How Hurt : Part 2
(DISCLAIMER: Penggunaan nama tokoh dalam cerita tidak ada hubungannya dengan sosok asli dalam kehidupan sebenarnya.)
.
.
.
Aerin menarik kursi
kosong yang tepat berada di dekat jendela. Ia duduk dan merebahkan kepalanya di
atas meja. Menenggelamkan wajah pada lipatan tangannya sendiri. Menghela napas
berat seakan mengembuskan sesak yang mengikat dadanya.
Demi apa pun, Aerin
tidak menyangka jika hari yang ia prediksi akan buruk ternyata berubah sangat
buruk. Tidak terpikir jika mimpi menyeramkan itu akan membawa dirinya pada
kenyataan pahit lain di hidupnya.
Pembicaraan dengan neneknya dan
Jungkook sudah sangat berhasil menjungkir balikkan perasaannya. Pikirannya
berubah kacau hanya karena memikirkan ucapan mereka. Seharusnya Aerin sudah
tidak terpengaruh karena selama ini memang seperti itu hidupnya. Sudah menjadi
makanan setiap hari semua penolakan yang ditunjukkan untuknya. Tapi entah
kenapa perkataan neneknya dan juga keinginan Jungkook untuk membantu malah membuat
dirinya semakin merasa benci pada hidupnya sendiri.
Bolehkan ia
berharap jika saat ia mengangkat kepalanya ternyata semua yang terjadi hanya
imajinasinya saja? Hidupnya tidaklah semenyedihkan apa yang ia pikirkan. Yang
sebenarnya malah ia dikelilingi oleh orang-orang yang begitu perhatian padanya.
Hidup dalam kasih sayang serta hidup yang bebas tanpa aturan ketat orang lain.
Sayang setiap
doanya hanya berakhir pada lantunan harapan yang ia sampaikan pada Tuhan tanpa
mendengar balasan apa pun. Aerin ingin marah pada sang pemilik semesta, tapi ia
tidak bisa dan tidak akan pernah mau melakukannya karena Aerin sadar jika ia
bukanlah apa-apa. Dirinya hanya seorang hamba yang hanya bisa mengikuti semua
rencana Tuhan-nya. Aerin hanya bisa berdoa dan terus bedoa jika suatu saat
nanti kebahagiaan akan rela berkunjung ke kehidupannya.
Tidak tahu sudah
keberapa kalinya Aerin menghela napas berat. Yang pasti setiap hembusan hangat
napasnya sama sekali tidak mengurangi sesak yang memenuhi rongga dadanya.
Malah setiap menarik napas sesak itu seakan berubah menjadi nyeri yang membuat
matanya ingin mengalirkan cairan bening.
Tapi Aerin tidak
ingin membiarkan matanya bekerja di luar kehendaknya. Ia tidak ingin
menunjukkan air matanya lagi. Sudah cukup air mata yang sebelumnya ia keluarkan
untuk mendapatkan perhatian dari keluarganya sendiri. Tapi lihat apa yang dia
dapatkan sekarang?
Tidak ada!
Air matanya selama
ini sama sekali tidak membuat Aerin mendapatkan perhatian yang semestinya. Kehidupan
yang ia jalani juga sangat berbeda dengan kehidupan teman-teman seumuran
dirinya. Ia seperti hidup dalam kandang emas yang cantik. Bagus tetapi
dikurung.
Beban hidupnya
sangat menyita isi pikiran Aerin. Setiap hari tidak pernah dirinya tidak
memikirkan tentang kisah hidupnya. Bahkan ia sering melamun hanya karena
membayangkan bagaimana hidupnya yang tanpa kekangan dan tekanan. Sama seperti
saat itu. Aerin terlalu larut dalam kecamuk perasaannya sampai tidak sadar pada
presensi seorang laki-laki di sampingnya. Laki-laki itu telah berdiri dan
menatapnya sekitar lima menit tetapi Aerin tidak juga menggubris keberadaannya.
Hingga suara derit kursi yang ditarik berhasil membuat Aerin mengangkat kepalanya
dan menoleh ke arah sumber suara.
Dahinya membentuk
kerutan bersamaan dengan bilah bibirnya yang terbuka dan suara yang terucap.
āJaehyun.ā
Laki-laki itu
menyunggingkan senyumnya dan duduk di kursi yang ia tarik setelah memutar benda
itu hingga menghadap pada Aerin.
āKamu sakit?ā
Aerin menggeleng.
Ia lantas kembali merebahkan kepalanya di atas lipatan tangan dengan menghadap
ke samping. Ia tidak menutupi wajahnya. Ia memperhatikan Jaehyun dari
posisinya.
āLalu kenapa mukamu
kusut seperti itu? Mau cerita sesuatu padaku?ā
āEntahlah.ā
Balasnya sembari memejamkan mata.
Jaehyun akhirnya
ikut merebahkan kepalanya mengikuti Aerin. Pipi kirinya menempel pada kedua
tangannya yang terlipat di atas meja hingga wajahnya menjadi berhadapan dengan
Aerin.
āAku tidak memaksa
hanya menawarkan saja. Aku hanya ingin membantumu, kamu tahukan jika membagi
ceritamu bisa meringankan sedikit beban yang kamu pikul.ā
Aerin tidak
menjawab. Ia masih memperharikan Jaehyun yang setia dengan senyum manis di
bibirnya. Menatapnya dengan tatapan teduh yang hanya diberikan oleh segelintir
orang saja untuknya. Ia menatap mata indah laki-laki Jung itu. Mencari
keyakinan dari pandangan tajam itu. Walaupun sudah beberapa kali mereka
berbicara panjang lebar, tetapi Aerin tidak pernah tidak meyakinkan dirinya
setiap kali akan menceritakan keluh kesahnya. Bukan suatu yang gamblang, tetapi
cukup bisa membuat sedikit beban di hatinya menghilang.
Membiarkan beberapa
saat berlalu begitu saja hingga sebuah helaan pelan lolos dari bibirnya bersama
dengan duduknya yang kembali ditegakkan.
āKamu sudah tahu
sedikit tentang keluargaku kan, jadi aku langsung saja.ā Ia menarik napasnya
dalam dan membiarkan beberapa detik ganjil terlewat dengan dirinya yang
menerawang jauh. āKeluargaku tidak menyetujui surat kesempatan magangku.ā
Sambungnya bersama dengan hembusan berat dan rebahnya kembali kepalanya ke atas
meja.
Kini giliran
Jaehyun yang terdiam. Ia membiarkan keduanya mendengarkan gerakan detik jam di
samping mereka yang bersatu dengan sunyinya perpustakaan kampus yang sepi
mahasiswa. Mulutnya yang terkatup tetapi tidak dengan matanya yang sibuk
menilik gurat wajah Aerin. Otaknya sibuk menilai bagaimana perasaan gadis itu
melalui raut wajah dan juga tatapannya
Ia pikir akan
menemukan kesedihan yang besar, tetapi ternyata ia salah. Gadis di depannya ini
sama sekali tidak menunjukkan rasa sedih karena tidak bisa mengikuti program
magang impiannya. Sorot matanya hanya menunjukkan sedikit rasa kecewa, ingat
hanya sedikit karena di samping itu ada pandangan pasrah yang terpancar dari
mata biru itu.
Bukan menyerah
hanya pasrah karena nyatanya sorot kecewa itu masih terlihat jelas olehnya.
āKenapa?ā Tanya
Jaehyun setelah membiarkan beberapa menitnya terlewat dalam diam.
Aerin mengendikkan
bahu. āTidak tahu.ā
āKamu sudah coba menjelaskannya?ā
āSudah tapi itulah
keluargaku. Kamu tahu sendirikan.ā Balasnya dengan tawa hambar yang membuat
Jaehyun seperti mendapatkan cubitan kecil di hatinya saat melihat bagaimana
tawa itu terbentuk.
Gadis itu pikir
dengan sedikit tertawa bisa membuat Jaehyun tidak menangkap kekacauan hatinya,
tapi ternyata salah. Jaehyun malah dapat dengan jelas menyadari jika Aerin
hanya sedang berusaha menutupi perasaan yang sebenarnya. Menutup semua akses
menuju ke hatinya yang sebenarnya sudah hancur itu. Membiarkan dirinya
diketahui sebagai sosok kuat yang tak tersentuh tetapi sebenarnya ia hanya
sosok lemah yang ingin direngkuh.
Jaehyun mengusap
puncak kepala Aerin. āJangan pernah menyerah Rin, pasti akan ada hal baik yang
tengah menunggumu. Bersabarlah.ā Ujar Jaehyun menyemangati. Walau dirinya tahu
jika kata-katanya tidak akan pernah bisa menyembuhkan kesedihan gadis Jeon itu,
tetapi ia berharap jika kalimatnya bisa sedikti menumbuhkan kembali harapan di
hati yang sudah hancur itu.
āAku tidak yakin
untuk itu, tapi aku tetap berterima kasih padamu.ā
* *
* *
Aerin merapihkan
buku catatan dan alat tulisnya. Kelas baru saja usai dan ia berencana untuk
mengisi perut di kantin bersama one and
only Yunji āsahabatnya yang setia di sampingnya. Kegiatannya sempat
terhenti saat ponselnya bergetar di atas meja. Aerin mellihat layar benda itu
dan membaca pesan yang baru saja masuk. Sang sahabat sudah menunggunya di
kantin sehingga ia dengan segera menyimpan bukunya ke dalam tas sebelum membawa
juga ponselnya pergi meninggalkan kelas.
Aerin dan Yunji
tidak memiliki kelas yang sama selama satu hari itu sehingga keduanya hanya
bisa membuat janji melalui pesan dan bertemu saat kelas telah usai.
Memasuki kantin,
Aerin harus berusaha lebih untuk menemukan sang sahabat di tengah mahasiswa
lainnya. Ia menoleh ke sana dan ke mari, mencari sosok gadis ber-sweatshirt putih dengan rambut yang ia
warnai coklat. Katanya Yunju berada tidak jauh pintu ke arah taman, karena itu
sedari tadi Aerin hanya memfokuskan pandangannya pada lokasi yang disebutkan.
Beruntung, Aerin dapat dengan mudah menemukan keberadaan gadis yang tengah
menyedot minuman dinginnya. Ia pun segera menghampiri gadis itu dan mendudukkan
tubuhnya di kursi depan Yunji.
āLama sekali sampai
minumanku sudah habis setengah.ā
Aerin menampilkan
cengirannya sembari menggaruk tengkuk belakang.
āMaaf, tadi aku
sempat bertanya dengan Profesor Han dulu.ā
Yunji hanya
mendelik kesal mendengar jawaban tak berdosa Aerin. Ia ingin marah tapi
penyebab sang sahabat lama datang tidaklah buruk.
āUntung aku sayang
padamu. Ini aku sudah membelikan makan siangmu, kari dengan potongan daging
panggang. Kesukaanmu kan?ā
āKamu yang terbaik
Son Yunji!ā Serunya dengan acungan ibu jari di depan wajah Yunji.
Pada dasarnya
sebanyak apa pun seseorang berbicara akan terdiam saat sedang dihadapkan dengan
makanan. Hal itu juga berlaku untuk Aerin dan Yunji. Keduanya seketika berhenti
berbicara saat suapan pertama makan siang mereka telah masuk ke dalam mulut.
Aktivitas lain selain memakan apa yang ada di atas piring pun ditinggalkan demi
menikmati makan siang mereka.
Atensi mereka akan
terpcah ketika piring di hadapan keduanya telah bersih. Yunji adalah orang
pertama yang menyelesaikan makan siangnya dan ditutup dengan menghabiskan
minuman dingin miliknya. Ia menikmati beberapa tegukan sebelum menyingkirkan
gelas kaca itu dari hadapannya.
āTadi pagi aku
melihatmu dengan Jungkook, ada apa?ā
Yunji menaruh
atensinya pada Aerin yang masih menyelesaikan makan siangnya sembari mengaduk
sedotan yang berada di gelas. Ia dengan sabar menunggu sahabatnya itu untuk
menyelesaikan makannya tanpa ada niatan untuk memburu Aerin.
āAku disuruh mengantarkan
surat persetujuan magangnya yang tertinggal di rumah.ā Jawabnya dengan tidak
tertarik.
Yunji mengangguk
pelan sebelum kembali berucap.
āBagaimana
denganmu?ā
āKamu sudah tahu
jawabannya Yun.ā
āSumpah aku tidak
habis pikir dengan keluargamu. Dan aku lebih tidak habis pikir lagi denganmu.ā
Aerin mengernyit
bingung.
āOk, jangan salah sangka. Maksudku, kamu
itu terlalu sabar dan kuat menjalani hidupmu. Jika aku adalah kamu, aku pasti
sudah menyerah sejak lama. Mungkin aku akan melompat ke sungai.ā Jelas Yunji
cepat saat melihat perubahan raut wajah Aerin menjadi dingin.
āLalu setelahnya
kamu pergi kemana? Aku melihatmu sampai kamu pergi meninggalkan Jungkook.ā
Ada jeda yang cukup
singkat karena Aerin masih menikmati minumannya.
āAku pergi ke
perpustakaan dan bertemu Jaehyun.ā
āJaehyun?ā Yunji
kembali mengulang untuk meyakinkan dirinya. āKalian janjian?ā Tanyanya lagi
saat mendapatkan anggukan singkat dari Aerin.
āTidak.ā Kepalanya
menggeleng singkat. āKami tidak sengaja bertemu. Lalu aku dan Jaehyun sempat berbincang
sebentar sebelum aku pergi meninggalkannya karena ada kelas.ā
āOh.. kukira.....ā
āSon Yunji! Jangan
berpikiran macam-macam.ā Tutur Aerin memperingati.
āAku tidak
berpikiran macam-macam, hanya aku merasa aneh saja. Kamu baru mengenal Jaehyun
kurang lebih satu bulan lalu, tapi kamu sudah menceritakan tentang keluargamu.
Kalian juga terlihat cukup dekat.ā
Perkataan Yunji
membuat Aerin terdiam dan berpikir tentang kedekatannya dengan Jaehyun. Memang
aneh sih untuk seorang Jeon Aerin
yang tertutup jadi mudah akrab dengan Jaehyun. Ia sendiri tidak pernah
memikirkan hal itu, sampai Yunji mengungkitnya. Tidak tahu mengapa, tapi ada
perasaan gusar yang tiba-tiba menyerang hatinya. Ada ketakutan yang membuat
dirinya seperti harus mempersiapkan perlindungan ekstra untuk seorang Jung
Jaehyun.
āAku juga tidak
tahu.ā Aerin menarik napas. āTapi setiap bersama Jaehyun aku merasa biasa saja.
Aku tidak harus menjadi sosok yang sangat kuat hanya untuk melindungi diriku
yang berbeda ini.ā
* *
* *
Aerin sibuk
menyusun bunga pesanan yang akan dikirimkan sore nanti. Toko bunga tempatnya
bekerja mendapatkan pesanan untuk dikirimkan ke beberapa perusahaan sebagai
tanda terima kasih. Sehingga Aerin
langsung meninggalkan kampus begitu kelasnya usai. Ia tidak ingin membebani
karyawan lain walaupun di sana ia bukanlah pekerja tetap. Dirinya hanya menjadi
karyawan magang itu pun karena memohon pada Yunji āsahabatnya sekaligus anak
pemilik toko bunga.
Aerin tidak butuh
uang, dirinya hanya butuh kesibukkan agar tidak banyak waktu berada di rumah.
Ia malas jika terlalu sering berada di rumahnya. Rumahnya itu cenderung sepi,
hanya ada pelayan dan pekerja lainnya. Tapi sungguh membuat Aerin muak. Ia
selalu merasakan ketegangan yang menyebabkan pusing di kepala.
Intinya, rumah
Aerin sama dengan ujian untuknya. Jika saja ia diizinkan untuk tinggal di
asrama atau menyewa apartemen, sudah pasti dirinya lakukan sejak lama tanpa pikir
panjang. Tapi takdir memutuskan yang lain. Tentu saja sang Nenek menentang dan
Ayahnya hanya mengangguk setuju.
āAerin.ā
āIya.ā
āBisa tolong
buatkan buket untuk pembeli di luar?ā
āBaik, aku akan ke
sana.ā Balasnya dengan anggukan pasti.
Karyawan tadi pun
meninggalkan ruang produksi. Aerin lantas merapihkan bagiannya sebelum meninggalkan
sebentar pekerjaannya. Ia bergegas keluar untuk menemui pembeli yang dimaksud.
āJaehyun?ā
Aerin cukup
terkejut saat melihat sosok yang berdiri di depan kasir.
āHai.ā
āKamu datang lagi?ā
Jaehyun mengangguk
membenarkan. āIbuku minta dibelikan bunga.ā Laki-laki itu sudah beberapa kali
membeli bunga di sana. Paling tidak satu minggu sekali dan sudah berlangsung
selama dua bulan ini.
Kini giliran Aerin
yang mengangguk. Ia lantas fokus memilihkan bunga yang akan dirangkainya.
Dengan memegang selembar kertas yang diberikan karyawan tadi matanya sibuk
mengamati bunga-bunga yang ada. Ia mengumpulkan bunga-bunga tersebut sebelum
membawanya ke meja dimana ia biasa merangkai.
āKelihatannya toko
agak sibuk, apa ada pesanan besar?ā Tanya Jaehyun mencoba membuka pembicaraan.
āHm.ā Ia menjeda. āAda pesanan dari
perusahaan besar.ā Imbuhnya yang sibuk mencocokkan kertas pembungkus yang akan
digunakan.
Aerin itu sangat
ahli dalam merangkai bunga. Keahliannya didapat dari kebiasaan memperhatikan
sang Ibu. Dulu di taman belakang rumahnya ada kebun bunga yang sang Ibu tanam.
Dan Sang Ibu akan merangkai bunga-bunga yang dipetik dari taman itu untuk
diletakkan di beberapa vas. Tapi sejak sang Ibu meninggal, bunga-bunga itu
seperti kehilangan pemiliknya. Walaupun Aerin mencoba untuk merawat yang
dibantu oleh tukang kebun rumahnya, bunga itu tetap mati seperti tidak rela
ditinggal pemilik aslinya.
Pada akhirnya,
Aerin hanya bisa meratapi taman itu dari balkon kamarnya. Sedih karena
peninggalan Ibunya mati, tapi mau bagaimana lagi.
āSelesai!ā Serunya
saat pita merah muda telah berhasil diiikatkan pada kumpulan tangkainya.
āTerima kasih.ā
āIya, semoga Ibumu
suka.ā Balasnya dengan tersenyum manis.
āPasti. Ini
cantik.ā
Jaehyun
memperhatikan buket di tangannya sebelum ia kembali mengangkat kepalanya untuk
menatap Aerin yang tengah merapihkan alat-alatnya.
āAerin.ā
Gadis itu berhenti
dan menoleh. āIya.ā
āHm.. itu, aku...ā Bola mata laki-laki
itu bergerak acak. Ia jadi tidak bisa menatap manik biru Aerin karena gugup
yang menyerang. Kalimat yang akan diucapkan pun terasa sulit untuk diungkapkan,
seperti ada yang menghalangi lidahnya untuk menyampaikan.
Aerin sendiri masih
sabar menunggu. Matanya tidak lepas memperhatikan wajah Jaehyun yang dihiasi
kegugupan. Untuk pertama kali Aerin melihat Jaehyun gugup, biasanya ia hanya
melihat ekspresi tenang dan hangat di wajah laki-laki itu.
āJaehyun.ā
Panggilnya membuat ia kembali mendapatkan atensi dari sang pemilik nama.
āAda apa?ā
Ok Jaehyun berusaha untuk
menenangkan dirinya. Dengan menarik napas dan menghembusnya pelan, ia berusaha
untuk meredakan kegugupan yang tengah dirasakan. Mengumpulkan kembali
keberaniannya lantas mempertemukan irisnya dengan obsidan biru Aerin lagi.
āKamu ada waktu
kosong?ā
āUntuk?ā
Ia menghela sangat
pelan. āAku ingin mengajakmu makan malam, bisa?ā
āAku tidak bisa
berjanji padamu. Aku tidak mau menarik perhatian seisi rumah, kamu tahukan
maksudku?ā
Seketika air muka
Jaehyun berubah sedih mendengar penolakan Aerin. Tapi ia tidak bisa marah. Ia
tahu apa yang terjadi pada Aerin dan keluarganya. Gadis itu hanya ingin hidup
tenang tanpa tekanan dan usikan. Namun sangat kesulitan untuk mendapatkannya
karena sikap keluarganya sendiri.
āTapi kita bisa
menggantinya menjadi makan siang?ā
Jaehyun yang
mendengarnya langsung tersenyum senang.
āBaiklah, aku
setuju.ā Jawabnya cepat.
Mendengar usulan
Aerin membawa kembali senyum di wajah Jaehyun. Laki-laki itu kembali girang
karena Aerin menyetujui keiinginannya walaupun ada perubahan.
āKalau begitu aku
kembali bekerja-ā
āAerin!ā
Keduanya menoleh
saat bariton lain terdengar melantunkan nama Aerin. Aerin tersenyum saat
melihat pemilik suara itu sementara Jaehyun mengernyit bingung dan menatap
dengan kesal.
āJhonny oppa.ā Seru Aerin riang sembari
menghamburkan pelukannya pada sosok tinggi itu.
āOppa baru datang?ā
āIya, aku baru saja
mengunjungi cabang yang lain. Kamu sedang melayani pelanggan?ā Tanyanya saat menyadari
keberadaan Jaehyun di sana.
Aerin melirik
Jaehyun sebelum kembali memfokuskan dirinya pada Jhonny.
āTidak aku baru
saja selesai membuatkan buketnya.ā
Jhonny mengangguk
tanda mengerti.
āOh iya, ini.ā Ia
menyodorkan satu batang coklat. āIngat yang kemarin saat kita makan tteokpeoki
pedas.ā
āWah! Oppa
yang terbaik.ā Serunya girang dengan mengacungkan jempol hingga membuat Jhonny
terkekeh dan mengusap puncak kepalanya penuh sayang.
Wajah senang Aerin
selalu berhasil membuat siapa pun yang melihat ikut merasakan kegembiraan gadis
itu, termaksud Jhonny. Tak jarang senyumnya ikut menular. Saat tersenyum
wajahnya terlihat manis dan lucu secara bersamaan, apa lagi senyumnya yang
terlihat seperti senyum kelinci. Jhonny dibuat tidak bisa berkutik karenanya.
āAku sudah janji
padamu dan juga Yunji.ā
Kedekatan keduanya
begitu mengusik Jaehyun. Tangannya yang bebas sampai mengepal saat melihat
seberapa leluasannya Jhonny memperlakukan Aerin. Ia iri. Ia ingin berada di
posisi laki-laki itu tapi dirinya belum bisa. Masih panjang jalannya untuk bisa
menjadi sangat akrab hingga Aerin merasa cukup nyaman untuk menerima perlakuan
manis darinya. Jaehyun harus berusaha sangat keras untuk meluluhkan Aerin
karena ia sadar jika gadis itu masih memiliki perisai untuk dirinya.
T . B . C
- DF -
Comments
Post a Comment