Jimin and His Family Eps 1


 

Special story to celebrate the 11th anniversary of GIGSEnt


.

.

.


Jimin tengah menonton acara tv kesukaannya ketika Arion datang dan bergabung dengannya. Jimin yang sudah menantikan tayangan malam itu begitu fokus pada layar datar di depannya sampai tidak menyadari wajah sang anak yang duduk di sebelahnya.

 

Arion datang dengan wajah tertekuk ditambah terlihat jelas gurat takut yang tidak disadari oleh Jimin. Bagaimana bisa pria itu menyadarainya, saat matanya tidak pernah lepas dari layar televisi.

 

“Pah..” Arion berbisik.

 

“Iya?” Balas Jimin dengan fokus mata yang masih tertuju pada layar televisi.

 

Tidak ada lagi suara Arion. Jimin pun tidak juga bertanya karena ia benar-benar telah terbius dengan apa yang sedang ditontonnya.

 

Sementara Arion menghela pelan. Anak laki-laki berusia 7 tahun itu akhirnya beranjak pergi. Ia pikir tidak ada gunanya berbicara dengan sang Papah yang tengah menghabiskan malamnya dengan acara kesayanngannya. Maka dari itu, langkah kaki kecilnya pun berpindah menuju dapur dimana sosok sang Mamah sedang menyimpan beberapa makanan ke lemari es. Dengan takut ia mendekati sang Mamah yang sedang berjongkok di depan lemari dingin empat pintu itu.

 

“Mah..” Panggilnya.

 

“Iya sayang.”

 

Raya menoleh. Lalu dahinya berkerut melihat sang anak yang katanya akan ke kamar kini malah berada di dapur.

 

“Ada apa?”

 

Sejak ia memanggil sang Mamah, Arion sudah menunduk dengan tangan yang bertaut di depan tubuh. Hal itu semakin membuat Raya bingung. Insting Ibunya mengatakan jika ada hal yang tidak beres. Karena itu ia menyudahi aktivitasnya lalu membawa Arion untuk duduk di kursi meja makan.

 

“Kenapa?”

 

Arion dengan takut-takut mengangkat kepalanya sebelum kembali menunduk karena perasaan takut. Mamahnya adalah orang terbaik di hidupnya, tapi Mamahnya juga seorang wanita yang suka merasa kesal apa lagi karena ulahnya. Bukan sebuah konotasi yang buruk, hanya saja membuat rasa tidak enak dibenak Arion jika membuat Mamahnya kesal karena kesalahannya.

 

“Kalau kamu enggak ngomong, gimana Mamah bisa tau. Iyon mau ngomong apa ke Mamah, hm?”

 

Usapan lembut Raya berikan di atas kepala sang anak. Hal itu membuat Arion yang sejak tadi menunduk akhirnya memberanikan diri untuk menatap sang Mamah.

 

“Mah..”

 

“Iya..”

 

Arion menarik napasnya sambil menatap sang Mamah.

 

“Aku mau bilang tapi Mamah jangan marah..”

 

Raya merengut. Entah kenapa perasaannya menjadi tidak tenang setelah mendengar permintaan Arion.

 

“Emangnya kenapa sayang?”

 

“Mamah janji dulu.”

 

Raya menarik napasnya.

 

“Iya mamah janji. Jadi sekarang Iyon bilang, ada apa..”

 

“Gini Mah,” Ia kembali menunduk sambil memainkan jemarinya. “Tadi di sekolah Bu Guru nyuruh bawa stik es krim.”

 

Mendengar itu Raya mengembuskan napasnya. Bayangan buruknya menghilang setelah mendengar penuturan Arion. Rasa tenang kembali memenuhi hatinya setelah sebelumnya terkalahkan oleh degup tidak beraturan karena ketakutan yang mendominasi.

 

“Yaudah besok Mamah cariin.”

 

Arion menggeleng dengan kepala tertunduk. Lalu ia kembali berucap dengan bisikan tetapi masih terdengar cukup jelas oleh Raya.

 

“Disuruh bawa besok Mah.”

 

Didetik itu juga rasanya Raya ingin sekali menghilang. Bagaimana bisa ia menemukan stik es krim saat jam di rumahnya sudah menunjukkan pukul 9 malam. Mau cari dimana?

 

“Ya ampun Arion…” Suara Raya memekik tertahan.

 

Ia ingin berteriak tetapi alam bawah sadarnya mengingatkan jika suaranya pasti akan mengganggu tetangga yang lain.

 

Arion hanya bisa menunduk. Ia semakin tidak berani menatap sang Mamah yang tengah berdiri di depannya sambil berkacak pinggang.

 

“Kenapa kamu baru bilang ke Mamah sih? Ini tuh udah malem, mau cari dimana stiknya?”

 

Raya terus meluapkan kekesalannya hingga Jimin datang dan berdiri di sampingnya.

 

“Kamu kenapa sih malem-malem gini malah marah-marah?”

 

Dengan kedua tangan, ia mengusap wajahnya.

 

“Itu tuh anak kamu, disuruh bawa stik es krim tapi baru bilang sekarang.”

 

Jimin yang sedikit mengerti berusaha untuk menenangkan Arion yang tengah menangis. Arion bukan anak yang cengeng, tetapi dia anak yang memiliki hati lembut. Ia mudah menangis karena rasa bersalahnya, dan Jimin tau jika sekarang anaknya tengah merasa bersalah kepada Mamahnya.

 

“Kamu kenapa baru bilang sekarang?” Tanya Jimin dengan suara yang lembut sambil mengusap kepala sang anak.

 

Arion dengan sisa keberanian yang tidak seberapa itu mengangkat kepalanya untuk menatap Jimin yang melihatnya dengan tatapan hangat.

 

“Aku lupa Pah.” Jawabnya dengan sesenggukan.

 

“Udah jangan nangis lagi.” Jimin mengusap pipi sang anak yang sudah basah karena air matanya sendiri.

 

“Minta maaf gih sama Mamah.. janji kalau hal kayak gini enggak akan keulang lagi.”

 

Arion pun mengangguk. Lalu ia berdiri dan mendakti Raya yang masih diselimuti rasa kesal sekaligus bingung.

 

“Mah, maafin Iyon. Iyon janji besok-besok Iyon enggak akan lupa sama tugas yang dikasih Bu Guru.”

 

Jimin berdiri dan mendakit sang istri. Ia melingkarkan tangannya di lengan Raya sambil memberikan usapan pelan di sana.

 

“Sayang..”

 

Raya menatap Jimin sebentar, lalu kembali menatap Arion yang setia menunggu jawabannya dengan kepala tertunduk.

 

“Mamah maafin, tapi janji ya kamu jangan ulangin lagi? Jangan suka ngasih tau tugas kamu dadakan. Pas pulang sekolah langsung kasih tau kalau disuruh bawa sesuatu sama Bu Guru. Ngerti?”

 

Arion menganggukkan kepalanya.

 

Raya baru akan kembali membuka suaranya tetapi Jimin lebih dulu membisikkan sesuatu di telinganya.

 

“Enggak apa-apa, namanya juga lupa. Udah enggak usah dimarahin lagi anaknya.”

 

Akhirnya kalimat yang akan terlontar dari bibirnya hilang ketika suara berat dan lembut dari sang suami mengalun ke dalam telinganya. Raya kembali menghela kemudian mengangguk singkat.

 

“Yaudah aku siap-siap dulu. Kamu jangan lupa pake jaketnya. Udara malem dingin, nanti kamu sakit.”

 

Jimin lantas berjongkok di depan sang anak.

 

“Papah sama Mamah nyari stik es krimnya dulu ya. Kamu di rumah aja, jangan kemana-mana. Nanti kalau ada orang yang ngetok pintu dan enggak kamu kenal, enggak usah dibukain pintunya.”

 

Arion pun mengangguk.

 

Jimin lalu berdiri dan bergegas memasuki kamarnya. Namun sebelum itu ia sempat mengecup pipi sang anak.

 

“Mamah minta maaf ya karena udah marah-marah.” Ujar Raya yang telah berjongkok di depan Arion sepeninggal Jimin.

 

“Iyon juga minta maaf karena buat Mamah marah.”

 

Raya lalu langsung memeluk sang anak dan mengecup seluruh wajah Arion.

 

“Mamah pergi dulu ya, inget pesen Papah tadi.”

 

Arion lagi-lagi mengangguk.

 

Dan malam itu Jimin dan Raya pergi mengendarai motor menyusuri jalan demi mencari dan membeli stik es krim untuk Arion.







Hai semua!

Seneng banget bisa nyapa kalian dimomen penting ini

Enggak kerasa udah 11 tahun aja. Dan selama 11 tahun ini banyak hal yang udah terjadi, yang paling keliatan adalah semakin lama blog ini semakin jarang update. Alesannya sama kok, kita udah ada difase gak bisa lama-lama diem di depan laptop, punya ide tapi rasaya susah banget buat dituangin ke dalam tulisan, dan alhasil jumlah cerita yang kita post semakin sedikit.

Tapi semua itu enggak buat kita lupa kalau masih ada GIGS yang jadi tempat kita main, tempat buat rehat sejenak dari kehidupan pribadi yang sangat melelahkan.

Kita bersyukur banget GIGS bisa jalan sampai sejauh ini, dan thanks to kalian semua yang masih menyempatkan diri untuk mampir ke sini atau ke wattpad kita.

Intinya di anniv tahun ini kita bertiga mau nyucapin terima kasih ke kalian semua

Terima kasih

Dan harapan untuk kedepannya, masih akan ada cerita baru lagi yang dishare untuk kalian

Sekali lagi, terima kasih dan sampa jumpa

Comments

Popular Posts