerajaan tapi kenapa Hoseok merasa gelisah yang berlebihan. Dan Hoseok dibuat sadar jika sebenarnya Jung Hoseok tetaplah seorang pria biasa sekali pun memiliki gelar Duke dan dihormati oleh rakyatnya.

 

 

“Sunhee..” Panggilnya setelah tarikan-embusan napas yang sudah banyak dilakukan.

 

 

“Aku tahu semua ini terjadi karena rencana kedua kerajaan, tapi aku melakukannya bukan atas dasar itu.” Ia menarik napas dan membawa pandangannya menatap Sunhee yang ternyata telah lebih dulu menghadapnya.

 

 

“Aku berbicara sebagai Jung Hoseok, bukan Duke Jung, bukan juga penerus Kerajaan Lieverd.” Ia kembali menjeda. Kepalanya tertunduk untuk melihat tangan Sunhee yang ada di pangkuannya. Lantas mengambil kedua tangan berkulit putih itu dan membawanya ke dalam genggaman tangan besarnya.

 

 

“Aku ingin menikahimu, Han Sunhee. Aku ingin meminangmu untuk menjadi istriku dan Ibu bagi anak-anakku. Aku ingin kamu sebagai ratu di hatiku.”

 

 

Hoseok bersimpuh masih dengan menggenggam tangan Sunhee tapi salah satu tangannya telah mengulurkan satu tangkai dengan gerombolan bunga berwarna ungu kehadapan Duchess kerajaan itu.

 

 

“Jadi, apakah Duchess Han bersedia menerima lamaranku ini?”

 

 

Bunga itu diambil sebelum kecupan singkat didapatkan Hoseok di pipinya.

 

 

“Seperti yang aku katakan tadi, aku menerima lamaranmu bukan karena kerajaan kita menjalin kerjasama. Tapi karena aku merasa kau bisa menjadi pemimpinku dan keluarga kecil kita nanti.” Sunhee balas menggenggam tangan Hoseok tak kalah erat. Matanya menyorot Hoseok dengan tatapan hangat.

 

 

“Duke Jung, aku menerima lamaranmu yang tadi dan juga yang sekarang. Aku bersedia mendampingimu.”

 

 

Hoseok tidak bisa menyembunyikan betapa hatinya sangat gembira. Ia langsung menarik tubuh Sunhee dan membenamkan tubuh mungil itu dalam dekapan hangatnya. Melingkari tubuh Sunhee dengan dua tangan kekarnya, sedangkan Sunhee melingkarkan tangannya di pinggang Hoseok.

 

 

“Terima kasih Sunhee. Aku tidak bisa janji untuk kehidupan tanpa cobaan, tapi aku berjanji untuk melaluinya bersamamu.”

 

 

Sunhee lantas mengangguk pelan.

 

 

Mereka masih setia menempelkan tubuh mereka dan membiarkan waktu berjalan dan langit di atas menjadi saksi penyatuan kisah hidup yang baru. Mungkin terdengar klise, tetapi yang terjadi antara Sunhee dan Hoseok memang salah satu bagian dari kisah klise di dunia. Yang mana benih cinta keduanya tumbuh seiringan intensitas pertemuan mereka dalam menjalankan tugas kerajaan masing-masing.

 

 

“Kamu dapat darimana bunga ini?” Tanya Sunhee saat pelukan keduanya telah terurai.

 

 

“Itu..” Hoseok menunjuk kumpulan bunga yang berada di dekat kursi yang tadi mereka duduki. Lalu tersenyum kikuk. Ia juga menggaruk lehernya yang sebenarnya tidak gatal.

 

 

“Maaf aku tidak bermaksud merusak taman istana ini. Aku tidak terpikirkan untuk membawa perhiasan karena kamu sudah mengenakannya, dan hanya bunga itu yang kulihat dan yang mudah kujangkau. Jadi aku memetiknya.”

 

 

Sunhee lantas mengembangkan senyumnya semakin lebar. Ternyata Hoseok itu lucu saat sedang gugup, dan ia baru mengetahuinya.

 

 

“Tidak apa. Lagi pula kamu hanya memetik satu tangkai, tidak akan merusak taman ini Duke Jung.”

 

 

Huh, kukira.” Lirih sangat pelan tapi Sunhee masih bisa mendengarnya.

 

 

Wanita bergaun putih gading itu mengamati bunga di tangannya dengan senyum yang setia menghiasi paras cantiknya. Menambahkan kesan manis untuk Duchees yang menjadi kesayangan kerajaan dan rakyatnya.

 

 

“Tapi kamu tahu tidak ini bunga apa?” Ia mengamati Hoseok.

 

 

“Ini bunga agapanthus. Dalam bahasa Yunani agape adalah cinta dan anthos adalah bunga. Jadi bisa dibilang kalau bunga ini adalah bunga yang bisa melambangkan cinta.”

 

 

Sunhee meraih tangan Hoseok.

 

 

“Kamu memetik bunga yang tepat, Duke!” Serunya dengan senyum menawan yang seketika menular pada Hoseok. Pria itu ikut mengembangkan senyumnya dan membalas genggaman tangan Sunhee.

 

 

“Sepertinya begitu..”

 

 

PRINCE'S SECRETARY

 


 

 

Ketukan di pintu mengalihkan Doyoung dari lembaran pekerjaannya. Ia mengernyit sebelum mempersilahkan sang pengetuk untuk masuk.

 

 

“Selamat pagi Pangeran.”

 

 

Doyoung mendecak dan memutar matanya.

 

 

“Hei Lee Nari. Sudah kubilang berapa kali, jangan panggil aku Pangeran jika tidak ada siapa-siapa. Kau ini batu sekali ya.” Balas Doyoung kesal.

 

 

Tsk.. kenapa jadi marah-marah? Kau sedang PMS ya? Pasti si Kim Do lagi datang. Hei kembalikan Doyoung wahai Kim Do sang titisan setan.”

 

 

Bukannya mengatakan maaf, Nari malah semakin menyulut Doyoung. Jika hubungan mereka tidak sedekat itu, mungkin Nari sudah dipecat oleh kerajaan karena bertindak tidak sopan pada penerus Kerajaan Solnyshko.

 

 

Sementara itu, Doyoung yang kesal malah ingin ketawa karena omelan dan wajah menggemaskan Nari. Namun ia berusaha menutupinya dengan kembali fokus pada lembaran di atas meja. Nari tidak boleh tahu jika dirinya tengah menahan tawa. Sekertarisnya itu pasti akan mengejeknya karena mood-nya yang sangat tidak jelas itu.

 

 

“Ada apa?” Tanya Doyoung setelah ia berhasil mengendalikan dirinya.

 

 

Nari menepuk keningnya. “Ah aku sampai lupa.”

 

 

Ia lalu menghampiri Doyoung.

 

 

“Ini undangan dari Kerajaan Schat dan ini undangan dari sahabatmu Pangeran Yuta.” Hana meletakkan dua undangan dengan desain elegan di atas meja. “Mereka akan melangsungkan pernikahan di akhir bulan ini.”

 

 

 “Aku tidak menyangka jika Yuta akan menikah secepat ini.” Gumam Doyoung saat mengamati undangan dari sang sahabat.

 

 

“Kau saja yang sok sibuk. Bukankah Ratu sudah memintamu untuk mencari pendamping hidup.” Tegur Hana.

 

 

Doyoung mengangkat pandangannya dan menatap sinis gadis Lee itu.

 

 

“Iya aku tahu!” Jawab Doyoung kesal. “Tenang saja, tidak lama setelah Yuta dan Pangeran Jimin aku juga akan menyusul.”

 

 

Nari melirik dengan dahi mengernyit.

 

 

“Kau?” Tanyanya menunjuk Doyoung dengan telunjuknya.

 

 

“Yakin? Kencan saja tidak pernah. Diajak bertemu dengan keturunan kerajaan lain juga tidak mau. Mau menikah dengan siapa?”

 

 

Doyoung menaikkan sebelah alisnya. Salah satu ujung bibirnya tertarik ke atas dengan tatapan penuh yang keyakinan.

 

 

“Lihat saja nanti. Malam ini kau akan mendengar langsung calonku menerima lamaranku.”

 

 

Mendengar suara Doyoung yang begitu yakin membawa kebingungan yang besar untuk Nari. Ia tidak tahu siapa calon yang dibicarakan Doyoung. Ia juga tidak pernah mendengar apa pun tentang Doyoung dan calonnya. Yang lebih membuat Nari tidak mengerti adalah, kapan Doyoung bertemu dengan calonnya jika setiap hari saja Pangeran Kerajaan Solnyshko ini selalu berada di ruang kerjanya dan Nari ada di dekatnya.

 

 

Nari hanya bisa mengamati Doyoung yang tengah tersenyum sebelum kepalanya menggeleng dan ia bergegas kembali ke meja kerjanya yang berada di sisi kanan meja sang Pangeran.

 

 

*   *   *   *

 

 

Malam telah tiba dan makan malam pun akan segera dilaksanakan. Nari yang tadinya hendak pulang tapi malah harus bertahan lebih lama di istana atas permintaan Ratu. Katanya ada acara penting. Tapi kenapa dia harus ada di sana? Dia kan hanya sekertaris Pangeran saja.

 

 

Walau begitu Nari tidak ambil pusing. Ia tidak mau berubah tua karena terlalu banyak memikirkan hal tidak penting. Sudah cukup ia harus berpikir keras saat bekerja bersama Doyoung.

 

 

Nari berjalan di koridor yang mengarah ke ruang makan istana. Tadi seorang pelayan memberitahu jika makan malam sudah siap, karena itu ia bergegas supaya tidak membuat keluarga istana menunggunya. Menyusuri koridor panjang itu, Nari sama sekali tidak memusingkan acara makan malam yang akan dirinya hadiri. Ia ingin tetap masa bodoh walaupun rasa penasarannya belum juga sirna.

 

 

Saat di depan pintu, ia dengan santainya mengetuk daun pintu besar itu sampai seorang pelayan membukakannya. Ia dipersilahkan dan dengan tersenyum sembari menganggukkan kepala Nari memasuki ruangan tersebut. Namun langkah kakinya terhenti saat melihat keberadaan kedua orang tuanya di tengah keluarga istana dan tentunya Doyoung –dengan senyum pongahnya.

 

 

Nari mengernyit tapi mengikuti perintah Ratu untuk duduk.

 

 

“Maaf kalau membuat Nona Lee bingung. Ini semua permintaan Pangeran.” Ujar Ratu dengan melirik kesal Doyoung.

 

 

Nari tidak berucap apa-apa. Ia masih tergulung rasa bingung dengan kehadiran orang tuanya yang tersenyum senang. Gurat di wajah renta sang Ayah dan Ibu terlihat sangat bahagia. Belum lagi ada titik bening yang tiba-tiba saja jatuh melewati pipi sang Ibu. Nari terkejut tapi ia dibuat semakin bingung karena Ibunya yang tetap setia menyunggingkan senyumnya.

 

 

“Pasti Nona Lee bertanya-tanya kenapa orang tua anda bisa ada di sini?”

 

 

“I-Iya Ratu” Kepalanya ikut mengangguk.

 

 

“Kami mengundang orang tuamu untuk menyampaikan secara formal permintaan meminang dirimu untung Pangeran Kim. Mungkin Nona Lee tidak bisa mempercayainya, tetapi Pangeran sudah pernah bertemu dengan Tuan Lee untuk melamarmu.”

 

 

Nari semakin dibuat terkejut setelah mendengar penjelasan tersebut. Wajahnya tidak bisa menutupi rasa terkejutnya sampai kedua matanya membulat sempurna dan mulutnya ikut membentuk huruf O.

 

 

“A-Apa?”

 

 

“Hai sekertaris.” Doyoung kini membuka suaranya. Ia beranjak dari kursinya dan berjalan menghampiri Nari yang hanya bisa memperhatikan kemana Doyoung melangkah.

 

 

“Kamu ingat ucapanku tadi pagi?” Tanya Doyoung begitu ia telah berdiri di samping Nari. Ia menyentuh pundak Nari dan membawanya untuk berdiri.

 

 

“Dan sekarang kau akan mendengar jawabannya.” Ia menggenggam kedua tangan Nari.

 

 

“Aku tahu kamu memiliki perasaan khusus untukku. Aku pernah tidak sengaja mendengarmu bergumam di lorong kantor. Dan aku juga sudah memastikannya pada orang tuamu beberapa hari setelahnya, saat kamu ditugaskan untuk menemui perwakilan Kerajaan Dulceata.” Doyoung menarik napas. “Aku sengaja tidak langsung menemuimu dan mengatakan perasaanku karena kupikir aku butuh rencana untuk itu. Dan inilah rencananya. Aku bertemu Ratu dan menceritakan semuanya. Lalu menemui orang tuamu ketika Ratu telah merestui keiinginanku. Dan yang terakhir adalah acara malam ini.”

 

 

Doyoung mengeluarkan sebuah kotak dari dalam saku jasnya. Tidak lupa ia membuka kotak itu lalu bersimpuh di depan Nari.

 

 

“Lee Nari, maukah kamu menjadi istriku?”

 

 

Nari yang sudah diterpa perasaan terkejut sudah tidak dapat menghalau akibatnya. Matanya tiba-tiba mengalirkan cairan bening ketika melihat keyakinan yang begitu besar dari mata Doyoung. Lalu tatapannya yang dipenuh rasa damba dan cinta yang selama ini tidak pernah ia lihat dari mata Pangeran Kerajaan Solnyshko itu.

 

 

“A-Aku..”

 

 

Nari dibuat tersedak dengan tangsinya yang terus coba ia bendung. Rasa harunya begitu besar sampai tangisnya sulit sekali untuk dihentikan. Ia bahkan sudah menyekahnya tetapi cairan bening itu tetap bersikeras membasahi kedua pipinya.

 

 

Sementara Doyoung, ia dengan sabar menunggu. Ia tahu jika gadis di hadapannya ini masih diselimuti perasaan terkejut, tidak percaya, serta haru yang besar. Jika pun harus menunggu lama, ia tidak masalah. Ia betah melihat wajah memerah Nari yang tampak lucu itu.

 

 

Memperhatikan Nari adalah hobinya semenjak Nari menjadi sekertarisnya. Wajahnya bulat begitu pun dengan matanya. Lalu bibirnya yang berwarna merah alami. Nari terlihat sempurna di matanya. Dan yang membuat Doyoung jatuh hati pada Nari adalah ketika ia melihat Nari mengerutkan dahi dengan bibir yang mengerucut. Rasanya Doyoung ingin mengunci Nari di kamarnya agar gadis itu tidak bisa pergi darinya.

 

 

Dan malam ini, ia akan membuat semua imajinasi kebersamaannya dengan Nari menjadi kenyataan. Ia akan merealisasikan keiinginan sang hati untuk ditambatkan dengan pasangannya.

 

 

“Lee Nari..” Suara sang Ayah membuat Nari akhirnya menganggukkan kepalanya setelah melihat Ayahnya sendiri mengangguk menyetujui.

 

 

Dengan tersenyum sangat cantik dan mata yang berbinar penuh bahagia, Nari menerima lamaran tersebut.

 

 

“Aku bersedia.”

 

 

Senyum lebar Doyoung terbentuk. Matanya ikut membentuk lengkungan. Lantas ia mengeluarkan cincin berbatu berlian dari dalam kotak, lalu memasangkannya di jari manis Nari. Ia mengecup tangan Nari sebelum berdiri dan mendaratkan bibirnya di atas kening Nari.

 

 

“Aku mencintaimu, Lee soon to be Kim Nari.” 

 

 

SWEETEST PRINCESS

 


 

 

Jimin turun dari mobil setelah supirnya membukakan pintu. Sedikit merapihkan jasnya sebelum kaki berbalut pentofel itu melangkah masuk ke dalam istana. Berdasarkan undangan yang ia terima, malam ini adalah perayaan lajang untuk sang sahabat yang akan menikah lusa. Karena itu ia datang selain untuk menghormati kerajaan sang sahabat juga sebagai bentuk dukungan darinya. Ia datang tidak dengan tangan kosong. Sebuah kotak emas menemani dirinya mengikuti pelayan yang akan mengantarnya bertemu dengan sang sahabat.

 

 

“Tunggu.” Ujarnya membuat pelayan pria itu berhenti melangkah.

 

 

“Siapa perempuan itu?” Tanya Jimin sembari mengarahkan telunjuknya pada sosok perempuan muda yang duduk di belakang piano dengan sebuah lolipop di mulutnya.

 

Pelayan itu menolehkan kepala mengikuti arahan tangan Jimin.

 

 

“Oh, dia Putri Chaerin. Adik sepupu Duke Hoseok.”

 

 

Jimin mengangguk singkat. Matanya bertahan mengamati sosok cantik yang tengah menggerakkan jari lentiknya di atas tuts-tuts piano. Senyum kecilnya terbit saat melihat tingkah lucu Chaerin yang mendadak berhenti bermain untuk menarik lolipop keluar dari mulutnya. Tapi tidak lama, lolipop itu kembali dimasukkan ke mulut dan tangannya kembali berada di atas tuts.

 

 

“Mari Pangeran.”

 

 

Jimin terkesiap dan buru-buru mengalihkan pandangannya. Ia sekali lagi menegakkan tubuhnya sebelum membawa tungkainya mengikuti langkah pelayan yang telah kembali berjalan pergi.

 

 

Pelayan tadi mengantar Jimin ke ruangan dimana terdapat meja panjang dengan deretan kursi yang terbuat dari emas dan perak. Tidak ketinggalan hidangan-hidangan mewah dan menggiurkan telah tersaji di atasnya. Tidak mengejutkan bagi Jimin karena apa yang ia lihat juga akan ada di istananya. Yang berbeda hanya pada jumlah makanan yang dihidangkan.

 

 

Pelayan itu pamit undur diri setelah mempersilahkan Jimin.

 

 

“Jimin sahabatku!” Seru pria berpakaian kerajaan.

 

 

“Hoseok Hyung!”

 

 

Jimin menghampirinya dan memberikan pelukan hangat untuk sang sahabat.

 

 

“Selamat untuk tidak melajang lagi.”

 

 

Gurauan Jimin seketika dihadiahi pukulan lemah pada kepalanya.

 

 

Ei, kau ini.” Ujar Hoseok kesal.

 

 

“Ayo duduk. Kau adalah orang terakhir yang aku tunggu.” Imbuh Hoseok sembari membawa Jimin untuk duduk.

 

 

Acara pelepasan masa lajang Hoseok pun dimulai setelah Jimin datang. Para tamu yang datang terdiri atas sahabat terdekat Hoseok serta saudara pria itu. Jimin sendiri adalah salah satu sahabat Hoseok yang sudah mengenal sejak kecil. Mereka mengenyam pendidikan di sekolah khusus yang sama. Di sekolah itulah keduanya bertemu dan menjadi akrab.

 

 

Di tengah keseruan yang terjadi, pintu ruangan kembali dibuka dan sosok gadis yang sempat menarik perhatian Jimin muncul. Masih memakai gaun pastel yang sama, gadis itu membungkuk hormat sebelum melangkahkan kaki berbalut heels itu ke sisi Hoseok.

 

 

“Oh iya, perkenalkan. Ini Lim Chaerin, adik sepupuku sekaligus Putri termuda Kerajaan Lieverd.”

 

 

Chaerin kembali membungkuk. Tidak lupa bibirnya menyunggingkan seulas senyum sebelum bergabung dengan saudaranya dan tamu yang lain.

 

 

Jimin lagi-lagi tidak bisa mengalihkan atensinya. Ia terkesima dengan makhluk ciptaan Tuhan yang duduk tepat di sebelah sahabatnya. Sekelebat pemikiran tiba-tiba saja melintasi benak Jimin saat teringat kejadian sebelumnya.

 

 

Di ruangan besar dengan sebuah piano yang diletakkan di tengah, Putri Chaerin terlihat seperti gadis lugu dan cenderung kekanakan. Tetapi sekarang yang ia lihat adalah sosok Putri Chaerin yang selayaknya putri pada umumnya. Berwibawa, dewasa, dan jangan lupakan paras menawannya yang membuat Jimin sendiri tidak akan pernah bosan untuk melihatnya.

 

 

Makan malam itu berlangsung lancar. Hidangan yang disajikan berhasil membuat suasana hati tamu-tamu Hoseok senang, tak terkecuali Jimin. Ia sangat mengagumi hidangan bebek panggang yang menjadi makanan kesukaannya. Tidak hanya itu saja, keramahan keluarga Kerajaan Lieverd juga yang menjadi alasan mengapa acara malam itu terasa lebih kekeluargaan dibandingkan acara yang diadakan kerajaan lain.

 

 

“Baiklah, sekarang saatnya hidangan penutup. Aku telah meminta juru masak untuk mempersiapkan menu sesuai selera kalian. Jadi selamat menikmati.” Hoseok mengumumkannya dengan penuh bangga.

 

 

Tak lama, pelayan kerajaan datang dengan membawa nampan. Setiap tamu mendapatkan menu yang berbeda –seperti yang Hoseok katakan sebelumnya. Hingga giliran Jimin dengan hidangan manis berupa es krim mint dan dough cookies –persis seperti salah satu dessert kesukaannya.

 

 

Penampilan hidangan di depannya begitu menggugah untuk segera dicicipi. Jimin sudah tidak sabar merasakan kelembutan dough dan rasa manis bercampur dingin dari es krim. Namun baru saja ia akan menyuapkan makanan penutupnya, tepukan pelan menghentikan keiinginannya. Jimin mengangkat lalu menolehkan kepalanya dan menemukan Chaerin dengan wajah berbinar menatap hidangan di atas piring.

 

 

Jimin tidak menyangka dengan apa yang matanya lihat. Putri Chaerin yang tengah duduk itu kembali terlihat seperti sosok yang ia lihat di balik piano hitam tadi. Tersenyum lebih lebar dengan tatapan lugu pada sepiring dessert. Jimin jadi berpikir, apakah Chaerin memiliki kepribadian lain?

 

 

Chaerin yang manis dan mempesona dengan senyum lebarnya.

 

 

Serta Chaerin yang dewasa dengan wibawa dan senyum simpulnya.

 

 

*   *   *   *

 

 

Genggamannya mengerat saat jalan yang dipijak tidak serata sebelumnya. Membawa tubuhnya semakin mendekat dengan tubuh Jimin yang tengah berbalut pakaian khusus kerajaan. Merasakan kehangatan tubuh mungil yang kini menempel padanya, membuat kedua sudut bibir Jimin tertarik ke atas. Jantungnya pun berpacu cepat. Beruntung saja, Chaerin tidak menempel di sisi kiri tubuhnya. Bisa malu ia jika Chaerin merasakan debaran hebat di dadanya.

 

 

“Pangeran, jangan lepas tanganku.” Pintanya dengan melirih.

 

 

Jimin mendecak. “Aku tidak suka dengan panggilanmu Chaerin. Kita tidak sedang di istana, kenapa harus memanggilku seperti itu.” Gerutunya. “Dan tenang saja, aku tidak akan melepaskanmu. Aku tidak berencana membuat separuh hatiku sakit.” Ia mengatakan kalimat terakhirnya dengan sangat pelan.

 

 

“Pa-” Chaerin menelun ludahnya. “Maksudku Jimin, sebenarnya kamu mau membawaku kemana? Kenapa belum juga sampai?”

 

 

“Tempat yang akan kamu sukai.”

 

 

Jawaban singkat Jimin membuat Chaerin menggerutu. Ia sudah lelah mendengar jawaban yang sama lebih dari empat kali. Jimin tampaknya tidak goyah untuk membuat Chaerin tetap penasaran. Jika Chaerin mati dalam keadaan penasaran, ia bersumpah akan menghantui Jimin sampai laki-laki itu menangis kencang.

 

 

Ok, kita sudah sampai.”

 

 

“Benarkah?” Chaerin bertanya antusias. “Akhirnya. Aku boleh membuka penutup mata ini kan?”

 

 

“Tunggu!”

 

 

Jimin menghentikan Chaerin yang berniat melepaskan ikatan di belakang kepalanya. Dengan lembut, jemarinya melepaskan jemari Chaerin dari penutup mata itu lalu menurunkan tangannya.

 

 

“Aku yang akan membukanya. Kamu bisa membuka matamu setelah hitungan ketiga. Mengerti?”

 

 

Hm.” Jawab Chaerin dibarengi anggukan.

 

 

Dengan perlahan Jimin membuka ikatan penutup mata itu sampai terlepas seutuhnya. Lalu ia kembali menuntun Chaerin untuk melangkah ke depan. Setelah dirasa cukup, Jimin melepaskan pegangannya dan berjalan mundur beberapa langkah.

 

 

“Aku akan mulai menghitung.” Ada jeda singkat sebelum hitungan mundur dilakukan Jimin.

 

 

 “Satu.. dua.. tiga..”

 

 

Chaerin membuka matanya dan mengerjap cepat saat cahaya terang seketika menyerang retinanya. Selama beberapa detik Chaerin masih berusaha membiasakan pandangannya. Ketika matanya telah terbiasa dengan cahaya yang ada, barulah kedua mata itu membulat saat melihat apa yang ada di hadapannya.

 

 

Oh my God!” Serunya dengan wajah yang begitu terkejut.

 

 

“Jimin ini..”

 

 

Ia berbalik dan menemukan Jimin berdiri tidak jauh darinya dengan senyum manis yang selalu memberikan getar aneh di dadanya.

 

 

“Untukmu.”

 

 

“Benarkah?”

 

 

Jimin hanya mengangguk sebelum kembali mendekat dan meraih tangan Chaerin untuk dibawa menuju alas kain yang sudah dibentangkan di atas rumput taman.

 

 

Beberapa potong kue berbagai rasa, permen dan lolipop, jus buah, dan beberapa cemilan manis tersaji di atas alas ditemani keranjang piknik yang berada di tengahnya. Chaerin yang melihat semua makanan kesukaannya tidak bisa lagi menyembunyikan senyum lebar dan gurat merah di pipi. Rasa gembira langsung memenuhi relung hatinya begitu saja hanya karena makanan-makanan manis yang ada di depannya.

 

 

“Ini semua untukku?” Tanyanya karena masih tidak percaya.

 

 

“Iya, aku sengaja meminta pelayan untuk mempersiapkan ini. Khusus untukmu.” Ujar Jimin dengan membisikkan kalimat terakhirnya tepat di telinga Chaerin.

 

 

Pipi yang sudah bersemu karena senang semakin memerah saat embusan napas Jimin menyapu permukaan kulitnya dan jarak wajah mereka yang cukup dekat. Belum lagi tatapannya yang tajam, membuat Chaerin seperti ditarik ke dalam mata hitam itu. Ah dan jangan lupakan dengan pesonanya yang sangat memikat.

 

 

Apakah Chaerin pernah mengatakan jika Jimin memiliki pesona bak dewa? Jika belum, maka Chaerin mengatakannya saat ini jika Jimin dan pesonanya adalah paket lengkap yang tidak akan bisa diabaikan. Buktinya hanya karena pertemuan singkat di kerajaannya sebelum dan saat pernikahan Hoseok lalu beberapa kali mereka berpapasan saat Jimin melakukan kunjungan kerja, Chaerin sudah terpikat pada Pangeran muda Kerajaan Schat itu.

 

 

Chaerin buru-buru berdeham saat dirinya menyadari jika sedari tadi ia dan Jimin setia mengunci tatapan mereka. Ia menoleh dengan cepat sampai membuat senyum Jimin semakin terukir lebar dan sebuah kata terucap yang malah membuat Chaerin semakin bersemu merah.

 

 

“Lucu.”

 

 

Sial!

 

 

“A-Aku akan memakan kue ini.”

 

 

Chaerin berusaha dengan keras menutupi kegugupannya tetapi malah terlihat sangat jelas. Sungguh, malu sekali rasanya. Seumur hidup, baru pertama kali Chaerin merasa sangat ingin pergi karena malu tetapi masih ingin bertahan di tempatnya karena rasa lain yang baru pertama kali dirinya rasakan.

 

 

Tapi kegundahan hati Chaerin berhenti saat sepotong kecil kue telah masuk ke dalam mulutnya. Rasa manis yang lidahnya rasakan seperti mengalihkan pikirannya. Memusatkan semua indranya pada kekayaan rasa pada kue yang kini telah ia pegang piringnya.

 

 

Wow ini lezat!” Gumamnya lalu kembali menyuapkan potongan kecil ke dalam mulut.

 

 

Di lain sisi, Jimin tidak bisa berhenti menatap Chaerin. Gadis itu terlihat semakin menarik saat dirinya tengah disibukkan dengan dessert kesukaannya. Pipi yang menggembung dan sendok yang bertahan di dalam mulut sedikit lama, membuat Jimin tidak ingin mengalihkan atensinya pada apa pun. Ia akan merasa menyesal jika sebentar saja pandangannya teralih.

 

 

“Jimin, aku akan meminum yang peach ya.”

 

 

“Tentu saja. Semua ini kan milikmu, Chae.”

 

 

Chaerin menoleh dan tersenyum sebentar pada Jimin. Kemudian mengambil gelas jusnya lalu mendekatkannya ke mulut. Perlahan cairan agak kental itu mengalir ke dalam kerongkongannya. Ketika merasa cukup, Chaerin berniat untuk meletakkan gelasnya dan kembali melanjutkan kegiatan makannya. Namun denting yang muncul ketika gelasnya ia letakkan, membuat Chaerin kembali mengangkat benda kaca itu dan mengarahkannya sejajar dengan pandangan.

 

 

Matanya mencoba menerawang dengan bantuan cahaya matahari. Ia memutar gelasnya sampai sebuah kilap terang menyerang pandangannya. Chaerin langsung mengambil garpu yang ada di atas piring dan memasukkannya ke dalam gelas. Ia menggerakkan garpu itu lalu menariknya saat sebuah benda berhasil tersangkut di sana.

 

 

“Ini..” Gumamnya saat sebuah cincin berhasil ia keluarkan. Ia menoleh dan menemukan Jimin yang ternyata masih setia memperhatikan dirinya. Oh, Chaerin pikir Jimin juga akan memakan kue yang ada di sana. Tapi ternyata Jimin masih setia pada posisi dan atensi pengelihatannya.

 

 

“Lim Chaerin.”

 

 

Bariton berat Jimin seketika membuat Chaerin mengunci pandangan padanya. Ini adalah pertama kalinya bagi Chaerin mendengar suara berat dan serius seorang Park Jimin saat berbicara dengannya. Biasanya Jimin tidak pernah seserius ini jika mereka bertemu. Tunggu, bukan berarti Chaerin tidak suka. Ia suka hanya saja tidak biasa.

 

 

“Aku tahu ini akan mengejutkan bagimu. Tapi aku tidak bisa melepaskan berlian yang ada di depan mataku.”

 

 

Jimin meraih tangan Chaerin.

 

 

“Pertama kali melihatmu aku merasa aneh karena kamu saat itu terlihat polos tetapi ketika Hoseok Hyung mengenalkanmu, kamu terlihat lebih dewasa. Kupikir kamu memiliki kepribadian ganda. Tapi saat aku melihatmu bermain dengan anak-anak di taman, aku merubah pikiranku dan menarik kembali ucapanku. Saat itu aku bertanya pada salah satu pelayan dan pelayan itu bilang jika kamu sedang menemani anak-anak dari pelayan istana. Aku juga melihat kamu membagi permen yang kamu simpan di balik gaun kepada anak laki-laki yang terjatuh. Saat itulah aku sadar, kalau kamu itu adalah kamu yang bermain dengan anak-anak dan duduk di balik piano. Polos, baik, dan tidak mengenal kasta. Dan sosok kamu yang itu yang membuat aku jatuh cinta. ”

 

 

Ia menarik napas dalam lalu mengembuskannya berkala. Memberikan jeda sedikit lebih lama karena ingin berdamai dengan debar di dadanya yang semakin menggila.

 

 

“Lim Chaerin, aku tidak bisa berbasa-basi. Karena itu, maukah kamu menikah denganku?” Tanya Jimin dengan wajah penuh harapan. Keringat telah mengalir dari dahinya. Serta tangan yang digunakan untuk menggenggam tangan Chaerin juga berubah dingin seiring waktu yang terus bergerak.

 

 

Sementara itu, Chaerin begitu terkejut dengan pengakuan dan pemintaan Jimin. Ia tidak pernah menyangka jika ada seorang pangeran yang mau bersusah payah seperti Jimin. Ia juga tidak pernah mengira jika dirinya akan mendapatkan perlakuan istimewa seperti ini.

 

 

Dan Chaerin akan menyumpahi dirinya sendiri jika melepaskan sosok Jimin. Lagi pula ia juga merasakan gelenyar aneh saat bersama dengan Jimin. Setiap kali mata mereka bertemu di perutnya seperti ada kupu-kupu. Chaerin tahu perasaan apa itu, karena dirinya tidak lugu. Ia hanya belum pernah berpacaran karena itulah aturan kerajaan.

 

 

“Jimin.”

 

 

Obsidan mereka semakin terkunci satu sama lain.

 

 

“Aku bersedia.”

 

 

Mata Jimin membesar saat mendengar jawaban yakin dari Chaerin. Senyumnya ikut mengembang lebar. Dan hatinya menjadi mencak-mencak sendiri.

 

 

“Aku berjanji akan menjaga dan melindungimu.” Ucap Jimin sembari menyematkan cincin yang tadi ada di tangan Chaerin ke jari manisnya.

 

 

Jimin memandangi cincin dengan berlian itu sebelum mengecupnya. Ia tersenyum puas saat melihat bagaimana cantiknya cincin itu setelah tersemat di jari manis Chaerin. Lalu ia mengangkat kepalanya dan membuat matanya kembali bertemu dengan obsidan coklat Chaerin yang terlihat sangat cantik.

 

 

Keduanya kembali saling bertatapan sebelum jarak wajah mereka mengikis hingga tanpa keduanya sadari bibir mereka bertemu untuk yang pertama kali. Dalam sebuah euforia yang juga untuk pertama kalinya mereka rasakan. Dengan cicitan burung yang menggantikan alunan musik dan pemandangan taman istana yang menguatkan kesan untuk perasaan keduanya.

 

 E . N . D

 

 

Happy Anniversary!

Selamat sudah 9 tahun bareng GIGS.

Semoga kalian enggak bosen ya sama kita. Enggak bosen juga nungguin kita. Enggak eneg sama cerita kita.

Semoga kita bisa lebih baik lagi dan bisa lebih rajin lagi.

Semoga kalian tetap mau nemenin kita ke depannya.

Terima kasih sangat banyak untuk kalian semua.

We love you 😚

감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts