Broken Sinner: Another Truth (Part 8)



Drama, Family, Hurt

(AU - Alternate Universe)


.

.

.

.

.


“Sejak kapan?” Pertanyaan penuh tuntutan itu terucap dari mulut Tuan Lim ketika dirinya sudah kembali menemukan kekuatan. Matanya menatap tajam Taehyung yang hanya dibalas dengan tatapan dingin berbalut air mata sebelum bilah bibirnya berucap.

 

 

“Dua hari setelah aku mengantarnya menemui dokter kejiwaan untuk pertama kali.”

 

 

“Kenapa kau tidak memberitahu ku? Bagaimana pun Chaerin adalah anakku!” Ujar Tuan Lim marah. Matanya yang telah merah karena menangis semakin memerah saat melihat Taehyung menatapnya santai dan berucap ringan.

 

 

“Anakmu? Sejak kapan Paman menganggap Chaerin sebagai anak? Bukankah selama ini Paman selalu mengabaikan Chaerin. Jadi buat apa aku mengatakannya jika akhirnya nanti Paman hanya memarahi sahabatku kemudian menamparnya!”

 

 

Tuan Lim seketika bungkam setelah mendengar ucapan Taehyung yang penuh kebencian. Setiap kalimat yang diungkapkan laki-laki Kim itu seakan menusuk  tepat ke hatinya. Membuka matanya bahwa selama ini perlakuannya pada Chaerin sangatlah buruk.

 

 

“Ja-jadi, Chaerin tidak hanya mengidap gangguan tidur tetapi juga serangan panik?”

 

 

Taehyung menoleh. Kedua alisnya bertaut.

 

 

“Kau tahu jika Chaerin menderita insomnia?”

 

 

Jimin mengangguk sebelum vokalnya kembali bersuara, “Saat itu aku ingin berbicara dengan Chaerin jadi aku menunggunya di kamar, karena aku tahu Chaerin akan menghindari ku. Saat menunggu aku tidak sengaja menemukan botol berisi obat tidur yang disimpan di laci belajarnya. Saat aku tanyakan padanya, ia marah dan mengusir ku.”

 

 

Ingatan Jimin kembali melambung ke belakang. Membuat penyesalan semakin menggerogoti hatinya. Seharusnya hari itu dia tetap memaksa Chaerin untuk menjawabnya. Seharusnya dia tidak menyerah untuk memastikan keadaan gadis itu. Seharusnya dirinya tidak lemah saat semua kalimat kebencian untuknya terucap dari bibir Chaerin. Seharusnya...

 

 

Terlalu besar rasa sesal membuat air mata kembali mengalir dari matanya. Pengandaian yang ia pikir harus dirinya lakukan kini memenuhi pikirannya. Membuat hati semakin sakit. Benar yang dikatakan Taehyung, jika dirinya hanya seorang pecundang yang sangat bodoh untuk bisa melindungi sosok yang snagat ia pedulikan.

 

 

“Ini semua salahku! Aku yang menyebabkan semua ini terjadi. Ayah maafkan aku. Saat itu aku terlalu takut. Aku takut jika Ayah marah, karena itu aku tidak mengatakan yang sebenarnya. Aku tidak berpikir jika semua ini dapat melukai Chaerin. Tolong maafkan aku...”

 

 

Chani semakin tergugu di dalam penyesalannya. Menenggelamkan tubuhnya dalam dekapan hangat sang Ayah. Kedua matanya tidak henti mengalirkan cairan bening yang dapat menarik simpati siapa pun yang melihat, tapi tidak dengan Taehyung. Ia malah muak dengan air mata Chani. Melihatnya malah membuat Taehyung ingin menampar wajah itu, sebagai bentuk balasan atas tamparan Tuan Lim yang diterima Chaerin atas kebohongan yang ia lakukan.

 

 

Taehyung hanya memutar bola matanya malas. Merasa semua penyesalan dari ketiganya hanya sia-sia. Ia anggap seperti embusan angin yang kebetulan tengah melewati dirinya. Tidak peduli dengan apa yang tengah mereka rasakan, dirinya beranjak dari kursi tanpa sekali pun melirik pada Tuan Lim maupun Chani bahkan Jimin. Tungkainya ia bawa melangkah menuju ke depan pintu ruang gawat darurat dimana Chaerin berada.

 

 

Berdiri di depan pintu itu. Menunggu pintu terbuka dengan perasaan yang sangat kacau. Berharap dokter cepat keluar dengan membawa kabar baik. Kepalanya ia bawa menunduk. Mengiringi sang hati yang tidak berhenti memanjatkan doa untuk Chaerin. Mencoba mengirimkan semangat dan kekuatan untuk sahabat kecilnya.

 

 

Derap langkah cepat yang terdengar semakin keras mengalihkan atensi Taehyung, begitu pun dengan Tuan Lim, Chani, dan Jimin. Ketiganya memandang ke arah sumber suara. Taehyung mengernyit bingung kala melihat kedua teman Chaerin datang bersama seorang pria yang mengikuti di belakang. Ketika Bora sampai di hadapan Taehyung, gadis itu langsung menghadiahi dirinya dengan pertanyaan tentang Chaerin.

 

 

“Dia masih ada di dalam, dokter sampai saat ini belum keluar.” Terang Taehyung dan matanya melirik sedih pada pintu di sebelahnya.

 

 

“Kenapa bisa terjadi? Apa yang dilakukan Chaerin sampai bisa mengalami kecelakaan?” Yoori bertanya dengan suara yang bergetar. Air mata yang menggenang di pelupuk mata telah mengalir sedikit demi sedikit. Membuat jejak di pipi yang langsung ia sekah dengan punggung tangan.

 

 

Taehyung tampak mengembuskan napas.

 

 

“Polisi bilang Chaerin kehilangan kontrol diri karena serangan kecemasan yang ia alami, sampai ia tidak sadar berada di tengah jalan.”

 

 

Yoori semakin terisak. Rasanya baru tadi ia melihat Chaerin dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi malam itu ia harus mendengar kabar jika temannya mengalami kecelakaan. Padahal dirinya dan Bora mempunyai kejutan yang ia yakini akan membuat Chaerin merasa sangat senang.

 

 

“Kalian datang dengan siapa?”

 

 

Pertanyaan Taehyung menyadarkan Bora dari rasa tidak percaya berbalut sedih. Ia menoleh sekilas pada pria di sebelahnya sebelum kembali menatap Taehyung.

 

 

“Ini Paman Shin, Pamanku.”

 

 

Taehyung membungkuk memberi hormat. “Saya Kim Taehyung, sahabat pasien.”

 

 

“Shin Nam Gil, Paman Bora. Sebenarnya saya datang untuk bertemu dengan Chaerin. Tapi sepertinya waktu tidak memihak pada diri saya.” Sesal Tuan Shin.

 

 

“Jadi begini oppa, Pamanku itu salah satu dosen di universiras seni di Jepang. Saat melihat lukisan Chaerin, Paman Shin langsung tertarik dan berniat untuk bertemu langsung. Tapi ketika aku menghubunginya polisi memberitahu ku jika pemilik telepon genggam itu mengalami kecelakaan.”

 

 

“Benar, saya ingin membantu Chaerin mengembangkan bakatnya. Chaerin mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam melukis. Setiap lukisannya selalu memiliki satu elemen yang menjadi titik berat tetapi dengan rasa baru di setiap karyanya. Saya pikir jika Chaerin lebih mendalami seni lukis atau karya seni rupa lainnya, bukan tidak mungkin dirinya bisa menjadi seniman yang sangat baik dan sukses.”

 

 

Mendengar penjelasan tersebut membuat hati Taehyung yang kering seperti mendapatkan siraman air walau hanya sedikit. Membawa dirinya kembali berharap pada Tuhan agar memberikan kesempatan untuk sahabatnya bertahan. Ia ingin Chaerin mendengar jika ada orang lain yang mengakui keberadaannya melalui karya yang ia buat. Ia ingin Chaerin sekali saja merasakan perasaan senang atas pencapaian yang dirinya raih melalui hal yang ia gemari.

 

 

“Saya sangat senang jika semua itu bisa terwujud. Saya sangat tahu sebesar apa rasa suka Chaerin pada dunia lukis, jadi pasti akan sangat menyenangkan bagi dirinya. Tapi...” Taehyung menjeda kalimatnya dan menoleh pada Tuan Lim yang hanya mampu diam dengan pandangan yang semakin dipenuhi sesal. Membuat Tuan Shin ikut mengalihkan pandangannya mengikuti kemana Taehyung menatap.

 

 

“Tapi akan lebih baik jika Paman mengatakannya langsung kepada Paman Han, beliau adalah Ayah Chaerin.”

 

 

Tuan Shin lantas menghampiri Tuan Lim. Mengulurkan tangan untuk menjabat tangannya.

 

 

“Saya turut perihatin atas kejadian yang terjadi. Walaupun belum pernah bertemu dengan Chaerin secara langsung, tetapi saya yakin Chaerin adalah sosok yang kuat. Mungkin akan terdengar aneh, tetapi saya bisa memperkirakannya melalui lukisan yang Chaerin buat. Semua lukisan Chaerin menunjukkan sisi kuat dirinya. Dan saya sangat mengaguminya.”

 

 

“Terima kasih.” Hanya itu yang dapat dikatakan Tuan Lim. Pikirannya benar-benar kacau. Hatinya kalut bukan main. Ia merasa sangat bersalah pada anak bungsunnya itu.

 

 

Tuan Shin mengangguk. “Semoga Chaerin cepat sembuh. Saya sangat ingin bertemu dengannya.”

 

 

*  *  *  *

 

 

Taehyung menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Membawa matanya terpejam karena rasa kalut yang semakin besar. Ini sudah lama sejak dirinya tiba dan menunggu pintu ruang penanganan Chaerin terbuka. Namun hingga detik itu tidak ada satu pun tenaga medis yang keluar. Membuat hatinya tidak bisa tenang dan otaknya terus terpikirkan tentang kondisi sahabat kecilnya itu.

 

 

Setelah Tuan Shin dan kedua teman Chaerin berpamitan pulang, di antara mereka tidak ada yang membuka suara. Ruang tunggu menghening karena isak tangis juga ikut lenyap saat lelah mulai menyapa. Mata terasa berat dan perih secara bersamaan akibat dari tangis yang tidak bisa dibendung.

 

 

“Sekarang aku tahu alasan dibalik permintaan Bibi Ji untuk menjaga Chaerin jika beliau tidak ada.”

 

 

Pada akhirnya Taehyung yang memecah keheningan. Menarik kembali seluruh atensi kepada dirinya yang tengah menatap langit-langit rumah sakit dengan pandangan menerawang.

 

 

“Sehari sebelum kepergian Bibi, beliau datang menemui ku. Dia meminta ku untuk menjaga Chaerin apa pun yang terjadi karena dirinya tidak bisa mempercayai siapa pun selain diriku.” Ungkapnya. Ingatan akan hari itu pun kembali hadir dalam pikirannya.

 

 

Napas beratnya terembus perlahan.

 

 

“Awalnya aku tidak mengerti alasan Bibi Ji. Setiap kali memikirkannya tidak ada satu pun jawaban yang bisa ku terima. Tapi saat mendengar ucapan Paman Shin, aku menyadari satu hal. Alasan Bibi Ji tidak lain karena Bibi tidak yakin jika Paman bisa menjaga Chaerin dengan baik. Bibi sepertinya tahu jika Chaerin akan semakin terabaikan ketika dirinya sudah tidak ada. Terbukti bukan jika kegemaran Chaerin yang Paman anggap bodoh dan memalukan itu malah mendapatkan apresiasi yang sangat baik dari orang yang tidak mengenal anak Paman sama sekali. Bukankah lucu? Seharusnya orang tua yang paling mengenali anaknya, tetapi dalam kasus Chaerin malah orang lain yang lebih mengetahui kemampuan Chaerin.”

 

 

Untuk kesekian kalinya, Taehyung berhasil menampar keras Tuan Lim dengan ucapannya. Kembali menorehkan luka di hati yang sudah dipenuhi dengan banyaknya penyesalan. Membawa kembali memori dirinya dan perlakuan tidak adilnya pada Chaerin.

 

 

Taehyung sendiri telah kembali menegakkan posisi duduknya. Atensinya kini ia tujukan pada Tuan Lim. Obsidiannya tidak dilepas dari manik gelap pria itu. Mengunci pandangan mereka dalam perasaan yang berbeda.

 

 

“Aku akan memenuhi janjiku pada Bibi Ji. Aku akan membawa Chaerin setelah dia sadar dan pulih. Aku tidak ingin mengecewakan Bibi Ji yang mungkin saja tengah sedih di atas sana karena menyaksikan Chaerin tengah berjuang untuk bertahan hidup.”

 

 

“A-Apa maksdu mu, Tae-hyung?”

 

 

Taehyung tampak menarik napas sebelum suara beratnya kembali terdengar.

 

 

“Paman mengerti maksudku. Aku akan membawa Chaerin pergi dari rumah Paman. Aku yang akan menjaga dan mengurusnya. Aku akan melakukan apa yang sudah ku ikrarkan pada Bibi Ji. Jadi Paman tidak perlu lagi terbebani dengan kehadiran Chaerin, karena anak yang Paman tidak pernah anggap kehadirannya akan pergi.”

 

 

Tuan Lim membisu. Lidahnya kelu kehilangan kemampuan bergerak. Dirinya tidak menyangka akan dihadapkan pada kondisi seperti ini. Kenyataan lain mengenai kekecewaan istrinya baru saja terungkap. Membuat pikirannya melumpuh. Tidak dapat memikirkan apa pun selain menyesali apa yang sudah dirinya lakukan selama ini.

 

 

“Aku tidak akan membiarkannya. Dia adikku, Tae! Chaerin adalah keluargaku.”

 

 

“Taehyung, kau tidak bisa melakukan itu. Chaerin masih memiliki keluarga. Kau tidak bisa memisahkan Chaerin dengan keluarganya.”

 

 

Taehyung mendengus. Perutnya seperti tergelitik oleh ucapan Chani dan Jimin. Membuat dirinya ingin menertawakan keduanya.

 

 

“Keluarga seperti apa yang kau maksud? Apakah pantas disebut keluarga setelah memanfaatkan kebaikan Chaerin untuk melindungi dirimu dari kemarahan Ayahmu sendiri? Bahkan hingga detik ini aku tidak mendengar permintaan maafmu untuk Chaerin. Kau hanya meminta maaf pada Ayahmu.” Taehyung melirik sinis Chani yang terlihat ingin mengatakan sesuatu tetapi berakhir dengan mulutnya yang kembali terkatup.

 

 

“Apakah keluarga itu adalah membiarkan Chaerin menghadapi kebencian Ayahmu seorang diri tanpa berniat untuk menemaninya? Ku pikir Bibi Jung lebih pantas disebut keluarga untuk Chaerin karena beliau yang selalu menemani Chaerin ketika dirimu lebih memilih bungkam sedang Paman Lim sibuk menunjukkan kebenciannya pada Chaerin.”

 

 

Keheningan beberapa saat lalu telah berubah memanas kala Taehyung menyuarakan isi hatinya. Mengatakan semua yang ingin dirinya ungkapkan tanpa mengatur tata bahasanya. Tidak peduli menyakitkan hati atau tidak. Toh, selama ini kehidupan sahabatnya lebih menyakitkan dibandingkan dengan apa yang ia katakan.

 

 

Saat bibir laki-laki Kim itu akan kembali terbuka, seorang perawat keluar dari ruang gawat darurat. Membuat Taehyung urung berkata dan memilih untuk menghampiri wanita dengan pakaian hijau itu.

 

 

“Pasien membutuhkan transfusi darah. Golongan darah pasien adalah B.”

 

 

Taehyung tanpa pikir dua kali langsung meminta perawat tersebut untuk menggunakan darahnya. Membuat ketiga kepala lainnya terkejut dan Tuan Lim terhenyak hingga akhirnya ia berkata.

 

 

“Ambil darah saya saja, suster. Saya Ayahnya.”

 

 

“Saya juga bersedia, saya kakaknya.”

 

 

Taehyung melirik sinis pada dua orang yang kini tengah mengakui diri mereka sebagai keluarga Chaerin. Membuat kepalanya ingin meledak saat pikirannya mengingatkan bagaimana kehidupan Chaerin selama ini bersama dengan dua orang yang berdiri di sampingnya. Sementara Jimin, laki-laki itu ikut mendekat walau dirinya tidak bisa mengajukan diri sebagai pendonor mengingat ia memiliki golongan darah yang berbeda dengan Chaerin.

 

 

“Paman tolong. Jangan buat keadaan ini semakin sulit. Aku tidak mau nanti saat Chaerin bangun, ia merasa berhutang budi pada kalian karena donor darah ini. Bukankah aku baru saja mengatakan jika setelah ini aku akan membawa Chaerin pergi. Aku tidak ingin Chaerin menjadi ragu karena hal ini.” Ujar Taehyung tegas.

 

 

“Taehyung-”

 

 

“Ini juga berlaku untuk mu Jim! Aku tidak akan membiarkan kau membuat luka baru di hati Chaerin.” Potong Taehyung cepat.

 

 

Tanpa memberikan kesempatan berbicara pada ketiganya, Taehyung lebih dulu berbicara dengan perawat tersebut. Lantas pergi mengikutinya untuk memulai prosesi pendonoran. Ia harap dengan darahnya Chaerin mampu bertahan. Ia ingin sahabatnya itu kembali seperti sedia kala. Ia berjanji akan membahagiakan dan menjaga Chaerin apa pun yang terjadi.

 

 

Menutup mata dan hatinya dari pikiran mengenai Tuan Lim, Chani, dan Jimin. Memfokuskan seluruh perhatiannya pada penyembuhan Chaerin yang masih berjuang keras di dalam sana. Membiarkan dirinya dicap tidak baik karena secara tidak langsung telah memutus hubungan antara sang sahabat dengan Ayah dan kakaknya.

 

 

Ia tidak peduli itu. Karena menurutnya apa yang dirinya lakukan adalah bentuk reaksi dari apa yang keluarga sang sahabat lakukan. Seperti hukum aksi dan reaksi. Kebungkamannya selama ini sudah sampai pada batasnya. Ia tidak ingin dan tidak akan berdiam diri lagi.


T . B . C



감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts