UPSIDE DOWN: Rack and Ruin - Part 14

 


.

.

.

.

.

Jayson masih duduk dengan kepala yang menunduk. Setelah Kavee datang menjemputnya dari kediaman Min, ia langsung dibawa pulang sekali pun dirinya memberontak karena ingin mencari Chaerin. Kavee tidak membiarkan dirinya pergi. Selain karena luka yang dimiliki, Kavee juga mengatakan bahwa waktunya tidak tepat. Keluarga Chaerin masih dirundung kecewa pada dirinya, apalagi Yunga. Jika ia tetap mamaksa, keadaan bukan membaik tetapi malah semakin kacau.

 

“Sebenarnya apa yang ada dipikiranmu Jay?” Juna sudah tidak bisa lagi membendung pertanyaannya. Otaknya terlalu buntu untuk menerka apa yang ada di dalam otak alpha Park itu.

 

Betrayal  yang kemudian dimaafkan. Sekarang kembali melakukan betrayal lagi?

 

Sumpah! Demi langit dan seisinya, Juna tidak paham dengan jalan pikir Jayson. Sahabatnya itu tahu jika mate-nya masih dalam proses menerima kehadiran dan memaafkan dirinya. Tapi belum juga permintaan maafnya diterima, ia telah kembali melukai omega-nya hingga membuat gadis itu menarik sumpah atas dirinya.

 

Bang, sungguh ini tidak seperti yang kalian pikirkan.”

 

Juna menghela. “Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tetapi jika keadaannya seperti ini maka kau tahu sendiri apa yang terjadi.”

 

Bang...”

 

“Lihat kau memiliki luka yang membelah lambangmu. Hanya pelaku betrayal yang memiliki itu.” Entah sudah berapa kali Juna menarik napas dalam dan dieembuskan dengan kasar. Matanya memejam kala bibirnya kembali terbuka, “Aku memang sahabatmu, tetapi untuk meyakini Chaerin yang melakukan hal rendahan seperti itu sangatlah sulit Jay. Melihat bagaimana reaksinya selama ini padamu, aku bisa mengambil kesimpulan jika kaulah yang menyebabkan luka itu kembali bersemayam ditubuhmu.”

 

Bang tolong percaya, aku tidak melakukan apa pun. Saat itu-”

 

Jay..” Kavee memanggilnya. Alpha pemilik senyum kotak itu baru kembali dari mengangkat panggilan telepon. Wajahnya terlihat gusar yang membuat Jayson dan Juna menatapnya bingung.

 

“Ada apa Vee?”

 

Kavee menarik napasnya. Kembali membawa kakinya melangkah mendekati Jayson dan duduk di sebalah sang sahabat.

 

Jeka baru saja menghubungiku,” Ia menjedanya. Meneliti ekspresi sang sahabat yang terlampau bingung. “Katanya kemungkinan Chaerin telah pergi dari Korea. Bang Yunga, Bang Yujin, dan Bang Hobee tengah mencaritahu kebenaran itu.”

 

“A-Apa?”

 

Cukup melihat seberapa sedihnya wajah Kavee sudah menjadi jawaban untuknya. Mate-nya benar-benar pergi. Mate yang selama ini ia nantikan pada akhirnya pergi, dan semua itu terjadi karena kesalahannya. Ya.. karena dirinya dan ia pantas disalahkan.

 

Tapi tidak, ia tidak mau pasangan hidupnya pergi. Ia ingin Chaerin kembali apa pun konsekuensinya. Jika dengan membiarkan Chaerin menghakiminya maka ia akan menerima itu. Ia tidak mau terpisah dari mate yang telah ditakdirkan untuknya. Dirinya ingin menjalani takdir hidup sesuai dengan ketentuan Selene sekali pun telah banyak hal buruk yang ia lakukan terhadap takdirnya sendiri.

 

“Kau mau kemana?” Sergah Juna begitu Jayson bangkit dengan cepat.

 

Ia memakai jaket yang tersampir di tangan sofa dengan cepat. “Aku harus mencari mate-ku, Bang. Aku ingin menjelaskan semuanya. Aku ingin ia kembali.”

 

“Tidak, kau tetap di sini Jay.”

 

“Tapi Bang, aku tidak bisa diam saja. Aku harus membantu yang lain mencari Chaerin, dia mate-ku Bang. Dia tanggung jawab-”

 

“Dia mate-mu untuk beberapa saat lalu sebelum akhirnya sumpahnya ia cabut.” Selak Juna yang langsung membuat Jayson terkesiap. Kalimat itu seperti pisau belati yang baru saja menggores luka dihatinya. Luka yang masih menganga itu kian terluka lebih dalam karena kenyataan yang terlupakan olehnya.

 

Juna menghela napasnya kasar. “Park Jayson dengar, aku merasa kalau kau tidak melakukan betrayal sekali pun lambangmu tersayat. Entah apa yang terjadi saat itu, tapi firasatku mengatakan kalau aku harus percaya padamu karena aku bisa melihat bagaimana perasaan cinta tumbuh dalam hatimu untuk Chaerin.”

 

Ia menjeda. Tubuh duduknya ia bawa berdiri mendekati Jayson yang masih mematung di tempatnya.

 

“Tapi kau harus ingat, Chaerin percaya pada apa yang dilihatnya dengan sayatan pada lambang yang menjadi bukti pendukung. Kau tidak bisa memaksa mengubah pikiran tersebut, begitu pun dengan Bang Yunga. Bang Yunga sangat menyayangi Chaerin, mereka sudah seperti kakak dan adik kandung. Karena itu berikan mereka waktu setidaknya sampai emosi mereka dapat terkendali.”

 

Juna menyentuh pundak Jayson membawa atensi alpha itu padanya. “Kau bisa mencari Chaerin tetapi tidak sekarang. Tubuhmu masih lemah karena pukulan Bang Yunga. Lagi pula ada Hobee yang akan membantu melacak keberadaan Chaerin. Kau tidak lupakan jika Hobee memiliki kemampuan itu?”

 

Lagi, semua yang dikatakan Juna adalah kebenaran yang tidak bisa disangkal. Maka dengan embusan berat, Jayson kembali mendudukkan tubuhnya. Mengurungkan niat untuk mencari sang mate yang tidak lagi menjadi pasangan hidupnya karena sumpah yang telah diputus. Memupuk doa dan harapan pada sahabatnya agar bisa menemukan keberadaan mate-nya. Setidaknya hanya itu yang bisa ia lakukan dengan kondisinya itu.

 

 

*  *  *  *

 

 

Yunga terlihat kacau. Belum lagi meja kerjanya yang masih dipenuhi berkas. Tidak ada hari tanpa pikiran yang dipenuhi dengan Chaerin. Setiap harinya bagaikan neraka untuk Yunga. Keadaan rumah keluarganya juga tidak jauh dengan kondisi ruang kerjanya. Penuh dengan kekacauan. Sang bibi –ibu Chaerin– masih menangisi kepergian anaknya. Jelas saja mana ada seorang ibu yang tidak sedih jika tahu anaknya disakiti dan berakhir pergi. Kakeknya terlihat sangat terpukul atas kepergian cucu perempuan satu-satunya, kedua orang tuanya pun tak jauh berbeda.

 

Segala usaha telah ia lakukan. Melacak seluruh data kepergian luar negeri atas nama Chaerin sudah dirinya lakukan. Berkeliling Seoul dan menyuruh anak buahnya untuk mencari diberbagai daerah di Korea juga sudah. Namun tetap tidak ada perubahan. Chaerin masih belum ditemukan. Omega tersebut bagai hilang ditelan bumi. Bahkan Jiyeong yang notabene-nya adalah sahabat Chaerin juga tidak mengetahui keberadaannya.

 

Kegusaran dan kegundahan hati Yunga semakin menggila kala teringat jika dalam waktu dekat seharusnya Chaerin mengalami masa heat. Membayangkan bagaimana Chaerin melaluinya sendiri saja sudah membuat hatinya bergetar hebat. Ditambah lagi dengan keadaan Chaerin yang memiliki luka betrayal dan juga penarikan sumpah. Semua itu semakin membuat sang dominannya meraung gelisah. Tidak tega membayangkan bagaimana sang adik melalui kesakitannya yang akan berkali-kali lipat sakit dibandingkan sebelumnya.

 

Rasanya ingin sekali memutar waktu. Andai saja ia tidak memberikan Jayson kesempatan dan membiarkan sahabatnya itu mendekati sang adik, mungkin saja kondisinya akan lebih baik dari saat ini. Walau Chaerin harus merasakan sakit karena tidak ditemani mate-nya saat heat datang, setidaknya ia masih bisa melihat dan menyentuhnya. Tapi lihat sekarang, bahkan untuk mendengar suaranya saja tidak bisa. Setiap kali menghubungi Chaerin akan selalu berakhir pada kotak suara, dan telah terjadi selama satu bulan ini.

 

Ia benar-benar hancur. Sudah tidak tahu lagi harus melakukan apa. Kehidupannya menjadi berantakan. Hatinya selalu dirundung kegelisahan yang tidak bertuan. Belum lagi kondisi keluarganya yang bisa dibilang mengenaskan.

 

Semua itu membuat Yunga terus berandai. Andai ia bisa memposisikan dirinya sebagai kakak yang lebih baik untuk Chaerin. Andai ia bisa lebih menjaga Chaerin. Andai ia bisa.. entahlah terlalu banyak pengandaian yang pada akhirnya hanya membuat pikiran Yunga semakin penuh dan kepalanya pusing.

 

Kekacauan yang dialami Yunga tidak jauh berbeda dengan kekacauan hidup seorang Park Jayson. Setelah kehilangan mate kini Jayson harus dihadapkan pada hilangnya salah satu sahabat, siapa lagi kalau bukan Min Yunga. Alpha Min yang merupakan kakak sepupu mate-nya itu benar-benar menjauhi dirinya. Setiap kali bertemu maka Yunga akan menatapnya tajam sebelum pergi tanpa memberikan dirinya kesempatan.

 

Pernah suatu hari Jayson datang kekediaman keluarga Yunga bermaksud untuk menemui ibu Chaerin. Ia ingin meminta maaf secara langsung karena dirinya telah gagal menjadi mate untuk anak semata wayangnya, padahal wanita paruh baya itu telah memberikan restu bagi Jayson. Sayang Jayson malah menghancurkannya dalam satu waktu yang begitu cepat. Namun baru saja pintu terbuka, Yunga malah menghadangnya dan mengusir ia pergi. Tidak ada cacian atau makian seperti sebelumnya, tetapi tatapan tajam yang diselimuti kemarahan dan kekecewaan seorang Min Yunga sudah cukup untuk menamparnya pada kenyataan jika sahabatnya begitu marah padanya. Tidak, mungkin saja membencinya.

 

Jayson menghela dengan kasar napasnya untuk yang kesekian kali. Menatap dinding ruang kerjanya di tengah waktu bekerja yang masih berlangsung. Pikirannya masih belum bisa diajak bekerja, membuat pekerjaannya menjadi terbengkalai hingga Kavee ikut turun tangan untuk membantu menyelesaikan. Entah sudah berapa lama dirinya melamun. Meratapi nasib yang terlampau menyedihkan untuk dirinya sendiri.

 

Jika memang Chaerin adalah mate-nya, mengapa Selene membiarkan perasaan suka untuk omega lain tumbuh dalam hatinya?

 

Pertanyaan itu terus berputar dipikirannya, tetapi tidak ada jawaban yang berhasil ia simpulkan. Hanya ada penyesalan yang menjadi penutup setiap kali pertanyaan itu muncul dalam benaknya. Hingga sampai pada titik dimana ia menyerah dengan pertanyaannya sendiri.

 

Selene tidak salah. Ia yang salah. Ia yang bodoh. Kenapa dirinya membiarkan perasaan itu terus tumbuh. Padahal dirinya tahu jika lambangnya tidak berpendar dan tidak ada aroma yang memikat sang dominan, maka omega di dekatnya itu bukanlah pasangan takdirnya. Tapi kenyataannya ia malah lalai untuk memagari hatinya. Hingga akhrinya hati itu jatuh pada omega yang salah.

 

Maaf.. Maafkan aku.

 

Chaerin..

 

Lim Chaerin!

 

Jayson tersentak dari tidurnya. Dahinya dipenuhi peluh dengan irama jantung yang begitu cepat. Ia mengerjapkan mata beberapa kali bermaksud membiasakan retinanya pada jumlah cahaya yang masuk. Untuk malam yang ia lalui dengan tidak baik, Jayson mengembuskan napas. Melihat jam yang terpasang didinding sebelum tubuhnya kembali dibaringkan. Malam seperti itu sudah terjadi sejak Chaerin pergi. Bisa dibilang malam yang buruk untuk dirinya. Tidak pernah terbayangkan jika ia akan melalui malam gelapnya dengan mimpi buruk yang selalu membangunkannya di tengah malam. Menimbulkan rasa bersalah yang semakin menyesakkan hati.

 

Jika sudah terbangun seperti itu, kantuknya menghilang. Yang tersisa hanya sesak tidak berujung. Kepala yang berdenyut karena terlalu keras berpikir. Serta penyesalan yang teramat besar yang membuat dirinya ingin sekali meraung. Menyuarakan kesedihan dan kesakitan karena kebodohannya sendiri.

 

Namun ada yang berbeda dari malam-malam sebelumnya. Jika di tengah gelapnya malam Jayson hanya akan merasakan kesedihan dan penyesalan, malam itu ada perasaan lain yang membuat dominannya meraung tidak tenang. Memaksa jantungnya semakin berdetak kencang. Ditambah rasa perih yang muncul dari lambang yang terbelah. Perasaan seperti itu pernah sekali dirasakannya. Tapi kemudian tidak lagi. Hingga sekarang ia kembali mengalaminya. Hanya saja degup jantungnya lebih kencang dengan rasa perih yang bercampur panas pada lambangnya. Memang tidak sampai mengusik Jayson, tetapi cukup untuk membuat otak alpha itu berpikir.

 

Sial! Kenapa dengan tubuhku?”

 

Jayson menyentuh lambangnya. Mengusapnya dengan harapan dapat menghilangkan rasa tidak nyaman yang muncul secara tiba-tiba. Bahkan ia sampai beranjak meninggalkan ranjang menuju balkon untuk menghirup udara bebas akibat sesak yang kini dirasakan. Sungguh, ia tidak bisa mengerti kondisi tubuhnya.

 

Sebenarnya apa yang terjadi dengan tubuhnya?

 

Keanehan yang ia rasakan membuat otaknya dipaksa memikirkan penyebabnya. Membawa kembali ingatan yang mungkin saja bisa disangkutpautkan dengan kondisinya. Sampai akhirnya ia bisa menenangkan diri dan kembali menguasi kerja tubuhnya.

 

Pandangannya teralihkan pada hamparan gelap di atas. Tidak ada bintang yang menghiasi langit malam. Hanya satu bulan berbentuk lingkaran penuh yang bersinar terang. Membuat langit gelap itu setidaknya memiliki sinar hingga tidak terlalu menyedihkan seperti dirinya.

 

Pikirannya melayang. Membawa kenangan yang tidak dapat dikatakan manis tetapi sanggup membuat dominannya senang. Jika dulu sang dominan masih dapat merasakan ketenangan karena dapat melihat keberadaan mate-nya, lain sekarang yang hanya dapat merasakan kegusaran tiada tara. Di tengah lamunan yang hanya membuat hatinya semakin terasa sakit, tiba-tiba saja satu kejadian masa lalu mengingatkan dirinya pada keadaan tubuhnya saat itu. Ia mengerutkan dahi, berusaha berpikir keras apakah ingatan itu adalah jawaban atas kondisi tubuhnya. Sampai akhirnya ia hanya mampu bergumam lirih dengan darah yang berdesir kencang.

 

“Chae-Chaerin..”

 

 

*  *  *  *

 

 

Yunga bersandar di sofa sembari menunggu Hobee yang sibuk menghubungi anak buahnya. Tubuhnya terasa lelah tetapi ia tidak bisa berhenti. Ia harus menemukan Chaerin. Ini sudah sangat lama sejak kepergian adiknya itu. Tidak ada kabar yang diterima membuat rasa khawatir semakin tumbuh dalam hati. Bahkan keadaan rumah keluarga mereka cukup mengenaskan. Tangis tidak pernah berhenti dari ibu Chaerin. Wajah sedih terus menghiasi seisi rumah. Terlebih sang kakek, walaupun beliau berusaha untuk tidak menunjukkan kesedihannya tapi Yunga sangat tahu jika setiap malam kakeknya selalu berdoa dan menangis.

 

Mendesah kasar, Yunga kembali mengoperasikan ponselnya. Menatapi aplikasi pesan yang tidak memiliki perubahan apa pun. Tidak ada pesan baru yang diterimanya itu berarti belum ada kabar dari bawahannya dan penyidik yang ia sewa untuk mencari keberadaan Chaerin.

 

Sebenarnya kamu dimana Chae?, batinnya.

 

Yunga mengusap wajahnya dengan kasar. Kembali menyandarkan punggungnya yang pegal dengan mata yang terpejam. Perih. Itu yang dirasakannya kala kelopak matanya tertutup dan tidak lama cairan bening merembes dari sana.

 

Bang.”

 

Matanya perlahan terbuka kala rungunya mendengar suara nyaring yang memanggil namanya. Tidak kencang tetapi cukup mengusik ketenangannya.

 

“Kau datang Vee, ada apa?”

 

Kavee lantas mendudukkan tubuhnya di sofa tunggal.

 

“Hanya ingin berkunjung.” Ia meraih bantal sofa dan meletakkannya di atas pangkuan. “Bagaimana perkembangannya Bang? Apakah sudah ada kabar?”

 

Yunga menggeleng lemah. “Belum. Anak buahku belum menemukannya.”

 

Bang Hobee?”

 

Yunga memutar pandangannya ke arah taman belakang dimana Hobee tengah sibuk dengan ponselnya.

 

Kavee yang mengikuti arah pandang Yunga pun mengerti hingga kepalanya mengangguk.

 

“Bagaimana kabar Bibi Ae?”

 

Untuk kesekian kalinya Yunga menghelakan napas. Maniknya bergerak kacau kala teringat keadaan bibinya yang jauh dari kata baik.

 

“Bibi masih sering menangis, tapi setidaknya beliau sudah mau keluar dari kamar.” Terangnya dengan penuh sesal.

 

“Oh Vee, kau di sini.” Hobee yang baru saja kembali, sedikit terkejut kala melihat sahabatnya berada di sana. Sedangkan Kavee hanya memamerkan senyum kotaknya.

 

Bang.” Panggilnya pelan.

 

Hobee menempati bagian sofa di dekat Yunga sembari menghela napas. “Mereka juga belum bisa menemukan Chaerin.”

 

Rasanya seperti semakin dibawa terbang tanpa arah. Walaupun sejak awal Yunga tahu jika hasil dari pencarian Hobee tidak akan jauh beda dengan dirinya, tetapi memupuk harapan kecil juga tidak salah. Sayangnya harapan kecil itu malah mengantarkan dirinya pada kekecewaan yang bertambah.

 

Sorry Bang.”

 

Yunga tersenyum lemah. “Tidak, kau tidak salah. Aku tahu memang sulit untuk menemukan Chaerin.”

 

Maka hening yang selanjutnya menguasi ruang keluarga Min. Ketiga alpha di sana tengah sibuk dengan pikiran masing-masing. Mengabaikan satu sama lain demi bisa menemukan cara untuk mengetahui keberadaan Chaerin. Berpikir keras mencari celah dari setiap cara yang telah dilakukan. Siapa tahu ada pertanda yang mereka lewatkan. Hingga keheningan itu terusik saat seorang pelayan datang bersama sosok alpha putih dengan setelah kemeja biru.

 

“Maaf Tuan, ada dokter Oh.”

 

Pelayan itu mengundurkan diri setelah mempersilahkan tamu tersebut untuk bergabung dengan tuan rumah.

 

“Sehun, silahkan duduk.”

 

Yunga mempersilahkan.

 

“Terima kasih.” Balas alpha putih itu sembari mendaratkan bokongnya pada sofa tunggal di samping Kavee.

 

“Ada apa datang kemari?”

 

Sehun menegakkan duduknya. Dengan mimik serius, kedua bilah bibirnya terbuka dan vokalnya terucap. “Ada yang ingin kukatakan, tapi bisakah Bibi Ae, Kakek Min, dan orang tua mu ikut bergabung?”

 

Yunga mengerutkan dahinya, bingung. “Memangnya ada apa?”

 

Embusan napas berat dikeluarkan sebelum bibirnya memberikan jawaban. “Ini mengenai Chaerin, Bang.”

 

Satu nama yang selama ini menjadi sumber kesedihan di rumahnya terdengar, membuat Yunga langsung meminta pelayannya untuk memanggil anggota keluarga lain karena ia yakin ada hal sangat penting yang ingin disampaikan oleh Sehun. Tidak butuh waktu lama, kakek, bibi, dan kedua orang tuanya telah bergabung dengan mereka. Mimik yang ditunjukkan keempatnya tidak jauh berbeda seperti Yunga saat melihat kedatangan Sehun. Bingung dan tidak mengerti dengan apa yang tengah terjadi.

 

“Ada apa? Kenapa Dokter Oh bisa ada di sini?” Tanya sang kakek.

 

Sehun memejam singkat. Tiba-tiba teringat kembali akan janji yang ia utarakan. Janji untuk tidak mengatakan dimana keberadaan Chaerin kepada siapa pun –termasuk keluarga omega  tersebut– sekali pun ia sekarat. Tapi hati kecilnya tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Sehun menyayangi Chaerin layaknya saudara. Ia tidak ingin kehilangan sahabat terbaiknya. Karena itulah pada akhirnya keputusan berat itu diambil. Ia datang ke kediaman keluarga Min untuk mengingkari janji yang ia buat bersama Chaerin setelah omega tersebut menarik sumpahnya.

 

“Sebelumnya aku ingin minta maaf karena baru bisa datang.” Ia menjeda. Menarik napas panjang dan mengembusnya berkala. “Tapi semua ini adalah janji yang harus aku tepati kepada Chaerin.”

 

Hening. Saat nama omega itu kembali disebut, semua orang seakan tersihir hingga tidak dapat mengeluarkan sepatah kata pun. Hanya ada mulut yang terkatup dengan telinga yang siap mendengarkan setiap perkatakan Sehun.

 

“Aku tahu dimana Chaerin.”Ucap Sehun lemah. Tatapan tajamnya berubah sendu kala teringat bagaimana kondisi terakhir sang sahabat sebelum dirinya pergi untuk menemui keluarga Min.

 

“A-Apa maksudmu? Ka-Kamu tahu dimana Chae-rin?” Tanya Bibi Ae dengan suara parau. Matanya yang bengkak kembali dipenuhi air mata yang siap meluncur kapan saja membasahi kedua pipi.

 

Sehun mengangguk. “Selama ini Chaerin bersamaku. Setelah penarikan sumpah, Chaerin berencana untuk pergi tetapi aku mencegahnya karena kondisi Chaerin yang tidak memungkinkan. Karena itu aku menawarkannya untuk pergi bersamaku.”

 

“Jadi dimana Chaerin sekarang? Tolong bawa kami menemuinya.”

 

“Kedatanganku memang untuk mengajak kalian untuk menemui Chaerin, tapi...” Sehun memberikan jeda. Ia memperhatikan setiap wajah yang ada di ruangan itu. Meneliti raut mereka kemudian menimbang apakah yang akan ia katakan selajutnya dapat diterima oleh keluarga Cherin.

 

“Tapi apa?” Yunga bertanya karena Sehun tidak kunjung melanjutkan.

 

Mate-nya, kita membutuhkan mate Chaerin karena ia sedang kritis sekarang.”

 

Bagaikan petir yang menyambar disiang bolong. Rasanya terkejut bukan main kala mendengar kondisi Chaerin yang mengenaskan. Tangis pun pecah terutama dari sosok yang melahirkan omega tersebut. Membayangkan anak semata wayangnya mendapatkan betrayal saja sudah membuat hatinya teriris sakit, apalagi jika tahu kondisi Chaerin yang kritis. Ibu mana yang tidak hancur mendengarnya. Jika dia bisa meminta kepada Selene, ia ingin menggantikan posisi Chaerin. Biarkan dirinya yang sakit dan jangan anak tersayangnya.

 

“Apa maksudmu? Tidak Sehun! Kau tahu kalau bajingan itu melakukan betrayal. Aku tidak akan sudi jika dia bertemu dengan adikku.” Tolak Yunga.

 

Sehun menghela pelan. “Aku tahu kalian semua kecewa, tapi hidup dan mati Chaerin ada di tangan mate-nya. Aku pikir saat penarikan sumpah kemarin ikatan mereka telah benar-benar terputus, tapi tampaknya tidak Bang. Sepertinya waktu mereka mengikat sumpah terbilang waktu penting yang jika ingin melakukan penarikan sumpah maka harus dilakukan diwaktu yang sama.”

 

Ia terdiam sesaat kala wajah Yunga semakin memperlihatkan ketidaksukaannya.

 

“Jika dengan keberadaan Jayson Chaerin bisa sembuh, maka pertemukan mereka.”

 

“Kakek?!”

 

“Yunga diam. Ini semua demi keselamatan Chaerin. Jika kau ingin Chaerin sembuh maka biarkan takdir yang menyembuhkan mereka.”

 

Keputusan Tuan Min memang menjadi penentu dari pembicaraan yang dipenuhi ketegangan itu. Tidak ada yang berani menolak keputusan tersebut sekali pun Yunga sendiri masih tidak dapat menerimanya. Maka dengan persetujuan Tuan Min, keberangkatan mereka untuk bertemu dengan Chaerin akan dilakukan bersama dengan Jayson. Walau Yunga sangat tidak suka, tetapi tidak ada pilihan lain yang tersisa untuknya selain membiarkan alpha bajingan itu bertemu kembali dengan adik terkasihnya.




T . B . C





- DF -

Comments

Popular Posts