UPSIDE DOWN: Rack and Ruin - Part 2


.
.
.
.
.

    Ballroom hotel berbintang itu sudah dipenuhi para undangan yang tidak lain dan tidak bukan adalah keluarga, rekan bisnis, pemegang saham, petinggi perusahaan, serta para karyawan. Malam itu keluarga Min akan mengumumkan pengangkatan Yunga sebagai presiden Min Group sekaligus perayaan ulang tahunnya. Maka wajar jika acara malam itu sangat dinanti oleh banyak orang tak terkecuali Chaerin. Gadis yang juga merupakan cucu dari pendiri Min Group itu bahkan telah mempersiapkan pakaian yang akan dikenakan nya dihari penting bagi Yunga. Ia sampai memesan khusus kepada sang sahabat untuk mendesain gaun yang akan ia pakai.


    White lace high neck dress menjadi pilihannya.  Chaerin terlihat sangat mempesona dengan gaun rancangan Jiyeong itu yang ia padukan dengan heels hitam yang senada dengan tas tangannya. Tidak lupa kalung dan anting yang semakin melengkapi pesona seorang Lim Chaerin.


    Langkah kakinya sesekali terhenti saat beberapa orang datang menyapanya. Menyunggingkan senyumnya sembari membungkuk kecil sebagai penghormatan. Walau ia adalah cucu dari pemilik perusahaan, Chaerin tidak pernah mengharapkan pengagungan dari orang lain. Ia selalu meminta perlakuan biasa saja.


    Jujur ia merasa sedikit lelah karena harus membalas sapaan para tamu dan ikut berbincang kecil dengan mereka. Padahal tujuannya untuk menemui sang bintang malam itu belum juga terwujud. Usahanya belum membawa ia pada sosok Yunga yang entah berada dimana. Namun beruntung baginya karena tidak lama setelah ia melepaskan diri dari jeratan salah satu pemegang saham, ekor matanya menangkap keberadaan kakak sepupunya yang tengah dikelilingi beberapa pria dengan kisaran usia tidak jauh dari pria itu. Maka tanpa membuang banyak waktu lagi, Chaerin segera melesat pergi menghampiri Yunga.


    “Kak Yunga!” Serunya yang berhasil menarik perhatian kumpulan pria di sana.


    Mempercepat langkahnya dengan berlari kecil hingga berhenti tepat di hadapan bintang acara malam itu.


    “Selamat ulang tahun Kak. Ini untukmu.”


    Ia menyerahkan sebuah kotak silver ke hadapan Yunga.


    “Apa ini?”


    “Hadiah dariku. Kak Ga bisa membukanya nanti.”


    “Hai Chae!”


    Chaerin menoleh. Matanya menatap bingung pada sosok pria dengan setelan jas berwarna biru itu.


    “Kamu lupa? Aku Kavee, Kim Kavee.”


    Chaerin masih bergeming. Matanya menelisik sosok di depannya hingga ingatannya kembali hadir. Membuat mata itu seketika membulat dan bibirnya berkata, “Kak Vee.”


    Kavee tersenyum senang. Membuat senyum kotak pria itu terbit sebelum merengkuh Chaerin ke dalam pelukan rindu.


    “Oh iya, kenalkan ini Juna dia sepupu Bang Yujin. Dan ini, kamu pasti sudah mengenalnya Jung Hobee. Mereka sahabatku.” Yunga memperkenalkan.


    “Halo, Lim Chaerin.” Ucapnya sembari membungkuk memberikan salam.


    Saat Chaerin akan kembali bersuara, sesuatu menghantam kepalanya. Rasa pusing langsung menyerang bersamaan dengan aroma kuat yang menyapa indera penghidunya. Ia memejam, mencoba menetralkan rasa sakit yang mulai merenggut kekuatan tubuhnya. Hingga tanpa ia sadari, tangannya mencengkram kuat lengan Yunga dengan kepala yang menunduk. Perubahan Chaerin membuat  Yunga khawatir. Ia memegangi lengan Chaerin bermaksud mencegah gadis itu terjatuh.


    “Chaerin...” Panggilnya yang tidak mendapatkan jawaban apa pun dari Chaerin yang masih berperang dengan rasa pusing serta aroma yang sangat kuat hingga membuat bagian dalam dirinya meraung meminta lebih.


    “Bang!”


    Panggilan lain dari jarak yang tidak terlalu jauh itu berhasil mengalihkan sejenak kelima pria itu dari Chaerin, termasuk Chaerin sendiri. Matanya perlahan terbuka dan kepalanya menoleh ke arah suara berasal. Dari posisinya berdiri, ia dapat melihat dua orang pria lain tengah berjalan ke arah mereka. Namun satu yang menarik perhatiannya. Sosok yang telah menghadirkan kembali angkara –yang sempat terkubur– ke dalam dirinya.


    Oceanic, Green, Oriental.


    Feromon itu semakin kuat hingga membuat sisi lain dalam tubuhnya semakin meliar. Menyadarkan Chaerin jika salah satu pria itu adalah mate-nya. Matanya langsung menatap tajam dan penuh kebencian pada sosok pria yang juga tengah menatapnya. Maka dengan sisa tenaga yang tidak seberapa dengan hasrat dominan dalam tubuhnya yang mulai menggila, Chaerin berusaha untuk menegakkan tubuhnya. Lalu menatap Yunga untuk meminta izin pergi.


    Yunga belum sempat mengatakan jawabannya saat Chaerin melepaskan dirinya begitu saja dan segera melangkah pergi.


    “Oh Bang, selamat ulang tahun.”


    “Terima kasih, Ka.”

“Tadi itu siapa?”


    Yunga menolehkan kepalanya ke arah dimana Chaerin menghilang. Benaknya berkata jika ada yang tidak beres dengan Chaerin dan ada hubungannya dengan Chaerin yang tiba-tiba sakit.


    “Sepupuku, Lim Chaerin namanya.”


    “Oh, yang Bang Vee ceritakan itu?”


    Kavee mengangguk.


    “Dia cantik.” Imbuhnya membuat sosok di sampingnya langsung menoleh dengan tatapan mata tajam.


    “Wah.. Bang Jayson. Kenapa kau menatapku seperti itu?” Ujar Jeka yang bergerak menjauh dan bersembunyi di balik tubuh Juna yang kebetulan berdiri di sampingnya.


    Jayson –pria yang datang bersama dengannya itu– tidak menjawab. Lebih memilih mengalihkan tatapan matanya dan menatap lurus ke arah dimana Chaerin pergi. Membiarkan sahabatnya bingung termaksud Yunga yang kini atensinya mengarah kepadanya.


    Musk, Jasmine, Pink Grapefruit.


    Feromon yang mulai mengusik ketenangan pikirannya sejak pertama kali masuk ke dalam penghidunya. Membuat sisi dominannya mengaung senang saat untuk pertama kali menghirup feromon itu. Menggantikan aroma yang sebelumnya ia pikir akan menjadi pasangan wolf-nya. Namun sayang, semua itu hanya halusinasi saja yang membuat dirinya perlahan hancur. Sedikit  tahu, bukan hanya dirinya saja yang hancur tetapi sosok gadis bernama Chaerin itu juga diyakini hancur karena perbuatannya.


    Hal yang tidak diduga lainnya terjadi tidak lama setelah menghilangnya feromon Chaerin dari jangkauan penghidunya. Setelah dirinya dipenuhi euforia karena berhasil bertemu dengan pasangannya, semua itu harus luntur digantikan kesesakan saat menyadari kenyataan jika mate-nya pergi begitu saja. Belum juga sesak itu mereda, malah bertambah dengan rasa sakit fisik yang ia terima akibat dorongan kuat dari Yunga yang menyebabkan tubuhnya terhempas kencang menabrak dinding.


    Tadi setelah kepergian Chaerin, ia sempat terlarut memperhatikan gadis itu. Namun ia tidak mengira jika Yunga kemudian menarik kasar dirinya keluar dari ballroom menuju tangga darurat. Ia tidak pernah menyangka jika kebodohannya akan menghancurkan banyak hal. Selain gadis itu, ternyata persahabatannya pun juga diambang kehancuran.


    “Apa yang kau lakukan brengsek?!” Maki Yunga.


    Sifat pelindung dan posesif dari alpha-nya muncul kala mengingat bagaimana lemahnya Chaerin saat sahabatnya ini datang. Mengingat kembali detik-detik tubuh tegap itu harus disanggahnya agar tidak terjatuh membuat dirinya ingin sekali menghabisi sosok di depannya. Walau ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tetapi dengan tatapan penuh angkara yang Chaerin tunjukkan dan sempat disadarinya, sudah cukup memberikan gambaran jika sahabatnya ini telah menyakiti gadis itu.


    “Bang!” Kavee berteriak. Ia segera menarik Yunga dan berdiri menghalangi pria itu.


    “Minggir kau Vee! Aku tidak ada urusan dengan mu.”


    Yunga kembali berusaha untuk mendekati Jayson, tapi kini tubuhnya ditahan oleh sosok Juna yang berada di belakangnya. Sementara Jayson, ia dibantu berdiri oleh Jeka.


    “Ada apa ini? Kenapa kau tiba-tiba menyerang Jayson?”


    Yunga mendecih. “Tanyakan padanya, karena aku juga ingin tahu apa yang telah ia lakukan pada Chaerin!”


    Kini semua atensi beralih pada sosok Jayson yang masih setia berada pada bopongan Jeka. Perlahan Yujin melangkahkan kakinya mendekati Jayson dan berdiri tepat di hadapan pria itu.


    “Katakan Jayson.”


    Seperti sebuah sihir. Dua kata yang dilontarkan Yujin berhasil membuat Jayson menghela pelan sebelum bilah bibirnya terbuka dan berkata.


    “Gadis itu, dia mate-ku.” Ujarnya pelan. Nyaris tidak terdengar jika saja tangga darurat itu tidak kedap suara.


    Semua terdiam sebelum pertanyaan lain terlontar. “Lalu?” Hobee yang membuka suara itu masih tidak paham. Jika Jayson bertemu dengan mate-nya, lalu kenapa Yunga menjadi sangat marah? Bukankah dia seharusnya sangat senang jika adik sepupunya telah menemukan pasangan hidup yang telah ditakdirkan.


    Pertanyaan yang baru saja terlontar itu tidak langsung dijawab Jayson. Pria itu malah mengalihkan pandangannya. Cukup lama mulutnya tertutup sampai Yunga menekannya untuk menjawab.


    “A-Aku...” Jayson terlihat menelan salivanya. Ia tampak ragu bercampur takut saat menyadari kini seluruh pasang mata sahabatnya tengah menanti jawabannya. Terlebih tatapan menusuk yang Yunga berikan padanya. Membuat sisi dominan dalam tubuhnya meraung takut oleh dominasi kuat alpha di depannya.


    “Katakan keparat!” Yunga kembali mendesis marah.


    Dengan tarikan napas dalam dan embusan berkala, Jayson akhirnya membuka suara dan mengatakan semua yang menjadi jawaban atas kebingungan sahabatnya.


    “Aku melakukan betrayal.”


    Seakan tersambar petir, amarah Yunga kembali meledak mendengar jawaban Jayson. Membuat tubuhnya menghempas dengan kasar tangan Juna yang menghalangi pergerakkan dirinya. Bergerak cepat menerjang tubuh Jayson dan memberikan beberapa pukulan telak hingga tubuh itu kembali tersungkur.


    “BAJINGAN KAU PARK JAYSON!!”


    Yunga terus melayangkan tinjunya hingga Juna dan Hobee harus berusaha keras untuk menarik Yunga yang sudah dipenuhi amarah. 


    “Yunga tenanglah..”


    ARGH! BRENGSEK!” Dengan hempasan keras, Yunga melepaskan dirinya dari Juna dan Hobee. Matanya masih setia menatap penuh angkara pada Jayson yang kini harus dibantu selain dengan Jeka juga Kavee. Menghela dengan kasar sebelum melangkah pergi meninggalkan sahabatnya.

 


*  *  *  *

 


    Jayson duduk di bangku taman dengan Jeka yang mencoba mengobati luka di wajahnya. Sementara Yujin dan Kavee, keduanya berdiri di hadapan Jayson yang sesekali mengaduh karena alkohol pada kapas yang tepat mengenai lukanya.


    “Jadi apa yang terjadi?” Yujin akhirnya buka suara setelah membiarkan Jayson diobati oleh Jeka.


    Jayson menarik napas. Mencoba membawa kembali kejadian malam itu ke dalam ingatannya.


    “Malam itu kami kembali bertemu saat reuni kampus. Layaknya pertemuan pada umumnya kami minum dan berbincang, bersama yang lain juga. Tapi ternyata semua tidak berjalan seperti dugaanku, kami mabuk dan aku terbawa suasana. Perasaan lama itu kembali hadir sampai tanpa sadar kami melakukannya.” Jayson sejenak menjeda kalimatnya. Melirik ketiga sahabatnya bergantian. Mencari tahu reaksi mereka saat mendengar kebodohannya sebelum kembali melanjutkan sebagai penutup pengakuan kesalahannya.


    “Tapi kami menyadari kalau memang tidak ada takdir untuk kami. Aku tidak bisa menghidu dan mengenali feromonnya begitu pun dengan dirinya. Karena itu setelah kejadian malam itu kami memutuskan untuk tidak lagi menjalin hubungan dalam bentuk apa pun.” Lanjutnya dengan kepala yang tertunduk.


    “Siapa?” Tanya Kavee.


    Jayson semakin menunduk dalam, takut mendengar amukkan Kavee. Pasalnya Kavee adalah satu-satunya orang yang tahu mengenai perasaannya pada gadis itu. Kavee juga telah memperingati Jayson mengenai perasaannya.


    “Hana..”


    “APA?”


    Benar dugaannya. Mendengar nama Hana tersebut Kavee langsung berteriak seperti orang murka.

 

    “Kau gila atau bodoh atau keduanya Park Jayson?!”


    Jayson tidak menjawabnya. Rasa bersalah yang telah ia rasakan sejak malam itu semakin bertambah setelah melihat seberapa marahnya mate-nya, Yunga, sahabatnya yang lain termasuk Kavee yang juga terdengar kecewa dengan dirinya.


    ARGH!” Kavee berteriak frustasi. Mengacak rambutnya sebelum kembali menatap tajam Jayson yang masih setia dengan kepala menunduk.


    “Kau tahu, jika memang kau sudah memutuskan untuk melupakan perasaanmu pada Hana dan ingin hidup bersama mate-mu maka kau harus berusaha sangat keras. Chaerin itu sosok yang keras. Dia tidak mudah mengubah keputusan yang telah dipilihnya. Berdoa saja jika Chaerin tidak memilih untuk hidup tanpa mate.”


    Setelah mengatakan itu Kavee memilih pergi. Perasaan kecewa yang bercampur dengan marah membuat ia tidak sanggup melihat wajah Jayson. Sahabat yang sudah dirinya anggap seperti saudara itu melakukan tindakan yang paling dilarang di muka bumi ini. Mengkhianati takdir hanya untuk perasaan sesaat yang tidak seharusnya ia rasakan. Jika ia tega, mungkin dirinya juga akan menghajar Jayson. Sayang persahabatan yang sudah terjalin lama itu membuat dirinya tidak tega untuk melakukan itu.


    “Selain Chaerin, kau juga harus bersiap menghadapi Yunga. Walaupun hubungan mereka hanya kakak dan adik sepupu, tetapi mereka sudah menganggap masing-masing sebagai saudara kandung. Karena itu Yunga sangat protektif dengan Chaerin. Kau bisa menilainya dari bagaimana Yunga menghabisimu tadi.”


    Yujin lantas ikut bergabung bersama dengan Jayson dan Jeka. Punggungnya disandarkan pada sandaran dibelakangnya sembari memperhatikan langit malam.


    “Kalian pasti tahu kalau Yunga itu jarang tersenyum. Tapi Chaerin satu-satunya orang yang bisa membuat gummy smile itu muncul hanya karena sebuah pesan singkat. Aku melihatnya sendiri bagaimana perubahan wajah Yunga saat Chaerin mengirimkan pesan yang berisi curahan hatinya mengenai kehidupan sekolahnya. Saat aku tanya siapa pengirimnya, dia bilang kalau itu dari Chaerin –sepupu yang paling dia sayangi.”

 


*  *  *  *

 


    Tidak peduli bagaimana reaksi pemilik kamar tersebut, tanpa meminta izin, Yunga langsung membuka pintu putih itu. Suara hantamannya membuat Chaerin terlonjak dan segera berdiri dari kasurnya. Menatap Yunga dengan mata sembabnya. Yunga sendiri setelah menutup rapat pintu itu segera menghampiri Chaerin.


    “Perlihatkan kepada Kakak.”


    Chaerin mengerutkan dahinya, tanda tidak mengerti. Yunga yang sadar menghelakan napasnya dengan kasar sebelum kembali berkata.


    “Kakak tahu kamu mendapatkan betrayal. Sekarang tunjukkan pada Kakak!”


    Penuturan Yunga membuat Chaerin terkejut. Ia tidak menyangka bahwa Yunga akan mengetahuinya secepat ini. Ia belum mempersiapkan diri untuk menghadapi segala kemungkinan yang terjadi saat Yunga mengetahui kondisinya.


    Menggeleng pelan, hanya itu yang bisa Chaerin lakukan. Kepalanya bahkan tertunduk, tidak berani menatap obsidian kelam Yunga.


    “Chaerin, Kakak janji tidak akan marah padamu. Tapi tolong tunjukkan luka betrayal-mu.”


    Chaerin merasa tidak bisa lagi mengelak dari permintaan Yunga, akhirnya melepaskan hoodie-nya. Membiarkan Yunga melihat luka yang masih tertutup tanktop. Walau masih ada pakaian yang menempel di tubuh Chaerin, Yunga tetap bisa melihat seberapa buruknya luka yang dimiliki Chaerin. Membuat rahangnya mengeras saat melihat goresan yang nyaris membelah lambangnya.


    “SIAL! Ini parah Chaerin. Kenapa kamu tidak jujur pada Kakak?” Tanya Yunga yang begitu frustasi.


    “A-Aku takut jika Kakak akan marah.”


    Yunga menggeram. Membuat Chaerin sedikit mundur karena takut.


    “Kakak memang akan marah, tapi tidak akan semarah sekarang. Kamu menutupi kesakitanmu tanpa ada yang tahu. Jika kejadian tadi tidak terjadi, Kakak yakin pasti kamu tidak akan menceritakan masalah ini.”


    Yunga mengacak rambutnya. Perasaan kesal, marah, dan sedih yang dirasakan membuat ia semakin frustasi. Melihat seberapa parah luka yang dimiliki Chaerin membuat Yunga ingin menghabisi Jayson. Tapi satu sisi hatinya tidak mengizinkan karena hidup Chaerin bergantung pada Jayson. Bagaimanapun mereka berdua telah ditakdirkan bersama. Maka jika salah satu dari mereka mati, pasangannya akan mengalami kesulitan dalam bertahan hidup terlebih saat masa heat-nya datang.


    “Kak..”


    Yunga mengangkat kepalanya. Menatap manik Chaerin yang telah kembali digenangi air mata. Rasanya sakit saat melihat sosok yang ia kasihi bersedih seperti saat itu. Maka naluri seorang kakak langsung membuat Yunga menarik Chaerin ke dalam dekapannya. Melakukan hal yang sama seperti dulu saat Chaerin menangis untuk pertama kalinya setelah upacara pemakaman sang Ayah. Membiarkan air mata Chaerin mengalir dan membasahi pakaiannya. Setidaknya hanya itu yang bisa ia lakukan sekarang ini untuk mengurangi kesedihan Chaerin.


    Merasa sedikit tenang, Chaerin akhirnya kembali membuka suaranya. Masih dalam dekapan Yunga yang tangannya tengah sibuk mengusap punggungnya.


    “Aku tidak ingin bertemu dengan mate-ku. Aku tidak butuh pria brengsek itu. Aku bisa hidup sendiri tanpa pengkhianat sepertinya. Karena itu aku sudah bersumpah untuk hidup tanpa mate apa pun yang terjadi.”


    Setelah mengatakan keinginannya, Chaerin tidak lagi merasakan usapan pada punggungnya. Karenanya dengan perlahan ia melepaskan diri dari pelukan Yunga. Menatap wajah kakak sepupunya itu yang terlihat terkejut.


    “Kamu bercandakan?”


    Chaerin menggelengkan kepala. “Aku serius.”


    “Tidak, kamu tidak bisa melakukan itu. Kamu tidak akan bertahan, apalagi saat heat-mu datang.”


    “Tapi aku tidak mau berhubungan dengan pria brengsek itu apa pun yang terjadi. Betrayal  yang ia lakukan telah melukai diriku. Aku tidak akan membiarkan siapapun bahkan orang asing membuatku menderita.”


    “Tapi Chae-”


    “Aku mohon Kak. Aku tidak ingin memiliki hubungan apa pun dengan seorang pengkhianat. Aku sangat membenci pengkhianatan dan kebohongan karena akan menyebabkan luka yang sulit disembuhkan.” Potong Chaerin cepat.


    Merasa belum mendapatkan balasan, maka Chaerin meraih tangan Yunga dan menggenggamnya.


    “Aku mohon. Aku tidak ingin tersakiti lagi. Aku tidak mau.” Lirihnya. Air mata kembali jatuh saat ingatan akan rasa sakit yang ia rasakan kembali melintasi pikirannya.


    Yunga yang melihat kesedihan itu akhirnya menyerah. Ia mengembuskan napasnya sebelum dengan berat hati mengangguk.


    “Kakak akan mendukung keputusanmu asal kamu bisa menunjukkan kalau kamu akan baik-baik saja saat heat-mu datang. Tapi jika sebaliknya, maka seberapa besar rasa benci yang kamu miliki kamu harus menerima Jayson.”


    Dalam hati Yunga berharap yang terbaik untuk Chaerin. Jika boleh jujur sebenarnya ia ingin langsung mendukung keputusan Chaerin. Karena dirinya juga masih tidak terima dengan betrayal yang dilakukan Jayson. Tapi dirinya juga tidak bisa egois. Ia tahu pasti kalau akan sulit bagi Chaerin untuk hidup tanpa mate. Karena itulah ia memutuskan untuk melihat bagaimana Chaerin bertahan hidup jika tidak ada mate disampingnya.



T . B . C




 

- DF -

Comments

Popular Posts