UPSIDE DOWN: Rack and Ruin - Part 12
Bersama jantung
yang berdetak tidak normal, Jayson berdiri di depan rumah keluarga Min. Melirik
penampilannya karena cenderung cemas dengan apa yang akan dipikirkan keluarga
sahabat sekaligus mate-nya akan
dirinya. Jayson sampai berulang kali menarik napas dalam kemudian diembuskan
berkala karena rasa gugup yang mengusik. Padahal kedatangannya siang itu bukan
untuk kali pertama. Jayson sudah pernah menginjakkan kakinya di sana, tapi
sebagai sahabat Yunga. Mungkin karena untuk hari itu ia datang menjadi sosok alpha dengan status sebagai pasangan Chaerin
āsatu-satunya cucu perempuan keluarga Minā, dirinya tidak bisa menampik
kegugupan yang membuat tangannya mendingin dan gemetar.
āTidak, tenang Park
Jayson. Semua akan baik-baik saja.ā Ucapnya pelan mensugesti diri sendiri.
Masih dilingkupi
kegelisahan, ia menekatan bell di
dinding. Menunggu dengan rasa gelisah yang setiap detiknya bertambah
menyesakkan. Baru kali pertama Jayson merasakan kegelisahan yang menyiksa
seperti itu. Sebelumnya ia tidak pernah gelisah hingga membuat perutnya seperti
melilit, paling hanya sampai pada debaran jantung yang menggila.
Sedikit tahu jika
dirinya hanya bereaksi di luar pikiran hanya karena seorang Lim Chaerin. Tidak
ada sosok lain yang bisa membuat ia merasakan hal berlebih seperti yang Chaerin
berikan untuknya.
āTuan Park,
silahkan masuk.ā Seorang pelayan mempersilahkan Jayson setelah membukakan pintu
utama.
Jayson
menyunggingkan senyum dengan mengangguk kecil. Kemudian membawa langkah kakinya
mengikuti pelayan menuju ruang keluarga dimana telah berkumpul Kakek dan Paman Chaerin
serta Yunga.
āMaaf Tuan, Tuan
Park sudah datang.ā Pelayan tadi memberitahu.
Ketiga alpha itu menoleh. Jayson merasa seperti
terintimidasi kala ketiga pasang mata itu menatap kearahnya.
āOh Jayson,
silahkan duduk.ā Tuan Min mempersilahkan.
Jayson mengangguk
dan setelahnya mendaratkan bokongnya di atas sofa yang tidak jauh dari
tempatnya berdiri.
āBagaimana
kabarmu?ā
āSaya baik Tuan.
Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih atas undangan yang diberikan.
Saya merasa terhormat.ā
Tuan Min menggeleng.
āJangan terlalu formal Jayson. Bagaimana pun kau adalah mate cucuku, kau juga sahabat Yunga. Aku senang bisa bertemu
denganmu kembali.ā
āSaya juga Tu-ā
āPanggil aku kakek,
karena pada akhirnya nanti kau akan menjadi cucu menantuku.ā
Senyumnya merekah
mendengar perkataan Tuan Min yang menerimanya dengan tangan terbuka. Ia tidak
menyangka jika rasanya akan sesenang ini saat tahu dirinya diterima dengan baik
oleh keluarga pasangannya. Jayson sungguh menyesali perbuatan terdahulu yang
rela mengabaikan takdirnya hanya untuk sebuah perasaan tidak bertuannya.
āJayson sudah
datang.ā
āBibi apa kabar?ā
Sapa Jayson saat melihat sosok Ibu dari sahabatnya.
āBaik, bagaimana
kabarmu? Sudah lama rasanya kau tidak main kemari.ā
āJayson sibuk Bu. Setelah
menyelesaikan studinya dia harus membangun perusahaan bersama Kavee.ā Jelas Yunga.
āOh jadi kau
bekerja bersama Kim Kavee.ā
Jayson mengangguk,
āIya Bi.ā
Ibu Yunga
mengangguk tapi kemudian ia memukul pelan keningnya begitu ingat dengan
tujuannya.
āAstaga aku sampai
lupa. Aku ingin memberitahukan kalau semua sudah siap, jadi kita bisa mulai makan
siangnya.ā
Tuan Min beranjak
dari duduknya. āMari kita makan.ā Ucapnya sebelum mengawali langkah menuju
ruang makan.
Berbagai hidangan
telah tersaji di atas meja. Seorang pelayan berdiri dengan sigap di salah satu
sisi dengan air yang siap ia tuangkan ke dalam gelas menunggu pemilik rumah
untuk menempati kursi masing-masing. Tuan Min menjadi orang pertama yang
menempati kursinya yang berada di paling ujung meja. Dilanjutkan dengan Ayah Yunga,
Ibu Yunga, dan Yunga di sisi kanannya. Jayson yang bingung akhirnya memutuskan
untuk duduk di ujung meja lainnya, berhadapan dengan Tuan Min.
Tidak lama kemudian
seseorang datang dengan senyum lembut yang menghiasi wajahnya. Matanya langsung
menatap Jayson tanpa sekali pun teralihkan bahkan hingga ia telah menempati
kursi sebelah kiri Tuan Min.
āJadi kau yang
bernama Jayson, sahabat Yunga?ā
āIya Nyo-ā
āTidak jangan
panggil aku Nyonya, panggil aku Bibi. Jangan terlalu kaku seperti itu, aku jadi
tidak nyaman. Kau kan mate anakku.ā
āI-Iya Bi, saya
Park Jayson.ā
āAku Aerin.ā
āDimana Chaerin?ā Yunga
bersuara saat dirinya tidak menemukan tanda-tanda kedatangan sang adik.
Sang Ibu melirik
sekilas arah kedatangannya sebelum berucap, āKatanya dia akan menyusul.ā
āKalau begitu kita
mulai saja makannya, Chaerin pasti tidak akan lama.ā Putus Tuan Min kemudian.
Tidak lama
berselang, Chaerin datang dengan pakaian santainya dan tetap terlihat sopan dan
berkelas. Omega itu menempatkan
dirinya di samping sang Ibu setelah memberikan salam kepada Kakek dan anggota
keluarga lainnya. Ia sempat melirik Jayson yang terpaku menatapnya dan mengulas
senyum simpul.
āOh Chae, kamu
belum menceritakan bagaimana kamu dan Jayson saling menyadari kalau kalian mate?ā Bibinya bertanya.
Chaerin yang tengah
memotong potongan daging sempat berhenti. Matanya tetap fokus pada piring
selama beberapa detik sampai helaan pelan lolos dari bibirnya, sangat pelan
hingga terkalahkan oleh suara denting sendok dan garpu.
Ia menarik napas
saat kepalanya ditegakkan. Matanya bergerak menatap satu per satu anggota keluarganya.
āKami menyadarinya
saat pertemuan pertama kami.ā Chaerin menjeda. Dalam diamnya ia berusaha untuk
menenangkan sang dominan yang meraung pelan akibat memori kelam yang kembali
dibuka. āSaat ulang tahun Kak Yunga kemarin.ā
āBenarkah? Kenapa
kamu baru menceritakannya?ā
Lagi, Chaerin harus
menarik napas dan lebih dalam hanya untuk menenangkan debaran jantungnya.
āA-Aku..ā
āKami butuh waktu
untuk saling mengenal Bi. Waktunya pun saat itu bisa dibilang kurang tepat
karena Chaerin tengah kurang sehat. Jadi kami tidak bisa untuk berbicara
banyak.ā Terang Jayson.
Chaerin langsung
memutar kepalanya. Menatap alpha itu
dengan dahi berkerut dan tatapan penuh tanya. Sementara Jayson, ia hanya
membalas tatapan itu dengan senyum dibibir dan bahu yang digerakkan ke atas. Bertingkah
imut untuk pertama kalinya. Chaerin pun langsung membuang mukanya, tidak
sanggup melihat wajah Jayson yang membuat pipinya perlahan menghangat.
Sial. Kenapa dia harus semanis itu?!, batinnya kesal.
Ibu Yunga pun
mengangguk.
Kegiatan makan
mereka kembali berlanjut. Setelah pertanyaan dari Ibu Yunga, tidak ada lagi
yang membuka topik mengenai pertemuan Chaerin dan Jayson. Mereka tampak
mengerti dengan keadaan keduanya. Mereka pikir keduanya masih muda dan butuh
waktu lebih lama untuk bisa sampai pada tahap pengenalan kepada keluarga.
Mereka tidak mempermasalahkannya. Toh,
sekarang Chaerin telah memberitahukan perihal Jayson.
Perbincangan di
tengah jamuan tersebut kemudian berganti menjadi seputar pekerjaan. Tidak aneh
karena memang Tuan Min adalah pebisnis yang akhirnya menurun kepada anak dan
cucunya. Selain itu Jayson juga menjadi pebisnis muda walaupun perusahaannya
tidak sebesar milik keluarga Min. Sehingga tidak aneh jika permasalahan kantor
akan terdengar di tengah kegaiatan makan mereka. Walaupun Ibu Chaerin dan Ibu Yunga
terkadang kesal jika saat makan ada yang membahas mengenai pekerjaan. Bagi
mereka waktu makan adalah waktu terbaik untuk membicarakan tentang keluarga,
bukan tentang pekerjaan yang sudah mereka geluti sejak pagi hingga petang.
Keramaian di sana
berhasil menyembunyikan Chaerin yang membisu dikursinya. Omega itu tampak berusaha membuat jarak dengan keluarganya. Tidak
ingin terlalu ikut serta pada pembicaraan yang tengah terjadi.
Dalam diamnya,
Chaerin terus berpikir. Apakah yang ia lakukan tepat?
Maksudnya, ia
memberitahu perihal Jayson kepada keluarganya. Padahal dirinya sendiri masih
belum bisa mempercayai alpha itu.
Chaerin jadi bingung sendiri. Setengah dirinya mengatakan bahwa ia akan
baik-baik saja dengan keberadaan Jayson yang telah diketahui keluarganya. Namun
setengah dirinya mengatakan yang sebaliknya. Seakan menjaga diri dari
kemungkinan buruk yang akan terjadi.
Chaerin jadi ingin
berteriak kepada sang dominan. Karena yang menyarankan untuk memberitahu
keluarganya adalah dominannya. Tapi sekarang malah sang dominan yang terjebak
pada keraguan.
Sial!
* *
* *
Jayson dan Chaerin
berjalan berdampingan menyusuri jalan setapak dipinggir sungai. Berlapiskan
mantel, tubuh mereka dibawa menembus embusangan angin malam yang dingin.
Menikmati pemandangan malam hari saat langit disinari dengan terang oleh
rembulan dan taburan bintang yang menghiasi hitamnya, dengan langkah pelan
serta mulut yang tak bersuara. Keduanya membiarkan suara keramaian orang lain
yang menemani perjalanan mereka. Hingga lelah untuk diam akhirnya tidak bisa
ditahan lagi.
āChaerin..ā Panggil
Jayson.
Chaerin berdeham.
āTerima kasih.ā
Ujarnya dengan sebuah tarikan napas panjang. Alpha itu menghentikan langkah kakinya, membuat Chaerin ikut
berhenti lalu menoleh dengan bingung.
āUntuk?ā
āUntuk hari ini.
Kamu tahu, aku sangat senang sekali.ā Ungkap Jayson dengan mata membentuk bulan
sabit karena senyum yang merekah.
Chaerin tidak bisa
bohong saat melihat bagaimana wajah Jayson yang menunjukkan perasaan senangnya.
Ini kali pertama Chaerin melihat senyum seperti itu diwajah Jayson, karena
sebelumnya ia pasti akan menemukan sorot bersalah di samping lengkungan
bibirnya. Chaerin sampai tidak tahu harus berkata apa. Mendengar ucapan alpha di depannya dengan senyum bahagia
membuat perutnya terasa aneh, seperti ada yang bergerak dan menggelitik.
Sementara dominannya tengah berseru bahagia karena dapat merasakan kegembiraan
dominan Jayson.
Chaerin menghela
pelan. Kemudian melangkahkan kakinya mendekati pembatas. Tangannya dibawa untuk
bertumpu pada besi pembatas sedangkan matanya diajak menatap lurus sungai di
depannya.
āJay..ā
Jayson menyahut
pelan. Tubuhnya ikut ia sandarkan pada pembatas sambil menunggu Chaerin.
āHal yang mudah
sekali dirusak dan sulit untuk dibetulkan adalah kepercayaan. Sejak dulu Ayahku
selalu mengatakan jika kepercayaan itu mahal, karena itu aku harus menjaganya
dengan baik. Saat kecil aku tidak tahu apa maksudnya, tetapi begitu besar aku
memahaminya. Dan aku mempraktikannya dalam kehidupanku dan juga dalam
pekerjaan.ā
Jayson diam. Ia
mencoba mendengarkan dengan baik di tengah kegelisahan yang kembali menyerang
dirinya. Pikirannya ikut kacau saat rasa takut mulai mendominasi.
āSaat aku
mendapatkan betrayal, saat itu juga
kepercayaan untukmu hancur. Tanpa sadar aku membuat perisai yang begitu besar
untuk membentengi diriku dari dirimu. Rasa malu dan direndahkan karena betrayal adalah dasar mengapa aku tidak
sudi memiliki mate yang melakukan betrayal. Ditambah dengan sudah tidak
adanya lagi rasa percaya yang harusnya kumiliki untukmu membuat kondisinya
semakin buruk. Dan kau tahu seberapa murkanya aku dengan takdirku sendiri
sampai rasa benci itu tumbuh besar.ā
Chaerin menarik
napas lalu dibuang dengan cepat.
āAku akan jujur
padamu.ā
Ia memutar tubuhnya
ke samping dimana Jayson berada. Matanya menatap lekat pada obsidian gelap Jayson
tanpa keraguan.
āJayson, aku belum
bisa menerima takdirku. Aku belum bisa menerima dirimu sebagai mate-ku. Rasa benci itu masih ada. Sakit
dan marah akibat betrayal-mu masih
terasa begitu nyata. Luka yang kau buat terlalu dalam dan besar sampai aku
tidak tahu bagaimana cara untuk menghilangkannya.ā
Jayson tidak tahu
harus berkata apa. Lidahnya mengelu dengan hati yang tersayat. Ia pun bingung.
Ia pikir pertemuan tadi adalah titik terang untuk hubungan mereka. Ternyata
semua tidak seperti praduganya. Masih terlalu jauh untuk sampai pada
kebahagiaan yang telah didambanya.
āChaerin.ā
āTunggu Jayson. Aku
belum selesai.ā Potong Chaerin.
āAku kira saat aku
mengatakan tentang dirimu kepada keluargaku, aku bisa merasakan sedikit rasa lega
karena kupikir penerimaan mereka akan membantu mengurangi rasa kecewaku. Tapi
ternyata tidak Jayson! Aku sama sekali tidak menemukan kenyamanan tapi justru
sebaliknya. Aku merasa terancam dengan keadaanku sendiri. Dan rasa sakitku
malah semakin bertambah.ā
Chaerin menyerah.
Kekacauan yang terjadi membuat pertahanan dirinya runtuh. Sikap tangguh yang
selama ini ia tunjukkan lenyap seketika. Sekuat apa pun dirinya berusaha untuk
menguatkan hatinya, ia tetap omega
yang akan lemah saat disakiti.
Tubuhnya jatuh
bersimpuh. Tangisnya pecah disertai badan yang bergetar.
Rasa sakit dan
kecewa yang memenuhi relung hatinya begitu menyiksa. Selalu memaksa air mata
menetes tetapi Chaerin selalu menahannya. Namun kali itu, rasanya terlalu besar
dan menyakitkan hingga Chaerin tidak mampu lagi menahannya. Semua tumpah tepat
di hadapan Jayson. Sosok yang menjadi alasan mengapa rasa itu kini yang
mendominasi hatinya.
Melihat kehancuran
Chaerin, Jayson ikut merasakan rasa sakitnya. Ia tidak menyangka jika
kebodohannya akan membuat keskaitan yang begitu besar untuk mate-nya. Ia tidak tahu jika selama ini
Chaerin masih terbelenggu dengan rasa sakit yang ia ciptakan.
Apakah itu berati Jayson
adalah orang yang egois karena menginginkan Chaerin ada di dalam hidupnya?
Tidak! Bukan itu
yang Jayson inginkan. Ia hanya ingin hidup denagn takdir yang telah ditetapkan
tanpa harus menyakiti mate-nya. Tapi
kenapa saat dirinya ingin mengikuti takdir yang ada, ia malah menjadi sosok
yang semakin jahat karena membuat mate-nya
semakin tersakiti?
Apakah mundur
adalah pilihan yang terbaik?
Apakah dengan
merelakan Chaerin hidup tanpa dirinya adalah cara untuk mencapai kebahagiaan
untuk keduanya?
Pertanyaan itu kini
yang memenuhi pikiran Jayson. Alpha
Park itu menjadi kalut dengan semuanya. Setangah hatinya mengatakan jika ia
harus terus berusaha untuk takdirnya, tapi setengah hatinya lagi memintanya
untuk menyerah demi kebahagiaan mate-nya.
Ia tidak tahu,
sungguh.
āChaerin..ā Lirih Jayson.
Tangannya terulur
memegang bahu Chaerin dan mengangkatnya perlahan. Membawa tubuh bergetar itu
untuk kembali berdiri. Jayson dapat melihat seberapa kacau Chaerin dari
wajahnya yang memerah dan dibanjiri air mata.
Haruskah aku melepasmu?, batin Jayson
saat matanya masih setia memperhatikan wajah Chaerin.
TIDAK! JANGAN BODOH PARK JAYSON! KAU TIDAK TAHU TAKDIR DI
DEPANMU! CHAERIN ADALAH TAKDIRMU YANG SELENE PILIHKAN, ITU BERARTI APA PUN
KONDISINYA KAU DAN CHAERIN ADALAH YANG TERBAIK! JANGAN BUAT AKU JAUH DENGAN
MATE-KU! JANGAN BUAT AKU MURKA DENGANMU PARK!, kata
sang dominan yang begitu marah dalam pikirannya.
Jayson yang
mendengar itu terhenyak. Kepalanya menjadi pening karena reaksi penolakan yang
dilakukan dominannya. Untuk pertama kalinya sang dominan begitu marah
dengannya, melebihi marahnya saat Jayson melakukan betrayal.
Selama beberapa
saat, Jayson kembali diam. Pikirannya menjadi tidak fokus karena rasa sakit
dikepalanya. Ia sampai menggeleng dan memijat pangkal hidungnya dengan harapan
dapat mengurangi rasa sakit itu.
Hingga satu kalimat
terakhir yang ia dengar dari dalam pikirannya seakan menyadarkan Jayson dari
kekeliruan yang kembali akan ia buat.
MATE-KU HANYA BUTUH KEPERCAYAANNYA KEMBALI!
Jayson membuka mata
walau rasa pusing masih ada āberuntung tidak separah beberapa saat lalu. Obsidiannya
langsung menatap lekat Chaerin yang terlihat telah sedikit tenang walau air
mata masih membasahi pipinya. Hatinya semakin terluka melihat kekacaun itu. Namun
perkataan dominannya yang kembali terngiang membuat alpha itu dengan cepat menarik tubuh ringkih Chaerin ke dalam
pelukannya. Mendekapnya erat sembari mengusap kepala sang omega perlahan.
āAku tahu kamu
sulit untuk memaafkan kesalahanku. Tapi aku tidak bisa melepasmu Chaerin. Kamu
adalah takdirku dan aku adalah takdirmu. Maaf untuk kebodohanku yang
menyebabkan luka dihatimu.ā Jayson sedikit memundurkan tubuh Chaerin. Tangannya
bergerak menyeka air mata dipipi omega
itu.
āKamu tidak harus
menerimaku secepat itu, aku akan menunggumu. Selama itu aku akan berusaha untuk
mengembalikan kepercayaanmu. Aku akan melakukan semua hal untuk membuat kamu
kembali percaya denganku, mate-mu.ā
Chaerin diam. Onyx-nya balas menatap obsidian Jayson
dengan dalam. Ia berusaha mencari kebohongan untuk semua yang Jayson katakan.
Sayangnya yang ia temukan hanya kejujuran dan ketulusan yang membuat dirinya
tanpa sadar menghela.
Ia melepaskan
tangan Jayson yang berada dipipinya.
āTapi itu tidak mudah
dan butuh waktu yang lama. Rasa kecewaku sudah terlalu besar untukmu Park.ā
Jayson menggerakkan
kepalanya ke kanan dan kiri dengan bar-bar. āAku tidak peduli Chaerin! Aku akan
menunggumu selama apa pun itu. Aku akan berusaha untuk mengembalikan kepercayaanmu
dan membantu menyembuhkan luka itu apa pun caranya. Kamu hanya perlu memberikan
aku kesempatan untuk membuktikan diriku padamu. ā Tegasnya.
Mata mereka saling
menatap. Jayson berusaha menyampaikan kesungguhannya sedangkan Chaerin masih mencari
kebohongan dari tatapan tersebut. Tapi ketika hanya ada keyakinan dari sorot
itu, Chaerin akhirnya mengalah. Membuka suaranya dan berucap lemah, āSemoga kau
bisa Jay.ā
Chaerin tidak
menyerah. Ia hanya tengah mencoba cara lain untuk menyembuhkan lukanya. Jika
dengan cara menentang takdir yang selama ini dilakukan malah membuat dirinya
semakin tersakiti āapalagi saat semua pertahanan yang dibangun runtuh dengan
mudah hanya karena tatapan teduh Jaysonā maka ia perlu mencoba dengan
membiarkan dirinya bergerak mengikuti takdir.
Karena bagaimana
pun dirinya menentang, kenyataannya Chaerin masih meyakini dengan penuh jika
keputusan Selene adalah yang terbaik.
T . B . C
- DF -
Comments
Post a Comment