How Hurt : Part 8
(DISCLAIMER: Penggunaan nama tokoh dalam cerita tidak ada hubungannya dengan sosok asli dalam kehidupan sebenarnya.)
.
.
.
Sudah dua minggu
Aerin pergi dan belum ada kemajuan atas pencariannya. Jungkook sudah mencari
kemana pun yang dirinya tahu dibantu oleh Jaehyun yang mengetahui perginya
Aerin karena tidak sengaja datang berkunjung ke rumah keluarga Jeon atas
permintaan sang Ibu. Ayah dan Kakeknya juga mencari dengan mengerahkan anak
buahnya serta meminta bantuan kepolisian. Mereka benar-benar melakukan berbagai
upaya untuk menemukan Aerin.
Rasanya seperti
lelucon jika Aerin tahu apa yang tengah keluarganya lakukan. Saat dirinya
terlihat di sana, semua keluarganya sangat acuh akan presensinya. Bahkan
cenderung melupakan jika di dalam rumah itu ada seorang gadis muda yang setiap
harinya hidup dalam diskriminasi yang begitu menyakitkan. Tapi saat dirinya
pergi kenapa mereka malah mencari? Bukankah ada atau tidak ada dirinya sama
saja? Lalu kenapa repot-repot sekali mencari keberadaannya yang tidak ingin
diketahui itu.
āKook.ā Panggilan
itu mengalihkan lamunan Jungkook. Ia mengangkat kepalanya dan melihat sosok
Jaehyun yang telah bergabung dengannya di bangku taman.
āAda kabar apa
tentang Aerin?ā
āTidak ada. Semua
masih sama.ā Jawabnya bersama dengan napas beratnya yang terhela.
Kedua laki-laki
muda itu sama-sama menatap lurus ke depan. Sibuk memikirkan satu orang, Jeon
Aerin. Membiarkan diri mereka diliputi hening berselimut embusan angin.
Merasakan hangatnya sinar terik sang mentari dengan kekhawatiran yang membelenggu
hati.
Tidak bisa
dipungkiri jika ada rasa sakit yang Jungkook rasakan saat kalimat Yunji
terngiang tidak henti di dalam pikirannya. Membuat otaknya mengingatkan kembali
bagaimana Aerin hidup dalam rumah mewah keluarganya. Tidak ada tawa yang dulu Aerin
tunjukkan saat sang Ibu masih bersama mereka. Jangankan tawa, senyum pun sama
sekali tak pernah Jungkook lihat. Yang ada di wajah Aerin hanyalah kesedihan
tapi perlahan berubah menjadi raut sangat dingin saat tidak satu pun orang yang
berada di sisinya.
Menyesal?
Tentu saja Jungkook
menyesal.
Andai saja dia
tidak meninggalkan Aerin sendiri, mungkin saudaranya itu masih bersama
dengannya. Walaupun tidak dengan senyum yang dirinya rindukan, tetapi
setidaknya ia masih bisa melihat wujud Aerin.
Tapi semua sudah
terjadi. Menyesal pun tidak akan mengembalikan Aerin ke sisinya. Jungkook perlu
melakukan sesuatu untuk membawa Aerin kembali. Ia tidak boleh larut dalam
penyesalannya. Ia harus menemukan Aerin, meminta maaf, dan mengajaknya pulang
serta yang terpenting adalah selalu bersama dengan kembarannya. Tidak lagi
meninggalkan Aerin dalam kesendirian yang tercipta karena ia dan keluarganya.
āMalam itu Aerin
mengatakan jika aku berengsek, sama sepertimu. Dia pikir aku mendekatinya agar
perjodohan itu bisa terlaksana.ā Jaehyun menarik senyum sendunya saat mengingat
bagaimana marah dan kecewanya Aerin malam itu.
āAku berusaha
menjelaskan tetapi Aerin menolak. Ia merasa sangat dikhianati.ā Sambungnya
diiringi helaan napas.
āKau tahu tidak
kalau Aerin pernah menceritakan bagaimana kedekataka kalian dengan mata yang
berbinar. Tapi saat menceritakan hubungan kalian setelah Bibi Sofia pergi,
pancaran sendu langsung menyambutku. Ia juga mengatakan jika tidak ada lagi
yang peduli dengannya, sekali pun itu Paman Minhyun.ā Ada jeda singkat karena
Jaehyun menarik napasnya panjang.
āAku ingat, Aerin
mengatakan jika dirinya memaklumi budaya keluarga kalian. Dia bisa menerima
jika kau selalu dianakemaskan karena dia sadar dimasa depan nanti kau akan
memimpin keluargamu. Tapi yang tidak bisa dirinya terima adalah bagaimana
keluargamu selalu membatasi pilihannya bahkan cenderung tutup mata dan telinga
saat dirinya dibedakan.ā
āSejak saat itu aku
mulai menaruh simpati sampai akhirnya rasa cinta ini tumbuh. Aku tidak munafik
jika ada kemarahan yang kurasakan terhadap dirimu dan juga keluargamu. Tapi aku
juga paham betul jika itu bukan ranahku. Aku tidak punya hak untuk mencampuri
apa pun urusan keluarga kalian. Tapi jika aku boleh jujur, keluargamu sangat
tidak adil Kook. Aku sampai tidak habis pikir jika Nenek, Kakek, bahkan Ayahmu
selalu mengekang keiinginan Aerin dan membatasi ruang geraknya, ditambah tidak
ada perhatian yang diberikan kepadanya. Bukankah itu keterlaluan?ā Jaehyun
kembali menjeda. Ia menatap sang sahabat yang masih diam dengan menatap
hamparan di depannya.
āAku tahu aku tidak
seharusnya mengatakan ini, tapi aku tidak bisa karena ini yang kupikirkan saat
Aerin menceritakan tentang hidupnya dan keluarganya.ā
Jaehyun semakin menyendu
kala bayangan ingatan saat Aerin bercerita padanya terputar bagaikan putaran
film di otaknya. Wajah sendu yang berusaha ditutupi tapi gagal itu berhasil
menimbulkan rasa nyeri di dada Jaehyun kala Aerin berusaha mati-matian
menceritakan kehidupannya dengan tawa paksa yang dibuatnya. Jaehyun ingin
sekali menarik Aerin ke dalam pelukannya. Memeluk tubuh mungil itu dengan erat
sembari mengelus kepala dan punggungnya perlahan. Tapi dirinya menolak
mati-matian keiinginan itu karena Jaehyun sadar kala itu masih ada batasan yang
tidak bisa ia lewati demi memberikan rasa nyaman kepada Aerin.
Sementara Jungkook
semakin merasa bersalah dengan apa yang terjadi dalam hidup kembarannya. Ia
yang selama ini tahu dan menyadari apa yang terjadi dengan Aerin malah memilih
diam tanpa mau berusaha mengobati luka yang tercipta. Ia yang memiliki darah
yang sama dengan Aerin cenderung menutup mata akan ketidakadilan yang diterima
Aerin.
Jika ada
penghargaan saudara terburuk di dunia, mungkin Jungkook akan langsung
mendapatkannya tanpa perlu penjurian. Ia tidak memungkiri jika dirinya memang
saudara paling buruk untuk Aerin. Bagaimana bisa ia memperlakukan saudaranya
seperti itu?
Pantas saja Yunji
sangat begitu marah padanya. Kenyataannya memang Jungkook pantas mendapatkan
kemarahan itu. Dia tidak peka sebagai saudara. Dia terlalu egois untuk apa yang
ada di hidupnya sampai lupa jika ia tidak terlahir sendiri. Ada Aerin yang
memerlukan dirinya sebagai seorang saudara.
Tanda Jungkook
sadari setetes cairan bening jatuh melesat melewati pipinya. Merembas ke atas
punggung tangannya yang entah sejak kapan sudah terkepal.
Maaf Aerin.
* *
* *
Makan malam
keluarga Jeon kali itu lebih mengerikan dibandingkan makan malam sebelumnya.
Tidak ada suara percakapan selain benturan alat makan dengan piring. Atau paling
hanya dehaman pelan yang menghiasi kesunyian makan malam keluarga besar itu.
Sampai keheningan
di meja makan besar itu lenyap saat Hoseok membanting sendoknya. Matanya
menatap tajam piring yang masih terisi makanan yang tak disentuhnya. Tangannya
yang ada di atas meja terkepal ditambah munculnya urat-urat di lehernya.
āKita masih
mengadakan makan malam ini saat Aerin ada di luar sana dan tidak ada yang tahu
bagaimana keadaannya. Wah.. aku tidak
menyangka aku menjadi bagian dari keluarga ini.ā
āHoseok duduk!ā
Peringat sang Ibu yang duduk di sebelahnya.
Tapi Hoseok tidak menghiraukan.
Ia hanya melirik sang Ibu sangat singkat sebelum mengangkat pandangannya dan
mengamati anggota keluarganya satu per satu.
āKenapa? Apa aku
salah?ā Ia mendengus marah. āYang salah tuh
keluarga ini!ā
āJung Hoseok
berhenti!ā Kini giliran sang Ayah yang memperingati dengan emosinya yang tertahan.
Bentakan sang Ayah
membuat Hoseok menghela keras. Ia perlu mengurangi sedikit emosinya yang sangat
ingin meledak itu. Tapi tidak bisa. Gejolak amarah dalam dirinya begitu besar
sampai dia malah menanggalkan kursinya dengan kasar hingga timbul decitan
kencang karena gesekan kaki kursi dan lantai. Ia berdiri dengan mata memerah
menahan amarah sekaligus kesedihannya yang bercampur menjadi satu.
āKenapa? Bukankah
aku mengatakan yang sebenarnya?ā
Matanya menatap
tajam Kakek, Nenek, dan Pamannya yang merupakan Ayah dari Aerin dan Jungkook.
āSelama ini Aerin
selalu hidup dalam kekangan kalian. Kalian selalu mengenyampingkan Aerin dan
fokus pada Jungkook. Kalian seperti lupa jika memiliki anggota keluarga lain
yang perlu diperhatikan selain Jungkook yang menjadi top star dikeluarga ini.
Bahkan kalian tidak peduli saat jelas-jelas Aerin dihina oleh Cucu kalian yang
lain.ā
Matanya menatap
lekat-lekat sepasang tua renta yang diam tidak mengelak sebelum beralih pada
sepupunya yang yang hanya bisa bungkam di kursi mereka.
āSaat itu dengan
sangat jelas Hyeji mengatai Aerin karena memiliki kulit yang sangat putih,
begitu pun dengan Youngmin yang menambahkan jika Aerin aneh dan berbeda karena
warna rambut dan matanya yang tidak seperti mereka. Belum lagi Dongha yang
mengatakan jika Aerin adalah Cucu yang tidak diinginkan. Lalu apa yang Nenek
lakukan? Kakek? Paman Minhyun? Paman dan Bibi? Atau kau Jungkook sebagai
kembarannya?ā Tanyanya menantang. Hoseok sudah benar-benar kehabisan
kesabarannya.
Ia mendecih. Masih
dengan emosi yang membara.
āKalian hanya diam
sama seperti saat ini. Lalu setelah ketidakadilan yang kalian berikan kepada
Aerin, Kakek malah mengatur jodoh untuknya. Bukankah itu sudah sangat
keterlaluan?ā Hoseok masih belum berhenti. Kemarahannya masih terlalu banyak
untuk keluarganya sendiri.
āJika dasar Aerin
harus menerima perjodohan itu karena selama ini Aerin hidup dengan biaya dari
kalian, itu makin tidak masuk akal di mataku. Bukankah Paman Ayahnya? Kakek dan
Nenek adalah Kakek dan Neneknya juga? Lalu kenapa Aerin seperti menumpang pada
orang lain dan mengharuskan mengganti biaya hidupnya dengan menikahi siapa pun
yang telah dipilihkan Kakek? Jika perjodohan ini tentang uang yang kalian
keluarkan untuk keperluan Aerin, tapi kenapa kalian tidak mengganti laptop
Aerin yang rusak? Biar semakin bulat alasan untuk Aerin harus menerima
perjodohan itu!ā
āAh bahkan kalian tidak tahu kan jika
laptop Aerin rusak dan malah sahabatnya yang tahu. Oh, dan kalian juga tidak tahu bukan apa saja yang sudah didapatkan
Aerin dengan laptopnya yang rusak itu?ā Lanjutnya cepat dengan dengusan yang
tidak bisa diindahkan saat keterdiaman yang dirinya dapatkan.
āKalian tidak
tahukan sudah berapa jurnal yang berhasil mencatatkan nama Aerin sebagai salah
satu penulisnya.ā Hoseok mencibir. āTentu saja! Karena yang ada di dalam
pikiran kalian hanya Jungkook, Jungkook, dan Jungkook. Saat kalian merayakan
keberhasilan Jungkook untuk perlombaan sepak bolanya, dihari yang sama Aerin
berhasil menerbitkan jurnal skala internasional ālagi. Tapi apa yang dirinya
dapatkan? Tidak ada. Hanya paksaan untuk ikut serta dalam perayaan saudara
kembarnya.ā
Mata Hoseok
seketika menatap Jungkook yang ikut terdiam di tempatnya dengan kepala
tertunduk.
āLalu kau Kook. Hyung tidak sentimental dengan apa yang
kau raih. Hyung justru bangga dengan
semua pencapaianmu. Tapi Hyung kecewa
dengan sikapmu yang mengabaikan saudara kembarmu sendiri. Kau tahu apa yang
dialami Aerin karena ulah Sepupumu tapi kau malah diam. Kau juga tahu kalau
Nenek sering mengabaikan Aerin tapi kau tidak berusaha untuk mengingatkannya.
Kau pun tahu persis bagaimana Aerin menjalani hidupnya di rumah ini, tapi kau
tidak mau menghentikan rencana Kakek untuk menjodohkan Aerin. Kau beralasan apa
tadi, karena dia sahabatmu dan kau yakin dia bisa menjaga Aerin?ā
Hoseok menghela
dengan sangat keras. Kemarahannya sudah sampai di ubun-ubun.
āBullshit Jeon Jungkook! Bullshit!ā Teriaknya penuh amarah. āKau
mencoba mengerti sahabatmu tapi kau tidak mencoba mengerti saudara kembarmu.
Apa kau tau apa yang Aerin inginkan? Tidak Jeon Jungkook, tidak! Kau tidak tahu
apa pun tentang keiinginan atau hal yang terbaik untuk Aerin! Bahkan keluarga
ini tidak ada yang tahu! Kalian hanya menerka saja. Kalian tidak pernah
menanyakan apa pun pada Aerin!ā
āJUNG HOSEOK
BERHENTI! KAU SUDAH KELEWATAN.ā
Hoseok tertawa
sinis mendengar kemarahan Ibunya. Ia balik menatap sang Ibu yang setia duduk di
kursinya.
āIbu juga. Ibu itu
Kakak Paman Minhyun, dan Ibu juga tahu bagaimana tidak pedulinya Paman Minhyun
pada Aerin. Tapi apa yang Ibu lakukan? Ibu hanya diam dan membiarkan kondisi
gila ini semakin berlarut-larut, sama seperti Paman dan Bibi yang lain. Lalu
siapa yang kelewatan di sini? Aku yang mengatakan kebenaran atau keluarga ini
yang terus berusaha mencari pembenaran atas kesalahan kalian lalu menyalahkan
Aerin yang nyatanya adalah korban.ā
Hoseok begitu marah
sampai rasanya ia ingin berteriak saja. Tapi kewarasaannya masih mengingatkan
jika dirinya tidak bisa melakukan itu. Setidaknya tidak di depan keluarganya
yang sudah merenggut habis kesabarannya. Dan untuk melampiaskan seluruh
kemarahannya, Hoseok hanya mampu mengacak dan menarik kasar rambutnya sekuat
yang dirinya bisa.
āAku berharap Aerin
tidak akan pernah kembali lagi kekeluarga ini. Setidaknya dia bisa hidup tanpa
kekangan dan diskriminasi dari keluarga ini. Aku berharap Aerin bisa menemukan
kebahagiaannya di luar sana dan melupakan seberapa gila dan memalukannya
orang-orang yang menyebut dirinya sebagai keluarga tetapi tidak tahu apa pun
tentang dirinya.ā Ujar Hoseok setelah membiarkan kemarahannya terpuaskan dengan
tarikan di rambutnya. Ia menatap satu per satu keluarganya sebelum meninggalkan
rumah sang Kakek bersama dengan lantunan doa yang dia panjatkan untuk
keselamatan Aerin.
Semoga kamu baik-baik saja, Rin. Oppa menyesal karena
gagal melindungimu. Dan Oppa berharap kamu bisa memulai hidup yang lebih baik,
dimana pun kamu berada saat ini.
Setelah kepergian
Hoseok, ruang makan keluarga Jeon seketika menghening. Tidak ada yang berani
membuka suara bahkan bergerak dari tempat mereka. Mereka masih terkejut dengan
luapan amarah laki-laki yang selalu terlihat ceria dengan segala kelembutannya.
Tidak ada yang menyangka jika Cucu tertua keluarga Jeon itu memiliki kemarahan
sebesar itu dan tidak segang-segan untuk meluapkannya.
Jeon Nari, selaku
Ibu Hoseok dan anak pertama Gyusang dan Haneul, membungkuk dalam di hadapan
orang tuanya. Ia merasa sangat bersalah atas apa yang dilakukan anak
satu-satunya itu. Ia sangat tidak menyangka dengan kejadian yang baru saja
terjadi. Jujur, ia malu dan juga takut. Sampai membuat ia tidak berani menatap
mata Ayahnya sendiri yang masih bergeming di kursinya.
āMaafkan apa yang
telah Hoseok katakan.ā Ia menarik napasnya. āAku tidak tahu apa yang dipikirkan
Hoseok. Aku akan coba bicara dengannya dan memintanya untuk meminta maaf.ā
Tuturnya dengan penuh penyesalan.
āTidak usah.ā
Gyusang berucap singkat. Kembali memfokuskan atensinya pada seluruh anggota
keluarga dengan raut yang membingungkan untuk dimengerti.
āTapi Ayah, Hoseok
sudah keterlaluan. Dia-ā
Gyusang berdiri dan
membuat Nari langsung berhenti bicara dan anggota keluarga yang lain semakin
merapatkan bibirnya. Pria paruh baya itu menatap lurus dengan mata yang menatap
tajam.
āDia benar.ā
Sanggahan singkat
Gyusang membawa keterdiaman kembali untuk anggota keluarganya. Sejak dulu
memang tidak ada yang berani menentang dirinya, dan itu juga berlaku untuk saat
ini. Dua kata yang baru saja diucapkan pria paruh baya itu seakan menegaskan
jika Hoseok tidak salah atas kejujuran yang baru saja disampaikannya.
Ia ingin
mengakuinya dengan lantang tapi terhalang oleh keyakinannya sendiri tentang
statusnya sebagai seorang pria dan posisinya sebagai pemimpin di keluarga.
Gyusang lantas pergi. Meninggalkan kegiatan makan malam itu dan membiarkan keluarganya di sana tanpa mau peduli dengan apa yang mereka pikirkan. Nyatanya pria paruh baya itu tengah berusaha mencari pembenaran atas tindakannya tetapi ucapan Hoseok tadi selalu mematahkan semua pemikirannya. Membuat ia frustasi karena sebenarnya dalam hati kecilnya ia telah mengakui jika dirinya selama ini salah. Sangat salah sampai menyebabkan Cucu kandungnya pergi dengan luka di hati dan mental yang tak bisa terelakkan.
T . B . C
- DF -
Comments
Post a Comment