How Hurt : Part 12
(DISCLAIMER: Penggunaan nama tokoh dalam cerita tidak ada hubungannya dengan sosok asli dalam kehidupan sebenarnya.)
.
.
.
Aerin telah selesai
menyusun laporan bulanan galeri Kakeknya. Begitupun dengan Aiden yang baru saja
sampai setelah berkeliling galeri untuk melakukan pemantauan bulanan. Kini
kedua saudara itu tengah bersiap-siap untuk pulang. Langit sudah berubah jingga
ditambah dengan angin yang semakin dingin, Delania juga sudah meminta anak
laki-laki dan keponakannya untuk pulang.
Aerin menunggu
Aiden yang tengah mengunci galeri lalu keduanya berjalan beriringan menuju
halte.
āAnalie, sebelum
pulang kita mampir ke toko buah dulu ya. Mom
minta dibelikan peach.ā
āOk.ā
Tidak lama, bus
yang mereka tunggu datang. Seperti biasa, Aiden akan memberikan Aerin
kesempatan pertama untuk menaiki bus itu dan baru dirinya. Katanya karena ia
seorang pria dan Aerin wanita, jadi Aiden harus menjaga Aerin walaupun Aerin
lebih tua darinya. Dengan mempersilahkan Aerin untuk menaiki bus lebih dulu,
Aiden jadi bisa menjaga Aerin dari belakang agar kakak sepupunya itu tidak
terhimpit penumpang lain.
Sama seperti hari
sebelumnya saat mereka pulang bersama, selama perjalanan keduanya tidak henti
berbagi cerita. Banyak hal yang ingin Aiden tahu tentang Aerin begitu pun
dengan Aerin yang begitu antusias mendengarkan cerita tentang kehidupan sekolah
Aiden hingga sepupunya itu menjadi mahasiswa.
āAku tidak
menyangka kau memiliki banyak penggemar seperti itu.ā Ungkap Aerin dengan wajah
yang lucu. Membuat Aiden tidak bisa untuk tidak mencubit pipinya sampai Aerin
mengeluh sakit dan mengusap pipinya sendiri.
āHei, aku itu
tampan. Seharusnya kau bersyukur mempunyai saudara sepertiku.ā Aiden berseru
kesal.
āIya, iya. Kau
memang tampan Gavin Olavi Aiden.ā Balas Aerin dengan memutar bola matanya.
Tidak ingin mendengar lagi ucapan penuh kepercayaan diri seorang Aiden.
Rasa-rasanya ia sudah sering kali mendengar Aiden membanggakan dirinya semenjak
mereka tinggal bersama.
Walau kesal, Aerin
sama sekali tidak keberatan jika harus mendengar Aiden membanggakan dirinya
ālagi dan lagi. Justru ia senang karena untuk pertama kali Aerin bisa merasakan
perasaan yang tidak pernah dirasakannya saat bersama Jungkook. Rasa senang
karena bisa berbicara dengan leluasa dan santai. Rasa senang karena ada yang
mau mendengarkan. Rasa senang karena ada yang menemani. Semua perasaan itu baru belakangan ini Aerin
rasakan.
Aerin melirik
sekilas sebelum senyumnya ikut terbit kala melihat bibir Aiden talah melengkung
membentuk senyuman. Aerin tahu jika adik sepupunya itu merasa bangga karena
telah berhasil membuat dirinya tidak bisa berkata-kata lagi. Melihatnya membuat
Aerin menggeleng. Ternyata Aiden tetaplah adik laki-lakinya walaupun dia terus
mengatakan kalau dia seorang pria dewasa yang akan melindungi Aerin.
Setelah
menghabiskan waktu lebih lama dari biasanya, tibalah Aerin dan Aiden di rumah
bersama dengan satu belanjaan berisi titipan buah dan makanan ringan untuk
mereka. Aiden kembali memperlakukan Aerin bak seorang putri dengan membukakan
pintu pagar dan mempersilahkan Aerin. Aerin tidak mampu menyembunyikan
senyumnya saat perlakuan manis kembali ditunjukkan Aiden untuknya. Padahal ia
sudah sering diperlakukan seperti itu oleh Aiden, tetapi rasa berbunganya masih
sama saja seperti saat pertama mereka bertemu lagi.
āBerarti malam ini
kita akan menonton thriller, minggu
lalu kau sudah janji.ā
Aerin pun
menganggukkan kepalanya.
Kegiatan malam
seperti itu sudah menjadi suatu kewajiban bagi Aiden. Katanya untuk melepas
stress akibat kuliah. Dan Aerin hanya bisa mengikuti kemauan Aiden saja, karena
ia sendiri pernah merasakan di posisi Aiden. Saat semua tugas kuliah menumpuk,
saat itulah ia membutuhkan pelampiasan untuk rasa lelah dan stressnya.
Pintu utama dibuka
tidak lama setelah Aiden menekan bel. Sang Ibu āDelaniaā tersenyum menyambut
kedatangan keduanya.
āKalian sudah
pulang.ā
Aerin mengangguk
sementara Aiden menyerahkan bungkusan yang ia bawa.
āIni Bu.ā
Delania mengambil
alih tas plastik dari tangan sang anak.
āAda beberapa
makanan ringan untukku dan Analie, nanti Ibu tinggalkan saja di meja dapur.
Kami akan merapihkannya setelah membersihkan diri.ā
Delania hanya
mengangguk. Ia sudah tahu kebiasaan sang anak, karena itu tidak aneh jika Aiden
akan pulang dengan banyak makanan ringan di malam menuju akhir pekan.
āEm Auntie.ā
Delania menoleh.
āApa ada yang
datang, karena aku melihat dua pasang sepatu di depan?ā
Delania tampak menelan
ludahnya kasar. Ia menatap Aerin dengan ragu.
Kegugupan sang Bibi
berhasil disadari Aerin. Tidak tahu kenapa hatinya seketika mengacau. Ada gelenyar aneh
yang dibarengi dengan rasa panas saat Bibinya tidak kunjung memberikan jawaban.
āAuntie..ā
Delania menarik
napasnya. Ia berusaha mempersiapkan dirinya. Namun saat akan menjawab
pertanyaan Aerin, suara lain terdengar memanggil Aerin dan Aiden.
Keduanya lantas
menoleh dan Aerin seketika termangu di tempat saat kedua manik birunya melihat
siapa sosok pemilik sepatu yang baru saja ia tanyakan. Ia merasa waktu seakan
berhenti bergerak dan dunia di sekelilinnya tiba-tiba menjadi berputar cepat.
āAerin..ā
Bariton berat itu
menggema ke dalam pendengaran Aerin. Mengembalikan kembali kerja otaknya yang
sempat berhenti karena perasaan terkejut yang begitu besar.
Ia mengerjap cepat
dengan debaran jantungnya yang ikut menggila. Ada rasa sesak yang menyeruak
saat melihat wajah sang Ayah dan juga saudaranya.
āAerin.ā
Jungkook berdiri.
Ia menghampiri Aerin dengan tangan yang terbuka āsiap untuk meraih Aerin ke
dalam pelukannya. Namun saat keiinginan itu hampir terlaksana, tubuh kaku Aerin
telah lebih dulu di tarik mundur ke balik tubuh tegap Aiden.
āJangan coba-coba!ā
Davey memperingati dengan wajahnya yang berubah datar.
Sikap Aiden membuat
Ibu dan Neneknya terkejut. Mereka tidak menyangka dengan reaksi Aiden.
āAiden, dia Davey.
Kamu ingatkan?ā Sang Ibu berusaha mendinginkan suasana yang memanas karena
Aiden yang tidak lepas menatap Jungkook dengan sengit.
āAku ingat Bu,
tenang saja.ā Balasnya masih dengan wajah yang datar.
āAiden, Uncle Minhyun dan Davey datang untuk
bertemu dengan Analie.ā
Ibunya masih
berusaha untuk meredam kemarahan Aiden.
āUntuk apa? Aku
tidak akan membiarkan kalian menyakiti Analie lagi. Jika kalian tidak bisa
menjadi keluarganya maka biarkan aku ā kami yang menjadi keluarganya.ā
āAiden.ā Panggilan
lembut tetapi tegas itu membuat Aiden memutus kontak matanya dengan Jungkook
dan beralih menatap sang Nenek.
Aiden menggeleng.
Ia paham dengan maksud dari tatapan mata wanita paruh baya itu.
āTidak Grandma. Aku tidak ingin Analie kembali
dengan mereka.ā
āAiden.ā Neneknya
kembali bersuara. Kali ini jauh lebih tegas hingga membuat Aiden menghela
dengan kasar.
Ia kembali
menjatuhkan pandangannya pada Jungkook. Menatap semakin sengit seakan ia bisa
menghabisi Jungkook dengan tatapannya.
āAwas kau.ā Aiden
bergumam sengit sebelum bergeser dan membiarkan Aerin kini berdiri berhadapan
dengan Jungkook.
Jungkook tidak
membuang waktunya lagi karena ia langsung memenjara tubuh kaku Aerin ke dalam
pelukannya. Mengeratkan lingkaran tangannya di tubuh Aerin, karena takut jika
tubuh itu kembali menghilang dari pandangannya.
āAku merindukanmu.ā
Lirihnya, tetapi Aerin sama sekali tidak merespon.
Aerin masih
terombang-ambing dalam kesadarannya. Rasa tidak percayanya membuat Aerin masih
belum bisa mengerti dengan apa yang terjadi di hadapannya. Bahkan sampai
Jungkook membawanya untuk duduk, Aerin masih belum kembali sadar dengan
sekelilingnya. Keterkejutannya begitu mendominasi sampai-sampai ia tidak sadar
jika kini sang Ayah tengah memeluknya.
āAku akan
tinggalkan kalian bertiga. Nanti saat makan malam telah siap, kita akan makan
bersama.ā Fiona menanggalkan sofanya.
āAnalie..ā
Panggilnya. āBicaralah dengan Ayahmu dan saudaramu.ā Imbuhnya saat manik biru
itu telah kembali memberikan respon.
Setelah itu baik
Fiona, Delania, hingga Aiden yang sebelumnya bersikeras untuk tetap menemani
Aerin pergi meninggalkan Ayah dengan sepasang anak kembarnya. Fiona tahu jika
keluarga kecil itu membutuhkan waktu dan privasi untuk berbicara. Karena itulah
mereka membiarkan Aerin bersama dengan Ayahnya dan juga Jungkook āwalau reaksi
Aerin masih terbilang kecil karena otaknya masih diselimuti perasaan terkejut.
Usapan lembut di
punggung tangan Aerin menimbulkan sengatan aneh yang membuat Aerin tertarik
kembali ke dalam dunia yang sebenarnya. Matanya mengerjap cepat sebelum
pandangannya jatuh pada tangan besar yang tengah menggenggam tangannya.
Perlahan ia mengangkat pandangannya sebelum kembali menunduk saat tahu pemilik
tangan itu adalah Ayahnya.
Ia tidak melepaskan
genggaman itu, tapi ia juga tidak membalasnya. Walau ada gelenyar aneh saat
tangan hangat itu mengungkung tangannya, tapi Aerin mengabaikannya. Ia sudah
tidak terpengaruh dengan apa pun yang Ayahnaya lakukan. Mungkin jika pelakuan
seperti ini didapatkan beberapa tahun lalu, Aerin yakin ia akan langsung
memeluk sang Ayah dan menenggelamkan kepalanya pada dada bidang itu.
āBagaimana
kabarmu?ā
Pertanyaan pertama
yang dilontarkan sang Ayah membuat Aerin merasakan sengatan aneh di dadanya.
Bukan sebuah sengatan yang menyenangkan, tetapi malah terasa menyakitkan karena
pelupuk matanya tiba-tiba saja mulai dipenuhi dengan air mata.
Aerin tidak
menjawab. Ia bungkam dengan kepala yang tetap menunduk.
āKami merindukanmu.
Kami khawatir saat tahu kamu tidak ada di rumah. Kami mencarimu kemana-mana.ā
Aerin masih tetap
bungkam. Ia membiarkan suara sang Ayah mengalun ke dalam telinga. Ia lebih
memilih menenangkan hatinya yang mulai kacau karena banyaknya rasa yang tengah
memenuhi relung di dadanya.
Haru. Sedikit lega.
Terkejut. Berdebar. Sampai sakit karena cerita kehidupannya kembali terputar di
otaknya dengan apik. Seakan mengingatkan Aerin bagaimana ia menjalani
hari-harinya selama ini.
Reaksi Aerin
nyatanya berhasil membuat Minhyun kehilangan kata-kata. Semua kalimat yang
ingin diutarakannya seperti tersendat di kerongkongan. Dalam pikirannya, Aerin
pasti akan menyambut kedatangan mereka dengan haru. Tapi yang ada di hadapannya
semua berbanding terbalik.
Tidak ada senyum
yang Minhyun pikir dapat dirinya lihat di wajah sang anak. Tidak ada pelukan
yang bahkan sudah tidak dirinya ketahui bagaimana rasanya dipeluk oleh anak
perempuannya. Sambutan hangat yang dalam bayangan akan didapatkan ternyata
malah reaksi dingin yang Aerin tunjukkan.
āAerin..ā
Namun Minhyun tetap
tidak menerima respon apa pun. Aerin tetap menolak menatapnya bahkan ia
melepaskan tangannya dari genggaman Minhyun.
Minhyun
menghembuskan napas.
āAyah datang untuk
meminta maaf. Ayah tahu kalau selama ini Ayah selalu mengabaikanmu. Dan Ayah
menyesalinya.ā Ada jeda singkat yang membuat Aerin perlahan mengangkat
kepalanya untuk menatap sang Ayah.
āAyah gagal menjadi
Ayah yang baik untukmu. Ayah melakukan banyak kesalahan yang membuat kamu
kecewa. Ayah tahu tapi Ayah tidak bisa melakukan apa-apa selain meminta maaf.
Tolong maafkan Ayah dan mari kita pulang. Semua orang mengkhawatirkanmu, Kakek,
Nenek, dan juga calon tunanganmu.ā
Rasanya mendebarkan
saat menunggu Aerin membuka suaranya. Denting jam yang menggaung pun terdengar
seperti mimpi buruk yang menghantui. Jungkook yang sedari tadi hanya
mendengarkan tidak bisa menutupi kegelisahannya. Hal negatif mulai menguasai
pikirannya saat Aerin tidak kunjung berbicara.
āAyah..ā
Suara lembut itu
seketika membuat Jungkook semakin dirundung kekhawatiran. Matanya tidak lepas
mengamati Aerin dan Ayah mereka yang saling berhadapan.
āAyah tidak perlu
minta maaf, karena aku memahami semuanya. Hanya saja, aku sudah tidak kuat
Ayah. Aku tidak bisa menahan semua rasa sakitku. Karena itu, maaf kalau aku
tidak bisa menuruti ucapan Ayah.ā Aerin menarik napasnya dalam-dalam lalu mengembusnya
dengan mata yang menatap penuh keyakinan.
āAku akan tinggal
bersama Grandma di sini.ā
āAerin.ā
Aerin bergerak
mundur āmenciptakan jarak dengan sang Ayah.
āAerin kenapa? Apa
karena aku?ā
Aerin menoleh dan
menggeleng pelan.
āTidakā ā
āBohong!ā
Bantahan Jungkook
membuat Aerin mengerut bingung.
āAerin aku minta
maaf. Aku sadar aku salah tidak membelamu di depan Nenek atau Kakek, dan juga
ketika kamu selalu diasingkan oleh Hyeji Noona,
Dongha Hyung, dan Youngmin. Aku
adalah saudara terburuk di muka bumi ini. Aku menyesal āsangat menyesal. Tapi
tolong Aerin, jangan hukum aku dan Ayah dengan keputusanmu. Kami sangat menyayangimu.ā
āAerin..ā
Panggilan lembut
sang Ayah kembali membuat Aerin menggeleng sekaligus melepaskan tangannya dari
genggaman tangan besar Jungkook.
āMaaf tapi aku tahu
dan sangat menyadari jika Ayah atau kau āKook, tidak akan pernah bisa melakukan
apa pun untuk membelaku. Semua ini adalah budaya keluarga Ayah. Sekali pun kau
mau membelaku, tapi aku yakin kalau kau tidak bisa melakukannya. Baik aku,
dirimu, atau Ayah, kita berada di posisi yang terhimpit. Seiingin apa pun
kemauanmu untuk membelaku, pada akhirnya kau akan tetap diam dan menurut pada
Kakek dan Nenek. Dan lagi-lagi aku yang akan ditinggal dan digulung rasa
sakit.ā
āTidak Rin! Aku
janji tidak akan melakukannya. Aku akan berusaha untuk menjadi saudara yang
baik untukmu. Aku akan membelamu di depan Nenek dan Kakek. Aku juga akan
melindungimu dari sepupu-sepupu kita.ā
Napas Aerin di
tarik dalam-dalam seperti ingin melepaskan dadanya dari tambang yang terikat
dengan erat hingga timbul sesak.
āJungkook, sampai
kapan pun semua itu tidak akan pernah terjadi. Kau tahu apa alasan yang
membuatku sangat marah padamu dan akhirnya membencimu?ā
Jungkook
menggelengkan kepalanya.
āAku marah bukan
karena tidak dibela di depan Kakek, Nenek atau Hyeji, Dongha, dan Youngmin.
Karena seperti yang aku bilang tadi, aku sadar dan paham dengan kondisi kita.
Tapi aku marah karena pengabaianmu. Saat mereka mengataiku, kau hanya
memalingkan muka dan tidak berniat untuk menemaniku. Beruntung Hoseok Oppa datang dan menghentikan mereka.
Lalu setelahnya kau tetap tidak mendatangiku. Jika kau memang peduli,
setidaknya kau akan datang untuk menenangkanku di kamar. Tapi apa yang kau
lakukan malam itu?ā
āA-Aku..ā
Aerin tersenyum
miring dan mendecak.
āMalam itu kau
tidak menemuiku karena Dongho meminjamkan rubiknya untukmu. Kau asyik bermain
dan melupakanku. Kau lupa pada janjimu dengan Ibu. Kau bilang kau akan
menjagaku, kau akan membuatku senang, dan kita akan selalu bersama. Tapi malam
itu kau tidak melakukannya āah tidak,
bahkan jauh sebelum itu kau juga sudah mengingkarinya. Kau berengsek, jika
tidak bisa menepati janji tidak perlu berjanji. Aku membencimu, sangat sangat
benci Jeon Jungkook.ā Tutur Aerin dengan amarah yang meluap. Ia setengah
berteriak saat mengatakan kebenciannya untuk Jungkook.
Kemarahan Aerin
semakin membungkam Jungkook yang tengah bersimpuh di hadapannya. Matanya sudah
digenangi air mata dengan debaran jantung yang cukup cepat. Rasa nyeri mulai
menyerang Jungkook saat setiap kata yang Aerin ucapkan seperti pisau yang
ditusukkan ke dadanya.
āKau tahu apa yang
membuat aku semakin yakin jika ternyata kau bukanlah saudara yang baik
untukku?ā Tanya Aerin dengan nada remeh.
āAiden. Karena
Aiden aku bisa merasakan bagaimana memiliki saudara laki-laki yang menjaga dan
melindungiku, menemaniku, sampai memberikan kebahagiaan yang tidak pernah
kurasakan darimu āsaudara kembarku sendiri.ā
T . B . C
- DF -
Comments
Post a Comment