Love Language: TWO


 


"To love and be loved is to feel the sun from both sides."

- David Viscott


.

.

.


Eunwoo as Cha Eurwin



    Eurwin dan Ginela merupakan sepasang suami istri yang menikah karena sebuah perjodohan. Tapi tenang, hubungan mereka tidak dilandasi sebuah paksaan. Mereka berdua menyetujui pernikahan ini dari hati masing-masing.


    Tidak ada istilah stranger dalam pernikahan ini. Keduanya hanya tidak dekat tetapi mengenal satu sama lain. Kebetulan Eurwin kecil pernah beberapa kali bertemu dengan Ginela kecil saat pertemuan orang tua mereka. Dari sanalah kedua pasang orang tua itu ingin menjodohkan anak mereka. Karena meraka pikir Eurwin adalah sosok pria yang sesuai untuk Ginela yang merupakan anak tunggal, sedangkan Ginela dianggap pas untuk menjadi anak menantu terakhir keluarga Eurwin.


    Ginela yang berprofesi sebagai psikolog anak dianggap pas untuk Eurwin yang sangat menyukai anak-anak. Mereka seperti kunci dan gembok, ada untuk saling melengkapi, ada untuk saling terikat. Awalnya rasa canggung tidak bisa diindahkan. Ginela harus membiasakan dirinya dengan keberadaan Eurwin dikehidupannya. Dan ia juga harus terbiasa dengan jantungnya berdebar kencang saat pria itu tersenyum padanya.


    Dan setelah satu bulan pernikahan, Ginela sudah bisa menerima keberadaan Eurwin di sekitarnya.


    “La..”


    Ginela yang tengah menata meja makan berhenti untuk melihat Eurwin yang baru saja turun dari kamar.


    “Pagi Win..”


    Eurwin menghampiri Ginela lalu mengecup kepalanya singkat.


    “Kamu masak apa?”


    “Aku kesiangan, jadinya cuma buat scramble egg sama roti bakar. Maaf ya..” Sesal Ginela.


    Ia bergabung di meja makan dengan raut sedih. Ada perasaan bersalah karena ini kali pertama membuat sarapan hanya telur dan roti yang ia panggang di toaster, seperti tidak becus.


    It’s okay La, ini juga udah cukup kok.”


    “Tapi aku cuma buatin kamu telur loh..”


    Eurwin meraih tangan Ginela.


    “Iya, telur tapi rasanya enak. Aku suka dan menurutku ini cukup untuk sarapan. Makasih ya..”


    Ginela tidak bisa menyembunyikan senyumnya walau rasa bersalah masih bercokol di hati.


    “Yaudah makan yuk, nanti keberu dingin.”


    Ginela memakan sarapannya lebih cepat. Ia tahu Eurwin itu sibuk dan ia juga malas untuk membeli makanan. Alhasil sejak dulu Eurwin selalu dibekali oleh sang Ibu, dan hal itu juga dilakukan Ginela. Karena itu, Ginela tetap akan membuatkan Eurwin bekal sekali pun waktunya sudah mepet.


    Butter rice dengan oregano kering, ditambah tumisan frozen vegie dengan bawang putih serta chicken wings yang dipanaskan di air fryer.


    Semua itu ia masukan ke dalam kotak makan yang selalu Eurwin gunakan. Ginela menatanya dengan baik sebelum memasukan kotak itu ke dalam tas kecil bersama sebungkus kue coklat sebagai makanan penutup. Setelah selesai, ia buru-buru menghampiri Eurwin yang ternyata sedang mengenakan jasnya di ruang tengah.


    “Win..” Panggil Ginela.


    Ia menghampiri sang suami dan meletakkan tas bekal pada meja di dekatnya.


    “Sini aku bantu..”


    Ginela mulai merapihkan dasi Eurwin. Dan hal itu tidak luput dari pandangan Eurwin yang menatapnya dengan pandangan kagum.


    “Kamu cantik.”


    Mendengar pujian tiba-tiba itu membuat gerakan tangan Ginela berhenti. Kepalanya sedikit mendongak untuk bisa menatap netra hitam yang tengah menatapnya penuh kagum.


    “Jangan gombal.”


    Eurwin tersenyum. Lalu ia melingkarkan tangannya di pinggang ramping sang istri.


    “Aku enggak gombal, kamu emang cantik La. Dan aku bersyukur kamu ada di sini sama aku.”


    Malu, Ginela lantas menyembunyikan wajahnya di dada bidang sang suami. Membiarkan kepalanya bersandar di sana selama beberapa saat sampai pipinya tidak lagi terasa panas. Ketika pipinnya sudah biasa saja, Ginela menjauhkan dirinya dan kembali menatap wajah tampan Eurwin.


    “Udah kamu berangkat gih, nanti telat.”


    Eurwin mengangguk, lalu menyempatkan diri mengecup singkat bibir raum Ginela.


    “Kamu enggak ada praktik kan?”


    “Enggak kok, hari ini aku libur.”


    Eurwin mengangguk, lalu mengambil tasnya yang ada di sofa.


    “Kalau gitu aku berangkat ya, kamu hati-hati di rumah. Kalau ada apa-apa telpon aku, aku usahain langsung angkat didering pertama.”


    “Iya, iya. Udah berangkat sana, nanti kamu telat.”


 

*   *   *   *

 


    Setelah merapihkan taman kecil yang ada di samping rumah, Ginela kembali masuk untuk membersihkan diri sebelum membuat makan siang. Namun baru saja akan memasuki kamar mandi, dering ponselnya terdengar dan Ginela memutar langkah kembali ke sofa tunggal yang ada di dekat jendela.

 

Win <3


Bekalnya enak, aku suka

Makasih ya udah nyempetin bikin makan siang buat aku

 

Maaf ya aku masakin kamu frozen food

 

Kenapa minta maaf?

 

Karena kamu kan enggak terlalu suka makanan instan

 

La, ini juga aku berterima kasih

Kamu tadi sarapan buru-buru supaya bisa masak

Dan frozen food ini juga enggak sering kan?

Kamu masak ini cuma kalau mendesak, dan hari ini mendesak

Kamu dikejar waktu

Harusnya aku yang minta maaf, karena nemenin aku kerja kamu jadi kesiangan

Maaf yaa La

 

Ihh jangan minta maaf

Aku emang mau nemenin kamu

Udah ah, jadi maaf maafan gini

Kamu semangat ya kerjanya

Aku tunggu di rumah

 

Iya sayang, aku bakal semangat kerjanya karena kamu nyemangatin aku

Dan aku akan berusaha nyelesaiin kerjaan cepet supaya bisa cepet pulang dan ketemu kamu

Love you

 

Love you too


 

*   *   *   *


 

    Ginela sedang menikmati drama di tv saat pintu rumah dibuka oleh Eurwin. Kepulangan Eurwin tidak disadari oleh sang istri karena wanita itu begitu serius dengan dramanya dan juga Eurwin yang benar-benar pulang lebih awal seperti pesannya tadi.


    “La..” Suara berat Eurwin menyadarkan Ginela. Ia buru-buru menghampiri sang suami yang tengah memasang senyum kepadanya.


    “Win, kamu kapan pulang?”


    “Baru aja, kamu kayaknya asyik banget sampe enggak denger aku pulang.”


    Ginela menggaruk lehernya dan tersenyum malu.


    “Maaf ya..”


    Namun Ginela merasa aneh dengan Eurwin. Kenapa tangan pria itu berada di belakang punggung dan seperti tengah menyembunyikan sesuatu.


    “Kamu bawa apa?”


    Eurwin lalu mengeluarkan tangannya dan sebuket mawar pink kini hadir di hadapan Ginela.


    “Buat kamu.”


    Ginela mengambilnya, lalu menatap Eurwin dan bunga itu bergantian.


    “Makasih untuk hari ini Ginela. Aku berterima kasih untuk semua yang kamu lakukan buat aku dari pagi tadi. Mulai dari buat sarapan, masak bekal aku, sampe dengan makan malam yang udah ada di meja makan.” Eurwin menjeda sejenak untuk mematri manik Ginela yang mulai berkaca karena kejutan yang ia terima.


    “Kamu cantik, kamu pinter, kamu mandiri, kamu perhatian, dan kamu rela melakukan apa pun untuk aku. Makasih sayang, makasih udah mau mendampingi laki-laki biasa seperti aku. I love you so much Ginela.”


    Detik itu juga Ginela melingkarkan tangannya di pinggang Eurwin. Kepalanya bersandar pada dada bidang sang suami dengan mata terpejam, menikmati detak jantung Eurwin yang mampu memberikan ketanangan untuknya.


    “Kamu memang laki-laki biasa menurut orang lain, tapi kami itu Cha Eurwin, suami yang sangat hebat untuk aku yang biasa ini. Makasih kembali sayang and I love you.”



E . N . D




- DF -

Comments

Popular Posts