How Hurt : Part 9
(DISCLAIMER: Penggunaan nama tokoh dalam cerita tidak ada hubungannya dengan sosok asli dalam kehidupan sebenarnya.)
.
.
.
Jungkook keluar
dari kamarnya setelah salah satu pelayan memanggilnya. Dengan mengenakan celana
jeans dan polo shirt, Jungkook berjalan riang menyusuri lorong rumahnya.
Namun langkaknya terhenti saat suara Neneknya yang meninggi terdengar. Ia berhenti
seketika. Telinganya fokus mendengarkan suara itu guna mencari dimana suara itu
berasal.
Kamar yang berada
di sisi kanannya menjadi titik sumber suara Neneknya berada. Jungkook tahu
siapa pemilik kamar itu. Karena itu ia bergegas mendekati pintu dan mengintip
dari celah pintu yang tidak tertutup rapat. Ia mengernyit saat melihat Neneknya
berdiri dengan berkacak pinggang di hadapan Aerin yang menundukkan kepala.
āSudah berapa kali
Nenek bilang jangan pakai celana jeans.
Kamu ini perempuan tidak wajar jika memakai celana jeans. Kenapa kamu tidak bisa mengerti Jeon Aerin?!ā
Sang Nenek
mengangkat dress yang dipegangnya.
Lantas menyodorkan kepada Aerin yang masih menunduk dalam.
āGanti bajumu
dengan itu. Jika sudah cepat keluar, Sepupumu sudah datang.ā Ujar Nenek lalu
hendak pergi. Jungkook yang melihat itu
segera bersembunyi di balik dinding tidak jauh dari kamar Aerin.
Jungkook pikir
Neneknya akan segera meninggalkan kamar sang adik, tapi belum lama setelah
dirinya bersembunyi suara sang Nenek kembali mengalun. Kali ini terdengar lebih
menyeramkan bahkan sampai membuat ia merinding.
āIngat jangan membangkang
dan jangan buat masalah lagi!ā Tegas Neneknya yang penuh dengan penekanan.
Mendengar itu
membuat sesak di hati Jungkook. Sepertinya itu juga yang tengah dirasakan
Aerin. Mereka itu saudara kembar, jadi pantas jika salah satu dari mereka bisa
merasakan apa yang saudaranya rasakan. Ikatan batin mereka sangat kuat
dibandingkan kakak beradik pada umumnya.
Jungkook keluar
dari persembunyiannya saat suara benturan heels
dan lantai terdengar menjauh. Ia berjalan mengendap mendekati pintu kamar
Aerin. Kembali mengintip dari balik pintu yang kini terbuka lebih lebar dari
sebelumnya.
Aerin terlihat
tengah terduduk di atas ranjangnya dengan memegang sangat kuat dress yang diberikan Nenek mereka.
Terlihat tubuhnya yang bergetar. Jungkook tahu jika Aerin tengah menangis walau
kepala adiknya tengah tertunduk.
Saat ia ingin
menghampiri Aerin, adik perempuannya itu malah beranjak dari ranjangnya
memasuki kamar mandi dan menutup pintu. Ia tahu kalau Aerin akan mengganti
bajunya, karena itu Jungkook memutuskan untuk meninggalkan Aerin dan berencana
menemui adiknya itu setelah Aerin selesai. Ia tidak ingin Aerin mendapatkan
omelan lagi dari sang Nenek karena tidak kunjung menemui keluarga yang sudah
datang, begitu pun dengan dirinya yang juga tidak ingin mendapatkan omelan
karena tidak juga menunjukkan batang hidungnya.
Jungkook lantas
meninggalkan kamar Aerin menuju ruang keluarga dimana Sepupu, Paman, dan
Bibinya, Ayah, serta Kakek dan Neneknya tengah berkumpul. Ia membungkuk dan
memberikan salam sebelum bergabung dengan Sepupunya yang lain. Ia menempati
sofa dekat perapian dekat dengan sang Ayah.
āHai Jungkook!ā
āHalo Dongha Hyung.ā
Perbincangan
seputar anak-anak pun berlanjut saat Dongha mendekati Jungkook dengan membawa
mainan barunya. Sebuah rubik dengan enam warna metalik berbeda ditunjukkan
padanya dan membuat Jungkook menaruh perhatian penuh pada mainan berbentuk
kubus itu.
āHyung, kau membeli yang baru? Bukannya Hyung sudah punya?ā
āIya, yang
sebelumnya berwarna biasa saja sedangkan ini warnanya metalik. Aku suka saat
melihat milik temanku. Makanya aku minta dibelikan, dan Ayah membelikannya
minggu lalu.ā
āAku ingin
mencobanya, boleh?ā
Dongha mengangguk
dan menyerahkan mainan barunya itu pada Jungkook. Jungkook menerimanya dan
langsung memainkan benda itu. Ia memutar setiap sisi rubik seperti yang telah
diajarkan Dongha sebelumnya. Walau belum terlalu mahir seperti Kakak Sepupunya
yang berhasil meneyelesaikan satu rubik, tetapi Jungkook cukup senang saat
berhasil mengumpulkan dua warna saja. Karena ia lemah dalam menghafal sehingga
agak sedikit sulit bagi Jungkook mengingat semua rumus yang diberitahukan
Dongha.
Saat dirinya tengah
asyik dengan rubik itu, Aerin datang dengan kepala yang tertunduk. Ia
mendudukkan dirinya di dekat sang Nenek karena memang hanya sofa itu yang
kosong. Pakaiannya juga sudah berganti dengan dress berwarna merah muda dengan motif garis kecil di pinggang.
Atensi Jungkook
pada rubik itu akhirnya terpecah saat samar-samar ia mendengar nama Aerin
disebut. Ia mengangkat pandangannya dan menelisik seisi ruangan sampai dirinya
menemukan Aerin yang duduk masih dengan kepala tertunduk. Di dekatnya duduk
Hyeji Noona dan Youngmin. Mereka
tengah berbicara dengan Aerin.
Jungkook pikir
kedua sepupunya itu tengah berbicara biasa saja dengan Aerin, tapi saat
mendengar celetukkan Dongha yang ternyata telah bergabung di sana membuat
Jungkook meremas rubik di tangannya. Ia marah dan rasa sakit kini menyerang
dadanya.
āKau jelek Aerin.
Pantas saja tidak ada yang mau berteman denganmu.ā
āNoona juga sering diomeli Nenek.ā
āTentu saja. Kau
kan tidak diterima di keluarga ini soalnya kau berbeda dari kami.ā
Ketiga sepupunya
itu tertawa bersama. Jungkook semakin dibakar emosi saat melihat Neneknya yang
hanya diam saja padahal ia yakin jika sang Nenek mendengar ejekan itu karena
dirinya yang duduk di seberangnya saja bisa mendengar. Tidak Nenek, tidak juga
Bibinya yang baru saja melewati mereka. Jungkook lantas melirik Ayahnya, tetapi
sang Ayah malah memalingkan pandangannya dan kembali berbincang dengan Paman
dan juga Kakeknya.
Ia sudah tidak
tahan dengan ledekan yang didengarnya. Belum lagi tatapan sendu yang Aerin
tunjukkan. Membuat Jungkook semakin kehabisan kesabrannya. Lantas melemparkan
rubik itu ke sofa dan berniat untuk menghampiri Aerin. Sayang, belum juga
tubuhnya beranjak dari sofa Hoseok datang dan melakukan tugas yang seharusnya
dirinya lakukan.
Kakak sepupunya itu
menenangkan Aerin sekaligus melindungi Aerin dari Sepupunya yang lain.
Menghapus air mata Aerin. Dan menggenggam tangan Aerin yang terkepal di atas
pangkuannya. Sebuah tugas yang seharusnya menjadi tugas dirinya tetapi malah
Hoseok yang melakukannya.
Jungkook marah.
Bukan pada Hoseok,
tetapi pada dirinya sendiri karena terlalu lamban sekaligus telah melanggar
janji yang ia ucapkan beberapa saat sebelum Ibunya pergi.
Perlahan Jungkook
mulai merasakan perubahan dalam diri Aerin semenjak insiden ejekan itu. Aerin
jadi jarang berbicara dengannya dan cenderung menghindar darinya. Jungkook
berusaha untuk mengajak Aerin bicara tetapi adiknya itu selalu menolak, apakah
karena ia banyak tugas atau sudah mengantuk. Intinya adalah intensitas
pertemuan dan juga bercengkrama mereka menurun drastis.
Belum lagi sikap
Aerin yang setiap harinya terlihat semakin mendingin. Tidak ada lagi Aerin yang
mengucapkan selamat pagi dengan tersenyum. Tidak ada Aerin yang suka bermanja
dengannya. Tidak ada lagi panggilan Oppa
yang terlontar dari bibir Aerin. Tidak ada lagi rengekan Aerin saat dirinya
mengabaikannya karena bermain game. Tidak
ada lagi sesi curhat Aerin. Dan pada akhirnya Aerin-nya mulai menghilang dan
digantikan dengan Aerin baru yang sangat asing untuknya.
āJungkook bagaimana
pendaftaran kuliahmu?ā Tanya Ayahnya di tengah kegiatan makan malam mereka.
āAku sudah
mendaftar di jurusan bisnis di kampus yang sama dengan Ayah. Tinggal menunggu
pengumuman saja.ā
āBagus kalau
begitu.ā Balas Ayahnya. āLalu bagaimana denganmu Aerin?ā
Jungkook menoleh ke
samping dimana Aerin duduk. Ia melihat bagaimana wajah Aerin berubah pucat saat
Ayah mereka bertanya. Jungkook tahu jika ada yang ditutupi oleh Aerin tetapi ia
tidak tahu apa.
āAerin, Ayahmu
sedang bertanya padamu.ā Suara dingin Neneknya membuat Aerin menelan salivanya.
āA-Aku...ā
Jungkook merasakan
perubahan suasana ketika Aerin tidak bisa melanjutkan ucapannya. Adiknya itu
terlihat ketakutan sedangkan Ayahnya masih menunggu jawaban Aerin dengan
Neneknya yang menatap tajam pada Aerin.
āJangan bilang kamu
juga mendaftar di jurusan yang sama dengan Jungkook.ā
Tebakan sang Nenek
membuat Aerin semakin menunduk.
āAstaga Aerin!ā
Neneknya berseru marah. āNenek sudah bilang untuk tidak memilih bisnis. Kamu
itu perempuan, tidak usah mempelajari yang sudah ditakdirkan untuk laki-laki.
Yang akan meneruskan perusahaan keluarga itu Jungkook karena kamu akan menikah
dan ikut dengan suamimu.ā
Omelan Neneknya
membuat Aerin tertunduk semakin dalam. Jungkook bisa melihat bagaimana tangan
Aerin menggenggam dengan sangat kencang sumpit di tangannya. Ia paham jika
Aerin marah tetapi tidak berdaya untuk menunjukkannya.
āAerin, pilih
psikologi saja. Bukankah kamu juga menyukai jurusan itu?ā
Mendengar usulan
dari Ayahnya, Aerin perlahan mengangkat kepalanya. Ia menatap sang Ayah dengan
mata yang mulai memerah āmenahan tangis.
āTapi aku lebih
tertarik dengan bisnis, Ayah. Aku tidak berniat untuk menyaingi Jungkook,
tapi-ā
āUbah pilihanmu
karena Kakek tidak ingin mendengar keributan lagi tentang ini!ā Keputusan
mutlak Kakeknya membuat Aerin seketika bungkam. Ia tidak bisa lagi
berargumentasi ketika Kakeknya sudah memutuskan. Tidak ada yang berani dan
tidak ada yang pernah melakukan itu, bakan Ayahnya sekali pun.
āKamu ini hidup
dalam keluarga Jeon, karena itu jangan buat aturan sendiri. Jangan melewati
batasanmu sebagai seorang perempuan dengan mengikuti Jungkook. Kalian itu
berbeda, karena Jungkook adalah laki-laki. Mengerti!ā Timpal sang Nenek yang
membuat Aerin semakin menunduk dalam dengan muka yang memerah. Jungkook tahu
jika Aerin tengah mati-matian menahan tangisnya. Jungkook paham betul jika
Aerin tengah berusaha untuk tidak terlihat mengenaskan karena lagi-lagi dirinya
tidak dibiarkan memilih.
Tapi dirinya tidak
melakukan apa-apa. Jungkook hanya memandangi Aerin walaupun dirinya juga tengah
merasakan apa yang Aerin rasakan. Jungkook memilih untuk diam di kursinya tanpa
melepaskan pandangannya dari sang adik.
* *
* *
Jungkook mengusap
kasar pipinya yang basah karena air matanya. Sudah sejak beberapa menit yang lalu
ia menangis dalam diam di tengah kamarnya yang temaram. Dia tidak menghidupkan
lampu dan hanya membiarkan cahaya redup bulan yang menyinari. Ia ingin
menikmati kesendiriannya di malam yang dirinya tidak tahu sudah malam keberapa
setelah Aerin pergi.
Memori masa lalunya
ikut terputar bersama dengan rasa rindu yang mendera Jungkook. Seperti film
yang diputar di bioskop, kilas masa lalunya dengan Aerin muncul diingatannya.
Membuat dirinya samar-samar teringat bagaimanna rasa sakit yang dirasakan Aerin
saat itu. Hingga menyadarkan Jungkook jika sudah sangat lama dirinya tidak lagi
bisa merasakan ikatan kuat saudara kembar antara mereka.
Apakah karena
ikatannya telah putus atau karena Aerin yang menjalani hidupnya tanpa perasaan
karena terlalu lelah merasakan rasa sakit di hatinya?
Jungkook tidak tahu
karena ia baru menyadari jika selama ini ia telah hidup di atas penderitaan
Aerin. Ia mengabaikan Aerin dan asyik dengan kehidupan yang serba terpenuhi.
Perhatian, kebebasan, fasilitas, semua dirinya dapatkan. Sementara adiknya
hidup dengan kesendirian, kekangan, dan juga kesedihan.
Ia semakin merasa
menyesal dengan sikapnya. Ia merasa begitu egois pada adiknya sendiri. Ia tidak
tahu mengapa dirinya bisa menjadi abai dengan kebahagiaan Aerin. Bahkan yang
membuat Jungkook ingin sekali memukul dirinya sendiri adalah karena ia yang
baru sadar setelah Aerin pergi.
Benar!
Kakak macam apa
dirinya sampai melupakan adiknya sendiri? Memperhatikan adiknya saja tidak
bisa, apa lagi memperhatikan hal yang lebih besar.
Jungkook
benar-benar malu dan merasa sangat bodoh. Adakah orang yang lebih buruk
darinya? Sepertinya tidak ada karena hanya seorang Jeon Jungkook saja yang
mampu menyia-nyiakan keluarganya sendiri.
ARGH!
Napasnya yang
memburu bersama air mata yang setia mengalir membuat kepalanya seketika seakan
berputar. Ia merasa pusing ditambah lagi dengan sesak di dada yang tak kunjung
mereda. Jungkook sudah lelah tetapi dirinya tidak bisa berhenti dengan
penghakiman yang tengah ia lakukan sendiri. Ia tahu jika Aerin pasti jauh lebih
menderita dari pada dirinya, karenanya Jungkook seakan tidak ingin berhenti
dengan harapan bisa menebus seluruh rasa sakit yang Aerin rasakan.
Menyendiri dalam
kesunyian yang Jungkook lakukan harus terjeda saat pintu kamarnya diketuk
beberapa kali. Masih dengan air mata yang mengalir, Jungkook menjawab dengan
suara yang parau.
āAda apa?ā
āMaaf Tuan Muda,
anda diminta untuk turun oleh Tuan Besar.ā
āKatakan aku sedang
sibuk. Aku tidak ingin diganggu.ā
āTapi Tuan, katanya
ini tentang Nona Aerin.ā
Jungkook
terperanjat saat mendengar nama Aerin. Ia lantas segera berdiri dan menghilang
ke dalam kamar mandi. Namun sebelumnya ia sempat meminta untuk pelayan tadi
pergi karena dirinya akan turun sebentar lagi.
Setelah membasuh
wajahnya dengan air, tanpa banyak membuang waktu Jungkook segera meninggalkan
kamarnya. Ia sampai berlari hingga berhasil melompati beberapa anak tangga
dalam satu kali langkah.
āAda apa dengan
Aerin?ā Tanyanya cepat begitu sampai di ruang keluarga.
āDuduklah.ā
Jungkook lantas
menuruti. Dia tidak ingin menunggu lebih lama untuk jawabannya.
āOrang-orangku
sudah berhasil menemukan keberadaan Aerin.ā Terang sang Kakek yang membuat
Jungkook membulatkan matanya. Ada buncah haru bercampur bahagia saat mendengar
kabar baik itu. Itu berarti sebentar lagi dia bisa bertemu dengan adik
kembarnya.
āDimana Kek?ā
āRovaniemi.ā
āBukankah itu-ā
āKampung halaman
Ibu kalian.ā Kakeknya menjawab lebih cepat dari Jungkook.
Jungkook seketika
bersandar di sofa. Kelegaan benar-benar menguasai hatinya. Ia sempat menyumpahi
diri sendiri karena tidak terpikirkan tentang kampung halaman Ibunya. Andai ia
cepat terpikirkan ke sana, mungkin mereka akan lebih cepat menemukan Aerin.
Tapi tidak apa.
Jungkook masih berkeyakinan jika tidak apa lebih lama yang terpenting dirinya
masih bisa bertemu Aerin. Ia sangat senang mendengarnya. Bahkan bayang-bayang
bahwa Aerin akan kembali sudah memenuhi pikirannya. Sekelebat rencana yang akan
ia lakukan untuk menebus kesalahannya selama ini mulai terpikirkan.
Sayangnya, Jungkook
tidak tahu jika keinginan penuh ketulusan yang memenuhi hasratnya akan sulit terwujud
seperti bayangannya saat pertemuannya kembali dengan Aerin. Ada penghalang yang
terlupakan oleh Jungkook saat semua yang ia pikirkan hanya bagaimana memohon
maaf dan mendaptkan maaf serta cara untuk membahagiakan Aerin. Ia lupa pada
luka yang bersemayam dengan angkuh di dalam hati Aerin, yang nyatanya sangat
menyeramkan karena telah menganga cukup besar.
T . B . C
- DF -
Comments
Post a Comment