Constellations of Love: Chenle
"We have to recognize that there cannot be relationships unless there is commitment unless there is loyalty unless there is love, patience, persistence."
- Cornel West
Sore itu, Y/N pergi menemani kekasihnya
untuk bermain basket bersama seorang sahabat. Dia duduk di kursi penonton
sembari melihat permainan sang kekasih. Bukan hal baru dan aneh bagi Y/N
melihat kekasihnya melemparkan bola ke ring. Namun setiap melihatnya Y/N akan
selalu terkesima dengan bagaimana sang kekasih bermain dengan bola berwarna orange
itu.
“Babe..” Panggilan itu
membuat Y/N ikut melambaikan tangannya.
Y/N berdiri dengan memegangi botol
minum berisikan ramuan tradisional untuk stamina, sambil menunggu sang kekasih
yang masih berbincang dengan sang sahabat. Tidak lama, karena setelahnya mereka
berpelukan ringan lalu kekasihnya pergi menghampirinya.
“Kamu keren.”
Kekasihnya merekahkan senyum
sembari menerima botol yang disodorkan YN.
“I know.”
Y/N terlihat kesal dengan
kepercayaan diri itu lalu dirinya mencubit pinggang sang kekasih yang berakhir
dengan laki-laki berkulit sangat putih itu terbatuk dengan tawa yang pecah.
“Kamu juga keren babe.”
“Ihh aku serius loh Le..”
Chenle menutup botolnya lalu mendudukan
tubuhnya di kursi.
“Aku juga serius. Aku tahu kalau
aku keren, makanya aku bilang gitu.”
Y/N memutar bola matanya malas. Lalu
ia ikut mendudukan tubuhnya di samping Chenle yang masih memasang tawa
gemasnya.
“Jangan ngambek gitu dong, nanti
makin lucu aku yang bingung.” Chenle kembali meledeknya sambil mencubit pelan
pipi tembam Y/N.
“Zhong Chenle!” Seru Y/N dengan
melepaskan tangan sang kekasih dari pipinya.
“Aku tadi muji loh, kok kamu
malah kesel sih.”
Y/N memutar kepalanya dan menatap
Chenle dengan tatapan tajam. Namun hal itu malah membuat Chenle semakin
melebarkan senyumnya lalu secepat kilat mengecup pipinya.
“Kamu lucu banget sih.”
“Le, aku lagi kesel loh.”
Chenle mengangguk. “Aku tau,
tapi yang aku enggak tau itu alasannya. Kenapa kamu kesel? Emang aku ngapain?”
“Itu..” Y/N menggantung
kalimatnya. Jawaban atas pertanyaan itu baru saja disadarinya. Kenapa juga dia
harus kesal, memang apa yang membuatnya kesal?
Melihat keterdiaman Y/N,
lagi-lagi Chenle memberikan kecupan kecil dipipinya.
“Kamu makin lucu kalau bingung
gitu.”
“Udah ah..” Ucap Y/N dengan pipi
yang semakin bersemu.
“Oh iya, ini ada air madu dan
jahe. Kamu minum ya supaya badan kamu jadi hangat.”
Y/N memberikan botol lain yang
dibawanya kepada Chenle.
“Makasih babe, kamu emang
yang paling baik. Kamu buat minuman-minuman ini dan nemenin aku main basket
tanpa protes. Jujur aku bersyukur punya kamu.” Ujar Chenle tulus. Dia lantas
membuka botol itu dan meminum airnya.
“Udah ah, jangan buat aku
salting dong.”
Chenle terkekeh. Untung saja dia
sudah menelan air yang ada dimulutnya, jika tidak mungkin air itu akan muncrat
keluar karena sikap dan nada bicara Y/N yang terlampau lucu.
“Aku serius loh. Tapi kalau kamu
enggak mau dibilang keren, yaudah aku aja yang jadi keren.”
Setelahnya Chenle beranjak pergi
dengan membawa botol minum yang diberikan Y/N serta tas yang ia bawa sambil
tertawa puas. Ia tidak benar-benar meninggalkan sang kekasih karena keduanya
masih memiliki rencana untuk makan hotpot besama. Hanya saja meledek Y/N
merupakan hal yang harus ia lakukan ketika mereka tengah bersama.
Y/N sendiri langsung mengejar Chenle dan bergelayut di lengannya. Walau sedikit jengkel tetapi Y/N tidak merasa marah. Ia dan Chenle sudah sama-sama mengerti dengan hubungan yang mereka jalani ini, dan hal semacam ini adalah hal lumrah yang ada dalam hubungan mereka.
E . N . D
- DF -
Comments
Post a Comment