UPSIDE DOWN: Rack and Ruin - Part 7



.

.

.

.

.

    Lim Chaerin itu gadis kuat yang selalu memegang teguh ucapannya. Gadis dengan pemikiran terbuka yang sangat siap menerima kritikan apa pun terkait pekerjaan atau pribadinya. Ia juga sosok yang selalu menepati janji, apa pun itu. Apakah hal kecil atau hal yang sangat besar. Jika vokalnya telah mengutarakan janji tersebut maka walau dengan kesulitan Chaerin akan mengabulkan janjinya.

 

    Sayangnya semua itu hanya sebuah topeng yang secara tidak sengaja terbangun dalam diri Chaerin kecil selepas kepergian sang Ayah. Chaerin yang saat itu masih kecil merasakan kehampaan begitu sosok panutan sekaligus pelindungnya menghilang. Ia seperti kehilangan arah hingga untuk mempertahankan diri, ia hanya mampu mengais memori sang Ayah. Sikap, perlakuan, pola pikir, semua itu ia pelajari berdasarkan ingatan semata. Sehingga kemungkinan untuk salah arti pun cukup mungkin karena kenyataannya tidak ada yang pasti dalam ingatannya, termasuk ingatan mengenai kebohongan dan pengkhianatan yang menjadi musuh terbesar dirinya.

 

    Dulu sang Ayah pernah mengatakan jika seorang prajurit mengatakan kebohongan atau melakukan pengkhianatan untuk menguntungkan diri sendiri maka konsekuensi yang diterima oleh prajurit tersebut adalah pemecatan. Kebohongan dan pengkhianatan adalah akar dari permasalahan lain. Karena itu pemecatan merupakan hukuman yang setimpal untuk sang prajurit. Ingatan itu terus terngiang hingga membuat Chaerin berusaha keras untuk menghilangkan sifat buruk tersebut dalam dirinya termasuk membuat ia membenci keberadaan pembohong dan pengkhianat di dunia.

 

    Hanya saja Chaerin kecil yang saat itu masih berusia delapan tahun belum bisa memahami dengan sangat baik apa yang Ayah-nya katakan. Kenyataannya pada kondisi tertentu berbohong bahkan berkhianat itu perlu dilakukan untuk kebaikan, walau mungkin satu dari 10.000 kasus yang bisa melahirkan kebaikan dibandingkan kehancuran. Namun kemungkinan itu tetap ada. Dan Chaerin kecil tidak menyadari itu hingga membuat ia menjadi antipati pada seorang pembohong dan pengkhianat. Ingin memusnahkan mereka dari muka bumi jika saja ia memiliki kemampuan tersebut.

 

    Chaerin yang telah membangun tembok besar pada kebohongan dan pengkhianatan merasa tidak perlu memberikan kesempatan pada pelakunya. Memilih meninggalkan dibandingkan memberikan kesempatan kedua karena kebohongan dan pengkhianatan adalah awal dari permasalahan lainnya. Itu yang dirinya yakini hingga detik ini. Detik dimana ia memutuskan untuk mengambil alih pekerjaan yang mengharuskan dirinya terbang ke luar kota hanya untuk menghindari Yunga. Tidak peduli pada keadaan tubuhnya yang akan lelah karena harus bepergian dari satu tempat ke tempat lain hanya untuk bertemu dengan relasi bisnisnya. Jujur ia tidak peduli selama dirinya tidak harus mendengar mengenai mate yang ingin sekali ia hilangkan dari muka bumi.

 

    Jadi sekarang kamu ada dimana?” Itu suara Jiyeong yang bertanya dari seberang sambungan. Keduanya tengah melakukan panggilan video sejak satu jam yang lalu atau lebih tepatnya setelah Chaerin sampai dari rapat dengan relasinya.

 

    Jeju.”


    WHAT? Gila! Kenapa tidak mengatakan padaku? Aku kan ingin ikut.” Rajuk Jiyeong kesal.

 

    Chaerin memutar bola matanya sebelum berucap, “Hei Hwang! Aku sedang tidak berlibur. Aku bekerja.

 

    Tapi tetap saja aku ingin ikut. Aku bisa berlibur saat kamu bekerja. Aku kan tidak memintamu untuk menelantarkan pekerjaan. Aku hanya memintamu untuk memberitahuku dan aku akan ikut denganmu untuk berlibur.

 

    Chaerin mendecak. Berbicara dengan Jiyeong ternyata sangat melelahkan apa lagi jika gadis itu sudah merajuk di tengah kepenatannya. Rasanya ia ingin sekali mengambil isi kepala sahabatnya itu kemudian mencuci, mengeringkan, dan barulah ia kembali meletakkan di dalam tempurung kepalanya agar penat sahabatnya itu menghilang bersama dengan air sabun yang terbuang.

 

    Chaerin..” Panggilan dengan suara yang lebih pelan itu membuat atensi Chaerin kembali pada layar datar di depannya. Salah satu alisnya terangkat kala melihat raut bimbang terukir jelas di wajah Jiyeong.

 

    Jiyeong terlihat menarik napasnya sebelum kembali mengarahkan pandangannya pada Chaerin yang tengah terdiam menanti kelanjutan ucapannya.

 

    Bagaimana hubunganmu dengan Kak Yunga dan Jayson?

 

    Hening kembali menyapa kala Chaerin tidak langsung memberikan jawaban. Ada sengatan tidak enak dalam diri Jiyeong ketika melihat keterdiaman Chaerin, tetapi nyatanya gadis itu perlu menanyakan pertanyaan tersebut. Ia masih dalam batas kewarasan untuk kembali mengingatkan Chaerin pada hukum leluhur yang mengikat mereka.

 

    Aku tahu ini berat, tapi cobalah berdamai dengan keadaan. Kamu tahu sendiri apa yang telah ditetapkan dan menjadi takdirmu tidak akan pernah bisa berubah. Kamu hanya akan menyiksa dan menyakiti diri sendiri.” Jiyeong menarik napasnya dalam dan mengembuskan berkala. Memberikan sedikit jeda sebelum kembali berucap lirih. “Aku peduli padamu, sangat. Kamu adalah sahabatku. Karena itu aku tidak ingin hal buruk terjadi padamu. Dan aku rasa Kak Yunga juga menginginkan hal yang sama hingga dia mengambil risiko yang dapat merusak hubungan kalian.

 

    Masih tidak mendapatkan jawaban, maka Jiyeon kembali membuka suaranya.

 

    Berikan mate-mu kesempatan untuk membuktikan dirinya. Jika pada akhirnya apa yang kamu yakini ‘seorang pembohong dan pengkhianat akan selamanya melakukan kebohongan dan pengkhianatan’ terjadi, maka aku akan menjadi orang pertama yang akan menentang keras hubungan kalian. Aku akan berdiri paling depan untuk memastikan hubungan kalian tidak akan berlanjut lagi. Dan aku akan membuat alpha itu menderita atas tindakan bodohnya padamu.

 

    Sungguh, aku berjanji padamu. Tapi sebelum itu tolong dengarkan nasihatku, cobalah berdamai walau sulit dan berikan alpha itu kesempatan.”

 

 

*   *   *   *

 

 

    Ucapan Jiyeong terus terngiang bahkan sampai ia telah kembali dari dinas luar kotanya. Otaknya masih memikirkan kemungkinan dari nasihat sang sahabat. Apakah ia perlu memberikan kesempatan atau tetap pada keputusan awalnya untuk tidak terlibat apa pun dengan Jayson. Semua itu kini tengah bergelut dalam pikiran yang membuat kepalanya sedikit pusing. Membuat dirinya yang tengah berada di pusat perbelanjaan itu seketika melupakan tujuannya hingga ia hanya berjalan tidak tentu arah melewati toko-toko di sana.

 

    Sial., memaki dalam hati sebelum kembali memfokuskan pikiran pada tujuan kedatangannya ke pusat perbelanjaan di akhir pekan.

 

    Maka dengan segala hal yang kini tengah memenuhi pikirannya, Chaerin kembali melanjutkan perjalanan menuju salah satu toko yang menjadi tujuan kedatangannya. Dirinya hampir melupakan musim terbaru dari brand kesukaannya karena permasalahan mate yang terus mengejarnya seperti hantu. Tidak, tidak bisa! Ia tidak akan membiarkan mate sialan itu mengganggu hidupnya! Ia ingin hidup yang tenang dan damai seperti sebelumnya.

 

    “Chaerin.” Panggilan itu menginterupsi langkah kaki berbalut heels tersebut. Chaerin pun memutar tubuhnya. Matanya sedikit melebar kala onyx-nya menangkap keberadaan sosok pria dengan senyum termanis yang pernah dirinya termui.

 

    “Ten.”

 

    Pria itu semakin melebarkan senyumnya.

 

    “Apa yang kamu lakukan di sini?”

 

    “Hanya berjalan-jalan. Kamu sendiri?”

 

    Matanya melirik singkat pada toko di belakang. “Melihat-lihat, dan mungkin berbelanja jika suka.”

 

    “Wah kebetulan, aku juga berencana untuk mendatangi toko ini. Kudengar mereka baru saja mengeluarkan musim terbaru mereka.” Ten memberikan jeda sebelum bilah bibirnya kembali terbuka. “Ayo bersama.”

 

    Maka dengan kebetulan tersebut, Chaerin dan Ten berakhir mendatangi toko tersebut bersama. Melihat keluaran terbaru dari brand tersebut. Saling menilai barang yang mereka sukai sebelum membawanya pada ruang coba. Menunggui satu dengan yang lain hingga penghuni ruangan ganti tersebut keluar. Lantas mereka kembali memberikan penilaian hingga akhirnya keputusan pun diambil, apakah membeli atau mencari yang lain.

 

    “Aku tidak menyangka jika selera kita mirip.” Seru Chaerin kala melihat pantulan dirinya dan juga Ten di kaca.

 

    Ten hanya mengembangkan senyumnya. Ia yang semula tengah memperhatikan dirinya perlahan mengalihkan atensinya pada Chaerin yang masih sibuk menilai pakaian dan sepatu yang tengah melekat di tubuhnya.

 

    “Ah!” Ten berseru sebelum pergi menuju salah satu rak tidak jauh dari tempat dimana barang-barang musim terbaru dipajang.

 

    “Akan lebih pas dengan scarf  ini.” Ujarnya sembari memasangkan scarf bermotif garis asimetris berwarna abu-abu pada kerah Chaerin.

 

    Kedekatan wajah yang tidak Chaerin duga membuat jantungnya beraksi tidak biasa. Ia bisa mendengar bagaimana organ vital di tubuhnya itu bergemuruh hebat. Membawa sengatan listrik yang membuat kepalanya sedikit pusing dan perutnya terasa ingin meledak. Perasaan yang tidak pernah dirinya rasakan sebelumnya. Perasaan yang membuat pipinya terasa menghangat.


    “Pipimu merah, kamu sakit?” Ten yang baru saja selesai memasangkan scarf dibuat bingung kala melihat semburat merah pada kedua pipi Chaerin. Hingga tangannya bergerak begitu saja menyentuh pipi Chaerin dan memberikan usapan lembut di sana.

 

    Namun seseorang menghempas tangannya. Membuat Ten terkejut dan menatap bingung pada pelaku yang tengah menatapnya nyalang.

 

    “Jangan menyentuh yang bukan milikmu!”

 

    Ten mendengus. “Anda siapa? Siapa yang anda maksud sebagai ‘milik anda’?”

 

    Maka sosok tersebut langsung menarik Chaerin ke belakang dirinya. Memproteksi omega tersebut dari Ten yang semakin dibuat bingung dengan sosok pria di hadapannya itu.

 

    “Dia mate-ku. Dan aku peringatkan kau untuk jangan lagi berada didekatnya.”

 

    Maka peringatan berbalut emosi tertahan itu menjadi akhir pertemuan Ten dan Chaerin serta Ten dengan sosok alpha yang mengaku sebagai mate dari Chaerin. Karena setelahnya, sosok itu langsung menarik Chaerin pergi setelah membayar blouse dan scarf yang gadis itu pakai.

 

    Tangan kekarnya setia melingkari pergelangan Chaerin. Membawa gadis itu menjauh dari keberadaan Ten. Meninggalkan alpha yang membuat sisi dominan di dalam tubuhnya meraung tidak suka. Yang berhasil membuat kepalanya mendidih karena emosi dan cemburu setelah melihat kelancangan Ten menyentuh Chaerin.

 

    Rasa terkejut yang perlahan menghilang membuat Chaerin kembali pada akal sehatnya. Setelah mendapatkan serangan mengejutkan dari Ten kemudian yang tidak kalah mengejutkannya adalah kemunculan sosok alpha yang berjalan di depannya, akhirnya ia bisa kembali menguasai pikiran dan kerja tubuhnya. Membuat ia menatap nyalang pada alpha didepannya sebelum menghempas dengan kasar tangan alpha tersebut hingga sosok itu berhenti dan memutar tubuhnya.

 

    “APA YANG KAU LAKUKAN?!” Tanyanya nyalang. Matanya menyorot tajam pada obsidian kelam di depannya. Tidak terlihat rasa takut kalau ia bersama dengan anda sedikit tinggi pada sosok yang memiliki hak penuh atas dirinya itu.

 

    Jayson terlihat menarik napas sebelum berucap. “Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan. Kamu mate-ku dan tidak akan aku biarkan satu orang pun menyentuh apa yang ditakdirkan menjadi milikku!”

 

    Chaerin mendengus saat mendengar pengklaiman tersebut. Rasanya ia ingin tertawa karena ucapan bodoh yang lagi-lagi berhasil membuat emosi memenuhi dirinya sedangkan sisi dominannya berseru senang. Menghadirkan angkara dan kemurkaan yang selalu menemaninya kala alpha di depannya kembali memunculkan batang hidung di hadapannya.

 

    “Maaf, aku tidak mempunyai mate karena dia telah mati!”

 

    “Chaerin..”

 

    Chaerin memutar bola matanya. Satu sudut bibirnya tertarik saat melihat bagaimana tatapan luka yang ditunjukkan Jayson.

 

    “Berhenti membuatku semakin muak dengan dirimu! Aku sudah mengatakannya dengan sangat jelas untuk menganggap mate-mu mati karena aku tidak sudi berdampingan denganmu.”

 

    Maka ia segera melenggang meninggalkan Jayson yang masih terpaku di tempatnya. Bergerak menuju area dimana dirinya memarkirkan kendaraan roda empatnya sebelum suara Jayson kembali mengalun ke dalam telinga. Membuat seketika tubuhnya menegang dan berhenti dari langkah panjang yang ia lakukan.

 

    “Aku alpha  yang mempunyai hak seutuhnya atas dirimu Lim Chaerin. Karena itu atas nama takdir yang telah ditetapkan, aku minta kamu tunduk padaku!”

 

    Kalimat penuh penekanan tersebut berhasil membuat hatinya bergetar. Sisi dominannya perlahan melemah saat mendengar ketegasan dan kelugasan kalimat itu. Membuat tubuhnya ikut sedikit bergetar hingga ia harus memejam dengan kuat selama beberapa saat. Mengatur kerja tubuhnya yang mulai di luar kendali akibat ucapan yang kini dikutuknya.

 

    Belum juga reda getar tubuhnya, Jayson telah kembali menggenggam pergelangannya. Membuat angkaranya semakin menjadi hingga tanpa sadar ia mengepalkan tangannya kuat. Membuat buku-buku tangannya memutih.

 

    “Lepas!” Desisnya dibarengi dengan hentakan yang membuat genggaman Jayson terlepas.

 

    “Lim Chaerin!”

 

    Chaerin sendiri kembali memejam. Kembali sekuat tenaga menghilangkan efek kalimat penuh dominasi yang Jayson ucapkan. Mencoba mengambil alih kembali kerja tubuhnya yang mulai sulit dikendalikan akibat ucapan sederhana tetapi sangat berpengaruh pada dirinya.

 

    “Chaerin tunduklah-”

 

    Angkara yang sudah menguasai diri semakin menjadi kala Jayson akan kembali menggunakan sisi dominannya untuk menaklukkan Chaerin. Hingga tanpa dirinya sadari tangannya melayang ke udara dan mendarat dengan sempurna di atas permukaan wajah Jayson hingga membuat alpha itu tertoleh.

 

    “Jangan pernah gunakan sisi alpha-mu itu, keparat!”

 

    Dadanya naik turun setelah tamparan cukup keras yang ia berikan. Jantungnya berdetak cepat kala luapan emosinya berhasil disalurkan walau harus menghabiskan banyak tenaga. Membuat tubuhnya terasa lemah karena dirinya yang masih berada di bawah kendali sisi alpha Jayson.

 

    Ia pikir setelah mencegah Jayson kembali menggunakan sisi dominannya dengan memberikan sebuah tamparan, pria itu akan mundur perlahan dan membiarkan dirinya. Sayang dugaannya salah karena saat matanya masih menyoroti Jayson dengan tajam, ia bisa melihat bagaimana bibir itu membentuk seringaian sebelum wajahnya kembali mengarah kepadanya.

 

    “Lim Chaerin, tunduklah padaku!” Sebuah perintah yang langsung membuat tubuhnya kehilangan kendali. Ia merasa sisa tenaga yang dirinya miliki seketika menghilang. Sisi dominannya meraung karena rasa takut akibat dominasi yang diterima. Membuat umpatannya terdengar menyedihkan karena begitu lirih.

 

    “Keparat kau Park Jayson!”

 

    Jayson pun tidak tinggal diam. Ia kembali meraih pergelangan Chaerin bermaksud untuk membawa gadis itu pergi. Namun Chaerin masih belum menyerah. Ia kembali melepaskan genggaman tersebut dengan sisa tenaga yang tidak seberapa. Onyx yang menatap tidak suka itu terlihat menyedihkan kala gemetar sisi dominannya berhasil dirasakan hingga membuat tubuhnya ikut semakin gemetar. Maka dengan satu ucapan terakhir, Jayson tahu bahwa pada akhirnya ia akan berhasil mengendalikan omega-nya.

 

    SUBMIT!”

 

 

*   *   *   *

 

 

    Amarah yang telah menyatu bersama dengan darah yang mengalir membuat Chaerin seakan tengah dibakar. Cairan kental dalam tubuhnya seperti mengeluarkan letupan-letupan kecil karena panas tubuh yang terlalu panas. Membawa rasa pening menyerang kepala dan memaksa kedua mata untuk terpejam. Namun Chaerin tetap tidak membiarkannya. Dengan sisa tenaga yang sangat tidak seberapa itu, ia berusaha untuk mengais kesadarannya yang sangat lemah. Menolak keras keinginan sisi dominannya untuk sebuah kekuasaan sosok alpha di depannya.

 

    “Jadi setelah berkhianat sekarang kau mau menggunakan sisi alpha sialanmu itu untuk mengikatku? Memalukan!” Cibir Chaerin. Ia tengah terduduk bersama alpha yang berada di seberangnya yang tidak pernah melepaskan atensi dari dirinya.

 

    Alpha itu menunjukkan senyum miringnya. “Aku akan melakukan apa pun untuk membuatmu berada di sampingku.”

 

    Chaerin mendecih. Bola matanya memutar dan kepalanya menoleh ke samping. Tidak sudi menatap lama-lama wajah alpha didepannya.

 

    “Setelah melakukan pengkhianatan sekarang untuk mendapatkan takdirmu kau rela menghancurkan kehidupan lain. Wah.. bijaksana sekali alpha di depanku ini!” Cibirnya. “Sungguh aku tersanjung mendengarnya.” Lanjutnya dibarengi dengan wajahnya yang kembali menatap sang alpha.

 

    “Oh ralat, sisi dominan ku sepertinya tersanjung dengan usahamu Tuan. Tapi sayang, diriku tidak merasakannya. Aku justru muak dan semakin membenci keparat sepertimu, Park Jayson!”

 

    Jayson tersentak mendengar ujaran kebencian untuk dirinya tersebut. Dia tidak menyangka jika angkara yang bersemayam dalam diri Chaerin telah berubah menjadi rasa benci yang sangat menyakiti hatinya. Namun dirinya sadar jika semua itu timbul karena kebodohannya. Ia yang telah menggali lubang kebencian untuk dirinya sendiri. Jadi jika ia ingin menyalahkan seseorang, maka salahkan diri sendiri atas keadaan yang tidak pernah diharapkan sebelumnya.

 

    Napasnya tertarik dalam kala sorot matanya berubah sendu. Tidak ada lagi senyum miring atau seringaian yang terlukis di bibirnya. Tidak ada lagi aura intimidasi yang menguar dari dirinya kala sisi dominannya merasakan rasa sakit akibat penolakan keras yang dilakukan oleh mate-nya.

 

    “Chaerin..”

 

    “Jangan panggil namaku dengan mulut sialanmu itu! Aku tidak sudi.” Desisnya dengan gigi yang beradu kuat.

 

    Lagi Jayson mengembuskan napas beratnya. Penolakan yang ia terima untuk kesekian kalinya benar-benar membuat luka di hati. Hanya saja kenyataannya memang ia harus menerima itu.

 

    “Aku ingin hidup normal bersama mate-ku, yaitu kamu. Aku ingin menjalani takdir yang telah ditetapkan layaknya pasangan lainnya. Aku ingin-”

 

    “Aku ingin.. aku ingin.. aku ingin..” Chaerin menyelak. Matanya kembali menatap nyalang. “Sayangnya aku tidak menginginkan apapun yang berhubungan denganmu. Jadi berhenti karena kau hanya mengganggu!” Sambungnya sedikit berteriak. Membuat dadanya kembali naik-turun karena napas yang tidak beraturan dan emosi yang melebihi batas maksimalnya.

 

    Ada hening sejenak kala Jayson hanya diam mencerna setiap kata yang dilontarkan Chaerin. Membawa otak briliannya itu memahami kalimat yang berisi penolakan atas kehadirannya dalam kehidupan omega tersebut.

 

    Untuk kesekian kali napasnya kembali ia tarik, tapi lebih dalam dan lebih panjang dari sebelumnya. Kemudian mengembuskannya berkala dan membuka mata yang ia pejam beberapa detik lalu hingga obsidiannya kembali bertemu dengan onyx kecoklatan yang masih setia menyorotnya dengan penuh kebencian.

 

    “Beritahu apa yang bisa membuatmu memaafkan kesalahanku. Sungguh Chaerin, aku tidak ingin seperti ini. Aku tidak ingin menyakitimu dengan sisi alpha-ku, dan aku juga tidak ingin kamu terluka karena penolakan yang terus kamu lakukan.” Napasnya kembali ditarik lantas diembuskan dalam satu embusan panjang. “Tolong katakan apa yang harus aku lakukan untuk memperbaiki semuanya. Untuk mendapatkan kepercayaan mu yang aku hancurkan bahkan jauh sebelum pertemuan pertama kita.”

 

    “Tidak ada Park Jayson!”

 

    Chaerin menyeringai dengan tubuh yang berusaha ditegakkan walau tenaganya masih berada di batas terendah.

 

    “Aku lebih memilih untuk terluka karena menolak takdir dibandingkan dengan menjalani takdir bersamamu.” Chaerin memberikan jeda sembari terus memperhatikan lekat-lekat raut wajah Jayson.

 

    “Kau tahu kenapa?”

 

    Tidak ada jawaban karena nyatanya Jayson lebih memilih bungkam mendengarkan setiap ungkapan kebencian Chaerin yang diutarakan untuknya.

 

    “Karena aku tidak sudi. Ti-dak a-kan per-nah su-di!”

 

    Penekanan yang diucapkan Chaerin kembali memberikan tamparan atas kenyataan yang harus dihadapi. Kenyataan terpahit dalam hidupnya karena kebodohan yang ia lakukan. Andai saja ia tidak terlena dengan perasaan sesaatnya, maka hal menyedihkan ini tidak akan terjadi. Andai saja dulu ia bisa menjaga dirinya, maka sudah dipastikan saat ini ia akan dapat menjalani takdirnya dengan baik. Andai saja ia tidak menyepelekan tindakannya malam itu, maka penolakan ini tidak akan terjadi. Maka ‘andai saja’ hanya yang tersisa untuk dirinya yang mulai mengalami kesakitan di hati kala sisi dominannya terus meraung sedih akibat penolakan hebat yang diterimanya.

 

    Maka dengan sisa pengandaian dalam pikirannya, ia akhirnya sampai pada sebuah keputusan. Keputusan yang mungkin akan menyiksa dirinya dan juga omega di depannya. Keputusan yang dapat membuat dirinya semakin mendapatkan ujaran kebencian atau mungkin lebih parah dari itu. Keputusan yang membawa hal besar untuk takdirnya yang masih tergantung bebas yang tidak dirinya ketahui kapan bisa ia capai.

 

    “Jika seperti itu, maka aku akan menggunakan sisi alpha-ku untuk terus membuatmu berada disisiku Lim Chaerin.”

 

    Satu kalimat singkat dan padat yang berhasil membungkam Chaerin. Menghilangkan seringai dan tatapan nyalangnya. Membuat tubuhnya kembali lemah karena ucapan penuh dominasi Jayson. Hingga menghentikan kerja otaknya untuk beberapa detik sebelum rasa sakit di kepala semakin menyerangnya dengan hebat.

 

    “Brengsek!” 



T . B . C





- DF -

Comments

Popular Posts