Jimin and His Family Eps 2

 





Special story to celebrate the 11th anniversary of GIGSEnt


.

.

.


Jimin dan Raya bisa bernapas lega setelah pergi dari rumah Taehyung. Sahabat suaminya itu ternyata memiliki stik es krim dan secara suka rela memberikannya untuk Arion. Jika tidak mungkin ia dan Jimin masih terus berkeliling mencari toko yang buka dan tentunya menjual stik es krim.

 

“Untung ada Taehyung ya..” Ucap Raya dengan suara yang agak kencang. Maklum saja mereka sedang berkendara dengan roda dua yang membuat suara berbicara kita akan sulit terdengar.

 

“Iya, untung aku keingetan Taehyung. Kalau enggak pasti kita masih nyari tuh stik.”

 

“Tapi kenapa Taheyung bisa punya stik es krim? Aneh aja masa dia koleksi kayak gitu.”

 

Jimin menghentikan laju motornya ketika lampu lalu lintas berubah merah. Kaki yang semula berada di atas motor, diturunkan ke aspal untuk menyagah motornya.

 

“Dia lagi kegandrungan sama prakarya dari stik es krim, kayak yang dibuat anak SD. Kamu liat tadi ada pajangan bentuk rumah yang ditaro di atas meja deket pintu?”

 

“Iya..” Balas Raya dengan menganggukkan kepalanya yang ia letakkan di pundak Jimin.

 

“Itu salah satu hasil karyanya..”

 

“Wah…”

 

Raya dibuat takjub. Ia masih bisa mengingat bagaimana bentuk pajangan itu, bahkan detailnya juga. Ia tidak menyangka jika Teahyung sendiri yang mengerjakannya. Ia pikir sahabat suaminya itu membeli pajangan tersebut disuatu pameran.

 

Jimin kembali melajukan motornya ketika lampu lalu berubah hijau. Tidak dalam kecepatan tinggi karena ia ingin menghabiskan waktu lebih lama berdua dengan Raya. Sudah lama mereka tidak pergi malam berdua seperti ini. Kalau kata anak muda jaman sekarang tuh night ride.  Raya sendiri juga menikmati waktu berduanya dengan Jimin. Ia bahkan tidak pernah melepaskan lingkaran tangannya dari perut sang suami.

 

Namun kenyamanan yang Raya rasakan terusik begitu melihat arah jalan yang tidak menuju ke rumahnya. Raya yang sejak tadi bersandar di punggung Jimin akhirnya menegakkan tubuhnya lalu mendekatkan wajahnya ke telinga sang suami.

 

“Kok kita ke sini?”

 

Jimin tidak langsung menjawab. Ia malah mengusap tangan Raya yang berada di perutnya dengan tangan yang bebas dari gas.

 

“Kita beli martabak dulu. Aku kangen makan martabak keju.”

 

“Tapi Arion gimana? Dia sendirian loh Jim.”

 

Tidak berselang lama, Jimin berhenti dan memarkirkan motornya di depan toko yang menjual martabak kesukaan keluarganya.

 

“Udah jangan panik. Mending kamu turun dulu.”

 

Raya mau tidak mau turun dari atas motor karena Jimin juga sudah mematikan mesin motornya. Pria itu juga sudah melepas helmnya dan kini membantu Raya untuk melepaskan helm wanita itu.

 

“Jim…” Rengek Raya tetapi terabaikan karena Jimin memilih untuk langsung memesan seloyang martabak keju susu.

 

“Jangan cemberut gitu. Nih, kamu bisa awasin Arion dari sini. Lagian kita juga enggak lama, cuma beli martabak abis itu pulang.” Jimin berucap sembari menyodorkan ponselnya kepada Raya.

 

Dari layar benda itu, Raya bisa melihat aktivitas sang anak yang berada di rumah. Ia lupa jika suaminya itu telah memasang cctv yang terhubung dengan beberapa perangkat elektronik di rumah mereka. Jimin sengaja melakukannya untuk menjamin keamanan keluarganya juga.

 

Pantas saja Jimin santai sekali.

 

“Udah ya cemberutnya..”

 

Raya memukul lengan Jimin dan berkata, “Lagian kamu sih ngeselin.”

 

“Iya, iya aku ngeselin. Padahal mah kamu aja yang lupa kalau aku udah pasang cctv.”

 

Mendengar itu membuat Raya menghadiahkan perut Jimin sebuah cubitan yang membuat pria itu mengaduh.

 

“Kamu kenapa tiba-tiba mau martabak?”

 

“Enggak ada alesan, tadi cuma kepikiran terus sekalian beli aja sebelum pulang.” Jawabnya masih dengan mengusap perutnya yang terasa perih akibat cubitan maut dari sang istri.

 

“Sekalian tanda maaf buat Iyon karena tadi kamu marahin dia.” Lanjutnya.

 

Raya tidak menanggapi. Ia tahu ia salah karena telah memarahi anaknya. Tapi ia juga tidak bisa menahan luapan kekesalannya yang sudah bercampur dengan kebingungan.

 

“Abis aku bingung mau cari stiknya dimana.”

 

“Yaudah gak usah cemberut lagi. Makanya aku beli martabak karena aku lagi mau sama sekalian buat permintaan maaf ke Iyon.” Ujar Jimin dengan mencubit pipi Raya. Gemas karena istrinya itu merajuk dengan mengerucutkan bibir.

 

“Kamu sadar enggak sih kalau karena kamu aku sama Iyon jadi suka martabak keju. Dulu aku yang biasa aja eh pas pacaran sama kamu jadi ikutan suka karena setiap kali main ke rumah kamu pasti ada martabak keju dari penjual ini. Terus sekarang Iyon juga nurunin kesukaan kamu.”

 

Senyum lebar terlukis indah di wajah Raya ketika memori masa lalunya kembali terputar dipikirannya.

 

“Iya dulu kamu tuh paling males kalau makan martabak manis, eh karena keseringan disajiin martabak keju sama Bunda kamu jadi suka deh.”

 

Jimin pun ikut tersenyum. Ia tidak menyangka jika Raya dan charm-nya begitu kuat mempengaruhinya. Sang istri bahkan bisa membuat dirinya menyukai kesukaan Raya tanpa perlu berusaha keras. Cukup dengan menyajikan martabak setiap kali dia datang, dan akhrinya ia pun terpikat dengan rasa manis dan asin dari limpahan keju yang mengisi adonan tepung itu. Arion pun begitu. Semenjak Arion bisa makan, sang anak sudah menunjukkan kesukaannya kepada makanan manis itu.

 

“Bukan sih, lebih tepatnya karena rasa martabaknya manis dan kamu juga manis makanya aku bisa suka sama martabak ini.”

 


Comments

Popular Posts