Tristana - Chapter 1
.
.
.
.
.
Aeleasha Rajasa,
seorang anak yang lahir dan besar dengan orang tua yang sempurna serta dua
saudara laki-laki yang selalu memperlakukannya seperti princess. Dia
bukanlah bungsu tetapi seorang kakak perempuan untuk kembarannya. Sayang, semua
itu berubah setelah kejadian yang menimpa dirinya bersama sang kembaran.
Hari dimana
seharunya ia menunjukkan kemampuannya harus berubah menjadi hari menyeramkan
yang hampir merenggut nyawanya. Hari dimana seharusnya ia bisa menunjukkan
bahwa menjadi atlet bukanlah cita-cita yang buruk harus kandas ketika mobil
yang membawa mereka diabrak truk bermuatan besar. Yang lebih buruk adalah hari
itu menjadi awal baru untuk sebuah kebencian yang tidak seharusnya ia terima.
Sudah satu tahun
sejak kecelakaan yang menimpa dirinya dan Adelio. Namun hingga detik ini
kondisi sang kembaran belum menunjukkan perubahan. Laki-laki yang selalu
menemaninya ketika tidur itu masih setia memejamkan mata di atas tempat tidur
rumah sakit dengan alat pendeteksi detak jantung yang terpasang di tubuhnya.
Tidak hanya itu
saja, komanya Adelio juga membuat perubahan terjadi dalam keluarganya.
Keberadaannya seperti dilupakan baik oleh orang tuanya maupun abangnya. Mereka
selalu sibuk dengan pekerjaan dan urusan kuliah. Mereka seperti lupa jika
kecelakaan itu tidak hanya menyebabkan kondisi buruk pada Adelio, tetapi juga
pada dirinya.
Ia yang memiliki
cita-cita sebagai pelari harus pupus karena cedera kaki yang ia alami paska
kecelakaan itu. Ia juga harus pergi ke dokter untuk menyembuhkan traumanya yang
berakhir dengan obat-obatan yang harus dikonsumsi. Namun semua itu seakan luput
dari pandangan keluarganya. Mereka seakan lupa jika kecelakaan itu juga membuat
anak dan saudara perempuan mereka menderita, tidak hanya Adelio seorang.
Tidak ada yang
menemani. Aeleasha hanya seorang diri menata kembali hidupnya yang sudah
hancur.
* *
* *
āCha.ā Seruan
itu membuat langkah Aelesha berhenti.
Ia berbalik dan tersenyum
kecil mendapati seorang laki-laki mengenakan seragam yang sama dengannya sedang
berlari kecil menghampiri dirinya.
āHai Ken..ā Sapa
Aeleasha ketika mereka telah berhadapan.
āJangan lupa ya
nanti pulang bareng gue.ā
āIya tenang
aja.ā
āYaudah kalau
gitu gua ke lapangan dulu ya udah ditungguin nih.ā Kenzo berpamitan, tapi
sebelum ia benar-benar pergi tangan besarnya bergerak mengacak puncak kepala
Aeleasha. Sebuah perlakuan yang selalu dirinya tunjukan kepada Aeleasha.
Aeleasha hanya
mengangguk masih dengan menyunggingkan senyumnya.
Kenzo merupakan
satu-satunya teman sekaligus sahabat Aeleasha. Disaat teman sekolahnya yang
lain mengabaikannya, Kenzo malah mendekatinya. Laki-laki itu selalu berusaha
mendekatinya. Ia akan mengekori kemana Aeleasha pergi saat jam istirahat dan
akan selalu mengajak Aeleasha pulang bersama. Aeleasha awalnya menolak keras
keberadaan Kenzo, apa lagi setelah insiden kecelakaan itu. Ia semakin menutup
dirinya karena tekanan yang tanpa sadar diberikan oleh keluarganya. Namun
lambat-laun Aeleasha mulai terbiasa dengan Kenzo hingga akhirnya mereka menjadi
sangat dekat.
Selain menemani
Aeleasha, Kenzo juga yang mempertemukan Aeleasha dengan Tante Kirana. Tante
Kirana memiliki usuha kue kecil-kecilan, dan saat itu Kenzo mengajak Aeleasha
untuk membantu karena pesananan yang diterima Kirana sedang banyak. Bukan
sebuah kebetulan, karena ajakan itu Aeleasha jadi menemukan hobi dan kemampuan
lain dari dalam dirinya. Dia ternyata menyukai kegiatan di dapur dan akhirnya
sedikit demi sedikit belajar melalui Tante Kirana. Tidak hanya itu saja, Kenzo
yang juga yang menyadarkan Aeleasha jika ia memiliki bakat baru didunia tarik
suara.
* *
* *
Aeleasha pulang
ketika hari sudah gelap. Hal biasa yang sudah dirinya lakukan ketika membantu
Tante Kirana. Ia membuka pintu pagar lalu dahinya mengerut. Ia merasa aneh dengan
keberaan mobil sang ayah di parkiran. Tidak biasanya kedua orang tuanya sudah
pulang. Biasanya mereka akan pulang sangat larut atau tidak menginap di rumah
sakit.
Ia membuka pintu
utama. Hal pertama yang selalu ia temui di rumah itu adalah sepi. Tidak ada
siapa pun di sana, selain dirinya yang baru saja melepaskan sepatu.
āLea..ā
Panggilan itu membuat langkah kaki Aeleasha berhenti.
āKamu udah
pulang?ā
Aeleasha
perlahan memutar tubuhnya. Matanya memperhatikan keberadaan sang Mamah yang
tengah sibuk dengan sebuah tas di ruang tengah.
āIya..ā
āKamu udah
makan? Mamah tadi bawain makanan, kamu bisa panasin lagi.ā
Aeleasha bingung
dengan penjelasan sang Mamah.
āEmang mamah mau
kemana?ā
Wanita yang baru
saja selesai menyusun isi tasnya perlahan menghampiri Aeleasha yang berdiri
tidak jauh dari sofa.
āMamah mau ke
rumah sakit lagi nemenin Lio.ā
āTerus papah
kemana?ā
āPapah udah di
sana, mamah pulang buat ambil baju ganti aja.ā
Wanita itu lalu
berbalik untuk mengambil tas tangan dan juga tas berisi pakaian yang tadi
dirinya persiapkan. Setelah itu ia kembali menghampiri Lea.
āMamah pergi
dulu ya.ā
Selama beberapa
detik Aeleasha menatap mata sang Mamah. Ia mengamati wajah cantik didepannya
dengan perasaan yang tidak bisa dirinya jelaskan.
āMah..ā
Lantas ia
memanggil setelah terdiam cukup lama.
āBesok ada
pertemuan wali murid, mamah bisa dateng?ā
Kini gantian
wanita itu yang terdiam. Ia menatap wajah Aeleasha sebelum helaan napas berat
keluar dari mulutnya.
āLiat besok ya
sayang, kalau mamah bisa mamah pasti dateng. Kalau enggak kamu bisa minta
tolong abang kamu buat dateng kan?ā
Lagi-lagi
Aeleasha hanya bisa mengangguk pasrah. Ia sebenarnya tidak berharap lebih pada
sang Mamah, tapi entah kenapa mulutnya malah menanyakan kesediaan sang Mamah
untuk acara besok.
āYaudah mamah
pergi, kamu hati-hati di rumah.ā
Wanita itu
pergi, dan setelah itu Aeleasha menjatuhkan tubuhnya di sofa dengan helaan napas
panjang.
Selalu, ia
selalu terlupakan. Baik papah maupun mamahnya akan lebih memilih untuk menemani
Lio di rumah sakit. Padahal acara besok tidak sampai 24 jam, tetapi mereka
seperti tidak mau terlalu lama meningglkan Lio seorang diri. Lalu bagaimana
dengannya yang harus menempati rumah besar itu seorang diri?
Aeleasha merogoh
saku jaketnya dan mengeluarkan benda pipih berwarna putih dari sana. Lalu tangannya
bergerak di atas layar benda itu.
Bang
Achel
Bang
Iya, kenapa Le?
Aku
mau nanya
Besok
abang sibuk enggak?
Besok ya
Hm..
Abang mau ke perpus kampus buat nyari
referensi skripsi
Jam
berapa bang?
Kalau
jam 9 abang ada acara enggak?
Pagi
Sekitar jam 8, soalnya abang janjian
sama temen abang
Emangnya kenapa?
Oh
gitu ya..
Enggak
bang, kalau abang sibuk gapapa
Tadi
aku mau minta tolong abang buat jadi wali di pertemuan besok
Tapi
karena abang enggak bisa, yaudah nanti aku minta tolong temen aku aja
Maaf ya Le, abang enggak bisa ganti
Iya
bang
Abang
malem ini bisa pulang enggak?
Soalnya
aku sendiri lagi, mamah baru aja pergi ke rs
Yah.. abang malem ini di kosan temen Le
Kamu gapapa kan kalau sendirian?
Gapapa
bang, udah biasa juga
Sejak
kejadian itu kan aku emang selalu sendiri
Setelah
mengirimkan pesan terakhirya, Aeleasha langsung mematikan handphone-nya
tanpa mau menunggu balasan dari sang abang. Ia lelah jika harus membaca pesan
lain dari Cashel, yang isinya tentu saja permintaan maaf yang sama sekali tidak
berguna untuknya. Sudah terlalu sering ia mendengar kata itu, dan rasanya ia
mulai muak jika harus mendengarnya lagi.
Sekarang yang
harus ia pikirkan adalah, siapa yang akan menggantikan orang tunya. Ia tidak
punya teman selain Kenzo. Dan jika pun ada Kenzo, laki-laki itu tetap tidak
akan bisa membantunya karena mereka berbeda kelas.
Aeleasha
bingung.
Hingga untuk
kesekian kalinya, napasnya terembus. Ia menyandarkan tubuhnya di sofa dengan
mata yang terpejam. Aeleasha berusaha untuk mencari ketenangan dan melupakan
permasalahannya. Sebentar saja, ia ingin pikirannya kosong tanpa harus
memikirkan tentang dirinya dan keluarganya. Ia ingin lupa ingatan saja jika
bisa.
* *
* *
Tidak ada yang
berubah dalam kehidupan Aeleasha. Hari-harinya hanya gadis itu lalui seorang
diri. Tidak ada orang tuanya begitu pun dengan sang abang. Tentu saja Aeleasha
merasa kecewa. Dia juga seorang anak di keluarganya, tapi kenapa kehadirannya
seperti dilupakan.
Apa sefatal itu
kesalahannya sampai membuat ia tidak pantas mendapatkan perhatian dari
keluarganya sendiri?
Namun sekali
lagi, kecelakaan itu bukanlah salahnya! Dia juga menjadi korban, tapi kenapa
perlakuan yang ia dapatkan seakan menjelaskan jika kecelakaan itu karenanya?
Lio, kenapa
harus Lio yang koma? Kenapa tidak dengan dirinya saja? Bukankah akan lebih baik
jika dia yang terbaring di atas bangkar itu jadi tidak perlu merasa kesepian
seperti saat ini.
Aeleasha bisa
melihat dengan jelas bagaimana mamah, papah, dan abangnya sedang menunggui sang
kembaran di dalam ruang rawat itu. Ia bisa melihat seberapa sayangnya mereka
kepada Lio, sampai rela membawakan kue ulang tahun karena hari itu ulang tahunnya.
Tentu saja hari itu juga hari ulang tahun Aeleasha, tapi apakah ada yang
mengingatnya?
Ah, bukan mengingat lebih tepatnya apakah ada yang peduli tentang hal
itu?
Jika
permasalahan mentalnya saja diabaikan, apa lagi tentang ulang tahunnya. Pasti tidak
penting.
āHallo..ā
āā¦..ā
āMamah dimana?ā
āā¦..ā
āOh, jadi mamah nginep lagi?ā
āā¦..ā
āEnggak kok, yaudah Lea tutup.ā
Tanpa menunggu jawaban sang Mamah, Lea
memutus sambungan teleponnya. Ia menghela pelan, mencoba menghilangkan rasa
sesak di dadanya.
Bang
Achel
Abang
dimana? Pulang enggak?
Abang lagi di rs Le, abang mau nemening mamah
sama papah
Hari ini kan ulang tahun Lio, jadi kita
mau nemenin Lio
Kamu di rumah aja ya, jangan keluar
malem-malem
Kalau ada apa-apa hubungin abang
Papah
Papah
hari ini nemenin Lio?
Iya, ada apa Le?
Papah
ada lupain sesuatu enggak?
Apa?
Kayaknya papah udah bawa keperluan papah
Bukan
itu, tapi
Le, udah dulu ya
Papah ada urusan
Aeleasha
bersandar. Mendapati jawaban dari keluarganya malah membuat luka yang sudah ia
miliki semakin sakit rasanya. Ia tidak mengira akan mendapati rasa sakit
sebesar ini dari keluarganya sendiri. Setelah diabaikan kini ia harus menerima
kenyataan jika sebenarnya dia sudah dilupakan.
Kepalanya
tertunduk dengan air mata yang tiba-tiba saja jatuh bebas ke atas lantai.
Sungguh, perih dan sesak sekali dadanya saat ini. Ia tidak bisa menutupinya
lagi. Sekuat apa pun ia berusaha untuk menghentikan tangisnya, air matanya
malah jatuh lebih banyak hingga membuat jejak dipipi.
āSelamat ulang
tahun Li. Jangan tidur lama-lama, gua sendirian di sini.ā Aeleasha bergumam
sembari melihat Lio dari kaca di pintu.
Tangannya
mengusap kedua pipinya sebelum pergi dari sana. Namun sebelum benar-benar
pergi, ia memberikan kotak kue yang dibawanya kepada seorang anak kecil yang
tidak sengaja ia temui saat sedang menunggu lift.
āEnggak apa-apa
Ibu, ini buat adeknya aja. Aku baru beli kok, cuma ternyata kembaran aku belum
boleh makan kue sama dokter jadi dari pada enggak ada yang makan lebih baik aku
kasih adeknya aja.ā
Ibu dari anak
itu lalu tersenyum.
āMakasih ya
Nak.ā
āMakasih Kakak
cantik, aku akhirnya bisa makan kue coklat.ā
Aeleasha
mengangguk. Lalu berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan anak perempuan di
kursi roda itu.
āKamu harus
cepet sembuh supaya bisa main lagi.ā
Anak itu
mengangguk.
āIya Kakak..ā
Aeleasha
mengusap puncak kepala sang anak. Ketika pintu lift terbuka, dia
bergegas masuk sembari melambaikan tangan pada sepasang anak dan ibu itu. Bukan
tanpa alasan dia memberikan kue yang dibelinya kepada anak itu, selain karena
dia merasa tidak ada gunanya membawa kue itu lagi, dia tadi juga mendengar jika
anak itu ingin makan kue tapi sang ibu tidak memiliki uang untuk membelinya.
Jadi dari pada dibuang akan lebih baik jika Aeleasha memberikannya kepada anak
itu.
Ketika sudah
keluar dari rumah sakit, Aeleasha sempat berhenti untuk menatap langit yang hanya
ada warna hitam. Tidak ada bintang yang menghiasi. Dalam diamnya, ia berucap
untuk dirinya sendiri.
Selamat ulang
tahun aku. Ayo jadi lebih kuat lagi.
* *
* *
Aeleasha menjadi
sosok yang lebih pendiam. Itu pandangan keluarganya. Dia tidak pernah berbicara
lagi, sekali pun suaranya terdengar itu hanya ketika menjawab pertanyaan yang
ditujukan untuknya. Selebihnya Aeleasha hanya akan diam dan menghabiskan
waktunya di dalam kamar.
Bi Asih saja
sampai bingung. Ia ingin bertanya kepada majikannya, karena yang dirinya tahu
sejak Aeleasha pulang dari rumah sakit, anak itu langsung mengurung diri dan
jadilah Aeleasha yang sekarang ini. Namun Bi Asih tidak pernah memiliki
kesempatan untuk menanyakan hal itu karena majikannya jarang berada di rumah.
Bi Asih sedih
melihat perubahan Aeleasha. Bagaimana pun Bi Asih ikut membantu merawat
Aeleasha sejak bayi. Ia jadi bisa merasakan ada hal buruk yang sedang Aeleasha
alami. Namun setiap kali Bi Asih bertanya pada Aeleasha, ia selalu menjawab kalau
dirinya baik-baik saja.
Sebelum waktu
istirahat berakhir, Aeleasha sudah menyelesaikan makan siangnya dan bersiap
untuk meninggalkan kantin. Dia kembali ke kelasnya seorang diri, sama seperti
saat ia akan ke kantin. Baru saja ia akan memasuki kelasnya, keramaian di depan
pintu membuat ia bingung. Aeleasha semakin dibuat tidak mengerti ketika dirinya
berjalan masuk dan seluruh mata menatapnya.
āLo!ā Perempuan
dengan rambut panjang yang ia tahu bernama Tania menunjuk tepat di depan
wajahnya.
Aeleasha
mengernyit. Tidak mengerti kenapa tiba-tiba saja Tania terlihat begitu marah
kepadanya. Memang apa yang telah ia lakukan?
āLo yang ambil
dompet gua!ā
Ucapan Tania
membuat Aeleasha semakin mengernyit bingung. Kenapa dia yang dituduh? Tahu saja
tidak.
āBukan gua.ā
āElah, ngaku aja
lo. Orang dompet gua aja ketemu di tas lo.ā Tuduhnya dengan menunjukkan dompet
dan juga tas Aeleasha yang sudah tergeletak di atas lantai dengan kondisi
seluruh barangnya berceceran.
Ia baru sadar
dengan tasnya karena sedari tadi ia terlalu bingung. Melihat itu, Aeleasha
buru-buru mengumpulkan barang-barangnya dan kembali memasukkan ke dalam tas.
āLo yang sopan
dong.ā
āSopan? Buat apa
sopan sama pencuri kayak lo!ā! Tuduh Tania dengan begitu emosi.
āGua enggak
pernah ambil dompet lo. Jangan asal nuduh!ā
Aeleasha tidak
mau kalah. Ia tidak ingin disalahkan karena memang dirinya tidak pernah
melakukan apa yang dituduhkan.
āYaelah mana ada
maling ngaku, kalau maling ngaku penjara penuh.ā Celetuk Sania, teman Tania
yang berdiri di sampingnya.
āJaga ucapan lo!
Gua bukan maling!ā
āBuktinya udah
jelas, dompet gua ada di tas lo. Mau ngelak apa lagi? Ngaku aja sih kalau lo
itu maling!ā
Tuduhan semakin
banyak Aeleasha terima. Membuat keributan tidak bisa terelakkan karena tentu
saja Aeleasha menyangkalnya. Ia terus membela diri sementara Tania beserta
temennya terus menyudutkannya. Hingga guru BK datang karena panggilan salah
satu teman kelas mereka.
āAda apa ini?ā
Mereka yang
mendengar itu langsung berhenti. Tania buru-buru menghampiri Bu Desi yang
berdiri tidak jauh dari pintu.
āBu ini Aeleasha
nyuri dompet saya.ā
āEnggak Bu, saya
enggak ngelakuin itu.ā
āBohong Bu,
orang banyak kok saksinya. Tanya aja yang lain, mereka juga ngeliat pas Tania
nemuin dompetnya di dalem tas Aeleasha.ā Terang Sania.
āEnggak Bu, itu
semua fitnah.ā
āNgaku aja lo!
Jelas-jelas gua nemuin dompet gua di tas lo.ā
āEnggak! Gua
enggak ambil dompet lo.ā
Mereka kembali
berdebat, hingga Bu Desi menghentikan keduanya dan meminta Aeleasha dan juga Tania
untuk ikut ke ruang BK.
Bu Desi menyuruh
mereka untuk duduk lalu meminta Tania untuk menjelaskan duduk perkaranya.
Setelah mendengar penjelasan yang kurang lebih menyatakan jika Tania kehilangan
dompetnya lalu ia dan Sania memutuskan untuk mencari di kelas hingga ketemulah
dompet cokelat itu di dalam tas Aeleasha, Bu Desi gantian meminta penjelasan
Aeleasha. Tidak ada yang dapat Aeleasha jadikan bukti ketika dirinya pergi ke
kantin selain ibu penjual bakso yang melayani pesanannya.
āNgaku aja sih
kalau lo yang ambil dompet gua.ā
Tania masih
keukeuh dengan tuduhannya, sementara Aeleasha tetap mengatakan jika bukan
dirinya yang mengambil dompet itu. Bu Desi yang sudah lelah mendengar adu mulut
keduanya akhirnya meminta mereka untuk diam dan duduk berjauhan. Sementara
dirinya menghubungi orang tua Aeleasha dan memintanya untuk datang. Karena di
sini yang menjadi tertuduh adalah Aeleasha.
Setelah
menunggu, akhirnya Myria -Ibunda Aeleasha- datang. Wanita itu datang dengan
wajah khawatir. Kedatangannya langsung diterima oleh Bu Desi dengan baik,
sementara Aeleasha begitu terkejut ketika melihat kehadiran sang mamah. Ia
tidak tahu jika Bu Desi menghubungi orang tuanya.
Myria
dipersilahkan duduk, lalu Bu Desi langsung menjelaskan alasan dan duduk perkara
yang membuat dirinya menghubungi wanita itu. Setelah mendengar penjelasan Bu
Desi, Myria melirik sang anak yang terdiam ditempatnya dan menatap dirinya
dengan tatapan penuh harap jika wanita itu mau mempercayai dirinya. Namun apa
yang dikatakan selanjutnya membuat Aeleasha seperti disiram dengan air berisi
bongkahan batu es.
āUang kamu
hilang berapa?ā Tanya Myria pada Tania.
āMah.ā
āAeleasha diam.ā
Myria kembali
menatap Tania, menunggu jawaban anak itu.
āUntungnya
enggak ada Tante.ā
Myria mengangguk.
āAtas nama
Aeleasha, Tante minta maaf ya..ā
āIya Tante
enggak apa-apa, semoga Aeleasha enggak nyuri lagi Tan. Tolong diperhatiian
anaknya.ā
Aeleasha tidak
bisa lagi membendung rasa kecewanya hingga tanpa bisa ditahan air mata jatuh membasahi
pipinya. Lukanya semakin bertambah setelah mengetahui bahwa Myria tidak
mempercayai dirinya, bahkan tanpa meminta penjelasan dari sisinya.
Di tengah sesak
dan kekalutannya, terdengar ketukan yang membuat Aeleasha semakin menundukkan
kepala. Dia tidak ingin ada lagi yang melihat dirinya semengenaskan ini.
āKenzo.ā Ucap Bu Desi ketika Kenzo yang
ternyata mengetuk pintu itu memunculkan kepalanya dari sana.
āMaaf Bu..ā
Kenzo membuka pintu lebih lebar dan masuk ke dalam ruangan. Ia sempat melihat
Aeleasha yang tertunduk di sofa sebelum menutup kembali pintu ruang BK.
āBegini Bu, saya
kesini karena mendengar masalah antara Aeleasha dan Tania. Karena saya ingin
menunjukkan bukti kalau bukan Aeleasha yang mengambil dompet Tania.ā
Kenzo
mengeluarkan ponselnya dan menyerahkan benda pipih itu kepada Bu Desi. Dalam
video itu terlihat jika bukan Aeleasha yang mengambil dompet Tania, melainkan
Sania dan satu orang teman lagi yang melakukannya. Mereka mengambil dompet itu
dari dalam tas Tania dan menaruhnya ke dalam tas Aeleasha.
āJadi Bu,
Aeleasha benar tidak bersalah. Dia hanya difitnah oleh teman dari Tania
sendiri.ā
āBoleh Ibu minta
video ini?ā
Kenzo
membolehkan. Dia mengirimkan video itu kepada Bu Desi melalui aplikasi chat.
āBu Myria, saya
minta maaf atas kesalahpahaman ini.ā Ujar Bu Desi tidak enak, terlebih saat
melihat Aeleasha yang sudah mengangkat kepalanya dengan wajah yang basah dan
mata yang memerah.
āTidak apa-apa
Bu Desi. Saya bersyukur kalau bukan Lea yang melakukan itu.ā
āTania..ā Panggil
Bu Desi.
āMinta maaf sama
Aeleasha. Kamu baru saja menuduh dia mencuri.ā
Tania yang
mendapati dirinya ditatap tajam oleh Bu Desi beralih menatap Aeleasha. Dia
mengulurkan tangannya kehadapan Aeleasha.
āSorry..ā
Aeleasha
membalas jabatannya dan berucap cukup menyakitkan.
āMakasih juga
udah nuduh gua dan nunjukin kalau mamah gua sendiri gak percaya sama anaknya.ā
Setelah
mengatakan itu, Aeleasha bergegas pergi meninggalkan ruang BK, dan mengabaikan
panggilan Myria. Untuk sekarang ini, dia tidak ingin melihat sang mamah. Sudah
cukup kecewanya kepada wanita itu. Aeleasha perlu waktu untuk meredakan sesak
yang begitu menyiksa dirinya.
Aeleasha berlari
menuju atap sekolah. Di sana cukup sepi karena jarang didatangi oleh murid
lainnya. Namun Aeleasha menyukai tempat itu, walaupun terik matahari tidak bisa
dihindari.
Dia terduduk di
salah satu sudut. Menyembunyikan wajahnya di antara lipatan kaki. Terisak
begitu menyakitkan demi menyalurkan rasa sakit yang tidak bisa lagi
dibendungnya. Berbagai pertanyaan kini muncul dibenaknya.
Apakah setidak
berharga itu dirinya dimata sang mamah?
Kenapa Myria
sampai tidak bisa mempercayai anaknya sendiri?
Kenapa mamahnya
langsung meminta maaf tanpa mau mendengar penjelasannya?
Masih banyak
pertanyaan lain yang begitu menyakitkan untuk dipikirkan. Sampai Aeleasha
sesenggukan dalam tangis pun, rasa sakit itu tak kunjung reda. Bahkan ketika
pelukan hangat ia terima dari seseorang bersuara berat, sesak itu masih begitu
menyiksanya. Membuat dirinya kesulitan untuk bernapas.
āNangis sepuas
lo Cha. Luapin semua rasa sakit dan kecewa lo. Gua ada di sini dan selalu akan
di samping lo.ā
āSakit Ken..
sakit banget..ā Lirihnya dalam isakan yang telah membuat seragam Kenzo basah.
āKenapa nyokap
enggak percaya sama gua? Kenapa dia enggak nanya ke gua dan langsung minta
maaf? Apa gua terlihat begitu jahat sampai nyokap percaya kalau gua yang ambil
dompet itu?ā
āSussstt,
lo enggak jahat Cha. Mereka yang jahat karena nuduh lo gitu aja.ā
Kenzo mengusap
punggu Aeleasha. Dia juga semakin mendekap tubuh itu ketika tangisnya semakin
menjadi hingga membuat tubuh mungil itu bergetar.
āTumpahin semua
perasaan lo Cha, jangan ditahan. Gua enggak akan ninggalin lo.ā
Ucapan Kenzo
benar-benar dilakukan oleh Aeleasha. Ia terus menangis sampai lelah menyapa.
Setelah meresa sudah tidak mampu lagi mengeluarkan air mata, Aeleasha
menjauhkan dirinya dari Kenzo. Ia menatap laki-laki itu yang juga menatapnya
dengan tatapan teduh.
āUdah puas?ā
Anggukan kepala
Aeleasha adalah jawaban dari pertanyaan itu.
āSetelah ini
kalau lo mau nangis jangan sendirian, lo ada gua. Gua bersedia nemenin lo.ā
āMakasih..ā
Kenzo mengangguk
sembari mengusap air mata yang telah membuat jejak dipipi chubby itu.
āLo mau tau
sesuatu enggak?ā Tanya Kenzo.
Aeleasha tidak
menjawab langsung, tetapi tatapannya seakan menunggu kelanjutan ucapan itu.
āTadi gua enggak
sengaja denger nyokap lo telponan. Dari telpon itu gua denger kalau kembaran lo
udah sadar.ā
Aeleasha tidak
bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Matanya bahkan telah membulat seiring
dengan kalimat Kenzo yang terproses oleh otaknya. Ia langsung berdiri dari
duduknya dan hendak berlari. Namun langkahnya ditahan Kenzo.
āMau kemana?ā
āKe rumah sakit.
Gua mau ketemu Lio.ā
āGua anter.ā
Aeleasha mengangguk
dengan cepat. Dia tidak ingin membuang waktu lebih lama hanya untuk berdebat.
Dia ingin secepatnya bertemu dengan separuh dirinya. Dia ingin menumpahkan
seluruh perasaannya dihadapan laki-laki itu.
Li, tunggu aku.
* *
* *
Sesampainya di
lantai ruangan rawat Lio, Aeleasha buru-buru keluar dari lift untuk bisa
secepatnya sampai ke ruangan itu. Namun langkahnya tiba-tiba dihentikan ketika
dari ujung lorong dia melihat keberadaan keluarganya. Di depan ruangan itu ada
Om dan Tantenya. Hal itu yang membuat langkah cepatnya terhenti dan membuat
Kenzo yang mengikutinya bingung.
Kenzo mengangkat
pandangannya dan mengikuti arah pandang Aeleasha. Di sana Kenzo bisa melihat
beberapa orang yang tidak dia ketahui tetapi diasumsikan sebagai keluarga dari
gadis di sebelahnya.
āKok berhenti?
Lo enggak mau ketemu Adelio?ā
Aeleasha
menyandarkan tubuhnya di dinding belokan.
āGua enggak
bisa.ā
āKenapa?ā Tanya
Kenzo bingung.
āDi sana ada adik dan kakaknya orang tua
gua. Gua enggak mau sampe Lio denger omongan mereka soal gua. Gua gak mau bikin
dia kepikiran, padahal Lio baru aja sadar.ā
āTerus lo maunya
apa?ā
āTunggu aja
sampe mereka pergi.ā
Kenzo
mengangguk. Lalu kembali melihat ke depan dimana kumpulan orang dewasa itu
berdiri. Dia penasaran apa yang sedang dibicarakan oleh mereka karena terlihat
begitu serius.
āLo mau di sini
kan?ā
Aeleasha
mengangguk.
āYaudah gua ke
sana sebentar.ā
āEh.. mau
ngapain?ā Aeleasha buru-buru menahan Kenzo.
āGua cuma mau
denger mereka ngomong apa, soalnya aneh aja kenapa serius-ā
Belum sempat
Kenzo menyelesaikan kalimatnya, suara lantang dari salah satu orang di sana
membuat Aeleasha menegang. Bukan karena suaranya, tetapi karena ucapan yang
baru saja terucap oleh pria yang Aeleasha yakini sebagai kakak dari sang ayah.
āTheo kamu
harus inget, kalau aja Lea enggak ikut pertandingan itu mungkin hal ini enggak
akan terjadi.ā
āKita ngomong
gini bukan untuk memisahkan mereka selamanya. Kita cuma mau Lio pulih dulu baru
bisa ketemu sama Lea. Kita enggak mau keberadaan Lea malah menghambat
kesembuhan Lio. Dokter kan tadi bilang kalau Lio butuh keadaan yang tenang.ā
āTapi kalau
Lio nyariin Lea gimana?ā Tanya Myria.
āBilang aja
kalau Lea sekolah dan Lio harus fokus sama kesembuhannya supaya bisa cepet
ketemu Lea.ā
āAku akan
pikiran lagi.ā
Jawaban Theo
membuat Aeleasha seketika itu juga menunduk, sedangkan Kenzo membulatkan
matanya. Dia tidak menyangka akan mendengar kalimat itu dari mulut orang tua
Aeleasha.
āAyo pulang
Ken..ā
Kenzo menoleh.
Dia melihat jika Aeleasha tengah berusaha keras untuk menahan tangisnya.
āLo enggak mau
ketemu Adelio dulu? Lo mau nyerah tanpa usaha gitu?ā
āGua enggak
nyerah, cuma percuma kalau kita maksa untuk ketemu sekarang. Mereka masih akan
nungguin Lio di sana.ā Aeleasha mengangkat kepalanya dan menatap Kenzo tepat
dimanik laki-laki itu.
āGua akan tetep
nemuin Lio. Kalau enggak hari ini mungkin besok atau lusa, yang jelas enggak
disaat ada mereka. Gua cuma mau ketemu Lio dengan tenang. Jadi lo enggak perlu
khawatir dan berpikir kalau gua enggak akan nemuin kembaran gua sendiri.ā
to be continued..
this year is almost over
so i bring a new story to accompany you on the last day of 2022
hope you will like it and seeyou very soon
- DF -
Comments
Post a Comment