UPSIDE DOWN: Rack and Ruin - Part 8



.

.

.

.

.

    Jayson benar melakukan apa yang ia ucapkan. Menggunakan sisi dominannya untuk menundukkan Chaerin. Memanfaatkan kekuasaannya sebagai seorang alpha yang memiliki hak penuh atas mate-nya untuk mengendalikan angkara Chaerin ternyata bukanlah hal yang sulit. Cukup dengan satu kata maka omega-nya akan menundukkan kepala dan tidak dapat lagi menolak keberadaannya sekali pun umpatan terus dilontarkan kepadanya. Tetapi Jayson tidak peduli itu. Selama Chaerin berada dalam jangkauan dan kendali dirinya, maka sebanyak apa pun makian atau sejahat apa pun cacian yang ia terima, tidak akan mempengaruhi keputusannya.

 

    Sekalipun hati kecilnya terus menolak keputusan itu, tapi dirinya tidak punya pilihan lain. Hanya ada dua pilihan untuknya, menundukkan atau ditinggalkan. Jayson tidak ingin pilihan kedua, karena itu menundukkan adalah hal yang tepat sekalipun hati kecilnya merasa sakit setiap kali melihat tatapan benci Chaerin dengan tubuh yang tidak bisa melakukan penolakan.

 

    Seperti yang terjadi pagi itu di lobby kantor Yunga. Chaerin yang baru saja memarkirkan mobilnya harus dikejutkan dengan kehadiran Jayson yang telah berada tidak jauh dari tempatnya. Sudah lebih dari seminggu pria itu selalu menyambutnya di kantor walau jelas dia tidak bekerja di sana. Rasanya sangat kesal karena setiap pagi mood-nya harus hancur karena kehadiran dan ulah pria itu. Ingin memaki atau menampar, tapi berakhir pada tubuhnya yang langsung kehilangan kendali hingga dengan rela membiarkan pria itu melakukan apa pun yang ia rencanakan. Hal ringan tetapi berhasil membuat emosinya memenuhi hati.

 

    “Selamat pagi.” Ucapan yang setiap pagi selalu didengarnya. Membuat telinganya berdengung sakit setiap kali harus mendengar suara itu.

 

    Kembali mengabaikan, Chaerin langsung melangkahkan tungkainya melewati Jayson. Sayang seribu sayang, Jayson kembali menahan pergerakannya. Menarik pelan dirinya hingga kini mereka berdiri berhadapan.

 

    “Lepas bodoh!”

 

    “Tidak bukan itu balasanya.” Jayson menggeleng dengan senyuman.

 

    “Tidak peduli. Lepaskan tanganku bajingan!” Chaerin menggeram. Tangannya yang bebas berusaha melepaskan genggaman Jayson di pergelangannya.

 

    “Submit!”

 

    Maka dengan satu kata tersebut, Chaerin langsung kehilangan kuasa atas tubuhnya. Tangan yang sebelumnya tengah berusaha melepaskan tangannya yang lain langsung terhenti begitu kata sakral itu kembali dilontarkan Jayson. Setiap kali ia mendengarnya, sisi dominannya langsung meraung lemah yang dibarengi dengan tubuhnya yang ikut melemas. Kehilangan kekuatan karena dominasi kuat yang mengikat dirinya.

 

    “Ini sudah hampir dua minggu, kenapa kamu belum menyerah juga?”

 

    Chaerin menatap nyalang Jayson. “Sampai kapan pun aku tidak akan mau berdampingan denganmu keparat! Terserah kau mau menundukkan ku terus menerus, tetapi keputusanku tidak akan berubah. Mate-ku telah mati saat betrayal itu terjadi!”

 

    Dengan tenaga yang telah terserap oleh rasa takut sisi dominannya, Chaerin menepis tangan Jayson. Kembali menegakkan tubuhnya sebelum membawa tungkai jenjangnya pergi.

 

    “Jika seperti itu, maka maaf aku akan terus membuatmu tunduk hingga kamu mau menerima takdir yang telah ditetapkan untuk kita.”

 

    Chaerin tidak mempedulikannya, memilih pergi walau hatinya memaki Jayson dengan keputusan yang membuat angkaranya kembali membara hebat. Darahnya semakin berdesir cepat kala kepalanya ikut memanas menahan emosi yang siap meledak kapan saja.

 

 

*  *  *  *

 

 

    Jayson memasuki ruangan Yunga bersama dengan Kavee yang terus mengumpatinya. Mereka berencana untuk makan siang bersama, tetapi Jayson malah meninggalkannya karena ingin menemui Chaerin lebih dulu. Tapi sialnya, pria itu tidak dapat bertemu dengan mate-nya karena sejak pagi omega-nya tengah rapat bersama relasi bisnisnya.

 

    “Kau kenapa Vee?” Juna bertanya kala melihat wajah kesal Kavee.

 

    “Jayson sialan ini meninggalkanku. Padahal dia tahu bahwa mobil sahabatnya ini tengah diperbaiki.”

 

    “Memang kenapa Jayson meninggalkanmu?” Giliran Hobee yang bertanya.

 

    Kavee melirik sini pada Jayson yang terlihat biasa saja sebelum kembali membuka suaranya yang dipenuhi dengan perasaan kesal.

 

    “Biasa, mate pengkhianat ini ingin menemui pasangannya yang sudah menolaknya.” Balasnya yang dipenuhi dengan sindiran. Ugh.. Kavee tidak peduli itu. Kesal karena ditinggalkan Jayson hingga membuatnya harus menaiki taksi lebih mengakar di hatinya dibandingkan dengan kemarahan Jayson yang akan diterimanya setelah ia mengatakan hal tersebut. Tidak peduli jika kalimat yang diucapkan itu menyakiti sahabatnya, yang jelas ia hanya ingin mengutarakan kekesalannya pada sang sahabat.

 

    “Kim Kavee!” Jayson mendesis marah tetapi Kavee mengabaikannya. Lebih memilih mendaratkan bokongnya di sofa di samping Jeka dibandingkan meladeni kemarahan Jayson.

 

    “Lalu kenapa datangnya bisa bersamaan jika Bang Jayson berangkat lebih dulu?”

 

    Kavee menarik sudut bibirnya. Rasanya ia belum puas menyulut emosi sahabatnya itu dengan sindirannya. Maka dengan melirik Jayson yang berubah sedikit merah, Kavee kembali berucap remeh.

 

    Sejak pagi Chaerin itu rapat, jadi alpha bodoh ini tidak bisa menemuinya.”

 

    “Kavee kau-”

 

    “Bukankah kau telah menemuinya pagi tadi, lalu untuk apa kau menemuinya lagi?” Tanya Yunga cepat dari balik meja kerjanya.

 

    “Bang, aku tengah berusaha untuk membuat Chaerin terbiasa dengan keberadaanku. Karena itu aku lebih sering menemuinya.”

 

    “Bukankah itu berisiko Chaerin semakin membencimu?”

 

    Jayson menghela napasnya kasar. “Aku tidak peduli, yang penting Chaerin berada di dekatku dan aku bisa mengawasi siapa saja yang mendekati mate-ku.”

 

    Tidak ada lagi yang membuka suara setelah mendengar jawaban Jayson yang tersirat keputusasaan di dalamnya. Ingin menanggapi tetapi mereka tidak ingin membuat Jayson semakin terbebani dengan permasalahannya. Ingin membantu tetapi mereka juga tidak tahu apa yang dapat mereka lakukan untuk menolong sahabatnya. Betrayal yang dilakukan Jayson bukanlah hal yang mudah untuk dimaafkan. Wajar jika Chaerin sangat menolak takdir yang telah ditetapkan. Namun terus-menerus menolak bukanlah solusi yang terbaik dalam permasalahan keduanya. Karena itulah mereka lebih memilih untuk mengamati keduanya dan membiarkan sepasang mate tersebut yang menemukan jalan keluar.

 

    “Yunga.”

 

    Panggilan dari pintu masuk itu menarik atensi Yunga serta sahabatnya yang lain hingga membuat kepala mereka langsung menoleh pada sumber suara.

 

    “Oh kalian sudah ada di sini.” Sosok itu terkejut kala menemukan para sahabatnya telah berada di ruangan Yunga.

 

    “Ada apa?”

 

    “Tidak bukan apa-apa.”

 

    Jeka memicingkan mata. “Tidak mungkin tidak ada apa-apa jika Bang Yujin datang seperti itu.”

 

    Yujin yang baru saja menempati sofa tunggal yang tersisa lantas mengembuskan napas panasnya. Matanya menatap satu per satu para sahabatnya hingga berakhir di Jayson sebelum kembali mengarahkannya pada Yunga yang masih setia berada di kursi kebesarannya dengan setumpuk pekerjaan.

 

    “Ini mengenai Chaerin..”

 

    Sontak Yunga langsung menegakkan posisi tubuhnya. Begitu pula dengan Jayson yang ikut mencondongkan tubuhnya.

 

    “Ada apa dengan adikku?” Tanya Yunga yang berusaha untuk terdengar tenang tetapi raut wajahnya terlihat sekali gelisah.

 

    Yujin kembali menarik napasnya. Kali ini lebih dalam dan lebih lama karena apa yang akan ia katakan selanjutnya sungguh membuat hatinya terasa berat dan pikirannya mengacau. Banyak kemungkinan buruk yang dapat terjadi kala ia selesai menyampaikannya, dan dirinya sangat tidak menginginkan kemungkinan yang ia perkiraan tersebut terjadi.

 

    “Aku merasa hubungan Chaerin dan Ten semakin dekat.”

 

    “Maksudmu apa Bang?”

 

    Yujin mengalihkan atensinya pada Jayson yang tengah menatapnya dengan tatapan menuntut penjelasan.

 

    “Beberapa kali aku melihat Ten yang keluar dari ruangan Chaerin dan aku juga sempat melihat Ten meninggalkan kantor ini malam hari bersama dengan Chaerin.”

 

    “APA?!”

 

    “Tapi tenang dulu. Jangan mengambil spekulasi secepat itu. Kita tidak tahu apa yang terjadi, karena itu –HEI PARK JAYSON KAU MAU KEMANA?”

 

    Jayson segera meninggalkan ruangan Yunga. Amarah dan sifat posesifnya mulai menguasai diri kala mendengar bagaimana mate-nya menghabiskan waktu dengan alpha lain. Ia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Dirinya tidak suka berbagi apa yang sudah diklaim sebagai miliknya. Maka kedekatan Chaerin dan Ten pun tidak dapat ia tolerir jika kondisinya seperti yang diceritakan Yujin.

 

    Pikiran dan tubuh yang telah dikuasai amarah itu membuat Jayson tidak peduli lagi pada sekelilingnya. Berjalan cepat dengan langkah lebar untuk mencapai ruangan Chaerin yang berada dua lantai di bawah ruangan Yunga. Mengabaikan larangan sekretaris Chaerin dan memilih membuka dengan kasar pintu kaca di sana. Matanya melebar kala obsidiannya menemukan keberadaan alpha lain di ruangan itu yang tengah melemparkan senyumnya pada Chaerin.

 

    “Sialan!” Ia mendesis tertahan sebelum melangkahkan kaki berbalut sepatu hitam itu dengan cepat. Tubuhnya langsung menerjang alpha tersebut dengan satu pukulan keras yang ia layangkan pada rahang sang alpha.

 

    Sontak keadaan ruangan menjadi kacau kala Jayson terus melayangkan pukulannya hingga Chaerin yang sebelumnya terdiam karena terkejut segera berdiri dan berusaha menjauhkan Jayson dari Ten –yang  terlihat tidak berdaya karena serangan tiba-tiba tersebut.

 

    “Brengsek! Bukankah sudah kuperingatkan untuk tidak mendekati Chaerin?! Dia mate-ku!” Seru Jayson dengan penuh kemarahan. Tangannya yang terkepal terus dilayangkan ke wajah Ten. Membuat Ten perlahan mulai kehilangan kekuatannya dan mungkin juga kesadarannya andai saja tidak ada yang menarik tubuh Jayson menjauh darinya.

 

    “JAYSON BERHENTI!”

 

    Itu Yunga. Pria itu datang bersama dengan sahabatnya yang lain. Kavee dan Jeka yang baru saja memisahkan Jayson dari Ten. Yujin dan Hobee langsung menghampiri Ten dan berusaha membantu pria itu. Sementara Juna berdiri di sampingnya.

 

    “LEPAS!”

 

    Jayson memberontak. Menulikan telinga dari bentakan Yunga. Matanya masih menatap nyalang pada Ten yang tengah terbatuk saat wajah dipenuhi luka itu tengah disanggah oleh dua sahabatnya.

 

    “Lepas ku bi-”

 

    Sebuah tamparan keras didapatkan Jayson dari satu-satunya omega di sana. Cukup keras karena suaranya saja sampai menggema ke seluruh sisi ruangan hingga mampu menelengkan wajah Jayson dan membungkamnya seketika.

 

    “KAU ALPHA SIALAN! APA YANG KAU LAKUKAN?!”

 

    Chaerin berteriak penuh amarah. Matanya memerah dan menyoroti Jayson dengan tajam. Tidak peduli pada sisi dominannya yang ikut marah kepadanya karena baru saja menampar mate-nya.

 

    “Chae-”

 

    “KAU PIKIR KAU SIAPA HAH!? KAU HANYA ALPHA PENGKHIANAT YANG BERUSAHA UNTUK MEWUJUDKAN TAKDIRMU! KAU TIDAK LAYAK BERSANDING DENGANKU! JADI BERHENTI MENGUSIK HIDUPKU!!”

 

    Kesabarannya sudah sampai pada batas. Tidak ada lagi kata mengalah dalam menghadapi sosok Jayson yang semakin bertindak melewati batas. Jika sebelumnya ia membiarkan pria itu menggunakan sisi dominannya untuk membuat dirinya tunduk, maka setelah kejadian ini ia bersumpah untuk memutus semua hubungan dengan pria tersebut termasuk dengan membangun lebih tebal perisai di antara sisi dominannya dengan sisi dominan Jayson.

 

    “KAU SUNGGUH-SUNGGUH BAJINGAN PARK JAYSON!”

 

    Maka dengan satu kalimat penuh kebencian tersebut, Chaerin segera meninggalkan ruangannya. Pergi bersama dengan angkara dan juga sumpah serapah yang terucap di dalam hati. Meninggalkan para alpha di sana tanpa memberikan kesempatan salah satu dari mereka untuk berucap.

 

    Cukup!

 

    Ia sudah cukup mendengarkan bualan alpha-alpha di sana. Baik itu Yunga atau pun Kavee sekali pun. Ia tidak ingin lagi mendengar omong kosong dari mereka. Baik dengan melabelkan untuk kebaikannya atau karena rasa sayang yang mereka rasakan.

 

    Tidak! Ia tidak akan pernah mempercayainya lagi.

 

 

*  *  *  *

 

 

    Yunga tidak pernah melepaskan tatapannya dari Jayson yang hanya bisa menunduk. Meredam amarah yang membara membuat tanpa sadar tangannya mengepal kuat di atas pangkuannya. Kulit putihnya berubah merah kala emosinya berusaha mengambil alih kerja otaknya.

 

    “Kau sangat tahu jika Chaerin belum bisa menerima takdirnya, tapi kenapa kau malah membuat Chaerin semakin membenci takdirnya Park Jayson?!” Yunga berteriak penuh murka. Rasanya hantaman keras yang telah dirinya berikan belum bisa menyampaikan seluruh rasa kecewanya pada sang sahabat.

 

    “Maaf Bang.” Hanya itu yang keluar dari bibir Jayson sejak Yunga menyeretnya keluar dari ruangan Chaerin. Tidak ada kata lain yang dapat diucapkan selain permintaan maaf karena telah membiarkan rasa cemburu mengendalikan dirinya.

 

    “Chaerin itu benci kekerasan. Dan melihatmu tadi aku dapat memastikan jika Chaerin akan semakin membencimu, Park!”

 

    Jayson semakin menunduk dalam. Rasa sesalnya bertambah setelah mendengar ucapan Yunga yang terdengar penuh keyakinan. Rasa takut dan gelisah semakin mengikatnya hingga membuat sesak tidak dapat terhindarkan. Membayangkan bagaimana mate-nya semakin melebarkan jarak dengannya sudah berhasil membuat sisi dominannya meraung sedih.

 

    Tidak! Ia tidak mau Chaerin semakin menjauhinya. Ia bersumpah akan melakukan apa pun untuk membuat Chaerin menerimanya sebagai mate.

 

    “Sebenarnya apa yang kau pikirkan sampai menyerang Ten? Beruntung dia tidak memperpanjang masalah ini ke jalur hukum, jika ia sampai melakukannya maka kau akan mendapatkan dua kali kehancuran.”

 

    “Karena sisi dominan ku yang tidak menyukainya. Saat mendengar cerita Bang Yujin, amarah langsung memenuhi pikiranku hingga aku tidak memikirkan hal lainnya.”

 

    Terdengar helaan berat dari para sahabatnya yang lain. Membuat Jayson berani untuk sedikit mengangkat kepalanya dan memperhatikan wajah sahabatnya yang terlihat kecewa dan juga sedih.

 

    “Tapi bukan seperti itu caranya Bang. Kau hanya membuat Kak Chaerin semakin tidak menyukaimu.”

 

    Jayson hanya mampu mengangguk lemah atas ucapan Jeka. Pria muda itu setia berada di sampingnya sekalipun rasa kecewa atas tindakan bodoh Jayson tidak bisa dirinya terima.

 

    Yunga lantas memejam. Membawa tubuh tegangnya bersandar dengan kepalan tangan yang perlahan diuraikan.

 

    Ia mengembuskan napas lelahnya. Membuka mata dan menatap langit-langit ruangannya dengan pandangan sendu.

 

    “Aku kecewa dan rasanya ingin sekali menghajarmu, jika bisa menghabisimu. Tapi nyatanya aku tidak bisa karena aku tahu hanya kau hidup Chaerin dan hanya Chaerin hidupmu. Sekuat apa pun Chaerin menolak, pasti akan tetap kembali pada takdir yang telah ditetapkan.” Ia menghentikan ucapanya untuk mencari ketenangan yang telah lama pergi dari benaknya. Membawa pikirannya pada hal-hal yang mengacaukan hati dan hidupnya belakangan ini.

 

    Sekali lagi napasnya dihela dan terdengar semakin berat.

 

    “Aku mengizinkanmu untuk menundukkan angkara Chaerin bukan berarti mengizinkan kau melakukan tindakan bodoh seperti tadi! Kau harus bisa mengendalikan dirimu jika masih ingin menjalani takdir bersama Chaerin. Kau harus tahu apa yang membuat Chaerin semakin murka dan apa yang tidak. Jangan hanya menggunakan sisi dominan mu untuk membuat sisi dominannya melemah dan tunduk. Jika seperti itu..”

 

    Yunga lantas mengubah posisinya. Tubuh bersandarnya kembali ditegakkan dan obsidiannya kembali menatap Jayson penuh intimidasi. “Kau hanya memperburuk keadaan dan aku pastikan jika Chaerin akan menarik kembali sumpahnya atas dirimu. Kau mau itu terjadi?!”

 

    Obsidian kelam itu bergerak gusar kala mendengar kemungkinan terburuk yang sama sekali tidak terpikirkan olehnya. Pandangannya semakin melemah kala jantungnya berdenyut hebat dan napasnya menjadi sesak. Membayangkan apa yang baru saja Yunga katakan rasanya sangat menyakitkan. Apa lagi jika ucapan alpha pucat itu menjadi kenyataan. Mungkin tidak hanya menyakitkan tetapi juga menyedihkan.

 

    “Aku tidak mau..” Kepalanya menggeleng lemah selaras dengan suaranya yang terdengar lemah.

 

    “Jika kau tidak ingin hal itu terjadi, cobalah untuk menguasai sisi dominan mu. Jangan membuat ego alpha-mu menguasai akal sehat yang akan menggiringmu pada takdir kelam yang menyedihkan itu.”

 

    Maka nasihat Juna menjadi penutup perbincangan panjang dan tegang yang terjadi di antara para sahabat itu. Yunga yang masih diselimuti kabut kecewa dan marah memilih untuk mengunci mulutnya karena jika tidak, bisa saja Jayson berakhir lebih menyedihkan dari saat itu. Memilih menatap gedung di seberang kantornya dari balik dinding kaca. Menyelami pantulan cahaya yang menjingga hingga menghasilkan bayangan cantik di ruangannya. Hingga berhasil membawa kembali ingatan masa lalu dimana hubungannya dengan sang adik sepupu masih sangat baik-baik saja. Namun runtuh seketika saat malam dimana ia mengetahui apa yang telah terjadi pada adik tersayangnya itu.

 

    “Jim kau kenapa?” Suara Kavee menginterupsi lamunannya. Membuat pandangannya kembali teralih dari senja di luar. Melihat dengan kening berkerut pada sosok Jayson yang tengah memegangi lambangnya.

 

    “Tidak tahu, aku merasa tidak enak.”

 

    Bersamaan dengan jawaban yang terlontar dari kedua bilah bibir Jayson, getar ponsel yang tersimpan di saku jasnya membuat Yunga memasukkan tangan kanan ke dalam saku. Merogoh bagian dalam pakaiannya itu hingga berhasil mengeluarkan benda pipih berbentuk persegi panjang dari sana.

 

    Matanya menatap bingung pada layar yang menunjukkan nama seorang gadis. Ia tahu dan cukup kenal dengan gadis itu. Karena itulah dirinya semakin merasa dibuat bingung.

 

    Yunga lantas berdiri. Berjalan meninggalkan sofa menuju meja kerjanya. Langkah kaki panjangnya berhenti tepat di depan meja kayu tersebut. Tanpa berbalik dirinya mengangkat panggilan itu dan mendekatkan ponselnya pada telinga kanan.

 

    Halo Jiyeong, ada apa?

    .....

 

    Yunga tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat mendengar suara kalut dan tergesa gadis di seberang sambungannya. Matanya melebar kala mendengar alasan mengapa gadis yang merupakan sahabat terdekat Chaerin menghubunginya.

 

    Dimana dan bagaimana bisa?!” Serunya hingga tidak menyadari jika ia baru saja berteriak. Maka mendengar suara penuh kalut Yunga membawa atensi para sahabatnya kepada dirinya.

    .....

    Beritahu lokasi terakhirnya, aku juga akan ikut mencari.

 

    Kalimat perintah itu mengakhiri sambungan antara Yunga dengan Jiyeong. Maka setelah memastikan jika ponselnya kembali dimasukkan ke dalam saku jas, Yunga bersiap untuk segera pergi.

 

    “Bang, ada apa?”

 

    Yunga mengangkat kepalanya yang tengah menunduk. Sibuk mencari kunci mobil yang ia simpan di dalam laci meja kerja.

 

    “Chaerin dalam bahaya. Jiyeong bilang jika Chaerin diikuti seseorang. Aku harus pergi mencarinya.” Jawaban Yunga berakhir bersamaan dengan kunci hitam mobilnya yang berhasil ia temukan.

 

    Sial! Pantas lambangku sakit dan perasaanku menjadi kacau.” Gumam Jayson. Ia yang melihat Yunga melangkah cepat segera menanggalkan kursinya dan melangkahkan tungkainya mengikuti Yunga.

 

    “Bang aku ikut.”

 



T . B . C





- DF -

Comments

Popular Posts