How Hurt : Part 15


 



(DISCLAIMER: Penggunaan nama tokoh dalam cerita tidak ada hubungannya dengan sosok asli dalam kehidupan sebenarnya.)


.

.

.


 



Aerin membenarkan penampilan setelah diberitahukan oleh seorang asisten rumah tangga jika sanak keluarganya telah datang. Sebenarnya ia sangat tidak ingin bertemu dengan mereka, tetapi ia lebih tidak mau jika keadaan di rumahnya berubah buruk. Karena itulah, Aerin mencoba mengenyampingkan egonya untuk tidak menimbulkan keributan di hari sang Kakek pulang.

 

Tapi dalam hati ia berjanji tidak akan diam saja jika ia kembai mendapatkan perlakuan buruk.

 

ā€œAerin!ā€ Bariton berat itu mengalihhkan atensi Aerin dari anak tangga yang sedang dipijaknya.

 

Seketika matanya membulat dengan binar bahagia terpancar dari kedua bola matanya.

 

ā€œKak Hoseok.ā€ Serunya.

 

Ia berlar kecil dan langsung menubrukkan tubuhnya pada tubuhh kekar Hoseok yang telah merentangkan tangannya untuk menyambut Aerin di dalam dekapannya.

 

ā€œAku rindu Kak..ā€

 

ā€œKakak juga.ā€ Balasnya dengan mengelus sayang kepala Aerin.

 

ā€œBagaimana kabarmu? Kamu baik-baik saja kan? Kamu dimana selama ini? Kakak mencarimu tapi tidak ketemu..ā€ Lirih Hoseok di akhir kalimat.

 

Aerin terkekeh pelan mendengar rentetan pertanyaan itu.

 

ā€œAku baik Kak. Aku pergi ke rumah Grandma. Aku butuh ketenangan Kak.ā€

 

Hoseok mengangguk. Raut sedih tak dapat dipungkiri tercetak di wajahnya. Ia memaklumi kepergian Aerin, tetapi ia juga tida bisa menampik jika ia sangat merasa kehilangan sosok adik perempuannya setelah Aerin pergi.

 

ā€œAku tahu, selama kamu baik-baik saja aku juga akan baik-baik saja.ā€

 

Aerin tersenyum. Ia merasa hangat mendengar ucapan Hosek serta perhatian yang laki-laki itu berikan. Belum lagi usapan di kepalanya yang tidak berhenti membuat dirinya merasa begitu dimengerti.

 

Tidak jauh dari Aerin dan Hoseok, sosok Jungkook berdiri dengan menatap sedih dua sosok di depannya. Dari posisinya, ia melihat dengan jelas kedekatan Aerin dengan Hoseok. Setelah Aiden, Hoseok adalah sosok yang juga berhasil membuat Jungkook iri karena bisa sedekat dan seakrab itu.

 

Tanpa dirinya sadari, setetes cairan bening jatuh bebas dari matanya. Sesak di dadanya yang membuat air itu bisa luruh begitu saja.

 

ā€œAerin?ā€

 

Suara lain mengalihkan atensi Jungkook begitu pun dengan Aerin dan Hoseok. Melihat siapa yang baru saja memanggilnya, raut wajah Aerin seketika berubah dingin. Matanya menatap tidak minat pada sosok perempuan muda yang berstatuskan sebagai sepupunya itu.

 

ā€œOh, kamu pulang. Kapan?ā€

 

ā€œAerin?ā€

 

Suara lainnya menghentikan Aerin yang akan menjawab pertanyaan Hyeji.

 

ā€œSudah capek pergi makanya kamu pulang, hm?ā€ Youngmin bertanya dengan nada mengejek.

 

Tapi hal itu sama sekali tidak membuat emosi Aerin terbakar. Ia malah terlihat sangat tenang dengan segala cemoohan yang diterimanya.

 

ā€œUntuk pertanyaan Hyeji, aku baru sampai kemarin. Dan untuk pertanyaanmu, aku pulang untuk memenuhi janjiku kepada Ibuku.ā€

 

Mendengar jawaban acuh Aerin membuat Youngmin semakin kesal. Ia tidak menyangka jika Aerin berani menjawabnya.

 

ā€œAlah bilang saja kalau kamu enggak betah hidup di luar dan jad gelandangan, makanya kamu pulang. Enggak usah bohong Rin.ā€

 

ā€œYoungmin!ā€ Hardik Hoseok.

 

Tidak hanya Hoseok, Junkook pun yang sedari tadi hanya berdiri beberapa langkah di belakang akhirnya maju mendekat. Ia marah mendengar kaimat itu. Ia tidak terima dengan Youngmin yang menjelekkan Aern. Ia ingin membela Aerin. Biarkan dirinya sekali saja berguna untuk saudara kembarnya.

 

ā€œJaga bicaramu Min! Jika kamu tidak tahu apa-apa, lebih baik tutup mulutmu itu!ā€ Geram Jungkook yang telah berdiri berdampingan dengan Aerin.

 

Sejenak keadaan menjadi hening. Tidak ada yang pernah menyangka jika Jungkook akan meluapkan kemarahannya. Selama ini yang mereka tahu, Jungkook hanya akan diam sekali pun dia tengah marah. Tapi tampaknya sikap Jungkook mengalami perubahan terlebih setelah Aerin pergi meninggakan rumah.

 

ā€œWow,ā€

 

Kini seluruh mata tertuju pada Aerin yang malah memasang senyum kecil -ah bukan, tetapi senyum sinis yang membuat para sepupunya terkejut.

 

ā€œAku enggak tahu apa yang ada di otak Jungkook saat ini. Tapi yang aku tahu adalah, kamu,ā€ Ia menunjuk Hyeji.

 

ā€œDan kamu,ā€ Telunjuknya beralih pada sosok Dongha yang berada di samping Youngmin.

 

ā€œPikirkan bagaimana Kakek bisa memaafkan kesalahan kalian. Jangan kira aku enggak tahu apa yang kalian lakukan sampai membuat Kakek dilarikan ke rumah sakit. Enggak usah terlalu pusing mikirin aku yang pulang, karena masalah kalian jauh lebih kompleks dan perlu perhatian yang lebih.ā€ Jelas Aerin dengan penuh penekanan.

 

Ia hendak berbalik, tapi urung dan kembali memutar tubuhnya.

 

ā€œOh iya, satu lagi!ā€ Serunya dan tangan yang dilipat di depan dada.

 

ā€œUntuk Youngmin, alangkah lebih baiknya jika kamu ikut memikirkan masalah Kakakmu dan jika bisa juga sepupu cantik di sebelahmu itu yang telah membuat perusahaan Kakek kehilangan investor penting untuk proyek besarnya. Siapa tahu otakmu yang hanya berisi cemoohan itu bisa berguna untuk menolong mereka yang mungkin sempat lupa dengan masalahhnya sendiri karena melihat aku di sini.ā€

 

Aerin kemudian melenggang pergi tanpa mempedulikan wajah-wajah terkejut di belakangnya. Seperti yang sudah ia katakan sebelum keluar dari kamar tadi, jika dirinya tidak berjanji akan tetap diam jika kembai direndahkan.

 

Kembali ke kamar memang pilihan terbaik untuk Aerin. Ia tidak perlu melihat para sepupu yang merasa selalu putih tanpa sadar jika sebenarnya mereka tidak jauh berbeda dengan setan-setan yang ada di muka bumi. Ia menyandarkan punggungnya di kepala kasur dengan ponsel di tangan.

 

Tangannya bergerak di atas layar, membuka beberapa aplikasi kemudian mengetikkan kalimat panjang. Matanya terfokus pada layar pipih itu hingga laman pencarian yang ia buka menampilkan sebuah persetujuan mengenai pengajuannya. Aerin tersenyum senang membacanya.

 

Setelah urusan pertamanya selesai, Aerin tidak langsung mengeluarkan laman pencarian tersebut. Ia malah mengganti surelnya menjadi sebuah agen penyewaan. Ibu jarinya bergerak di atas layar sedangkan matanya tidak berhenti menelisik setiap keterangan di sana. Aerin menandai beberapa pilihan lalu mencatatnya untuk dijadikan bahan pertimbangan.

 

Lama berkutat dengan pencariannya hingga tanpa sadar posisinya telah berubah menjadi berbaring. Aerin mengerang kecil dengan tangannya yang diregangkan. Matanya tidak sengaja melihat jam di dinding, ternyata ia telah menghabiskan hampir satu jam dengan menekuni benda pipih digenggaman itu. Pantas saja tubuhnya terasa pegal dan matanya ikut perih.

 

Aerin ingin memejamkan mata dan beristirahat walau hanya sebentar, tetapi ketukan di pintu membuat niatnya harus ditunda. Terlebih setelah pengetuk itu menyampaikan tujuannya, membuat Aerin kembali merasakan kesal. Menghela kasar, lantas Aerin beranjak dari atas kasur. Inginnya tidak bertemu dengan sanak keluarga yang telah datang termaksud Kakeknya yang baru saja pulang, tapi ia tidak bisa dan mungkin tidak akan pernah bisa melakukan hal itu mengingat bagaimana sifat keluarganya.

 

Maka dengan tarikan napas panjang, Aerin memberanikan diri keluar dar kamar lau menurni anak tangga menuju ruang kelarga dimana sanak saudaranya berada. Dalam setiap langkahnya Aerin terus merapalkan doa agar stok kesabarannya tidak mudah menipis. Bukan karena takut, hanya saja ia sedang tidak minat meladeni ocehan keluarganya yang hanya bisa memberikan luka di hati.

 

Kakinya berhenti di balik lemari kaca yang memisahkan antara tangga dan ruangan yang telah ramai itu. Matanya menelisik setiap sosok yang telah duduk berkumpul. Semuanya sudah ada, hanya tinggal ia saja yang belum berada di tengah keharmonisan yang diselimuti rasa canggung sedikit tegang akkibat ulah kedua sepupunya yang sok suci bak malaikat itu.

 

Tapi itu bukanlah urusannya. Ia tidak peduli dengan para sepupunya itu. Yang ada dipikirannya hanyalah sesegera mungkin pergi dari sana, padahal duduk saja belum tapi rasa enggan sudah menarik Aerin untuk segera menjauh.

 

Setelah menarik napas dan mensugesti diri, akhirnya kedua kaki berbalut sandal itu kembali melangkah. Perlahan tapi pasti tubuhnya mendekat hingga suara percakapan di sana menghilang saat ia telah berdiri di hadapan seluruh anggota keluarganya. Tak mau ambil pusing dengan tatapan terkejut Bibi dan Pamannya, Aerin segera memposisikan diri untuk duduk di sofa tunggal yang berada paling ujung.

 

ā€œAerin?ā€

 

ā€œHallo Bibi, apa kabar?ā€ Sapanya pada Kakak tertua sang Ayah.

 

ā€œKamu kemana saja? Kenapa pergi tanpa bilang? Kita di sini mengkhawatirkan kamu.ā€

 

Aerin mendengus sangat pelan. ā€œAku pergi untuk menenangkan diri Bibi, makanya enggak bilang. Kalau bilang nanti disuruh pulang padahal aku butuh ketenangan sebelum mentalku semakin rusak.ā€

 

Jawaban Aerin berhasil membungkam semua yang ada di sana. Bahkan Kakeknya yang selalu terlihat seperti tidak mudah terpengaruh apa pun selama beberapa detik tampak terhenyak mendengar penuturan Cucu yang selalu ia kesampingkan itu.

 

ā€œA-Ah.. kamu bisa saja Rin.ā€ Sang Bibi berusaha meredakan rasa tidak nyaman yang semakin menjadi,

 

ā€œAku tidak mengada Bi, memang kenyataannya seperti itu. Kalian saja yang mungkin tidak pernah memperhatikan ku, jadinya enggak sadar deh.ā€ Balasnya enteng dengan tawa renyah. Sebuah tawa yang berhasil menyayat perasaan Jungkook, Hoseok dan Ayahnya. Sedangkan menimbulkan perasaan tidak enak bagi anggota keluarga yang lain.

 

ā€œEh tapi lupakan saja toh aku juga sudah membaik.ā€

 

Kalian juga biasanya tidak peduli., lirihnya.

 

Ternyata sekuat apa pun, luka itu masih bisa membuat Aerin lemah dengan rasa perih di hatinya.

 

ā€œPermisi Tuan..ā€

 

Wanita berseragam itu menunduk hormat.

 

ā€œAda Nyonya Hana dan keluarganya di depan.ā€

 

ā€œPersilahkan masuk.ā€

 

Wanita itu mengangguk lantas segera menjalankan perintah tersebut.

 

Kedatangan salah satu asisten rumah tangga itu berhasil mengalihkan atensi mereka dari ucapan Aerin sekaligus mengurangi kecanggungan yang baru saja terjadi. Aerin sendiri merasa bersyukur karena tidak lagi menjadi pusat perhatian keluarganya, tapi kini hatinya malah kalut setelah mendengar siapa yang datang.

 

Kepergiannya selama enam bulan tidak membuat ia lupa ingatan. Ia masih ingat siapa sosok Hana itu. Wanita yang ia taksir usianya tidak jauh dari sang Ibu jika wanita cantik itu masih hidup.

 

Masalah yang mebuat perasaan tidak tenang itu bukan terletak pada wanita bernama Hana, tetapi pada anggota keluarganya yang ikut datang. Bukan tidak mungkin jika sosok yang masih ingin ia jauhi itu ikut setelah mengetahui jika ia sudah kembali. Pasti berita kepulangannya sudah sampai ke telinga sosok itu apalagi Jungkook adalah sahabatnya.

 

Menulikan telinga dan membutakan pandangan, itu adalah cara terbaik yang dapat membebaskan Aerin dari skenario terburuk yang tidak diinginkan terjadi. Sehingga saat wanita tadi kembali datang bersama para tamu yang dimaksud, Aerin malah membuang mukanya tanpa berniat melihat ke arah dimana tamu itu datang.

 

ā€œMari.. mari duduk.ā€ Sang Nenek menyambut dengan ramah.

 

ā€œTerima kasih Bibi.ā€

 

ā€œMaaf kami baru bisa menjenguk setelah Paman pulang. Bagaimana keadaan Paman sekarang ini?ā€

 

ā€œAku sudah membaik, terima kasih karena telah menyempatkan waktu untuk menjengukku.ā€

 

Walau sudah berusaha mengabaikan kedatangan mereka serta menyembunyikan dirinya di balik tubuh Hoseok, nyatanya Aerin masih merasa jika ada sepasang mata yang kini tengah memperhatikannya. Bukan dari posisi Jungkook yang tepat ada di seberangnya.

 

ā€œAerin..ā€

 

Shit!, umpatnya.

 

Kenapa?

 

Kenapa harus dipanggil?

 

Dengan geram Aerin menegakkan duduknya. Memunculkan badan kecilnya yang terhalang oleh Hoseok yang duduk di sofa samping.

 

ā€œApa kabar Aerin?ā€

 

ā€œBaik Paman.ā€

 

ā€œKamu terlihat main cantik, gimana liburanmu?ā€

 

Aerin memicing mendengar pertanyaan wanita bernama Hana itu.

 

Libuan? Siapa yang berlibur?, batinnya bertanya bingung.

 

ā€œAku tidak berlibur.ā€

 

ā€œOh benarkah? Bibi kira kamu pergi berlibur karena Jaehyun yang bilang.ā€

 

Sontak Aerin melirik sosok Jaehyun yang masih melihatnya. Ia memberikan tatapan sinis pada laki-laki itu lalu kembali menatap Hana yang terlihat bingung.

 

ā€œMungkin Jaehyun salah dengar.ā€

 

ā€œAh kayaknya gitu.ā€

 

ā€œOh Aerin.ā€ Kakeknya memanggil -berusaha mengalihkan perhatian.

 

ā€œAjak Jaehyun ke taman.ā€

 

Aerin mengerut mendengar permintaan Kakeknya. Tidak mengerti kenapa dia yang disuruh padahal ada Jungkook yang jelas-jelas sahabat laki-laki itu. Apakah karena rencana perjodohan itu? Tsk! Ia tidak habis pikir bagaimana bisa pria paruh baya itu masih berpikir untuk mewujudkan rencana gila itu setelah kepergiannya.

 

ā€œLoh kenapa aku? Bukannya yang temannya itu Jungkook.ā€

 

ā€œAerin.ā€ Sang Nenek memperingati.

 

ā€œKenapa Nek? Apa lagi yang salah?ā€

 

Merasa keadaan yang mungkin akan lebih buruk dari ini membuat Jungkook segera berdi dari duduknya.

 

ā€œAku saja Kek, kan Jaehyun temanku.ā€

 

Neneknya mendelik tajam saat mendengar Jungkook. Semetara sang Kakek masih  terlihat tenang dengan sorot matanya yang tajam.

 

ā€œJungkook duduk. Aerin ayo ajak Jaehyun ke taman.ā€ Titah sang Kakek. Dari suaranya terdengar jika ia tidak ingin dibantah.

 

Dengan kesal Aerin berdiri dan pergi lebih dulu, meninggalkan Jaehyun yang mengikutinya di belakang. Bukan karena takut, tetapi karena tidak ingin memperparah kecanggungan akhirnya Aern memutuskan untuk menuruti perintah sang Kakek. Bukan juga karena tunduk karena nyatanya saat mereka telah sama-sama berdir di taman belakang Aerin berucap sangat dingin melebihi ketika terakhi kali mereka berbicara.

 

ā€œJangan besar kepala karena tidak ada niatan untuk menemani mu di sini. Terserah kau mau melakukan apa, aku tidak peduli. Yang jelas jangan pernah muncul lagi di hadapan ku, jika terpaksa usahakan untuk sedikit mungkin kontak yang terjadi.ā€

 

Tanpa menunggu jawaban Jaehyun, Aerin berbalik dan pergi meninggalkan laki-laki itu di sana. Menulikan telinganya dari panggilan Jaehyun.

 

Karena setelah kepergiaannya sekali pun, tidak ada yang bisa mengubah pandangan Aerin jika Jaehyun adalah gerbang keberhasilan keluarganya dalam menundukkan dirinya. Jaehyun adalah cara keluarganya terutama sang Kakek untuk menunjukkan bahwa ia yang terlahir sebagai seorang perempuan tidak memiliki nilai sebesar Jungkook yang lahir sebagai laki-laki, sehingga tidak perlu ada kebebasan dan pilihan seperti yang diberkan kepada saudara kembarnya itu.





T . B . C



- DF -

Comments

Popular Posts