UPSIDE DOWN: Rack and Ruin - Part 9



.

.

.

.

.

   Chaerin begitu marah dengan takdirnya. Bagaimana dan kenapa Selene memilihkan takdir yang seakan menghukum dirinya. Apakah selama ini ia lebih banyak berbuat dosa sehingga takdir buruk yang diputuskan untuknya? Apakah seburuk dan serendah itu dirinya hingga Selene sama sekali tidak memberikan sedikit kebahagian kepadanya? Kenapa harus dengan seorang pengkhianat jika masih ada banyak alpha lain di luar sana?

 

Kenapa dan kenapa? Hanya itu yang ada dipikirannya tapi tidak ia ketahui jawabannya.

 

Dengan segelas minuman beralkohol Chaerin berharap semua pertanyaan tanpa jawaban tersebut akan lenyap dari dalam pikirannya. Tidak ada hal kecil tersisa. Ia butuh tenang! Takdir yang baru diketahuinya ini sudah melenyapkan kehidupan normalnya dan membuat ketenangan seakan membencinya hingga tidak ingin berada dalam hidupannya.

 

Menyesap sedikit demi sedikit cairan berwarna coklat transpran itu hingga tidak menyisakan satu tetes pun. Merasakan bagaimana segelas minuman berhasil membawa efek tenang yang sangat didambanya. Tubuhnya terasa ikut meringan saat cairan itu mengalir di dalam tubuh. Beban pikirannya pun ikut lenyap bagai tertiup angin topan.

 

Chaerin tidak mabuk. Dia masih sadar. Dia masih bisa mengenali dimana ia berada. Dirinya juga tidak melakukan hal memalukan yang kerap dilakukan oleh orang yang mabuk. Ia masih bisa menguasai dirinya sendiri dengan sangat baik. Hanya saja memang efek dari minuman tersebut begitu besar untuknya, hingga Chaerin selalu mendamba untuk menikmatinya dikala seluruh masalah tengah menghantuinya.

 

Maka dengan kesadaran yang masih sangat baik, Chaerin memutuskan untuk meninggalkan bar tersebut. Tujuannya telah terpenuhi jadi sudah tidak ada gunanya lagi ia bertahan di sana. Lagi pula hari mulai berganti karena langit telah berubah gelap. Chaerin ingin segera sampai di apartemen untuk beristirahat. Tidur dengan nyenyak tanpa harus memikirkan hal tidak penting dihidupnya.

 

Namun saat kaki jenjangnya perlahan melangkah meinggalkan meja bar, ia merasakan ada pasang mata yang memperhatikannya. Mengamati setiap gerak geriknya hingga mengekori kemana tubuhnya pergi. Chaerin tidak berhalusinasi karena nyatanya saat melewati dinding kaca, dari sudut mata ia bisa melihat dua orang pria mengikutinya. Karena itu, ia mulai mempercepat langkahnya. Tidak terkesan terburu untuk menghindari kecurigaan dari dua pria tersebut yang ternyata ikut menambah kecepatan mereka.

 

Sial!

 

Tangannya terburu mencari kunci yang berada di dalam tas. Mengambilnya acak karena ia sama sekali tidak melihat ke dalam tasnya. Ketika tangannya berhasil menemukan apa yang ia cari, maka dengan segera ibu jarinya menekan tombol pembuka kunci dan tubuhnya segera ia bawa masuk sebelum mengunci rapat pintu mobil, memasangkan seat belt dan segera memacu laju kuda besinya.

 

Saat mobil putih itu berhasil bergabung dengan mobil lainnya di jalan utama, Chaerin segera menghubungi Jiyeong dengan tombol pada kemudi yang telah terhubung dengan ponselnya. Menunggu selama beberapa saat sampai suara gadis itu menyapanya.

 

Hwang Jiyeong tolong aku! Ada yang mengikutiku.” Ucapnya cepat bahkan sebelum Jiyeong selesai memberikan salam.

A-APA?! Kamu jangan bercanda?!

TIDAK AKU TIDAK BERCANDA! CEPAT TOLONG AKU BODOH, MINTA BANTUAN MARK!” Balasnya telak dan penuh penekanan.

Baik baik, kamu dimana sekarang?

 

Chaerin menghela kasar. Matanya melirik sejenak pada spion, memastikan apakah ada yang mengikutinya atau tidak. Dan ternyata mobil yang ikut keluar dari area hotel bersamaan dengannya mengikuti hingga ia memasuki jalan bebas hambatan.

 

“Sial!” Umpatnya berbisik.

 

Di sekitar kawasan perhotelan belum jauh dari hotel yang dijadikan sebagai tempat perayaan ulang tahun Kak Yunga. Jiyeong, cepat tolong aku! Aku tidak tahu harus kemana karena kini ada mobil yang mengikutiku!” Desaknya sembari terus berusaha memacu laju kendaraannya.

Ok, tenang. Pastikan GPS di ponselmu berfungsi, aku akan meminta Mark untuk melacak keberadaanmu dengan itu.

 

Sambungan mereka terputus. Chaerin kembali memfokuskan atensinya pada jalan yang ia lalui. Pikirannya kalut kala tidak tahu kemana dirinya akan pergi. Ke apartemennya itu adalah pilihan yang buruk karena dapat menguntungkan penguntit tersebut. Kantor polisi? Itu adalah tempat terbaik, tetapi si bodoh Chaerin baru saja memilih jalur bebas hambatan yang tidak memiliki kantor kepolisian. Ia harus berkendara hingga akhir sebelum memutar balik untuk sampai di kantor kepolisian terdekat.

 

Sangat buntu membuat dirinya hanya bisa pasrah. Otaknya sama sekali tidak menemukan tujuan terbaik untuknya. Ia hanya bisa berdoa agar pertolongan cepat sampai. Harapan terbesarnya kini ia gantungkan pada sang sahabat.

 

Semoga Jiyeong dan Mark cepat menemukanku., harapnya.

 

Ia kembali melirik spion. Di belakangnya masih setia sebuah audi hitam yang mengikuti. Jantungnya pun semakin berpacu cepat hingga pegangan pada kemudianya semakin mengeras. Ia tidak menyangka jika hari itu adalah hari terburuk dalam hidupnya. Masalah dengan mate kemudian diikuti oleh orang tidak dikenal. Sebenarnya takdir apa yang telah Selene pilihkan untuknya?

 

Ia pergi ke bar hotel hanya untuk minum demi menghilangkan permasalahan yang memenuhi pikirannya. Namun ia malah bertemu dengan penguntit yang kini mengikutinya terus. Membuat ketenangan semakin lenyap dalam hati kala mobil itu semakin menambah laju kendaraannya menyamai dirinya. Sungguh ini tidak adil! Kenapa dirinya harus tertimpa hal buruk terus-menerus?

 

Bohong jika ia tidak takut. Walaupun Ayahnya pernah mengajarkan ia bagaimana menajaga dan mempertahankan diri dari serangan orang jahat, tetapi melihat apa yang kini ada di hadapannya tetap membuat nyalinya menciut. Perasaan takut dan terintimidasi memenuhi relung hatinya. Membuat ia tidak bisa bernapas normal dan akhirnya memburu demi memenuhi kebutuhan udara di paru-paru.

 

Sebuah audi hitam lainnya menghentikan perjalanannya. Mobil itu berhenti tepat di depannya. Disusul mobil yang mengikutinya yang menghadang jalannya di belakang. Kini ia terkepung dengan dua mobil hitam dan tentunya orang-orang bertubuh tegap dan kekar yang satu per satu mulai keluar dari mobil.

 

Melihat dari dalam mobil saja telah berhasil membuat jantungnya bergemuruh hebat. Keringat dingin mulai memenuhi dahinya kala orang-orang tersebut berjalan mendekat dan mengitari kendaraannya.

 

Di tengah ketegangan yang ia rasakan, panggilan dari Jiyeong seakan memberikan harapan kecil untuknya. Maka dengan cepat ia mengangkat panggilan tersebut, masih dengan bantuan tombol dikemudinya.

 

Chaerin kenapa berhen-

Jiyeong cepat! Mereka mengepungku.

APA?

Mark cepat, mereka berhasil menghentikan Chaerin.” Seru Jiyeong panik pada sang kekasih yang terdengar jelas oleh Chaerin.

Chae, kami akan segera menolongmu. Aku juga sudah meminta bantuan. Yang perlu kamu lakukan jangan pernah keluar dari mobil apa pun yang ter-

Hwang Jiyeong cepatlah! Mereka kini mengetuk kencang kaca mobilku!” Potong Chaerin kala jendelanya diketuk cukup keras oleh salah satu pria berpakaian serba hitam itu. Membuat jantungnya berdetak hebat dan rasa takut semakin menghantuinya.

BUKA!” Perintah sang pengetuk yang tidak digubris olehnya. Ia hanya bisa memejamkan mata dan menempelkan dahi pada kemudi. Mengalihkan pandangan dari sekitarnya.

Baik Chaerin, dengar aku.” Suara Jiyeong kembali terdengar. Perhatian Chaerin kembali terfokus pada sang sahabat walaupun kepalanya masih setia menunduk.

Jangan putus sambungan ini. Kami sudah tahu dimana keberadaanmu. Biarkan kita tetap terhubung dan terus beri tahu keadaanmu. Mengerti?

I-Iya –ARGH!

 

Chaerin memekik kala pukulan keras mendarat di jendelanya. Ia lantas mengangkat kepala dan melihat apa yang terjadi sebelum kembali menyembunyikan wajahnya di kemudi. Dua orang pria kini tengah mencoba membuka paksa mobilnya melalui kaca yang dipukul dengan sebalok kayu.

 

CHAERIN!” Jiyeong kembali memanggil saat mendengar teriakan Chaerin.

Me-Mereka berusaha mem-bu-ka pak-sa pintu, Ji-Jiyeong to –Argh  tidak, tolong jangan!

 

Chaerin kembali berteriak, membuat Jiyeong yang mendengarnya semakin dirundung rasa cemas. Terlebih saat tiba-tiba saja sambungannya berakhir.

 

Sementara Chaerin, gadis itu tengah berusaha melepaskan diri dari dua pria yang memegangi tangannya. Menahan dan mengunci setiap gerakannya.

 

“Halo Nona Lim. Senang bisa kembali bertemu dengan anda.”

 

Suara itu membuat Chaerin menatap ke depan. Matanya membesar kala melihat siapa pemilik suara berat tersebut.

 

“A-Anda..”

 

Pria itu tersenyum, tepatnya menyeringai pada Chaerin yang terlihat terkejut saat mengetahui siapa dirinya. “Anda mengingat saya? Wah.. sebuah kehormatan bagi saya untuk bisa diingat oleh salah satu penerus keluarga Min.” Tawanya terdengar sebelum kembali memandang Chaerin yang mengerut bingung.

 

“Apa mau anda Tuan Jang? Kenapa melakukan ini?”

 

Pria Jang itu semakin mengukir senyum miringnya. Kakinya ikut melangkah kala tatapannya semakin tajam ia hunuskan pada Chaerin yang terlihat tidak terlalu takut seperti sebelumnya. Tampaknya gadis Lim itu mulai bisa menguasai diri terlebih saat ia tahu siapa dalang dari penguntitan yang dirinya alami.

 

“Ini semua karena kakak anda, Tuan Min Yunga.”

 

 

*  *  *  *

 

 

Yunga merasakan darahnya berdesir hebat saat dirinya menyaksikan sendiri bagaimana kepala adik terkasihnya seketika meneleng kala sebuah tangan mendarat di atas permukaan pipinya. Tidak pikir panjang, ia segera keluar dari mobil dan berlari untuk menerjang tubuh pemilik tangan yang bahkan lebih besar dari ukurnan wajah Chaerin itu. Sebuah pukulan berhasil mendarat pada wajah pria tersebut yang membuat ia terbatuk sebelum seorang pria berpakaian serba hitam yang diketahui sebagai anak buah pria tadi menjauhkan tubuh Yunga dari sang bos.

 

“Bajingan kau Jang Dongwoo! Apa yang kau lakukan?!” Maki Yunga di tengah usahanya untuk melepaskan diri dari cengkaraman para kaki tangan pria bernama Dongwoo itu. Sementara sang pemilik nama hanya tersenyum remeh sembari menyekah darah yang bersarang pada ujung bibirnya.

 

Woh.. Tuan Min yang terhormat. Saya tidak menyangka kehadiran anda di sini. Sebuah kejutan untuk saya dan saya mengapresiasinya.” Ia berdiri kemudian menarik paksa Chaerin dari salah satu anak buahnya. Membalik tubuh gadis itu hingga dadanya menempel pada punggung sang gadis. Tangannya ia lilitkan pada leher Chaerin sementara tangan sebelahnya menodongkan sebuah pistol tepat di pelipisnya.

 

“JANG DONGWOO LEPASKAN CHAERIN!” Titah Yunga. Namun Dongwoo malah semakin tersenyum remeh sebelum memberikan isyarat pada anak buahnya. Maka dengan gerakan kepala yang ia lakukan, beberapa anak buahnya segera mendekati Yunga dan menghabisi pria itu dengan pukulan di sekujur tubuhnya.

 

Chaerin berteriak histeris kala melihat bagaimana para pria bertubuh besar itu memukuli sang kakak tanpa ampun. Darah mengalir dari mulut, hidung, dan pelipis. Tak ketinggalan beberapa luka sobek yang terlihat karena menembus hingga pakaian yang dikenakan.

 

“Saya mohon berhenti. Jangan sakiti Kak Yunga.” Tangisnya pecah. Permohonan yang dilontarkan pun terdengar lemah bersamaan dengan tubuhnya yang mulai kehabisan tenaga akibat pukulan yang diterima serta tangis yang sudah pecah saat melihat bagaimana para pria itu mengeroyok kakak terkasihnya.

 

“Tuan Jang, saya mohon berhenti. Kenapa anda tega melakukan ini?”

 

Tawa Dongwoo terdengar semakin mengerikan setelah mendengar permintaan Chaerin di tengah tangisnya. Ia melirik Chaerin sebelum menekan rahang gadis itu untuk tetap menatap pada Yunga yang kini berada di atas aspal.

 

“Jika saja Tuan Min menandatangani kontrak kerja sama itu, maka hal ini tidak akan terjadi. Tapi kenyataannya Tuan Min lebih memilih bekerja sama dengan perusahaan Tuan Jung Hobee dan membuat perusahaan yang saya bangun dengan jerih payah hancur tak tersisa.” Pandangannya menyendu saat teringat bagaimana ia harus berusaha untuk meyakinkan Yunga tetapi pada akhirnya pria Min itu tetap menolak ajakan kerja samanya.

 

“I-Itu ka-ka-re-na pe-rusa-ha-anmu ter-li-bat ke-giatan i-le-gal.” Ujar Yunga tertatih di tengah rasa sakit yang menyerang sekujur tubuhnya.

 

Saat mendengar suara Yunga, kilatan amarah kembali muncul dari pancaran matanya. Pandangan yang tengah menatap jauh itu kembali menatap dengan sengit pada sosok Yunga yang tergeletak tak berdaya.

 

“TAPI TETAP SAJA KAU YANG MEMBUAT PERUSAHAANKU HANCUR TUAN MIN!”

 

Berteriak penuh dengan kemarahan sebelum membalik tubuh Chaerin menghadapnya.

 

“Jika sebelumnya aku hanya ingin mengancurkanmu, kini bukankah lebih menarik jika kau melihat sendiri kehancuranmu.” Ia melirik Yunga dengan seringai yang melebar. Lantas ketika matanya kembali pada sosok Chaerin yang masih bercucuran air mata, jiwa iblisnya semakin berkuasa atas dirinya.

 

Menyimpan senjata apinya di saku belakang tanpa sekali pun melepaskan tatapannya dari Chaerin yang terus berusaha memberontak di tengah pegangannya. Maka di saat amarah yang menguasai diri telah sampai pada batas tertinggi hingga setan dalam hati bersorak gembira, saat itu juga tangan yang semula menggenggam pistol itu kembali melayang ke udara dan mendarat pada wajah Chaerin. Jauh lebih keras dari sebelumnya karena membuat tubuh gadis itu langsung terhempas hingga terjatuh ke aspal.

 

“Chae-Chaerin!” Teriak Yunga dengan lemah.

 

Ia berusaha untuk bangkit tetapi tubuhnya yang dipenuhi luka tidak membantunya sama sekali. Apa lagi keberadaan anak buah Dongwoo yang akan kembali menendangnya setiap kali ada pergerakan kecil yang ia lakukan.

 

“Ka-Kau ba-jingan Jang!”

 

Dongwoo tertawa keras mendengar makian tersebut. Perasaan puas mulai menyelimuti saat melihat bagaimana menderita dan kesakitannya sosok Yunga karena ulahnya.

 

Sayang kesenangan yang tengah ia rasakan tidak bertahan lama saat suara sirine terdengar. Matanya langsung membola dan memerintahkan para anak buahnya untuk segera pergi. Namun belum juga kakinya melangkah tubuhnya kembali diterjang dan mendapatkan pukulan lebih keras dan lebih banyak dari seseorang yang tidak ia sadari kehadirannya.

 

“BAJINGAN SIALAN! AKU AKAN MEMBUNUHMU KARENA TELAH MENYENTUH MATE-KU!” Teriaknya lantang dengan wajah yang mengeras dan berwarna merah sempurna.

 

“Chaerin!”

 

Panggilan tersebut berasal dari seorang wanita. Sosok itu segera berlari menghampiri Chaerin. Mengangkat kepalanya dan meletakkannya di atas pangkuan.

 

“Ji-Jiyeong..” Lirihnya.

 

Sementara beberapa pria lainnya menghampiri Yunga yang telah kehilangan kesadaran serta sosok Jayson yang berada di atas tubuh Dongwoo yang tengah memukulkan tinjunya. Perlu tiga orang untuk melerai Jayson dari Dongwoo sebelum akhirnya polisi datang dan membawa Dongwoo beserta anak buahnya menuju kantor kepolisian.

 

“Kenapa kalian menahanku?! Aku harus menghabisi nyawa keparat itu karena telah melukai mate-ku.”

 

“Itu bukan kewenanganmu Park! Sudah ada polisi yang menanganinya. Sekarang lebih baik temui mate-mu dari pada kau terus memaki kami!” Seru Yujin yang sebelumnya memegangi tangan kanan Jayson.

 

Jayson yang mendengar kata mate langsung menoleh pada Chaerin yang ada dalam rengkuhan Jiyeong. Ia segera melepaskan dirinya dari Jeka dan Juna kemudian membawa tungkainya menghampiri Chaerin yang tengah tersedu. Tanpa pikir panjang tangannya langsung menarik Chaerin ke dalam dekapannya. Mengangkat tubuh ringkih itu ke atas pangkuan dan menenggelamkan kepala Chaerin di dadanya. Tangannya mengusap kepala dan punggung Chaerin beraturan. Berharap bisa memberikan rasa tenang pada omega-nya yang tengah bergetar hebat.

 

“Tenanglah, tidak akan ada lagi yang menyakitimu selama aku ada di sampingmu.” Bisiknya lembut.

 

Chaerin sendiri tanpa sadar mengeratkan pegangannya pada pakaian Jayson. Tubuhnya semakin memaksa masuk ke dalam dekapan alpha tersebut. Mencari kehangatan dan ketenangan yang seketika dirinya rasakan saat tubuh mereka saling bersinggungan.

 

Tidak dapat dipungkiri jika pengaruh takdir begitu kuat pada keduanya. Sebenci dan semarah apa pun Chaerin, pada akhirnya akan tetap luluh pada keberadaan Jayson yang sudah ditakdirkan sebagai pasangannya. Sejauh apa pun ia melangkah pergi, ia akan kembali bersama Jayson karena bagaimana pun mate-nya adalah rumahnya. Sekeras apa pun dirinya berusaha untuk mengingkari takdir, hanya akan menjadi sia-sia karena takdir tetaplah takdir. Dirinya tidak mempunyai kemampuan untuk mengubah selain Selene yang telah menetapkannya.

 

Maka di tengah kekacauan yang terjadi, sebuah kehangatan mulai merambat memenuhi relung hatinya. Mengganti sedikit demi sedikit angkara yang telah bertahta angkuh di hati dengan kesadaran yang akan menggiringnya pada penerimaan takdir yang seharusnya telah ia lakukan sejak lama.




T . B . C





- DF -

Comments

Popular Posts