How Hurt : Part 6
(DISCLAIMER: Penggunaan nama tokoh dalam cerita tidak ada hubungannya dengan sosok asli dalam kehidupan sebenarnya.)
.
.
.
Aerin sudah
mengurung diri hingga tiga hari lebih. Selama itu Jungkook terus berusaha untuk
membujuk Aerin keluar atau paling tidak membiarkan dirinya dan pelayan masuk
untuk membawakan makanan. Neneknya juga ikut mencoba begitu pun dengan sang
Ayah yang berusaha bicara dengan Aerin walau terhalang pintu kamar. Tapi tetap
saja, Aerin enggan menggubris. Ia tetap bungkam di dalam kamarnya yang tanpa
cahaya apa pun. Tirai yang sengaja ditutup sepanjang waktu dan lampu kamar yang
selalu dimatikan.
Sakit di hatinya
begitu mengerikan. Aerin tidak bisa lagi mengobatinya. Ia seperti ingin
menyerah. Harapan kecil yang ia miliki hilang begitu saja setelah kejadian
mengerikan malam itu. Hingga akhirnya Aerin sampai pada sebuah keputusan yang
membawa Aerin keluar dari kamarnya di hari kelima tanpa makanan di dalam perut.
Di saat hari masih
sangat pagi, Aerin buru-buru pergi meninggalkan rumahnya. Ia bahkan tidak
memberitahu supirnya karena keputusan yang baru malam kemarin dibuatnya. Aerin
menaiki taksi menuju kampusnya. Pagi ini dia berkeiinginan untuk bertemu dan
menyelesaikan urusannya dengan dosen pembimbingnya.
Setelah menunggu
hampir tiga jam, Aerin berhasil menemui sang dosen. Wanita berkacamata itu
sedikit terkejut dengan kedatangan Aerin. Ia semakin dibuat terkejut dengan
surat yang diberikan Aerin. Wanita itu sampai membaca ulang isi yang tertulis
untuk memastikan jika ia tidak salah.
āApakah kamu yakin?
Kamu salah satu mahasiwi berprestasi, apakah tidak sayang?ā
Aerin menggeleng
dengan senyum kecilnya.
āTidak Prof, saya
sudah memikirkannya dengan sangat matang.ā
āTapi kamu tahukan
ini akan merugikanmu?ā
āIya saya tahu
Prof.ā Balasnya dengan anggukan kepala yang mantap.
Wanita itu kemudian
mengambil bolpoinnya lalu menorehkan tanda tangan di atas selembar kertas yang
Aerin berikan. Ia mengembalikan kertas itu kepada Aerin dengan raut kecewa yang
begitu jelas terlihat di wajahnya.
āSaya sangat
menyayangkan keputusanmu ini, Aerin. Tapi karena ini adalah masalah pribadi,
saya tidak bisa melarang. Saya hanya berharap kamu bisa menyelesaikannya
secepatnya.ā
āTerima kasih Prof.
Kalau begitu saya permisi.ā
Aerin menunduk
sebelum meninggalkan ruang pembimbingnya. Ia bergegas menuju ruang
kemahasiswaan fakultasnya untuk menyerahkan amplop dengan kertas yang baru saja
ditandatangani. Ia harus cepat mengurus semuanya dan pergi dari kampus sebelum
bertemu dengan Jungkook.
Jujur, Aerin masih
belum bisa bertemu dengan anggota keluarganya. Ia masih perlu waktu untuk
mengumpulkan keyakinan dirinya dan kekuatan untuk menyembunyikan seluruh
perasaannya.
Saat sampai di
hadapan ketua kemahasiswaan, lagi-lagi raut terkejut yang Aerin lihat saat
kertas di dalam amplop itu sudah dikeluarkan dan sedang dibaca. Pria berkemeja
biru itu menatap Aerin bingung.
āKamu yakin?ā
Lagi-lagi
pertanyaan yang menanyakan keyakinannya. Tentu saja Aerin yakin. Jika tidak, ia
tidak mungkin berdiri di depan ketua kemahasiswaan di hari yang masih sangat
pagi ini.
āIya Pak.ā
Pria itu menghela
lantas mengoperasikan perangkat komputernya. Jarinya bergerak di atas papan keyboard dan sesekali tangan kanannya
menggerakkan mouse. Ia mengangkat
pandangannya setelah menekan ENTER
dan arsip yang baru saja diketikkan telah tersimpan di sistem pendidikan
mahasiswa.
āSudah selesai.ā
Aerin membungkuk.
āTerima kasih.ā
Ia segera pergi
dari sana. Membawa kedua tungkainya meninggalkan kampus. Berhenti tepat di
pemberhentian bus untuk menunggu taksi. Aerin tidak akan pulang, ini masih
cukup pagi danAerin yakin rumahnya belum sepi. Biasanya rumah megah itu akan
kosong saat siang hari, dan Aerin akan pulang saat itu.
Saat berhasil
mendapatkan taksi, Aerin meminta sang supir untuk mengantarnya ke alamat dimana
Yunji tinggal. Ia telah menghubungi sahabatnya itu untuk memberitahukan
kedatangannya karena kebetulan dihari itu Yunji dan Aerin tidak memiliki jadwal
kuliah.
Perjalanan menuju
rumah Yunji tidak memakan banyak waktu. Setengah jam setelah taksi yang
ditumpanginya melaju, Aerin telah sampai dan tengah berdiri menunggu pintu
utama dibukakan. Saat pintu dibuka, reaksi pertama yang Aerin lihat adalah
terkejut tapi setelahnya berubah khawatir. Tidak hanya itu saja, Yunji ikut
menyentuhkan tangannya ke seluruh permukaan wajah Aerin hingga membuat Aerin
memundurkan kepalanya sembari menahan tangan Yunji.
āYa Tuhan Jeon
Aerin!ā Yunji berseru tak percaya. āApa yang terjadi padamu? Kenapa kamu pucat
sekali? Apa keluargamu tidak memberikan kamu makan?ā
āAku yang tidak
makan Ji.ā
āAPA?! KAMU SUDAH
GILA?ā
āIya aku sudah
gila.ā Jawabnya nyaris berbisik.
Yunji yang masih
bisa mendengar itu seketika ikut merasakan kesedihan Aerin. Dia tidak tahu apa
yang terjadi dengan sang sahabat karena Aerin hanya mengatakan jika dirinya
tidak akan masuk kuliah untuk beberapa hari.
āKamu berhutang
cerita padaku Rin.ā
Lantas Yunji
mempersilahkan Aerin masuk. Ia menyuruh Aerin duduk di ruang tengah sedangkan
dirinya akan membuatkan Aerin susu dan memesan makanan. Kebetulan orang tuanya
sudah berangkat, karena itu tidak ada yang akan mengganggu sesi pembicaraan
penting kedua sahabat itu.
Yunji menyerahkan
satu gelas cukup besar susu vanila hangat, sedangkan dirinya segelas air putih.
Ia mendudukan bokongnya di sebelah Aerin setelah meletakkan gelasnya di atas
meja.
āJadi apa yang
terjadi padamu.ā
Aerin mengembuskan
napasnya. Lalu memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Yunji. Ia mengawali
dengan membiarkan beberapa detik ganjil terlewat hanya dengan mulut yang
tertutup. Setelah yakin dengan kemampuan diri untuk mengendalikan rasa sakit,
akhirnya Aerin memberanikan diri memulai ceritanya. Dimulai dari makan malam
biasa keluarganya, cerita sang Kakek, berita mengejutkan yang membuat Aerin
merasa seperti dihempas ombak laut, sampai dengan hal menyakitkan yang
didapatkan dari sang Ayah. Aerin menceritakan semua itu dengan tangis yang
kembali pecah.
Yunji bahkan ikut
menitihkan air matanya. Ia bisa merasakan sesakit apa sahabatnya itu. Menjalani
kehidupan layaknya sebatang kara, apakah itu masih belum cukup? Lalu haruskah
ditambah dengan penyiksaan lainnya? Yunji dibuat semakin tak habis pikir dengan
keluarga Aerin. Dimana otak mereka? Apakah habis digunakan untuk membangun
perusahaan keluarga? Yunji benar-benar kesal dibuatnya.
āTenanglah..ā Ia
berusaha untuk menenangkan Aerin. Tangisan Aerin membuat hatinya semakin pilu.
Ia seperti dicabik entah untuk yang keberapa kalinya.
Butuh beberapa
menit untuk membuat tangis Aerin berhenti. Yunji lantas mengambil gelasnya
untuk diberikan kepada Aerin setelah melepaskan pelukannya, sedengankan Aerin
mengatur napasnya. Aerin meminum isi gelas itu dan kembali memberikannya kepada
Yunji setelah menghabiskan setengah isinya. Yunji sendiri masih terus mengusap
punggung Aerin, berharap dapat membantu memberinya ketenangan.
āLalu sekarang apa
yang mau kamu lakukan?ā Tanya Yunji setelah Aerin tidak lagi dirundung air mata
dan napasnya telah kembali normal.
āAku belum yakin
dengan keiinginanku, tapi aku ingin menitipkan ini padamu.ā
Yunji melirik tas
yang ada di dekat kaki Aerin.
āIni beberapa
barang peninggalan Ibuku, yang sangat berarti.ā Napasnya ditarik lalu
diembuskan berkala. āAku akan mengambilnya jika waktunya tepat.ā
Yunji hanya
mengangguk. Ia mengambil alih tas ukuran sedang itu tanpa mengajukan pertanyaan
apa pun. Walau sebenarnya ia masih ingin bertanya tentang tas itu, tapi Yunji
sadar jika Aerin masih belum bisa ditanya lebih jauh. Sahabatnya itu masih
diselimuti rasa sakit yang begitu besar.
Seperti rencana di
awal, Aerin pulang ke rumahnya saat matahari tepat berada di atas kepala.
Setelah menghabiskan beberapa jam di rumah Yunji untuk bercerita dan tentunya
mencari ketenangan, akhirnya Aerin harus kembali masuk ke dalam sangkar penuh
kekecewaan. Tapi ia dibuat terkejut sekaligus bingung saat menapaki kaki di
dalam rumah mewah itu. Keadaan rumahnya mendadak berubah tidak biasa. Pelayan
berjalan ke sana- kemari, samar-samar ia mendengar suara sang Nenek yang tengah
memerintahkan pelayan, dan anehnya di depan rumah mobil keluarganya terparkir
lengkap. Aerin jadi ingin tahu apa yang sedang terjadi, tapi mengingat kejadian
malam itu membuat dia urung dan memutuskan untuk bergegas pergi ke kamar.
Sesampainya di
kamar, Aerin langsung mengeluarkan laptop pemberian Hoseok dari laci. Ia
membawa benda mahal itu ke atas kasur dan diletakkan di atas pangkuannya. Aerin
membuka perangkat pencarian dan mengetikkan sebuah website pemesanan. Saat halaman utama muncul, Aerin mulai
mengotak-atik halaman tersebut untuk menyelesaikan kepentingannya.
Tidak berhenti
sampai di situ, setelah website
pemesanan Aerin beralih pada mobile
banking yang ia buat tanpa ada yang tahu. Akun itu sengaja dibuatnya untuk
menyimpan gaji dari bekerja di toko bunga dan pendapatan yang ia terima dari
kegiatannya di kampus.
Tanpa Aerin sadari,
kegiatannya ternyata membutuhkan waktu yang cukup panjang. Saat ia
menyelesaikan kepentingannya bersamaan dengan itu seorang asisten rumah tangga
meminta Aerin untuk bersiap-siap karena ada tamu penting yang akan datang.
Aerin cuma bisa
menghela napas. Ternyata tamparan yang ia terima tidak mengubah apa pun.
Buktinya keluarganya ini seperti tidak memikirkan dirinya. Menganggap kejadian
malam itu bukanlah apa-apa, karena dengan biasanya mereka meminta Aerin untuk
menyambut tamu yang tidak ia kenal. Padahal akibat dari malam itu begitu nyata
untuk Aerin.
Lalu apakah Aerin
bisa menolak?
Tentu saja
jawabannya tidak!
Yang bisa Aerin
lakukan hanya mendengarkan lalu mematuhi dan berlaku seperti itu seterusnya.
Dan malam ini, itulah yang Aerin lakukan. Ia melakukan seperti yang sang
asisten rumah tangga katakan. Ia bersiap-siap untuk menyambut tamu yang
diundang oleh keluarganya. Mungkin ini akan menjadi pembaktian terakhir yang
Aerin lakukan untuk keluarganya. Who
knows apa yang akan terjadi di masa depan. Apa Aerin masih bisa bertahan
dengan kehidupannya atau dia justru menyerah?
Aerin meninggalkan
kamarnya saat pelayan yang sama datang dan memintanya untuk turun karena tamu
yang dimaksud sudah datang. Mengenakan dress
selutut, Aerin menuruni tangga tanpa minat. Wajahnya tidak menunjukkan
ketertarikan pada acara malam itu. Ia hanya menampilkan raut dingin dan tatapan
acuh.
Ia berjalan di
belakang pelayan yang memanggilnya. Setelah sampai pelayan itu mempersilahkan
Aerin untuk masuk dan bergabung dengan yang lain. Aerin lantas mengangguk
singkat saat pelayan itu pamit untuk mempersiapkan makan malam. Tapi lagi-lagi
Aerin dibuat terkejut saat kedua kakinya telah berdiri di ruang tengah dan
matanya menemukan sosok Jaehyun di antara orang-orang di ruangan itu.
āJaehyun? Sedang
apa kamu di sini?ā Tanya Aerin tanpa basa-basi.
Jaehyun hanya bisa
menutup mulutnya dan wajahnya terlihat bingung harus mengatakan apa.
āAerin yang sopan.ā
Tegur sang Nenek atas kelancangan ucapan Aerin.
āAerin, duduk di
sini.ā
Kini giliran sang
Ayah yang membuka suaranya. Pria itu meminta Aerin untuk duduk di dekatnya.
Karena tidak ingin menimbulkan keributan kecil lainnya, Aerin akhirnya duduk di
samping sang Ayah. Tidak sedekat seperti yang ada dibayangan karena Aerin
membuat jarak di antara mereka. Ayahnya duduk di tengah sofa sedangkan Aerin
merapat ke sisi kiri sofa. Tidak dekat malah cenderung sangat berjarak.
Jujur rasa sakit
hatinya yang membuat hal itu terjadi. Aerin masih terlalu sakit hati dengan
perlakuan yang ia terima.
āAku sangat senang
akhirnya kita bisa bertemu kembali. Bagaimana kabar kalian?ā Tanya sang Kakek
pada sepasang suami-istri yang duduk bersebelahan dengan Jaehyun.
āKami baik Paman
dan terima kasih karena sudah mengundang kami.ā
āJangan sungkan.
Hana, kau itu anak sahabatku yang sudah kuanggap seperti anakku sendiri. Dan
kau Namgil, kau juga sama.ā
Baik wanita bernama
Hana serta pria bernama Namgil itu menganggukkan kepala. Merekahkan senyuman di
bibir.
Aerin yang
mendengarnya hanya bisa mendengus sepelan mungkin. Dia sama sekali tidak
tertarik dengan apa yang terjadi. Dia tidak peduli, malah muak mendengar
basa-basi orang-orang itu. Apalagi Kakeknya, Aerin merasa senyum sang Kakek
begitu memuakkan. Terlebih saat bercerita tentang kedekatannya dengan Ayah dari
wanita bernama Hana. Rasanya Aerin ingin pergi saja.
āSeperti yang sudah
kita ketahui kalau aku dan Jaehan sudah berjanji untuk semakin merekatkan
hubungan persahabatan kami. Karena itu, malam ini aku ingin memberitahukan
kalau..ā Pria paruh baya itu memasang senyum yang cukup lebar, matanya pun
berbinar senang.
āCucuku Jeon Aerin,
yang akan aku jodohkan dengan anak kalian, Jung Jaehyun.ā
Seperti ada
sambaran petir mendadak di otaknya, dalam waktu sekejap Aerin memutar kepalanya
dan menatap sang Kakek dengan mata membulat sempurna. Dia tidak berkata apa-apa
karena lidahnya yang kelu serta pikirannya yang masih belum bisa menerima
informasi yang baru didengarnya. Ia mencoba untuk mencari kebohongan dari
ucapan Kakeknya. Tapi nyatanya sang Kakek malah mengungkapkan kegembiraannya
karena akan memiliki cucu menantu seperti Jaehyun. Bukan hanya karena Jaehyun
adalah cucu sahabatnya, tapi juga karena pria muda itu tampan dan pintar.
Rasanya malam
berjalan lebih lama dari biasanya. Seperti ingin menguji kesabaran seorang Jeon
Aerin yang semakin menipis. Ia merasa sudah sangat lama berada di tengah
orang-orang yang sibuk tertawa tanpa memikirkan dirinya yang ingin sekali
menangis karena membayangkan hidupnya yang benar-benar hancur dalam sekejap.
Aerin tidak
berselera makan. Padahal hidangan yang disajikan adalah makanan terenak yang
selalu dihidangkan oleh juru masak rumahnya. Aromanya saja tidak bisa Aerin
bohongi kalau begitu menggugah. Tapi kenyataan pahit yang tengah ia hadapi
dirinya tidak memiliki keiinginan lain selain tenggelam bersama dunianya yang
hancur.
Sementara itu,
Jaehyun yang sejak awal ikut bergeming tidak bisa mengalihkan pandangannya dari
sosok Aerin. Hatinya sakit melihat kesedihan di mata gadis itu. Ia ingin
merengkuh dan menjelaskan semuanya pada Aerin, tapi tidak bisa. Tidak saat
mereka semua tengah makan malam, ia butuh privasi untuk berbicara dengan Aerin.
Lantas Jaehyun
akhirnya menunggu dengan perasaan bersalah untuk Aerin. Ia berharap agar acara
makan malam itu segera berakhir dan dirinya bisa segera berbicara dengan Aerin.
āJadi bagaimana
perusahaan kalian?ā Tanya sang Kakek saat mereka telah menyelesaikan makan
malam dan pelayan tengah mengganti hidangan utama dengan hidangan penutup.
Aerin yang merasa
memiliki kesempatan, lantas beranjak dari kursinya bersamaan dengan seorang
pelayan yang merapihkan piring makannya. Ia bergegas pergi dan sebisa mungkin
tidak menarik perhatian siapa pun. Setelah berhasil meninggalkan ruang makan,
Aerin berlari menaiki tangga. Sayang langkahnya dihentikan seseorang yang
menahan lengannya.
Aerin berbalik dan
seketika menghempas tangan besar itu dari lengannya.
āMau apa kau?ā
Tanyanya dingin.
āAku ingin
menjelaskan semuanya padamu.ā
āTidak! Aku tidak
ingin dengar apa pun!ā
Aerin kembali
berbalik tetapi Jaehyun tetap menahannya. Laki-laki Jung itu terus berusaha
membujuk Aerin walau berulang kali ditolak mentah oleh gadis Jeon itu. Tapi
Jaehyun tidak gentar, ia terus memaksa sampai akhirnya Aerin dengan berat hati
memberikannya kesempatan.
āSejak kapan?ā
āEnam bulan lalu.ā
Jawabnya dengan kepala tertunduk.
āOh, jadi itu alasan kenapa kita jadi
sering bertemu belakangan ini. Kamu merencanakan semuanya agar bisa membuat aku
setuju dengan perjodohan ini.ā Aerin mengejek. āJangin mimpi Jung Jaehyun! Aku
tidak semudah itu.ā
āBukan begitu..ā
āLalu bagimana?ā
Emosinya semakin tersulut. āAku tahu kamu adalah sahabatnya Jungkook, tapi aku
dengan bodohnya menceritakan hidupku termasuk hubunganku dengan Jungkook
padamu.ā Ia tertawa marah. āWow!
Ternyata aku sangat bodoh.ā
āAerin..ā
āAwalnya aku
berusaha untuk berpikir positif saat Yunji mengatakan jika kamu itu sahabat
saudaraku, tapi seharusnya aku mendengarkan sahabatku. Kalian berdua sama aja,
sama-sama berengsek!ā
āAerin denger dulu.ā
āBerhenti!ā Ia
mengangkat tangannya ke udara saat Jaehyun berusaha untuk menggapainya. āAku
tidak ingin denger apa pun. Kalian semua sama saja, sekali berengsek tetep akan
berengsek. Lebih baik kamu pergi. Temui calon Kakek dan Ayah mertuamu itu.
Bicaralah yang manis supaya mereka makin menyukaimu. Atau kalau tidak temani Jungkook
saja. Kalian kan sahabat baik!ā Pungkas Aerin dengan memberikan penekaan pada
kalimat terakhirnya.
Aerin lantas pergi
meninggalkan Jaehyun. Ia memasuki kamarnya dan mengunci pintu itu sebelum
tubuhnya merosot jatuh bersandar di sana. Ia kembali terisak dengan dada yang
terasa semakin sesak. Tanpa pikir panjang Aerin langsung mengambil ponselnya
dan membawa benda pipih itu ke dalam lemari pakaian. Menyembunyikan diri di
ruang sempit itu bersama dengan kesakitannya. Dengan tangan bergetar karena
menahan luapan emosinya, Aerin membuka aplikasi perekam suara. Menangis tersedu
saat perekam mulai beroperasi.
āIbu, aku menyerah! Orang yang aku pikir dapat kupercayai ternyata sama saja. Kukira aku bisa memiliki teman lain selain Yunji atau merasakan bagaimana saudara laki-laki selain dengan Jhonny Oppa dan Hoseok Oppa, tapi ternyata aku salah. Aku tidak kuat Bu. Maafkan aku karena menjadi lemah. Maaf tidak bisa bertahan seperti yang Ibu inginkan. Nyatanya aku sudah kalah sejak Ibu meninggalkanku di sini āsendiri.ā
T . B . C
- DF -
Comments
Post a Comment