UPSIDE DOWN: Rack and Ruin - Part 1
Setelah menghabiskan separuh usianya di luar negeri untuk sekolah sekaligus menemani sang Ibu, Chaerin akhirnya bisa kembali menghirup udara negara kelahirannya. Setibanya, mereka langsung disambut hangat oleh keluarga, tak terkecuali Yunga. Kakak sepupu rasa saudara yang sangat irit bicara itu. Dibandingkan dengan sepupunya yang lain, Chaerin lebih dekat dengan sosok Yunga. Sedari kecil mereka lebih sering menghabiskan waktu bersama, dan Yunga menjadi satu-satunya orang yang tahu seberapa hancurnya Chaerin setelah pemakaman sang Ayah.
Alasan kepulangan ia dan sang Ibu enggak lain karena rindu kampung
halaman juga karena ingin mulai berkontribusi dalam bisnis keluarga sang Ibu,
mengingat Ayahnya adalah seorang tentara. Chaerin sudah berjanji pada sang
Kakek jika ia akan bergabung dengan Min Group jika studinya telah usai.
Karena itulah ia akhirnya pulang untuk menempati posisi kepala marketing
perusahaan sesuai dengan bidang ilmu yang dirinya pelajari.
Meski terbilang muda, Chaerin mampu menunjukkan kualitas dirinya dengan membawa perusahaan memenangkan lebih dari lima tender penting dan besar selama satu tahun ini. Ia juga berhasil membuat beberapa majalah bisnis menjadikan perusahaan mereka sebagai headline utama. Tidak sedikit orang yang sebelumnya meremehkan kemampuannya akhirnya berbondong-bondong memberikan dukungan untuk dirinya. Dan Chaerin sangat mensyukuri hal itu.
Sama seperti siang hari pada umumnya, Chaerin masih berada di balik meja
kantor dengan setumpuk pekerjaan yang hampir selesai. Tinggal tersisa dua
pekerjaan lagi dan ia bisa bebas. Suasana ruangannya cenderung hening
membuat Chaerin sangat mudah berkonsentrasi sehingga pekerjaannya dapat selesai
dengan cepat.
Bolpoin kesayangannya masih digenggam dan mata yang bergerak dari
kiri ke kanan saat membaca deretan kata di atas kertas, tapi Chaerin tiba-tiba
saja malah menjatuhkan bolpoinnya. Membuat benda berwarna hitam itu
menggelinding ke lantai saat tubuh tegapnya ambruk di atas meja. Rasa sesak dan
sakit di dada tiba-tiba saja menyerangnya tanpa belas kasih. Seketika
menyebabkan matanya terpejam dan dahinya mengerut. Erangan terlontar dari bilah
bibirnya.
Rasa sesak itu perlahan membuat Chaerin merasa sangat sulit untuk bernapas. Deru napasnya menjadi cepat tetapi jumlah udara yang masuk dan keluar dari paru-parunya tidak sebanding. Tangan bebasnya beralih meremas dada saat rasa sakit itu semakin menjadi. Membawa erangan penuh kesakitan kembali tersuarakan. Beruntung ruangannya kedap suara sehingga suara kesakitannya tidak terdengar keluar.
Chaerin berusaha untuk menjaga kesadarannya. Ia tidak ingin kalah dengan
rasa sakit yang entah kenapa bisa muncul. Setahunya ia tidak punya riwayat
penyakit jantung atau gangguan pernapasan begitu pula dengan keluarganya. Tapi
kenapa di siang yang baik itu dadanya terasa sangat sakit hingga ia
berkeinginan untuk melepaskan dadanya dari tubuh sampai rasa sakit itu hilang.
Perjuangannya pun mulai membuahkan hasil. Perlahan rasa sakit dan sesak
yang menyerang berkurang hingga dirinya mampu membuka kelopak mata. Napasnya
masih memburu saat obsidian menyapa cahaya matahari yang bersinar terik di
luar. Peluh yang memenuhi dahi saat pendingin ruangannya berada pada suhu
rendah menunjukkan seberapa kuatnya ia menahan rasa sakit itu. Tubuh lemahnya
juga sudah bisa ia tegakkan sampai rasa sakit kembali menyerang lebih tepatnya
pada lambang di dekat tulang selangka. Sontak tangannya beralih memegangi
lambang tersebut dari balik kemejanya.
Bermodalkan sisa tenaga yang tidak seberapa, Chaerin berusaha berdiri dengan kedua kakinya. Membawa kaki jenjang berbalut heels hitam itu melangkah mendekati lemari kaca di dekat jendela. Dengan tertatih kaki itu melangkah sampai dirinya berhenti tepat di depan kaca lemari tersebut. Pandangannya tidak lepas memandangi diri sendiri dari ujung kepala hingga ujung kaki. Kemudian perlahan jemarinya bergerak menyentuh kancing kemeja dan membuka dua kancing teratas.
Seketika matanya menyorot tajam pada lambangnya yang berpendar merah. Kemudian mata itu bergerilya memperhatikan dadanya yang kini telah berhiaskan lebam serta goresan memanjang melewati ulu hati hingga berakhir di lambangnya. Sebuah kesadaran akhirnya menampar otaknya yang sedari tadi terus mempertanyakan kondisi tubuhnya yang berubah tiba-tiba. Tangannya yang berada di kedua sisi tubuh mengepal kuat sementara sorotnya dipenuhi angkara.
āBetrayal.ā Desisnya.
Mendapati kenyataan yang tidak pernah terpikirkan akan terjadi membuat
gelombang amarah dalam tubuh berlomba untuk sampai pada batas maksimal.
Melewati setiap tahap hingga melahirkan tekad yang terpupuk oleh rasa kecewa,
marah, dan sakit yang membuat hatinya memutuskan untuk tidak menerima mate-nya.
Chaerin tidak suka pada penghianatan dan kebohongan. Lebam dan luka yang kini
bertahta angkuh ditubuhnya menunjukkan bahwa mate yang belum pernah
bertemu itu telah melakukan pengkhianatan besar dengan mendustai takdir yang
telah ditetapkan. Segala jenis pengkhianatan tidak bisa dimaafkan. Karena itu
dirinya bersumpah untuk hidup tanpa mate-nya apa pun yang terjadi.
Sekalipun ia harus merasakan rasa sakit yang luar biasa saat masa heat-nya
karena ketidakhadiran mate-nya, lebih baik dibandingkan hidup bersama
dengan pengkhianat.
* * * *
Suara hentakan telapak heels dengan lantai marmer itu membuat atensi dua wanita setengah baya teralihkan dari acara tv. Keduanya sontak menoleh pada sumber suara hingga bayangan pemilik heels tersebut perlahan muncul. Sejujurnya mereka tahu siapa sosok itu hanya dari bunyi hentakannya. Namun kepala keduanya tetap bertahan hingga pemilik heels tersebut muncul.
āChaerin, ada apa? Kenapa kamu sudah pulang?ā
Chaerin menoleh dan tersenyum kecil. āAku izin pulang lebih dulu karena tubuhku tidak enak, Ma.ā
āKamu sakit? Mau Tante panggilkan dokter?ā
Chaerin menggeleng pelan sembari merapikan syal yang melilit leher untuk menutupi lukanya.
āTidak perlu, Tan. Aku akan beristirahat di kamar saja.ā
āBeristirahatlah, nanti Mama akan meminta Tante Hong untuk mengantarkan
teh ke kamarmu.ā
Chaerin mengangguk sebelum kembali merajut langkahnya menuju kamar di lantai dua.
Setelah menutup pintu dan memastikan jika ia telah menguncinya. Chaerin
baru bisa melepaskan syal yang melindungi lehernya itu. Rasanya panas karena
suhu di luar cukup tinggi. Tapi dirinya juga tidak bisa untuk melepasnya saat
ada orang lain. Ia tidak mau jika ada yang menyadari bahwa dirinya baru saja
mendapatkan betrayal. Cukup sahabatnya saja yang mengetahui hal
tersebut, karena kedatangannya ke butik Jiyeong untuk mendapatkan syal yang
akan menyelamatkan dirinya. Keluarganya tidak perlu tahu terutama sang Ibu
karena hanya akan membuat mereka semua khawatir.
Segera bergegas menuju kamar mandi dengan baju berkerah yang ia yakini dapat menutupi lukanya. Chaerin kembali mematut dirinya di depan cermin. Memperhatikan setiap gerakan yang ia lakukan termasuk saat dirinya membuka seluruh pakaiannya. Matanya mengerjap cepat sebelum menatap marah pada pemandangan tidak menyenangkan dari pantulan di depannya.
āSial! Melihatnya saja membuat amarahku bertambah besar.ā
Matanya masih memperhatikan luka dan lebam yang bersemayam di tubuhnya.
Mengamati dengan seksama dan merekam dengan sangat baik di dalam pikirannya. Ia
harus mengingat bagaimana tubuhnya kini rusak karena sebuah pengkhianatan. Ia
harus jadikan ingatan itu sebagai alarm jika nanti dirinya goyah pada mate
bodoh yang tidak pantas mendapatkan kesetiaannya.
āDemi takdir yang telah rusak, aku bersumpah tidak akan pernah menerima siapapun mate-ku yang telah mengakibatkan kesakitan ini!ā
* * * *
Yunga
tampak asyik menikmati makan siangnya bersama dengan ketiga sahabatnya, Kavee,
Yujin, dan Jeka. Mereka sengaja bertemu karena kebetulan Kavee sedang ada
urusan di dekat kantornya sementara Jeka memang memutuskan untuk ikut bergabung
karena tempatnya bekerja tidak jauh dari kantor milik Yunga. Sedangkan Yujin,
sahabatnya sejak kuliah itu memang bekerja di perusahaan keluarganya.
Di tengah pembicaraan mereka seputar dunia basket dan bisnis, dering
ponsel Yunga membuat laki-laki itu berhenti sejenak sebelum melihat layar benda
datar yang tergeletak di dekat gelas minumnya. Ia meraih benda itu dan melihat
nama sang Ibu di sana. Lantas jarinya bergerak menyentuh warna hijau dan
menggesernya hingga suara sang Ibu menyambut gendang telinganya.
āHalo..ā
āHalo Ga, apa kamu sedang sibuk? Maaf jika Mama mengganggumu.ā
Yunga menggeleng walau ia tahu sang Ibu tidak dapat melihatnya. āTidak Ma, kebetulan aku sedang makan siang. Ada apa Ma?ā
āBerarti kamu sedang tidak di kantor? Jadi kamu tidak tahu jika Chaerin sakit?ā
āChaerin sakit? Sakit apa Ma?ā Tanya Yunga khawatir.
āMama tidak tahu. Hari ini Chaerin pulang cepat karena katanya sakit.
Saat Tante Ji tanya, dia hanya bilang badannya tidak enak. Kemudian ia juga
menolak saat Mama menawarkan untuk memanggil dokter. Ini sedikit aneh untuk
Mama dan Tante Ji karena tidak biasnya Chaerin seperti ini. Padahal pagi tadi
dia baik-baik saja.ā
Yunga terlihat menarik napasnya sebelum kedua belah bibirnya kembali
terbuka.
āMungkin Chaerin hanya kelelahan saja Ma. Jangan terlalu khawatir.
Jika Mama dan Tante Ji masih merasa aneh dengan keadaan Chaerin, biar aku yang
bicara dengannya.ā
Terdengar embusan napas dari seberang sambungannya. āBaiklah. Maaf
jika Mama mengganggu waktumu. Selamat makan dan jaga kesehatanmu.ā
āHm.. Mama juga.ā
Yunga pun menjauhkan ponselnya dan meletakkan kembali ke atas meja.
āAda
apa?ā Tanya Yunji setelah menyesap kopinya.
āMamaku menanyakan soal Chaerin. Katanya dia tiba-tiba pulang karena
sakit.ā
āBang! Chaerin yang kau bicarakan itu Lim Chaerin yang tembam
itu?ā Tanya Kavee tiba-tiba.
Yunga mengangguk membenarkan.
āWah.. aku ingin bertemu dengannya. Ini sudah lama sekali.ā
Antusiasme Kavee membuat Jeka yang sebelumnya sibuk memperhatikan Yunga berganti atensi menjadi pada dirinya. Pria muda itu memiringkan kepalanya dan bertanya, āMemang Chaerin itu siapa?ā
āSepupu Bang Yunga. Waktu kecil, aku beberapa kali bertemu dan bermain dengannya saat dia berkunjung ke rumah Bang Yunga.ā
Jeka terlihat menganggukkan kepalanya. Akhirnya ia paham mengapa Kavee
bisa tahu sosok bernama Chaerin yang Yunga bicarakan dengan sang Ibu di
telepon.
āOh iya, kalian kan bertetangga ya..ā Gumamnya lebih untuk dirinya sendiri.
āMungkin saja Chaerin kelelahan makanya ia merasa kurang enak badan.ā Yujin kembali berucap.
Kepalanya
kembali dianggukkan. āAku juga berpikiran seperti itu. Tapi saat ingat
bagaimana kualitas daya tahan tubuh Chaerin rasanya memang sedikit aneh. Wajar
saja jika Mama dan Tante Ji menjadi khawatir seperti itu.ā
Lantas keempatnya membiarkan topik terkait Chaerin terbang bersama angin dingin yang diembuskan pendingin ruangan. Membawa diri mereka kembali pada pembicaraan seputar pekerjaan yang sempat terjeda karena panggilan yang diterima Yunga. Namun dalam pikirannya, Yunga tidak bisa berhenti memikirkan sang adik sepupu. Pasalnya sebelum pergi makan siang, dirinya masih bertemu dengan Chaerin dan keadaan gadis itu baik-baik saja. Tidak terlihat jika ia kelelahan atau sakit.
Lalu apa yang sebenarnya terjadi pada Chaerin?
Entah mengapa perasaannya menjadi tidak enak saat memikirkan hal itu?
Yunga memang bukan kakak kandung Chaerin. Tetapi karena mereka sudah sangat dekat sejak kecil maka ikatan saudara mereka juga menjadi kuat. Sehingga Yunga jadi dapat merasakan rasa khawatir layaknya dengan saudara kandung. Mengingat dirinya dan Chaerin sama-sama anak tunggal, tidak aneh jika Yunga sudah menganggap Chaerin sebagai adiknya sendiri begitupun sebaliknya.
* * *
*
Di balik selimut tebal, Chaerin menyembunyikan tubuhnya. Tidak ada hal berarti yang dirinya lakukan selain mengoperasikan ponsel dan berselancar di dunia maya. Rasa sakit akibat betrayal yang baru saja diterimanya masih membuat tubuhnya lemas. Membuat dirinya juga menjadi malas untuk melakukan hal lain selain beristirahat di atas kasur.
Ketenangan yang menyelimuti Chaerin kemudian terusik saat pintu kamarnya diketuk dari luar. Dengan perasaan yang berat dan rasa enggan yang cukup besar, Chaerin tetap meninggalkan kasur empuknya untuk membuka kunci bagi sang pengetuk. Setelah memutar kunci, tangannya bergerak menyentuh gagang silver dan menekannya hingga pintu terbuka. Senyumnya langsung terbit begitu onyx coklatnya melihat keberadaan Yunga di depannya.
āKakak pulang?ā
Yunga menaikkan salah satu alisnya. āMemangnya Kakak tidak boleh
pulang ke rumah sendiri, hm?ā
āBukan, bukan seperti itu. Hanya saja Kakak biasanya lebih memilih pulang
ke apartemen karena lebih dekat dengan kantor.ā
Melihat ketidaknyamanan Chaerin membuat Yunga tertawa kecil. Tangannya ia
angkat untuk mencubit pipi adik sepupunya itu karena gemas.
āKakak hanya bercanda.ā
Chaerin yang kesal lantas menepis tangan Yunga dari pipinya dan beralih kembali ke atas kasur untuk mengubur tubuhnya di bawa selimut tebal yang sejak tadi melindungi dirinya. Sedangkan Yunga, pria itu mengikuti langkah Chaerin hingga tubuhnya berhenti di samping dan mendaratkan bokongnya di tepi kasur.
āKu dengar kamu sakit, benarkah?ā
Chaerin menghela. āPasti dari Mama dan Tante.ā Gerutunya.
āAku hanya kelelahan saja, tidak lebih.ā Sambungnya.
Yunga mengangguk. Kemudian tangannya bergerak menyentuh dahi Chaerin bermaksud memastikan suhu tubuh gadis itu.
āHm.. tubuhmu tidak panas.ā
Chaerin
memutar bola matanya. āTentu saja, aku tidak demam hanya lelah saja.ā
Melepaskan tangannya dari dahi Chaerin kemudian memfokuskan atensinya pada wajah gadis itu. Sekalipun mereka sempat terpisah jauh karena Chaerin pergi bersama Ibunya keluar negeri, tetapi kemampuan Yunga untuk mengetahui apa yang terjadi pada Chaerin melalui mata gadis itu masih sangat baik. Ia hanya perlu menatap dalam onyx kecoklatan itu.
āKakak tidak tahu apa yang terjadi padamu, tetapi Kakak merasa ada hal
yang mengusik pikiranmu.ā Yunga terlihat menarik napas. Memberikan sedikit jeda
untuk mengetahui bagaimana reaksi Chaerin. Lantas mengembusnya perlahan sebelum
kembali berucap, āKamu bisa menceritakan apapun pada Kakak, kamu tahu itukan?ā
Chaerin seperti tertusuk saat mendengar ucapan Yunga. Rasa sakit karena membohongi Yunga hampir sama dengan rasa sakit akibat pengkhianatan. Sejujurnya ia ingin mengatakan yang sebenarnya. Ia perlu seseorang untuk membagi rasa kecewanya. Tapi ia tidak bisa. Ia tidak ingin membuat orang lain terbebani dengan permasalahannya. Ia harus bisa menghadapi masalahnya sendiri, seperti yang Ayahnya ajarkan dulu. Ia harus menjadi sosok kuat dan tidak bergantung pada siapa pun.
Ia mengangguk. āHm.ā
āOh iya, bagaimana dengan rencana perayaan ulang tahunmu?ā Tanya Chaerin
yang berusaha mengalihkan pembicaraan seputar dirinya.
āKakek telah mengaturnya. Kakek bilang karena aku cucu laki-laki dan
pertama maka aku yang akan memimpin perusahaan. Perayaan ulang tahun itu
sekaligus mengumumkan secara resmi pergantian kepemimpinan.ā
Hening yang terjadi setelah penjelasan yang diberikan Yunga. Chaerin dan
Yunga sama-sama tengah membiarkan pikiran mereka melayang. Tidak memikirkan apa
pun untuk beberapa saat. Sampai embusan napas berat Yunga menyadarkan Chaerin
dari lamunannya.
āKalau begitu Kakak akan kembali ke kamar. Beristirahatlah, jika masih
sakit lebih baik kamu tidak usah bekerja besok.ā
Kepalanya mengangguk dengan sudut bibir yang tertarik membentuk lengkungan.
Yunga
kembali mengusap puncak kepala Chaerin sebelum menanggalkan kasur yang
diduduki. Namun sebuah pemandangan menarik perhatiannya hingga membuat
tangannya berhenti mengusap sedang matanya menjadi fokus pada titik tersebut.
Dari balik kerah yang sedikit berantakan, Yunga dapat melihat sedikit warna
keunguan di sana. Ia tidak tahu itu apa tetapi dilihat dari warnanya, Yunga
bisa menebak jika itu sebuah lebam.
Sementara Chaerin, gadis itu bingung dengan kebisuan mendadak sang kakak sepupu. Ia bahkan sampai memiringkan kepalanya hanya untuk menatap tepat di mata Yunga. Kemudian ia mengikuti arah pandang pria itu hingga akhirnya ia sadar kemana obsidian gelap itu menatap. Buru-buru ia merapikan pakaiannya terutama pada bagian kerah untuk menutupi apapun yang tersembunyi di balik kain hitam itu.
āEm.. kalau begitu Kakak keluar dulu.ā
Yunga lantas meninggalkan ruangan berdominasi warna putih itu. Menutup
pintunya sebelum membawa langkah kaki menuju kamarnya yang berada di lorong
lain.
Pikirannya bekerja dengan liar. Melihat hal aneh di tubuh Chaerin membuat
beberapa spekulasi muncul. Darimana datangnya warna keunguan itu? Apakah adik
sepupunya itu berkelahi hingga memiliki luka di tubuhnya? Atau ada penyebab
lain yang menyebabkan warna itu menghiasi kulit seputih susu Chaerin? Hingga
sampai pada perkiraan yang tidak dirinya harapkan. Sebuah pengkhianatan atau betrayal.
Jika hal itu benar terjadi, Yunga bersumpah akan menghabisi siapapun mate
Chaerin yang telah berani melukai sosok yang dikasihinya.
T . B . C
Comments
Post a Comment