UPSIDE DOWN: Rack and Ruin - Part 22

 




.

.

.

.

.



Tidak ada yang lebih baik dari sebuah penerimaan atas dasar percaya. Mungkin masih terlalu awal untuk Chaerin bisa mengatakan jika dirinya sudah mempercayai Jayson. Namun setelah malam panjang yang mereka lalui bersama, Chaerin sadar jika sebenarnya malam itu separuh kepercayaannya telah ia berikan untuk sang alpha. Hanya saja ia tidak ingin jujur, baik pada Jayson ataupun dirinya sendiri. Ia masih takut jika kejadian sebelumnya akan kembali terulang. Harga dirinya pun cukup tinggi hingga akhirnya mengelak lebih baik sampai keyakinan benar-benar dimiliki.

 

Walaupun begitu, Chaerin berusaha untuk merubah sikapnya. Ia kembali mengizinkan Jayson untuk berada di sekitarnya dan kembali membiasakan dirinya dengan keberadaan Jayson. Ia juga terus berusaha untuk menyembuhkan lukanya yang tentu saja dibantu oleh Jayson. Ya, Chaerin berusaha untuk menjadi sosok dengan ego yang tidak terlalu besar. Ia berusaha keras untuk meredam egonya yang terkadang ingin mengambil alih rasionalitas yang dirinya miliki.

 

Chaerin akan berusaha keras untuk tidak lagi menyakiti dirinya. Chaerin akan bekerja keras untuk tidak membuat ayah-nya sedih karena keegoisannya. Dan tentu saja karena Chaerin tidak ingin menjadi seorang pengkhianat karena menolak takdirnya. Chaerin juga akan bekerja keras untuk memberikan kepercayaannya kepada Jayson, sama seperti Jayson yang berusaha untuk memupuk kembali kepercayaan dari dirinya.

 

Chaerin mengembuskan napasnya. Ia bersandar setelah terduduk tegap untuk menyelesaikan pekerjaannya. Terhitung sudah dua bulan Chaerin kembali ke perusahaan. Menjalankan tugasnya yang semula digantikan oleh asistennya tentu saja atas pengawasan Yunga. Jujur, ia merasa senang bisa kembali bekerja karena pikirannya jadi tidak hanya berputar pada bagaimana kisahnya dengan Jayson. Bisa gila jika dirinya yang ‘thinking’ itu hanya sibuk memikirkan Jayson dan Jayson.

 

Tunggu jangan salah sangka. Chaerin bukannya tidak sudi memikirkan Jayson, hanya saja terlalu memikirkan alpha itu ternyata juga tidak baik untuk hatinya. Terkadang ia bisa menyunggingkan senyum hanya karena teringat bagaimana Jayson yang tersenyum padanya. Atau ia jadi tersipu setiap kali wajah Jayson muncul dalam pikirannya bersama dengan perlakuan manis yang ditujukan untuknya. Belum lagi waktu yang ia habiskan bersama Jayson, entah saat alpha itu sengaja datang ke rumah untuk bertemu dengannya atau ketika mereka pergi dan pulang bersama.

 

Napasnya berembus saat satu pertanyaan yang beberapa hari belakangan ini memenuhi pikirannya kembali muncul.

 

Apakah iaku sudah memiliki rasa untuk Jayson?,  batinnya.

 

Satu pertanyaan yang mengusik ketenangan hidupnya. Satu pertanyaan yang membuat dirinya terkadang larut dalam lamunan. Serta satu pertanyaan yang tidak dirinya ketahui apa jawabannya dan bagaimana cara menemukannya.

 

Ketukan di pintu menyadarkan Chaerin dari lamunannya. Ia lantas membenarkan posisi duduknya sebelum mempersilahkan siapapun yang mengetuk untuk masuk.

 

“Bu Chaerin, direktur meminta anda untuk datang ke ruangannya.”

 

Chaerin mengangguk dan mengizinkan sekretarisnya untuk pergi. Ia memperhatikan jam di dinding dan menyadari jika waktu kerja akan berakhir. Lalu kenapa Yunga tiba-tiba memintanya untuk datang? Apakah terlalu penting sampai menunggu esok atau saat mereka bertemu di rumah nanti tidak bisa?

 

Tidak tahu! Chaerin tidak ingin memikirkannya karena permasalahannya sendiri saja sudah membuat ia pusing. Dari pada menerka alasan Yunga bukankah lebih baik jika ia menuruti saja perintahnya. Jadi ia tidak perlu sibuk-sibuk berpikir.

 

Chaerin meninggalkan ruangannya setelah merapikan berkas pekerjaan di atas meja. Ia membawa serta tas dan ponselnya karena ia pikir saat mereka selesai, waktu kerjanya juga sudah usai jadi dirinya bisa sekalian pulang. Sebelum memasuki lift, ia sempat berbicara dengan sekretarisnya bermaksud mempersilahkan pulang saat waktu kerja berakhir walau mungkin masih ada pekerjaan yang belum rampung.

 

Kakinya merajut langkah menuju ruangan terujung di lantai tersebut. Saat akan memasukinya, sekretaris sang kakak memberikan salam. Ia sempat menyunggingkan senyumnya sebelum mendorong pintu kayu itu hingga terbuka. Chaerin berjalan masuk, tetapi kakinya berhenti saat onyx-nya menemukan eksistensi seseorang yang tidak ia duga. Melihat keberadaan sosok tersebut membuat tubuhnya terasa panas seperti dibakar dan dominannya meraung marah.

 

Masih berdiri di tempatnya, Chaerin berusaha untuk mengendalikan sang dominan yang semakin menggila. Ia juga harus mengontrol emosinya yang kembali muncul hanya karena sosok tersebut.

 

Sial!

 

Ia menghela kasar dengan mata yang terpejam. Ia tidak boleh terhanyut dalam angkaranya –lagi. Ia harus bisa mengendalikan diri. Ia harus menunjukkan jika dirinya lebih baik daripada sosok tersebut. Ia tidak boleh menjatuhkan derajatnya di hadapan sosok yang menjadi sumber kesakitannya.

 

“Chaerin..” Panggilan lembut Yunga menyadarkan Chaerin. Ia menatap sang kakak sebelum melanjutkan langkahnya yang tertunda.

 

Alpha Min itu berdiri saat Chaerin telah berada di dekatnya. Ia merangkul pundak Chaerin dan memegangnya erat.

 

“Ini Hana dan yang disebelahnya Hakyung, suami Hana.”

 

Chaerin bergeming, membuat Yunga menghela pelan.

 

“Hana ingin bertemu denganmu.”

 

Masih tidak ada jawaban. Keadaan pun terasa semakin tegang dengan tatapan dingin dan menusuk Chaerin untuk Hana serta keterdiamannya.

 

Ok, kami akan menunggu di luar agar kalian bisa berbicara dengan leluasa.”

 

“Tidak ada yang keluar! Jika dia ingin bicara maka lakukan saja, tidak perlu malu karena perbuatannya jauh lebih memalukan!” Sinis Chaerin.

 

Chaerin lantas menempati sofa tunggal yang tersisa, jauh dari Yunga, jauh dari Jayson, jauh dari Yujin yang pasti diminta Yunga untuk datang juga, dan yang tentunya jauh dari Hana. Melipat tangannya di depan dada, Chaerin siap untuk mendengar ocehan Hana.

 

“Chaerin, bagaimana kabarmu?” Tanya Hana mencoba untuk mencairkan ketegangan yang ada. Namun usaha Hana langsung dipatahkan dengan ucapan sinis Chaerin yang membuat sesak di dadanya semakin bertambah.

 

“Tidak usah basa-basi! Langsung saja, apa tujuanmu.”

 

Hana tahu dan sudah memperkirakan jika reaksi tidak bersahabat yang akan dirinya terima dari Chaerin. Ia juga sadar jika memang itu konsekuensi yang harus ia terima karena telah melukai omega tersebut. Tapi kenapa rasanya tetap sakit bahkan bertambah saat melihat kebencian dan kekecewaan dimata Chaerin?

 

Hana mengembuskan napasnya. Matanya tidak lepas memperhatikan Chaerin. Wajahnya yang terlihat dingin dengan tatapan yang tajam. Ia baru sadar jika Chaerin bukanlah omega biasa. Chaerin memiliki karakter yang begitu kuat dan sulit untuk didekati. Tsk.. kenapa dirinya bisa lupa bagaimana Chaerin yang langsung mencabut sumpahnya sata melihat ia dengan Jayson.

 

“Apa itu tujuanmu untuk bertemu denganku? Menanyakan kabarku?”

 

“Jika memang benar, kau hanya membuang waktuku!” Imbuhnya. Ia bersiap untuk pergi saat suara Hana kembali terdengar.

 

“Aku ingin minta maaf padamu. Aku yakin jika kamu sudah tahu apa yang terjadi antara aku dan Jayson. Karena itu aku ingin meminta maaf untuk kesalahanku secara langsung. Tolong maafkan aku.”

 

Chaerin mendecak. Tatapan dinginnya seketika berubah menjadi penuh dengan ketertarikan. Badannya yang tengah disandarkan kembali tegak bersama dengan satu sudut bibir yang tertarik ke atas.

 

“Apakah penerimaan maaf itu penting untukmu?”

 

Hana hanya dapat mengangguk lemah.

 

“Jika begitu berusaha! Sudah terlalu dalam rasa sakit yang kau ciptakan karena kebodohanmu. Jika dengan meminta maaf bisa menyembuhkannya maka tidak perlu ada luka betrayal dan akibatnya yang menyiksa. Kau tahu seberapa tersiksanya aku dengan rasa sakit yang kau ciptakan bersama dengan sahabatmu yang ternyata mate-ku? Ah atau perlu aku ingatkan jika mate-mu juga mengalami hal yang sama denganku?” Ujar Chaerin lagi

 

“Keegoisanmu telah menciptakan petaka! Dan setelah petaka itu menyiksaku, kau datang begitu saja untuk meminta maaf? Wah.. semudah itukah hidupmu?!”

 

“Chaerin.”

 

“Diam Park!” Sergah Chaerin dengan menatap penuh kemarahan pada Jayson. Tatapannya sempat bersirobok dengan Hankyung tapi segera ia alihkan kembali pada Hana yang masih diam tidak dapat berkata-kata di tempatnya.

 

“Hidup adalah sebuah pilihan! Jika kau memilih untuk melakukan betrayal maka kau harus menerima konsekuensinya, salah satunya hidup dalam penyesalan. Jika kau berhasil mendapatkan maaf dari mate-mu dengan mudah, tapi tidak denganku! Setiap orang itu berbeda jadi jangan pernah kau berpikir aku sama dengan mate-mu dan memberikan maafku dengan mudah.” Tuturnya penuh kebencian.

 

Chaerin menanggalkan sofa empuk yang baru beberapa menit diduduki tanpa melepaskan tatapannya dari sosok Hana. Mata coklatnya menatap tajam seakan tengah menguliti sang lawan bicara hingga titik terdalam.

 

“Hiduplah dengan baik bersama mate-mu yang telah mau menerima segala kesalahanmu itu! Dan tanamkan di dalam pikiranmu jika bumi itu berputar, karma itu ada! Apa yang telah kau perbuat mungkin bisa kau yang rasakan sendiri atau mungkin orang di sekitarmu yang akan merasakannya. Aku hanya berharap anakmu tidak menanggung dosamu! Memohonlah pada Selene untuk hidupmu dan orang-orang yang kau kasihi.”

 

“Chaerin!” Kini giliran Yunga yang bersuara. Alpha itu mencoba mengingatkan Chaerin pada apa yang ia katakan. Pasalnya semua yang Chaerin katakan sangat menyakitkan untuk didengar.

 

Chaerin mendengus. “Lihat! Setelah Jayson kini kakakku, dan mungkin suamimu juga akan memperingati ku karena telah berkata kasar padamu. Wah.. Hana kau memang hebat! Padahal kau sudah terlalu jahat untuk hidup orang lain.” Sarkasnya dengan mendecakkan lidah.

 

“Tenang, aku tidak menyumpahi mu aku hanya memperingati. Mungkin kau lupa dengan konsekuensi dalam hidup, buktinya kau bisa melakukan betrayal yang jelas-jelas sudah ditentukan akibatnya! Aku juga tidak sejahat itu hingga menyumpahi mu, keluargamu, atau bahkan calon anakmu yang tak tahu apa-apa. Aku tidak serendah itu. Aku hanya ingin mengingatkan saja agar kau bisa segera memohon maaf pada Selene. Dan tenang saja kau tidak sendiri, kau berada di perahu yang sama dengan pasangan betrayal-mu untuk mendapatkan maaf itu.” Chaerin melirik Jayson yang tengah memperhatikan dirinya. Ia mengedikkan bahu saat pandangan mereka bertemu.

 

“Benarkan Jay?”

 

Jayson yang tiba-tiba mendapatkan pertanyaan hanya dapat terdiam dan terus memperhatikan Chaerin.

 

“Aku tidak menaruh benci padamu, tapi aku tidak bisa berbohong jika aku sangat marah padamu! Berdoalah agar suatu saat nanti maafmu bisa kuterima. Karena jujur sampai saat ini aku masih belum bisa melakukannya. Terlalu banyak ingatan buruk dan rasa sakit yang kau dan Jayson ciptakan untukku. Kuharap kau bisa belajar dari kesalahanmu ini, Hana!”

 

Usai berbicara seperti itu Chaerin segera meninggalkan ruangan Yunga. Tidak memberikan siapapun kesempatan untuk kembali berbicara. Cukup, tenaganya sudah habis hanya untuk mengontrol amarahnya dan amarah sang dominan. Jika ia lebih lama di sana, bukan tidak mungkin pertahanannya akan runtuh dan ia akan membuat Hana lebih tersakiti lagi.

 

Membawa heels-nya pergi bersama dengan perasaan berat yang memenuhi hati untuk mencari tempat pelampiasan seluruh hal yang ia rasakan. Chaerin tidak lupa jika dirinya tidak membawa kendaraan karena pagi tadi Jayson datang menjemputnya. Karena itu ia segera berjalan menuju lobi untuk mencari taksi. Namun belum juga ia sampai di pintu, tangannya telah lebih dulu ditahan dan ditarik pelan hingga tubuhnya berputar.

 

“Kita sudah berjanji untuk pulang bersama dan kamu tidak membawa kendaraan. Kenapa pergi begitu saja?”

 

“Aku ingin sendiri Jay.”

 

Jayson menggeleng. “Aku tahu kamu ingin melampiaskan kemarahanmu dan aku, ada hal yang ingin kubicarakan. Karena itu kamu harus ikut aku. Kita cari tempat untuk kamu bisa mengeluarkan seluruh perasaanmu dan untuk kita berbicara.” Sebuah ucapan final yang pada akhirnya membawa Chaerin berada dalam mobil Jayson dengan alpha itu yang mengendarai kendaraan mewahnya menuju tempat yang ia maksud.

 

 

*   *   *   *

 

 

“Hana maaf. Bang,  aku akan mengejar Chaerin.”

 

Sepeninggal Jayson, tidak ada yang membuka suara. Selama beberapa menit yang ganjil, baik Hana, suaminya, atau Yunga dan Yujin begitu larut dengan pikiran masing-masing hingga tidak tahu harus berkata apa. Apa yang baru saja terjadi begitu mengejutkan untuk mereka, terlebih dengan reaksi Chaerin yang diluar dugaan. Sungguh, sebelumnya Yunga tidak menyangka jika luka yang dimiliki adiknya lebih dalam dan besar dari yang ia kira tapi setelah mendengar semua penuturan Chaerin ia baru menyadarinya.

 

Ia ingin memaki sosok yang menyebabkan luka itu, tetapi rasionalitasnya mengingatkan jika ini bukanlah haknya. Ia tidak boleh melewati batas terlalu jauh. Dirinya cukup mengawasi dan memperingati, layaknya tugas seorang kakak pada umumnya. Tapi dirinya juga tidak bisa membenarkan apa yang telah Chaerin katakan sekalipun semuanya adalah kebenaran. Ia perlu meminta maaf atas kekasaran dari semua ucapan Chaerin. Ia tidak mau jika masalah yang sudah ada melebar dan bertambah panjang.

 

“Maaf untuk yang Chaerin katakan.”

 

Hana mengangkat kepalanya dan memalingkannya untuk menatap Yunga dengan matanya yang berkaca. Ia tersenyum kecut sembari menggeleng pelan.

 

“Tidak apa. Lagi pula yang dikatakan Chaerin semua benar. Aku terlalu jahat untuk mendapatkan maaf dengan mudah.” Ujarnya getir. Hana mengusap pipinya saat setitik cairan bening jatuh.

 

“Kuharap kau tidak marah dengan Chaerin.”

 

“Tidak, aku sama sekali tidak marah. Semua yang Chaerin katakan adalah ungkapan perasaannya, aku tahu itu. Matanya mengatakan semuanya. Karena itu, aku tidak akan berhenti. Aku akan berusaha untuk mendapatkan maaf karena aku sadar semua ini adalah kesalahanku dan aku harus menebusnya.” Ada jeda singkat sebelum lirihan lemah terucap dari bibirnya. “Aku akan berusaha sekalipun butuh waktu yang lama.”

 

 

*   *   *   *

 

 

Jayson berjalan mendekat saat melihat tubuh Chaerin terduduk lemas di atas batu besar. Memposisikan dirinya untuk duduk di dekat omega itu sembari memandangi pemandangan malam kota dari atas bukit.

 

“Masih ada lagi?” Tanya Jayson saat melihat Chaerin mengangkat kepalanya.

 

Chaerin menggeleng pelan dengan dada yang naik turun.

 

“Aku sudah mengeluarkan semua yang kurasakan. Sekarang giliranmu, apa yang ingin kau bicarakan?” Lugas Chaerin tanpa sekalipun menatap Jayson.

 

Embusan napas panas dari bibir Jayson menjadi pembuka pembicaraan mereka. Jayson yang sempat menikmati pemandangan malam mengalihkan perhatiannya pada Chaerin walauipun omega itu tidak menghadapnya.

 

“Aku ingin tahu dengan yang terjadi tadi. Maaf Chaerin, aku hanya merasa yang kamu katakan cukup kasar. Kenapa kamu tidak mau memaafkannya?”

 

“Tunggu, aku tidak membela Hana, aku hanya mengungkapkan apa yang aku rasakan saat mendengar semua perkataanmu tadi.” Sambung Jayson cepat saat ia menyadari jika perkataannya dapat menggiring Chaerin pada opini yang tidak sesuai dengan dirinya.

 

“Bukankah yang aku katakan kenyataan? Lalu salahnya dimana?”

 

Jayson menghela pelan. “Kamu benar, hanya saja apakah kamu tidak merasa jika perkataanmu seperti menyumpahi.”

 

Chaerin tergelak sinis. Ia lantas memutar tubuhnya hingga membuat mereka menjadi duduk berhadapan.

 

“Hanya seperti, bukan sebenarnya!” Chaerin menjeda sejenak, kemudian melanjutkan dengan nada yang agresif. “Jika aku benar-benar menyumpahinya, maka yang aku katakan adalah ‘aku berdoa semoga kau hidup dalam penderitaan, baik itu dirimu sendiri atau keturunanmu’. Tapi aku tidak mengatakan seperti itu. Kau dengar sendiri bukan, jika yang aku katakan adalah menyuruhnya untuk memohon maaf pada Selene.”

 

“Tapi-”

 

“Dengar Park!” Ia menghela kasar. “Aku bukanlah orang yang berhati besar. Jika ada yang menyakitiku maka aku tidak akan mudah memaafkannya. Kau sendiri bagaimana? Apakah kau sudah merasa jika aku benar-benar bisa menerimamu tanpa memikirkan apa yang kau perbuat? Apakah kau merasa jika aku sudah memberikan kepercayaanku sepenuhnya padamu? HM?!”

 

Jayson tidak langsung menimpali. Bibirnya hanya terbuka tetapi kembali tertutup saat tidak ada yang bisa ia katakan. Pertanyaan Chaerin seakan menyadarkannya dari kenyataan yang sempat terlupa karena terlalu terlena dengan yang telah terjadi.

 

“Hingga saat ini saja kau masih berusaha bukan? Semua yang kau lakukan bukankah untuk menunjukkan jika kau adalah mate yang layak untuk mendapatkan kepercayaan yang sudah kau hancurkan.” Ia menjeda singkat. “Aku tidak menyesal dengan apa yang telah kita lalui. Aku juga berusaha untuk menerima kehadiranmu dan mencoba untuk membuka hatiku. Tapi semua itu tidak semudah seperti membalik telapak tangan. Kita sama-sama berusaha untuk menggapai kebahagiaan itu. Lalu jika aku menerima permintaan maaf sahabatmu itu, apakah adil? Kau harus berusaha keras sedangkan pasangan betrayal-mu hanya dengan meminta maaf di hadapan banyak orang.”

 

Jayson terdiam saat melihat gurat kecewa kembali terpancar dari onyx cantik Chaerin.

 

“Jika kau berpikir aku melakukan ini karena ingin balas dendam, kau salah besar! Baik, aku akan jujur padamu..”

 

Chaerin meraih tangan Jayson dan membawanya untuk ditempelkan di dekat jantungnya.

 

“Jantung ini selalu berdetak mengerikan setiap kali bayang-bayang apa yang kalian lakukan kembali muncul dipikiranku. Kau tahu rasanya sangat menyiksa setiap kali ingatan menyakitkan itu muncul karena tidak hanya jantung ini, tetapi seluruh tubuhku ikut bereaksi mengerikan. Jujur Jayson, kehadiranmu memang sudah memiliki tempat tersendiri di hidupku. Dan kupikir itu semua juga karena sumpah yang kita buat. Tapi bukan berarti aku akan dengan mudah memaafkan apa yang telah kalian perbuat. Tidak! Tidak Jayson! Aku tidak memiliki kemampuan sekuat itu untuk bisa menerima semua pengkhianatan yang kalian lakukan dengan luka yang bersarang di hatiku. Aku harus menyembuhkannya sebelum membuka hatiku untuk menerima permintaan maaf kalian.” Tutur Chaerin dengan gigi yang beradu menahan emosinya selaras dengan napasnya yang dalam dan cepat.

 

Melepaskan genggaman tangan Jayson, Chaerin memutar tubuhnya hingga pemandangan malam yang kini ia lihat. Ia membiarkan bibirnya terkatup dan mengizinkan angin malam yang menggantikannya.

 

Chaerin harus bisa menahan emosinya. Ia harus bisa mengendalikan amarahnya dan juga amarah sang dominan yang tidak terima dengan pembelaan Jayson untuk Hana.

 

Brengsek! Kenapa juga mate-nya masih membela sahabatnya yang jelas-jelas sudah menikah? Apakah memiliki satu omega di hidupnya tidak cukup sampai ia harus berlaku seperti pahlawan untuk omega lain?

 

“Aku tidak meminta banyak dari kalian, hanya cukup bantu aku untuk menyembuhkan luka yang kalian buat. Jika luka itu masih ada, sampai mati pun aku tidak bisa memaafkan kalian. Karena kau tahu kenapa?”

 

Jayson menggeleng pelan. Obsidiannya masih setia mengamati Chaerin tanpa sekali pun berniat mengalihkannya.

 

“Karena aku bukan Selene. Aku bukan orang suci dan baik. Aku hanya omega biasa yang mempunyai toleransi dalam hidupku. Karena itu juga kau harus berusaha untuk mendapatkan sendiri kepercayaanku yang telah hancur. Tidak hanya untukmu Jayson, tetapi pada siapapun yang telah menghilangkan kepercayaan yang kuberikan.”

 

Jayson semakin dibuat bungkam saat mengetahui isi hati Chaerin yang paling dalam. Ia tidak menyangka jika mate-nya menyimpan rasa sakit yang teramat besar. Jayson tahu pengkhianatan yang ia lakukan akan meninggalkan luka dihati mate-nya. Tetapi ia tidak sadar jika luka itu berpengaruh besar bagi Chaerin. Sungguh dirinya menyesal. Adakah cara untuk memutar waktu? Karena setelah mendengar semuanya, Jayson ingin sekali kembali ke saat dimana dirinya belum terbawa ego hatinya.

 

Ia menyerah. Setelah menahan diri untuk tidak menarik Chaerin ke dalam dekapannya, akhirnya tangannya bergerak membawa tubuh itu untuk ia rengkuh. Tangannya melingkari tubuh Chaerin dengan erat seakan tidak ingin Chaerin kembali pergi.

 

“Maaf..” Lirih Jayson.

 

Chaerin tidak menanggapi. Ia membiarkan Jayson terus mengatakan kata maaf sementara dirinya menyerah di dalam dekapan hangat Jayson. Mendengarkan bagaimana jantung sang alpha berdetak dan merasakan kehangatan tubuh tegap itu yang menjalar hingga ke dalam hatinya hingga memberikan rasa tenang untuk sang dominan yang sedari tadi terus mengaung marah dengan sikap mate-nya.

 

Selama Jayson mengungkapkan penyesalannya, selama itu juga Chaerin berada di dalam pelukanJayson. Chaerin sama sekali tidak berniat untuk melepaskan dirinya dari pelukan tersebut karena hatinya sudah merasa nyaman dengan keberadaan Jayson yang begitu dekat dengannya. Sedikit dirinya tahu jika luka yang menganga itu mulai tertutup karena cinta yang ia terima dari mate-nya.

 

“Chaerin..”

 

Jayson melonggarkan rangkulannya. Ia membawa tubuhnya sedikit menjauh untuk bisa menatap onyx coklat yang begitu didambanya. Sedangkan salah satu tangannya bergerak mengusap pipi Chaerin dengan lembut.

 

“Aku akan berusaha untuk menyembuhkan lukamu. Aku akan mendapatkan kembali kepercayaanmu. Dan aku berjanji untuk hidup bahagia denganmu.” Ujar Jayson penuh dengan keyakinan. Senyumnya ikut terbit saat melihat senyum tipis terbentuk di wajah Chaerin.

 

“Aku mencintaimu.”

 

Chaerin tetap tidak membuka suaranya saat ungkapan perasaan itu dilontarkan Jayson. Ia lebih memilih untuk kembali bersandar pada dada bidang Jayson dan menyembunyikan dirinya dibalik dekapan hangat alpha itu.

 

Mungkin belum saatnya Chaerin membalas ucapan itu dan Jayson tahu dan memakluminya. Chaerin masih butuh waktu dan ia siap untuk menunggu dan akan terus meyakinkan Chaerin jika dirinya adalah mate yang layak dan takdir mereka adalah yang terbaik.



E . N . D






Hai semua!!!

Akhirnya setelah satu tahun, Rack and Ruin selesai

Aku seneng akhirnya kisah fantasi pertama ku ini berakhir


Aku mau bilang, makasih makasih dan makasih untuk kalian yang udah luangin waktunya untuk mampir ke cerita ini

Semoga enggak bosen dan kecewa sama aku dan kisah ini


Oke, aku cuma mau ngomong itu aja

Aku akan balik lagi sama kisah lainnya, salah satunya No Longer


Sampai bertemu semuanya

Bye...

Comments

Popular Posts