#23 Precious - Produce 45


Cast: Nam Chaerin – Kang Daniel

 

Hari itu melelahkan sekaligus menyenangkan. Terik matahari yang menyengat kulit dan bulir keringat yang bercucuran di sekujur tubuh tidak mengurangi sedikitpun rasa puas Chaerin ketika melihat hasil karyanya. Ia, Nam Chaerin yang sebelumnya tidak pernah membayangkan bisa membuat sebuah karya seni mural, kini tengah tersenyum puas melihat kanvas yang sudah penuh dengan warna-warni kreasinya bersama Dami-salah seorang teman sekelasnya.

 

Ia dan teman-teman komunitas mural kampusnya sudah jauh-jauh hari mempersiapkan diri untuk mengikuti kontes mural yang diselenggarakan oleh salah satu kampus seni terkemuka di Busan. Chaerin yang awalnya hanya berencana untuk sekadar menemani, akhirnya percaya diri untuk mengikuti lomba tersebut. Senyumnya semakin lebar ketika ingat bagaimana Kang Daniel menyemangatinya untuk ikut serta.

 

“Ayolah Chae! Ini bukan menang atau kalahnya, tapi pengalamannya.” Saat itu Daniel berusaha membujuknya setelah Dami dan dua orang anggota komunitas mural kampusnya tidak berhasil menyakinkan Chaerin.

“Ya, kalimat klise dari seorang master mural yang pernah jadi pemenang kontes mural waktu SMA,” sahut Chaerin.

 

Daniel memang terkenal dengan kemampuan muralnya. Selain memang pernah memenangkan lomba mural, Daniel juga beberapa kali dipanggil oleh agensi mural untuk melukis tembok gedung mereka. Walau begitu Daniel tidak meremehkan siapapun yang tidak lebih hebat dari dirinya, tidak seperti *uhukk* Junhoe si kepala besar yang menganggap dirinya manusia paling hebat sedunia.

 

Kenyataan itu membuat Chaerin tidak percaya diri. Ia tidak buruk-buruk amat, tapi ia sangat amatir dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Apalagi Kang Daniel. Ia masih merasa takjub mereka menginginkan dirinya ikut lomba itu bersama mereka. Ia juga merasa bersyukur mereka tidak meremehkannya meskipun karyanya tidak pernah sebagus yang mereka buat.

 

“Pokoknya kau harus ikut. Kau pasti bakal bilang aku penuh omong kosong, tapi memang kontes ini kesempatan langka untuk kita. Tahun depan kita sudah fokus dengan tugas akhir. Jadi inilah waktunya. Walaupun tidak menang, setidaknya kita pernah melakukannya bersama. Kita pernah berusaha dan mencoba sebaik mungkin,” kata Daniel.

 

Mata sipit Daniel menatapnya dengan serius dan penuh kesungguhan. Pada saat itulah Chaerin luluh. Pidato panjang Daniel sudah menghangatkan dirinya. Tidak hanya membangkitkan semangatnya tapi juga membuatnya berani untuk meraih keinginannya.

 


Ia sama sekali tidak menyesal mengikuti kata hatinya dan naik kereta bersama teman-temannya ke Busan. Perjalanan yang panjang diisi dengan kenangan berharga bersama teman-temannya, dan tentu juga dengan Daniel. Pada saat itulah Chaerin menyadari kebenaran ucapan Daniel. Kontes mural ini bukan hanya soal kalah atau menang, tapi juga pengalaman berharga. Bukan hanya pengalaman tentang kontesnya, tapi pengalaman selama perjalanan menuju Busan pun tak kalah berharga.


 

Dari perjalanan ia mendapat segudang kenangan indah bersama teman-temannya yang mau berjuang dan saling membantu di saat sulit maupun bahagia. Dan ia juga bersyukur bisa mengenal Kang Daniel dan merasa amat bahagia bisa dekat orang seperti dirinya. Kenapa bisa ada seorang seperti Kang Daniel yang begitu keren, bertanggung jawab, penuh perhatian pada orang lain, dan juga lucu? Namun ada orang semacam *uhukk* Koo Junhoe yang bertingkah lebih tinggi dari orang lain?

 

Ia menyadari alasan kenapa banyak gadis yang menyukai Kang Daniel. Bahkan alasannya menyukai Kang Daniel. Yaaa…. Sekalipun perasaannya untuk Daniel tidak akan berakhir dimana-mana.


 

“Tuh kan, tidak seburuk itu,” suara yang begitu dikenal Chaerin terdengar dari belakang. Daniel menghampirinya dengan senyum lebar yang memperlihatkan gusi dan giginya dengan sempurna. Tangan pemuda itu penuh dengan cat, begitu juga dengan baju dan celananya. Walau begitu Daniel terlihat begitu puas.

 

“Aku suka dengan ide kalian.” Daniel mengamati gambarnya dengan cermat, kedua tangannya terlipat di depan dada.

 

Satu hal tentang Daniel: meskipun ia lebih hebat dan berpengalaman soal mural, tapi ia tidak pernah merasa superior atau paling benar sendiri. Ia suka bertukar pendapat dan memberi masukan, tapi tidak menggurui. Yah, tidak seperti *uhukk* Junhoe.

 

“Agak terkejut sih kalian berani mengangkat topik ini.” Chaerin dan Dami memang sudah punya beberapa ide untuk karya mereka, namun akhirnya setelah perbincangan panjang semalam mereka memutuskan untuk mengangkat isu patriarki yang masih membelenggu banyak wanita di Korea.


“Aku dan Chaerin memang sempat ragu. Tapi Chaerin bilang ini kesempatan terakhir kami untuk bebas berkarya. Tahun depan kita sudah harus fokus mengerjakan tugas akhir, kan?” Jawaban Dami membuat Daniel menyeringai dan langsung menatap Chaerin dengan jahil.

“Kayaknya aku sudah tidak asing dengan ucapan itu,” kata Daniel sambil menaik turunkan alisnya.  Walaupun bukan orang yang tinggi hati, bukan berarti Daniel tidak besar kepala kalau ada yang menjadikannya panutan.


“Ya, itu memang kalimat motivasi yang klise dan payah,” sahut Chaerin.

 


Sesungguhnya Kang Daniel lebih dari sekadar panutan baginya. Pria itu tidak perlu tahu dan tidak boleh tahu. Untuk apa Kang Daniel mengetahui fakta kalau Chaerin mengaguminya lebih dari sekadar teman yang jago melukis? Untuk apa memperumit pertemanan mereka dengan menguak fakta bahwa perasaan suka Chaerin pada Daniel semakin dalam?

 


“Hai, kalian di sini rupanya.” Gadis jelita bermata bulat mendekat menghampiri mereka sambil membawa sekantong plastik di tangan. Kehadiran gadis itu menyerap letih yang terlihat di wajah Daniel akibat kurang tidur. Kalau ada yang bilang senyum Daniel sangat lebar, mereka mesti melihat senyum Daniel ketika melihat Jihyo.

 


Gadis cantik itu namanya Jihyo. Tanpa perlu waktu lama Chaerin kembali diingatkan oleh kenyataan yang ada. Daniel memang memperlakukannya dengan baik dan pria itu mengharapkannya untuk ikut lomba bersama dengannya, namun ia juga melakukan hal itu kepada teman-temannya yang lain. Daniel memang mengatakan kalimat penyemangat yang juga membuat dadanya hangat dan pria itu juga tersenyum padanya. Namun Chaerin tidak lebih spesial dari teman-teman Daniel yang lain. Karena hanya Jihyo yang menempati posisi spesial di hidup Daniel.

 


Chaerin berusaha untuk tidak menatap iri begitu Daniel merangkul pundak Jihyo dan memberikan tatapan ‘itu’ pada pacarnya. Daniel menatap Jihyo dengan penuh rasa sayang, protektif, dan juga bangga. Pria itu bahkan tidak malu ketika teman-temannya suka menggoda kebiasaannya yang agak norak itu.

 

“Jujur saja ini sangat keren. Chaerin, Dami, kalian memang sangat berbakat! Aku setuju dengan pesan kalian,” kata Jihyo memuji karyanya.

 

Sebenarnya Chaerin agak membenci Jihyo waktu pertama kali tahu Daniel mengungkap perasaannya pada gadis itu. Namun sulit sekali untuk mempertahankan perasaan benci pada gadis itu. Jihyo bukan hanya cantik dan pacar yang setia mendukung Daniel, tapi ia juga teman bicara yang menyenangkan.

 

“Terimakasih. Aku sangat terharu,” sahut Chaerin sambil memegang dadanya dengan penuh syukur yang berlebihan.

“Aku juga sangat terharu mendapat pujian dari pacarnya ketua.” Ucapan Dami membuat semua orang tertawa, walau agak sulit bagi Chaerin untuk melakukannya.



“Nih, aku bawakan minuman untuk kalian.” Jihyo mengangsurkan botol minuman ion kepada Chaerin, Dami, dan yang terakhir Daniel.

“Terimakasih,” ucap Daniel dengan lembut, seketika kedua orang itu seperti berada di dunia mereka sendiri.

 

Well, kami sangat berterimakasih atas minumannya. Kami juga cukup tahu diri untuk segera menyingkir supaya kalian bisa berduaan.” Dami tertawa canggung, tangannya melambaikan botol ke arah pasangan itu sebelum beranjak pergi.

“Tidak perlu seperti itu. Dan Nam Chaerin jangan bilang kau akan bertingkah seperti yang lain!” kata Daniel jengkel.

 

 

“Ya ampun ketua. Kau pikir aku tahan melihat kemesraan kalian berdua? Tanganku merinding melihat kalian bertatapan begitu,” ujar Chaerin sambil mengusap tangannya.

Jihyo tertawa malu. “Aku tidak bermaksud begitu.” Ia mengibaskan tangannya sambil merona.

“Lagipula lombanya sudah selesai. Kalian bisa menggunakan waktu untuk berduaan dan kami para lajang menyedihkan akan menghibur diri sendiri dengan camilan yang dibawa Kyungsoo dan Hyunjin. Sampai berjumpa lagi ya!”

 

Chaerin berbalik, melangkah menjauh dari pasangan itu. Ia mendesah panjang, sambil berusaha menekan rasa nyeri yang mengganggunya setiap kali melihat Daniel dan Jihyo. Ia menyukai Daniel namun tidak membenci Jihyo hingga mengharapkan hubungan keduanya hancur.

 

Tidak, ia menyadarinya sekarang. Perasaannya untuk Daniel bukan masalah apakah perasaan itu akan berbalas atau tidak. Perasaan itu hanya ada di sana, memenuhi dirinya, membuatnya bahagia sekaligus resah. Dan perasaan itu mirip dengan kontes mural ini, meskipun ia tidak memenanginya, namun pengalaman itu akan masuk ke dalam kotak memori berharga untuknya.

 

 

 

END

             

So happy to come home. Walaupun banyak yg mau aku omongin di sini, tapi aku enggak bikin cuap-cuap terlalu banyak karena zuzur kusudah ngantuk. I need my beauty sleep to stay sane. Oke deh, harapanku semoga aku bisa balik lagi sesegera mungkin.

 

 

See you,

 

GSB


Comments

Popular Posts