Broken Sinner: Taehyung's Anger (Part 9)


 

 

 

 Drama, Family, Hurt

(AU - Alternate Universe)


.

.

.

.

.


Sekeras apa pun seorang Taehyung. Sebesar apa pun rasa benci yang ia miliki di hati. Taehyung tetaplah Kim Taehyung. Dia adalah laki-laki dengan hati baik walau tidak sebaik Chaerin. Yang mana sifatnya itu terkadang membuat dirinya sendiri jengkel. Mengumpati diri sendiri tetapi tetap membiarkan.

 

 

Seminggu telah berlalu sejak kejadian kecelakaan yang hampir merenggut nyawa Chaerin. Proses operasi yang dilakukan berjalan lancar. Dokter mengucapkan selamat karena Chaerin mampu melewati masa kritisnya selama penanganan berlangsung. Membuat hati berbunga dan beban di pundak terangkat seketika. Namun belum lama euforia tersebut dirasakan, raut sedih dokter menyebabkan kerutan di kening bermunculan. Saat sang dokter mengatakan jika Chaerin berhasil melewati masa kritis tetapi dirinya mengalami koma karena benturan yang cukup keras, rasanya hati yang lapang kembali sesak saat vokal penuh simpatik itu mengalun ke dalam telinga.

 

 

Taehyung saat itu telah membuat benteng pemisah antara Chaerin dan keluarganya termaksud Jimin, tetapi karena sifatnya itu benteng tersebut malah menggoyah. Dirinya selama seminggu ini selalu berada di samping Chaerin juga membiarkan Tuan Lim, Chani, dan Jimin untuk menemaninya. Ia mempunyai dua alasan yang sampai detik itu masih tetap dirinya ragukan. Pertama, Chaerin masih membutuhkan dukungan dari keluarganya termaksud orang yang pernah menjadi sandarannya sekali pun kekecewaan teramat besar dirinya rasakan. Sedangkan alasan kedua adalah, dirinya ingin menunjukkan pada ketiga orang tersebut jika Chaerin bahkan berusaha untuk tetap hidup sekali pun kehidupannya diabaikan.

 

 

Sama seperti hari itu, Taehyung membiarkan Jimin menempati kursi yang berada di samping bangkar. Memperhatikan sosok yang telah menjadi mantan sahabatnya itu dalam diam. Mengamati setiap gerakan dan raut wajah demi mencari ketulusan laki-laki itu. Terlalu lama diam dan membiarkan otaknya bekerja membuat bibirnya gatal. Maka sebelum otaknya sempat berpikir, kedua belah bibirnya telah lebih dulu berucap.

 

 

“Apa yang membuatmu melakukan ini? Rasa bersalah?”

 

 

Jimin yang tengah sibuk memegangi tangan Chaerin dan sesekali mengusap punggung tangan berselang infus itu, terlihat mengangkat kepalanya untuk menatap wajah pucat Chaerin yang ditutupi dengan alat bantu napas. Menghelakan napasnya sangat pelan. Matannya memejam singkat kala bibirnya terbuka.

 

 

“Aku mencintainya.”

 

 

Taehyung terbelalak. Matanya membulat dengan tangan yang mengepal kuat.

 

 

“Jangan bercanda kau Park!” Ia memperingati.

 

 

Jimin hanya menggeleng lemah. Membawa obsidiannya untuk bertemu dengan obsidian kelam Taehyung yang telah diselumuti amarah.

 

 

“Aku serius, Tae. Aku sangat mencintainya. Perasaan ini muncul tidak lama setelah pertemuan pertama kami.”

 

 

Taehyung menggemertakkan giginya. Menahan amarah dan keiinginan untuk meninju kembali wajah Jimin. “Jika kau mencintanya kenapa kau meninggalkan dan melukainya Jim?!”

 

 

“Aku tidak tahu jika kedekatanku dengan Chani malah melukainya. Aku telat menyadarinya, Tae. Saat aku ingin memperbaiki semua, Chaerin telah terlalu banyak berubah. Membuat aku kesulitan untuk menggapainya lagi.” Mengembuskan napas pelan dan memutus kontak mata dengan Taehyung untuk menatap wajah Chaerin dan menggenggam tangan dingin itu erat.

 

 

“Kau sudah tahu perasaanku, karena itu tolong jangan jauhkan Chaerin dariku. Aku tidak mau kehilangan Chaerin-ku untuk yang kedua kalinya.”

 

 

“Dasar berengsek!”

 

 

Jimin hanya bisa mengangguk lemah saat mendengar makian dari Taehyung. Ia tidak marah karena menyadari jika dirinya pantas mendapatkan kata-kata kasar tersebut. Ia telah membuat gadis yang dirinya cintai, sayangi, dan pedulikan terluka hebat karena kebodohannya.

 

 

“Aku tahu, Tae. Aku tahu.” Lirihnya.

 

 

“Karena itu tolong beri aku kesempatan. Aku ingin memperbaiki semuanya. Aku janji tidak akan menyakiti Chaerin lagi, Tae. Sungguh ku mohon padamu.” Sambung Jimin dengan tatapan memohon. Matanya telah kembali berkaca-kaca yang perlahan mulai memenuhi pelupuk mata. Membuat kapan pun mata itu mengerjap, kristal bening itu akan jatuh bebas.

 

 

Shit!” Umpat Taehyung tertahan.

 

 

Ia menarik napas. Memejamkan mata. Berharap dapat menurunkan emosi yang kini seperti tengah terbakar hebat di ubun-ubunnya. Membuat sekujur tubuh terasa panas. Hingga rasanya ingin menerjang tubuh Jimin saat itu juga.

 

 

“Aku tidak tahu.” Ada jeda singkat ketika Taehyung kembali membuka mata dan membalas tatapan Jimin. “Aku tidak bisa memutuskan karena semuanya ada pada Chaerin. Sekali pun aku ingin sekali menjauhkan Chaerin dari mu, tetapi aku tidak berhak melakukannya. Aku hanya bisa melindungi bukan mengambil alih kehidupannya.”

 

 

Tidak ada yang menyadari jika ada sepasang telinga lain yang mendengar pembicaraan tersebut. Air mata seketika membasahi pipnya saat mendengar pengakuan cinta Jimin untuk Chaerin. Ia tahu jika laki-laki itu memang menaruh rasa pada adiknya. Namun karena setiap manusia memiliki sisi egois termaksud dirinya, maka ia membutakan diri untuk sifat egois tersebut. Menutup mata pada kenyataan yang malah membuatnya terluka jika terus dibiarkan.

 

 

Dengan mata yang masih berkhianat dengan keiinginan untuk berhenti menangis, tungkainya melangkah mundur dan perlahan membawa tubuh gemetar itu pergi dari ruang rawat Chaerin. Terus melangkah dalam tangis sampai tidak mempedulikan sang Ayah yang memanggilnya saat pria setengah baya itu baru kembali dari toilet. Pria itu ingin mengejar sang anak gadis, tapi pembicaraan di dalam menghentikannya sejenak.

 

 

Maka ia membiarkan dirinya berdiri di depan pintu dengan menajamkan telinga. Mendenagrkan kembali apa yang tadi anaknya dengar hingga napasnya terembus kasar. Ada perasaan kalut yang kini tengah membelenggu hatinya. Membawa pikirannya melayang jauh sebelum ia pergi menyusul Chani dan menunda keiinginan untuk menemui Chaerin.

 

 

 

*  *  *  *

 

 

 

Taehyung berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan tangan menggenggam goodie bag putih. Ini sudah kali ketiganya ia datang dengan membawa barang yang sama setelah mendapatkan izin dari dokter untuk memasang aroma terapi di ruang perawatan Chaerin. Bukan apa-apa, ia pernah membaca jika terkadang aroma dapat mempengaruhi otak dalam bekerja. Karena itu, dirinya berinisiatif untuk memasang aroma terapi.

 

 

Namun di tengah perjalanannya, Tuan Lim malah muncul dan membuat tungkai panjang itu berhenti. Ia menatap bingung dengan alis bertaut sampai akhirnya Tuan Lim menyampaikan maksudnya.

 

 

“Ada yang ingin Paman bicarakan, apakah kau bisa ikut sebentar?”

 

 

Taehyung sedikit ragu karena membeli aroma terapi sebelum berangkat menjaga Chaerin membuat waktunya tersita. Beruntung Bora dan Yoori hari itu datang dan mereka bersedia untuk menunggui Chaerin hingga dirinya datang. Sehingga rasa khawatirnya tidak terlalu besar karena terlalu lama meninggalkan sang sahabat kecil. Namun kini ia harus kembali membuat sang sahabat menunggu karena akhirnya kepala itu mengangguk dan tungkainya ia bawa mengikuti langkah Tuan Lim.

 

 

Keduanya kini duduk berhadapan di kantin rumah sakit yang berada di lantai satu. Tidak ada kontak mata karena Taehyung lebih memilih untuk menatap keluar jendela sedangkan pria di depannya menundukkan kepala.

 

 

“Saya tidak punya banyak waktu. Jika Paman ingin bicara, Paman bisa katakan sekarang.”

 

 

Tuan Lim terlihat menarik napasnya dalam dan mengembuskannya perlahan. Setelah itu kepalanya terangkat pelan hingga pandangannya berhasil menatap sang lawan bicara yang ternyata juga tengah memperhatikannya. Menunggu dirinya untuk membuka suara.

 

 

“Ini mengenai Chani.”

 

 

Taehyung menautkan alisnya.

 

 

“Saya tidak ada urusan dengannya. Paman salah orang kalau mengira-”

 

 

“Chani mencintai Jimin.” Potong Tuan Lim cepat dengan tatapan seriusnya.

 

 

Taehyung sendiri terkejut bukan main saat mendengarnya. Walau ia sedikit sadar jika perempuan yang juga telah menjadi mantan temannya itu memiliki perasaan lebih pada Jimin, tetapi kenyataan Tuan Lim yang mengatakan hal itu membuat kejutan tersendiri untuk dirinya. Ia merasakan keanehan hingga sampai pada fase dirinya menjadi siap siaga.

 

 

“Lalu apa hubungannya dengan saya?” Tanya Taehyung yang masih berusaha untuk tenang. Mengendalikan kegusaran dan pikirannya yang mulai bercabang. Ia baru saja tahu jika Jimin mencintai Chaerin. Kemudian Chani yang mencintai Jimin, dan diungkapkan langsung oleh Tuan Lim. Tapi bukan itu yang menjadi dasar kegusarannya. Ada pemikiran aneh yang terbesit tanpa tahu diri di dalam otaknya saat itu.

 

 

Tuan Lim kembali menarik napas dan berucap, “Paman tahu jika Jimin mencintai Chaerin. Karena itu, Paman ingin meminta bantuanmu untuk membuat Jimin menjauh dari Chaerin. Paman tidak ingin melihat Chani bersedih. Paman ingin Chani bahagia, dan kehabagiaan Chani adalah Jimin. Paman tahu ini tidak masuk akal karena meminta tolong padamu yang tidak menyukai Paman, tapi kau dan Jimin berteman. Paman pikir-”

 

 

“GILA!” Taehyung berucap lantang yang menghentikan ucapan Tuan Lim serta membuat beberapa orang yang berada di sana kini menatap kearah dirinya.

 

 

“Wah saya tidak menyangka jika Paman sangat picik dan tidak punya hati serta otak seperti ini!” Taehyung menyambungnya. Kepalanya bahkan menggeleng dengan tatapan tajam yang penuh dengan kemurkaan.

 

 

Sedangkan Tuan Lim hanya bisa diam mendengarkan. Pasalnya ia tidak mengerti maksud ucapan Taehyung.

 

 

“Di saat semua orang tengah berusaha untuk memberikan semangat sekaligus doa untuk Chaerin yang masih berada di antara hidup dan mati, Paman malah memikirkan Chani yang masih bisa bernapas dengan baik. Wow.. saya tidak menyangka. Sungguh!”

 

 

“Tapi Chani juga sakit dan kau tahu itu. Paman tidak ingin Chani kehilangan semangat hidupnya, dan Jimin adalah semangatnya Taehyung. Apakah kau tidak bisa mengerti itu?”

 

 

Taehyung tergelak kencang. Lagi-lagi membuat mata-mata di sana beralih menatap mereka. Salah satu sudut bibirnya kemudian tertarik. Melahirkan senyum miring yang ditambah dengan tatapan obsidian kelamnya yang seakan dipenuhi api yang membara.

 

 

“Tentu saya paham, sangat paham Paman! Saya paham jika Paman benar-benar tidak pantas menjadi Ayah Chaerin.”  –Taehyung menatap lekat-lekat manik Tuan Lim dan tangannya terkepal kuat di atas meja– “Terima kasih karena Paman telah mengajak saya bicara dan menyampaikan keiinginan Paman itu. Setelah mendengarnya saya jadi semakin yakin untuk membawa Chaerin pergi dan menjauhkan Chaerin dari orang-orang yang tidak pantas menerima kebaikan dan kasih sayang sahabat saya.”

 

 

Taehyung meninggalkan bantalan empuk yang didudukinya.

 

 

“Saya sangat berharap agar Paman bisa menilai diri Paman sendiri setelah ini. Karena jika Paman terus seperti ini, hidup Paman akan dipenuhi penyesalan yang tidak pernah ada habisnya.” Ia menunduk singkat sebelum membawa tungkai berbalut sepatu itu pergi meninggalkan Tuan Lim yang kembali terhenyak mendengar ucapannya.

 

 

Sepanjang jalan menuju ruang perawatan Chaerin, Taehyung tidak berhenti berucap kasar dalam hatinya. Keiinginan untuk memukul seseorang terus memenuhi pikirannya. Walau pembicaraannya dengan Ayah sang sahabat terjadi hanya dalam waktu singkat, tetapi telah berhasil membuat ia kembali dirundung amarah. Otaknya tidak habis pikir dengan pemikiran Tuan Lim. Ia sangat tidak menyangka akan mendengar permintaan tidak berhati itu di saat kondisi Chaerin masih belum jelas. Terlebih karena ia sangat tahu jika sahabat kecilnya jauh lebih dulu memiliki perasaan khusus pada Jimin setelah berhasil mengisi kekosongan perhatian paska kepergiaan sang Ibu.

 

 

Ketika sampai di depan pintu ruang rawat, dirinya berhenti sejenak untuk menarik napas dalam. Meredakan dulu emosinya karena tidak ingin aura negatif yang melingkupi dirinya menular pada Chaerin yang sangat membutuhkan dukungan dan semangat agar cepat membuka mata.

 

 

Perlahan tangan bebasnya terulur dan menekan gagang silver. Mendorong sedikit daun pintu coklat itu dan kembali menutupnya perlahan. Ia membawa tungkainya sedikit lebih masuk sampai sebuah suara menyapa pendengarannya. Membawa obsidian yang tengah menatap isi goodie bag beralih pada sumber suara. Hingga tubuhnya termenung dengan mata yang membulat dan jangan lupakan kemarahan yang masih bersarang di hatinya meluruh seketika bersamaan dengan senyum lemah yang tengah tersungging untuknya.

 

 

“Chae-Chaerin..”

 

 

Taehyung segera menghampiri bangkar. Meninggalkan goodie bag-nya begitu saja di lantai demi meraih tubuh yang masih lemah itu ke dalam dekapannya. Air mata seketika menetes saat merasakan tangan itu membalas pelukannya lemah.

 

 

“Terima kasih.. terima kasih.”

 

 

 

*  *  *  *

 

 

 

Chaerin menyandarkan punggungnya pada bantal yang dipasangkan Taehyung di belakang tubuhnya. Ia baru saja mendapatkan kunjungan dokter serta mengantar kepulangan Bora dan Yoori dari atas bangkar. Rasanya lelah karena seharian ini dirinya hanya berbaring. Ia ingin meninggalkan bangkarnya tetapi tubuhnya masih belum kuat dan pula Taehyung tidak akan mengizinkannya. Jelas saja, ia baru saja sadar setelah mengalami koma selama tiga minggu. Dan Taehyung tidak segila itu mengizinkan Chaerin untuk beranjak dari bangkar walau sebentar saja.

 

 

“Bagaimana perasaanmu sekarang?”

 

 

“Jauh lebih baik.”

 

 

Taehyung mengangguk. “Baguslah. Kamu tahu, kamu sudah membuatku khawatir.”

 

 

“Maaf.”

 

 

“Tidak, jangan minta maaf. Aku tahu apa yang terjadi malam itu, dan aku minta maaf karena terlambat menemuimu Chae.”

 

 

Chaerin menggelengkan kepalanya. “Tidak Tae, kamu tidak salah. Malam itu memang harus terjadi.”

 

 

Keduanya lantas diam. Membiarkan diri untuk merenungi apa yang terjadi. Hingga kejadian itu kembali terngiang di dalam pikiran. Melahirkan rasa tidak menentu yang membuat hati bergetar.

 

 

Tanpa keduanya sadari, seseorang baru saja masuk ke dalam ruangan tersebut. Berjalan pelan hingga kedua obsidiannya dapat melihat keberadaan Chaerin yang termenung di atas bangkarnya. Senyum kecil terukir kala melihat mata yang sudah lama tertutup itu kembali terbuka. Ia tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya sampai bilah bibir itu berucap dan melupakan reaksi yang akan dirinya timbulkan.

 

 

“Chaerin...”

 

 

Suara yang terlampau dikenal itu mengalun bagaikan petir yang menyambar. Chaerin membeku dengan jantung yang berdebar. Darahnya berdesir kala langkah kaki terdengar semakin dekat. Kepalanya bergerak pelan hingga onyx coklatnya menemukan tubuh pemilik suara itu.

 

 

“Jimin selalu menemanimu saat kamu koma.” Bisik Taehyung.

 

 

Chaerin mengalihkan atensinya. Menatap lekat obsidian kelam Taehyung. Mencari-cari kebohongan dari ucapan laki-laki itu.

 

 

“Aku tidak memaksamu untuk memaafkannya, tetapi berikan Jimin kesempatan untuk mengatakan langsung apa yang ia katakan saat kamu masih koma.”

 

 

Taehyung perlahan beranjak meninggalkan kursi. Namun belum juga kakinya melangkah, Chaerin telah menahannya. Taehyung kembali menoleh. Mengangguk pelan dan menyunggingkan senyum yang membuat Chaerin perlahan melepaskan genggaman tangannya.

 

 

Ketika tubuh tegapnya berada tepat bersampingan dengan Jimin, ia menepukkan tangannya pada pundak Jimin dan berkata lirih. “Ini kesempatan terakhirmu.” Lantas pergi meninggalkan kedua insan tersebut dalam keheningan berbalut kalut yang membelenggu pikiran keduanya.

 

 

T . B . C

 

 

 

감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts