UPSIDE DOWN: Rack and Ruin - Part 15

 


.

.

.

.

.


Chaerin memejamkan kedua mata kala rasa sakit itu semakin membuat tubuhnya melemah. Denyut yang semakin kencang apalagi pada lambang yang mulai berpendar lemah, goresan panjang yang membentang di sepanjang dada juga menimbulkan rasa nyeri yang semakin lama semakin menyakitkan. Ingin sekali ia memukul dadanya jika saja letih tidak menyerang. Ingin berteriak tetapi lemah menguasai diri. Hingga akhirnya dirinya menyerah dan membiarkan rasa sakit menguasai tubuhnya.

 

“Kamu gila Chae.”

 

Itu adalah ucapan pertama Sehun setelah mereka pergi meninggalkan Jimin dan sosok omega yang Chaerin yakini sebagai sosok yang sama yang melakukan betrayal sebelumnya.

 

“Akan lebih gila jika aku diam saja dan membiarkan bajingan sialan itu mendapatkan kebahagiaan.” Cibirnya dengan mata yang telah terbuka tetapi dengan sorot yang lemah.

 

Sehun mengembuskan napas. “Tapi tidak dengan menarik sumpahmu. Kamu lihat sekarang, tubuhmu semakin lemah.”

 

“Tenanglah Oh. Kamu tidak perlu khawatir. Dalam darahku mengalir darah Lim dan Min yang kuat, aku yakin bisa melewati betrayal dan penarikan sumpah ini.” Ia menjeda. Kepalanya sedikit menoleh untuk melihat sosok Sehun yang kini telah bertukar posisi dengannya. Alpha dokter itu yang kini mengendarai mobilnya. “Kamu hanya perlu menepati janjimu maka semua akan baik-baik saja.”

 

Sehun melirik tidak percaya sosok omega yang masih bisa tersenyum pongah di tengah kondisi yang mengenaskan. Kepalanya menggeleng. Tak habis pikir dengan jalan pikir seorang Lim Chaerin. Andai saja Chaerin bukan sahabatnya maka ia tidak akan segan-segan memukul kepala omega tersebut dengan harapan dapat mengembalikan otaknya ke posisi yang benar.

 

Sial!” Umpatnya lirih.

 

“Tapi kamu juga harus menepati janjimu untuk mendengarkan semua perkatakaanku, apa pun yang terjadi.”

 

Maka anggukan pasti dari Chaerin menjadi jawaban sekaligus penutup pembicaraan mereka di tengah perjalanan perlarian yang Chaerin rencanakan beberapa detik setelah ia menarik sumpah. Pada awalnya rencana tersebut hanya diperuntukkan untuk dirinya, tetapi Sehun tidak bodoh dan tidak setega itu membiarkan sang sahabat hidup sendirian dengan kondisi yang memperihatinkan. Maka rencana pelarian tersebut akhirnya berubah dengan penambahan dirinya.

 

 

*  *  *  *

 

 

Sebuah kota di Provinsi Jeolla Selatan menjadi tempat pelarian sekaligus persembunyian Chaerin. Sejujurnya tidak pernah terpikirkan jika ia akan menetap di sana. Ia pikir sang sahabat akan ikut serta dengan keputusannya untuk pergi ke luar negeri, tetapi alpha itu malah membawanya ke sana. Alasannya karena Sehun masih memiliki tanggung jawab atas profesinya sehingga mereka tidak dapat pergi ke luar negeri seperti rencananya.

 

Sehari setelah kedatangan mereka, seorang omega dengan paras yang begitu cantik mendatangi tempat tinggal mereka. Sehun memperkenalkan sebagai seniornya saat masih sekolah kedokteran, namanya Yoona. Omega  dengan mata yang bulat dan senyum yang manis itu menyambut kedatangannya dengan tangan terbuka. Tidak ada pandangan merendahkan yang ia terima dari Yoona saat melihat luka yang bersemayam didadanya. Dokter cantik itu malah membantu menyembuhkan luka tersebut sekali pun tidak dapat menghilangkan luka sayatan di sana.

 

“Chaerin, kudengar dari Sehun jika kamu ingin bekerja apakah benar?”

 

Chaerin yang tengah sibuk mengaduk secangkir teh menoleh sebelum menganggukkan kepala.

 

“Iya kak. Aku bosan jika hanya di rumah.”

 

Yoona mengangguk. Mengambil cangkir yang disodorkan Chaerin dan menyeruputnya.

 

“Aku memiliki restoran kecil di sini, apakah kamu mau bekerja di sana untuk mengawasi restoran ku?”

 

Senyum lebar terukir manis dibibirnya. Rasanya seperti memenangkan lotre. Ia tidak perlu mencari pekerjaan di luar dengan risiko keberadaannya yang diketahui. Bagaimana pun keluarga Min memiliki konseksi luas yang bisa saja mengenali dirinya sebagai salah satu penerus perusahaan keluarga.

 

“Aku mau kak. Terima kasih.”

 

“Tapi gajimu tidak akan sebesar sebelumnya, apakah tidak apa-apa?”

 

Chaerin menggeleng. “Tidak, tidak apa-apa. Aku malah bersyukur setidaknya aku bisa memenuhi kebutuhan pribadiku tanpa harus merepotkan Sehun terus-menerus.”

 

Kini giliran Yoona yang mengangguk dengan menyunggingkan senyum manis yang selalu berhasil membawa rasa teduh untuk Chaerin.

 

“Baiklah kalau begitu. Besok aku akan mengantarmu ke sana.”

 

Maka selain sebagai waktu pengobatan luka ditubuh Chaerin, sore itu juga menjadi pembuka kehidupan baru yang akan Chaerin jalani selama ia berada di sana. Memiliki pekerjaan untuk mendapatkan uang adalah salah satu hal penting yang ia pikirkan sejak pertama kali mendaratkan kaki di sana. Dan Selene sepertinya tengah berbaik hati dengan memberikan kemudahan pada setiap rencananya. Ya.. semoga saja. Semoga setelah ini hidupnya akan lebih membaik sekali pun harus meninggalkan keluarga terutama sang ibu yang ia yakini tengah mengkhawatirkan dirinya.

 

Maaf bu. Biarkan aku menyembuhkan luka ini dan ketika waktunya tepat aku akan kembali., lirihnya dalam hati.

 

 

*  *  *  *

 

 

Semua berjalan dengan baik. Chaerin bisa kembali menikmati ketenangan dalam hidup. Bercengkrama dengan banyak orang tanpa harus memikirkan status sosial dan juga masalahnya. Semua begitu menyenangkan bagi Chaerin. Seperti Dewa tengah memberikan pengganti atas kesakitan yang sebelumnya ia rasakan.

 

Jujur saja, hampir satu bulan ia menetap di sana rasanya sedikit demi sedikit beban pikiran yang mengganggu mulai menguar bersama dengan memori kelam yang tidak pernah ingin diingat. Melupakan bagaimana sakitnya pengkhianatan dari seseorang yang seharusnya menjadi sandarannya. Melupakan bagaimana sang dominan meraung sakit saat untuk kedua kalinya sosok biadab itu kembali mengkhianati janji yang telah diucapkan.

 

Sayangnya ada hal yang terlupakan oleh Chaerin. Hal penting yang akan selalu dilaluinya dan tidak dapat dihentikan. Heating. Chaerin luput memikirkannya kala rasa nyaman mulai mendominasi diri. Ia lupa jika setiap werewolf akan mengalami masa heat setidaknya satu kali dalam satu bulan. Dan hal itu terjadi tanpa persiapan yang dilakukannya.

 

Ketika tubuhnya mulai terasa panas, ia tengah berada di restoran dan mengerjakan pekerjaannya. Rasa panas itu perlahan menjalar hingga menyerang lambangnya yang terbelah. Membuat lenguhan keluar dari bilah bibirnya hingga menyadarkan Chaerin jika masa heat-nya telah datang. Maka dengan seluruh rasa sakit di tubuh, Chaerin bergegas meninggalkan ruang kerjanya hingga membuat bingung pekerja lain. Yang ada di dalam pikirannya hanya satu, sampai di rumah dan mengisolasi diri sebelum aroma feromonnya tercium alpha lain.

 

Susah payah sekali Chaerin untuk mengunci diri di dalam kamar mandi. Bahkan menghidupkan air dan mengisi bathup hingga penuh seperti mengangkat beban dengan berat puluhan kilo. Tubuhnya terasa sangat sakit dengan tulang yang seperti ingin patah.

 

Saat air telah mengisi setengah bathup, Chaerin segera merendam dirinya dan mulai menyentuh setiap sisi tubuhnya untuk memenuhi hasrat sang dominan yang sudah tidak dapat ditahan. Persetan dengan pakaiannya. Bila harus dikoyak maka ia akan melakukannya. Yang terpenting hasrat seksualnya dapat terselesaikan.

 

Butuh waktu sangat lama dengan rasa sakit melebihi sebelumnya. Itulah konsekuensi yang telah Chaerin perkirakan saat penarikan sumpah itu dilakukan. Seorang yang telah memiliki mate akan mengalami masa heat yang cenderung lebih panjang dan ketika sumpah yang telah diutarakan dibatalkan maka akan ada rasa sakit setiap kali heat itu datang. Rasa sakit yang begitu menyiksa karena membuat tubuh seakan seperti terbelah.

 

Ketika kebutuhan seksualnya terpenuhi, Chaerin dapat mengembuskan napas lega sekaligus lelah secara bersamaan. Memejamkan mata dengan air yang terasa dingin dan semakin menusuk tulangnya. Ia lelah, sungguh. Usahanya untuk memenuhi hasrat sang dominan telah menghabiskan banyak tenaganya. Belum lagi dengan pendar lemah di lambang yang masih berdenyut nyeri apalagi saat jemarinya mengusap lambang berwarna hitam itu.

 

Sampai pintu kamar mandi yang ia kunci itu terbuka secara paksa, Chaerin membuka kelopak matanya. Menolehkan kepala hingga matanya menemukan sosok Sehun dengan wajah memerah dan napas yang memburu.

Sial!” Umpatnya sebelum berlari keluar dan kembali dengan sebuah handuk putih tebal yang ia berikan kepada Chaerin.

 

“Aku akan menghubungi Kak Yoona, kamu tunggu di sini.” Perintah Sehun setelah memapah Chaerin keluar menuju ranjang tidurnya. Ia berlari cepat meninggalkan kamar omega tersebut.

 

Hening sesaat. Hanya ada deru napas tidak teratur Chaerin yang tengah berbaring di atas kasur dengan handuk yang melilit dan selimut tebal yang menutupi di atasnya. Sampai Sehun kembali dengan cangkir yang mengepulkan uap panas. Alpha tersebut duduk di sisi ranjang setelah sebelumnya meletakkan cangkir di atas nakas. Tangannya beralih untuk membantu Chaerin bersandar bada headboard sebelum mengambil kembali cangkir tersebut dan menyerahkannya pada sang sahabat.

 

“Terima kasih.” Ujar Chaerin lemah.

 

Bibirnya telah berubah putih pucat saat Sehun menemukannya, ditambah lagi pendar di lambang dan sayatannya yang tiba-tiba saja berubah merah. Semua itu sudah cukup bagi Sehun untuk menarik kesimpulan jika sang sahabat baru saja melalui masa heat yang hebat.

 

Sehun menghela berat. Menatap lirih sahabatnya yang masih menyeruput cairan di dalam cangkir.

 

“Kamu tahu tidak aku sangat khawatir saat tadi sampai dengan kondisi rumah yang gelap. Padahal aku tahu kamu seharusnya sudah pulang. Apalagi dengan sisa jejak feromon yang memenuhi rumah. Kamu berhasil membuat jantungku seperti ingin melompat keluar.” Lirihnya.

 

“Maaf..”

 

Hanya kata maaf dan memang hanya itu saja yang dapat Chaerin katakan. Karena nyatanya ia sadar jika dirinya akan selalu menimbulkan kekhawatiran untuk Sehun.

 

“Aku takut.” Ia melirih. Kepalanya menoleh pada Chaerin yang menatap dirinya dengan pandangan sayu. Tangan bebasnya pun bergerak meraih tangan Chaerin yang masih memegangi cangkir di atas pangkuannya.

 

“Akibat dari sebuah penarikan sumpah itu nyata, Chae. Bagaimanapun dirimu, siapapun kamu, akibatnya akan sama. Dan akibat terburuknya yang membuat aku takut Chae. Kamu pahamkan maksudku?”

 

Chaerin membisu. Beberapa saat yang lalu ia baru saja melalui heat pertama setelah penarikan sumpah. Semua ketentuan yang ditetapkan Selene itu benar-benar terjadi pada dirinya. Tidak dipungkiri jika ada ketakutan yang dirasakannya saat kembali mengingat akibat terburuk dari penarikan sumpah. Tetapi lagi-lagi angkara seorang Lim Chaerin selalu berhasil mengalahkan semua perasaan yang membuat omega tersebut akhirnya lebih memilih melanjutkan apa pun yang sudah dipilihnya. Sekali pun menyakitkan hingga dapat merenggut nyawa.

 

Suara bell menyadarkan keduanya dari keterdiaman masing-masing. Sehun sempat mengembuskan napas sebelum meninggalkan kamar Chaerin untuk membukakan pintu bagi penekan bell tersebut.

 

Sementara Chaerin, kesendiriannya kembali membuat ia larut dalam pikiran dan perasaannya yang kacau. Jujur saja bagian terkecil di dirinya tidak menginginkan hal seperti ini terjadi. Namun ego yang menguasai membuat ia tidak ingin terjebak dalam sebuah pengkhianatan. Kebimbangan itulah yang dimanfaatkan sang dominan untuk meluluhkan Chaerin dan egonya yang tinggi. Walau tersakiti tetapi sang dominan sadar jika Chaerin sangat membutuhkan mate­-nya. Apapun kesalahan yang telah diperbuat tidak akan pernah bisa memisahkan alpha dan omega yang telah ditetapkan Selene.

 

Ketukan dipintu kamar yang masih terbuka itu menarik kembali Chaerin dari lamunannya. Ia menyunggingkan senyum kecil kala melihat Yoona yang datang dengan wajah tidak kalah khawatir dari Sehun. Ia tahu pasti Sehun telah menceritakan apa yang terjadi padanya. Karena itulah omega dengan mata cantik itu tersenyum sendu dengan tatapannya yang sedih.

 

Yoona menghampiri Chaerin yang masih berada di atas ranjang. Duduk di tempat yang sebelumnya ditempati Sehun dengan memangku tas berisi perlengkapan dokternya.

 

“Kamu tahu tidak jantungku hampir lepas saat Sehun menghubungiku dan mengatakan apa yang terjadi padamu.” Ujarnya pilu.

 

Yoona mulai memeriksa keadaan Chaerin. Dimulai dari suhu tubuh, denyut nadi, mata, lalu tubuh bagian atasnya. Matanya sempat memperhatikan wajah Chaerin di tengah tangannya yang menyusuri goresan panjang yang membentang di dada Chaerin. Ia menghela napasnya sebelum menatap wajah Chaerin dengan serius.

 

“Chaerin..” Panggilnya lirih.

 

Mata keduanya bertemu. Yoona dapat melihat jika ada ketakutan dalam diri Chaerin untuk mengetahui kondisinya. Tetapi ia juga merasakan seberapa besar angkaranya yang akan membuat omega tersebut tetap bertahan pada keputusan menyakitkan ini.

 

Ia menghela pelan. Tangannya meraih tangan Chaerin untuk digenggam. “Semua yang baru saja terjadi ternyata tidak sesuai pradugaku.” Ia menjeda. Memejamkan matanya dan ketika dibuka ia mengarahkan salah satu tangan Chaerin pada lambangnya yang seakan baru saja terbakar.

 

“Kamu bisa merasakannyakan?”

 

Chaerin diam. Jemari yang berada tepat di atas lambang tersayatnya itu mengalirkan rasa panas yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Jujur saja, Chaerin bingung tetapi ia masih diam menunggu penjelasan selanjutnya.

 

“Tubuhmu bereaksi berbeda, Chae. Reaksi yang terjadi padamu adalah reaksi penolakan yang besar. Dan kamu tahu apa yang akan terjadi jika kamu tetap bertahan dengan kondisi seperti ini?” Ada jeda singkat sebelum ia melanjutkannya, “Nyawamu Chae.”

 

Sejak hari itu tidak pernah Chaerin tidak terpikirkan akan perkataan Yoona. Kalimat singkat yang terlontar dari bilah bibirnya seakan tertanam baik di dalam ingatannya. Mencoba melupakan dengan berbagai cara, tetapi tetap saja kalimat itu bermain dengan santainya di dalam ingatan Chaerin. Membuat ia terkadang putus asa walau sang ego kembali menariknya untuk tidak mundur pada keputusan yang telah dibuat.

 

Ego dan angkaranya bekerja sama untuk menghentikan raungan sang dominan serta menjauhkan Chaerin dari kesadaran akan takdir Selene yang telah ia langgar. Membuat dirinya lupa pada hari dimana ia mengikat sumpah dan menggantinya dengan ingatan pengkhianatan yang disaksikan langsung dengan kedua matanya.

 

Berjalannya waktu akhirnya berhasil membuat Chaerin benar-benar lupa akan takdir yang telah dirinya dustai sekali pun ucapan Yoona terkadang masih melintas di dalam benaknya. Namun keseharian dan kesibukannya telah berhasil membantu ia melupakan hal itu. Kembali melanjurkan kehidupan seakan tidak pernah terjadi apa-apa. Melakukan pekerjaan di restoran dan bercengkrama dengan para karyawan ternyata sangat ampuh untuk melupakan hari menyakitkan yang menimpanya.

 

Ia benar-benar lupa. Ia merasa hidupnya telah mulai kembali membaik. Tidak ada rasa sakit yang tiba-tiba menyerang lambang seperti sebelumnya, atau rasa panas pada luka gores yang membentang disekujur dadanya. Semuanya seakan sembuh.

 

Namun ternyata semua yang terjadai seperti tipuan untuk kejutan yang lebih menyakitkan. Karena tepat satu bulan setelah malam itu, Chaerin kembali  mendapatkan heat-nya. Heat dengan reaksi tubuh yang lebih menyakitkan dibanding sebelumnya. Heat yang membuat rasa panas diseluruh tubuhnya. Rasanya seperti berada di tengah kobaran api besar yang siap membakar dirinya hidup-hidup. Belum lagi pendar di lambangnya yang berpendar lemah tetapi nyerinya melebihi sebelumnya. Membuat bibirnya melenguh saat gelombang panas itu datang menyerang.

 

Matanya menjadi kabur karena rasa sakit tiada tara yang membuat dirinya tidak bisa fokus. Beberapa kali ia hampir menabrak pembatas jalan tapi beruntugnya ia masih bisa mengendalikan kemudi kendaraan. Ditambah peluh yang mulai membasahi tubuhnya. Chaerin benar-benar kacau dengan gelombang panasnya.

 

Ia ingin menyerah tapi dirinya tidak mau. Kembali ego menguasai diri dan memaksa Chaerin untuk tetap memacu laju kendaraan sampai ke rumah. Egonya masih berada pada posisi teratas dalam dirinya yang tidak ingin membiarkan Chaerin terlihat lemah dengan keadaannya sendiri.

 

Hingga setelah perjalanan yang cukup panjang dengan rasa sakit yang menyiksa, kendaraan roda empat itu sampai di kediamannya. Hasrat yang besar membuat Chaerin segera pergi meninggalkan mobilnya walau harus tertatih karena rasa nyeri dan panas yang begitu menyiksa, ditambah dengan pandangan yang mengabur serta kepala yang seakan berputar. Ia buru-buru merogoh tas tangannya untuk mencari kunci rumah. Ia terlihat kesulitan mencari benda silver itu dengan kondisi tubuh yang sangat sakit, sampai tanpa sadar sumpah serapah dilontarkan hanya karena benda silver itu berada di paling dalam tasnya.

 

Tidak berhenti sampai disitu, kerja tubuh yang kacau juga membuat ia kesulitan untuk memasukkan kunci ke dalam lubangnya. Beberapa kali benda kecil itu meleset masuk hingga Chaerin kembali mengerang kesal. Pasalnya rasa nyeri pada lambangnya telah berubah mengerikan. Menyerang seluruh tubuhnya tanpa ampun hingga pening dikepalanya semakin menjadi.

 

Argh.” Memegangi kepalanya, Chaerin mengerang. Berharap dengan berteriak rasa sakit ditubuhnya dapat berkurang. Sayangnya rasa sakit itu malah semakin menjadi hingga membuat Chaerin tidak sanggup mempertahankan kesadarannya.

 

Perlahan tapi pasti pandangannya mulai menggelap bersama dengan serangan panas yang menyerang ulu hati. Jantungnya kian berdetak cepat saat gelombang panas itu meningkat. Telinganya berdengung. Hingga tubuhnya bergetar hebat sebelum terjatuh di atas lantai bersamaan dengan suara hantaman yang terdengar. Sebelum kesadarannya terenggut sempurna, ia masih dapat mendengar raungan menyedihkan sang domianan yang memanggil mate-nya bersama dengan kesakitan yang ia rasakan.




T . B . C





- DF -

Comments

Popular Posts