How Hurt : Part 17
(DISCLAIMER: Penggunaan nama tokoh dalam cerita tidak ada hubungannya dengan sosok asli dalam kehidupan sebenarnya.)
.
.
.
Aerin menutup
pintu dan tidak lupa menguncinya untuk mencegah siapa pun masuk. Ia berjalan menuju
meja belajarnya, mengambil speaker dan menyalakan pengeras suara itu. Kemudian
tangannya merogoh saku untuk mengambil ponselnya lalu mulau menghubungkan
koneksi antara speaker dan benda pipih itu.
Alunan musik
langsung terdengar memenuhi ruang kamarnya. Sebuhah irama kencang dan cepat
menjadi pilihannya untuk memenuhi kesunyian malam di kamarnya. Aerin merebahkan
tubuhnya dan memeluk salah satu bantal.
Jika kalian
pikir Aerin akan menangis karena pertengkaran tadi, maka jawabannya salah. Tidak
ada air mata yang ingin Aerin keluarkan. Sudah dibilang bukan jik Aerin sudah
mati rasa dengan keluarganya sendiri. Karena itu, tidak ada perasaan apa pun
selain kemarahan yang masih membakar pikirannya. Selain itu karena ia merasa
menangisi keluarganya tidak menguntungkan, hanya membuat lelah tanpa ada
akhirnya
Di tengah
lamunannya, pintu kamarnya kembali diketuk. Suara Jungkook terdengar memanggil
namanya. Tapi Aerin memilih mengabaikannya. Ia enggan untuk beranjak dari
kasur. Ia enggan untuk membuka pintu. Ia enggan untuk bertemu orang. Ia enggan
untuk berbicara. Aerin sangat merasa lelah fisik dan juga mental. Setidaknya
biarkan malam ini ia sendiri untuk kembali kuat di esok hari.
* *
* *
āAerin.ā Panggil
Jungkook yang tetap melanjutkan langkahnya.
āKakek
keterlaluan.ā
Setelahnya ia
pergi guna mengejar Aerin.
Kepergian
Jungkook tak luput dari pandangan sang Ayah. Setelah tubuh tegap itu telah hilang
dari pandangannya, Minhyunn beralih menatap sang Ayah yang duduk dengan tenang
di sampingnya.
āAyah, kenapa
Ayah tidak membicarakan ini dulu kepada ku? Kenapa Ayah mengambil keputusan
sendiri?ā
āMinhyun-ā
āIbu tolong berhenti
mendukung Ayah.ā Selaknya.
āIbu dan Ayah
tidak tahu bagaimana aku berusaha membawa Aerin pulang. Ibu dan Ayah juga tidak
tahu apa yang aku dengar dari Ibu mertuaku tenatang Aerin. Karena Ibu dan Ayah
tidak pernah mau tahu tentang Aerin, dan bodohnya aku juga mengabaikan putriku
karena mengikuti kalian. Ibu, kalau memang menurut Ibu Aerin tidak seberharga
Jungkook setidaknya berhenti membandingkan mereka dan terus abaikan putriku.
Dan Ayah, jika menurut Ayah menikahkan Aerin dengan orang yang tidak
dicintainya itu benar tolong jangan ambil keputusan sepihak. Aerin itu anakku
dan aku yang lebih berhak atas dirinya. Jika Sofia masih hidup, aku yakin dia
juga akan melakukan hal yang sama dengan ku ini.ā Ujarnya sebelum melangkah
pergi mengikuti Jungkook.
Kaki panjangnya
telah berada tidak jauh dari posisi Jungkook yang berdiri memunggunginya.
Minhyun semakin mempercepat langkah kakinya sampai berada di sebelah sang anak.
āJungkook.ā
Jungkook
menoleh.
āAyah..ā
Minhyun
mengangguk kecil. Lalu ia lebih mendekat tubuhnya dengan pintu yang masih
tertutup rapat dengan musik yang terdengar keluar.
āAerin, ini
Ayah. Tolong buka ya..ā
Ia mengetuk
kembali pintu kamar sang putri.
āAerin, kamu
dengar Ayah kan. Ayah hanya ingin bicara dengan mu.ā
Masih belum ada
sahutan dari dalam.
āAerin.. nak..ā
Ia berusaha
sekali lagi, tapi tetap tidak ada pererakan. Tanpa Minhyun sadari, ia
mengembuskan napas sebelum memabalikkan badannya hingga berhadapan dengan
Jungkook.
āSepertinya
Aerin tidak ingin bertemu kita. Berikan dia waktu dulu Kook, besok baru kita
coba lagi.ā
Jungkook tampak
tidak setuju. Ia tidak mengulangi kesalahannya, menunda menemui Aerin. Ia takut
jika hubunga mereka akan semakin merenggang.
āTapi Ayah..ā
Minhyun
menggeleng.
āDengarkan Ayah,
biarkan untuk malam ini Aerin menenangkan dirinya sendiri. Besok kita sama-sama
menemui dia ya..ā
Jungkook
akhirnya menyerah walau sedikit tidak rela. Ego yang meminta untuk tetap
memaksa Aerin untuk membukakan pintu, tapi dipatahkan oleh ucapan sang Ayah
yang berhasil menyentil kesadarannya.
āLebih baik kamu
ke kamar dan istirahat, Ayah juga akan ke kamar.ā
Minhyun menepuk
pundak Jungkook sebelum berlalu dari sana.
* *
* *
Setelah malam
itu, Aerin tidak pernah lagi berkumpul dengan keluarganya. Dia akan keluar
kamar sangat pagi atau saat semua orang sudah beraktivitas dan pulang satu jam
setelah jam makan malam. Ia tidak ingin meledakkan emosinya lagi. Sudah cukup
tenaganya terkuras untuk masalah yang tidak akan pernah selesai itu. Lebih baik
fokus pada wisudanya yang tinggal menghitung hari lagi serta hal penting yang
telah ia persiapkan jauh-jauh hari.
Seperti disiang
hari itu, setelah melakukan pertemuan virtual dengan beberapa orang, Aerin baru
akan menyantap makan siangnya. Ia sengaja menunda waktu makannya karena
pertemuan penting itu.
Tidak, bukan
Aerin mengabaikan kesehatannya. Ia hanya tengah membuat pondasi baru untuk
kakinya pijaki. Dan untuk membuat itu, Aerin perlu mengorbankan waktunya
termaksud menunda makan.
Suapan terakhir
telah habis ditelan, tiba-tiba saja ponsel yang ada di samping laptopnya
berdering. Nama Jaehyun muncul memenuhi layar tersebut. Aerin mendengus malas
lalu mematikan panggilannya. Sayangnya, panggilan itu kembali diterimanya.
Aerin kesal tapi dia tetap tidak ingin mengangkatnya. Ia tahu jika Jaehyun akan
menanyakan keberadaannya lalu mengajaknya untuk pergi ke butik, sesuai
perkataan Ayahnya tadi.
Ngomong-ngomong
soal Ayah, Aerin dan Minhyun telah bertemu sehari setelah insiden di meja
makan. Minhyun berusaha meyakinkan Aerin jika ia akan mencoba untuk membatalkan
perjodohan itu. Aerin hanya bergeming karena ia sama sekali tidak menaruh
harapan pada apa pun dan siapa pun.
Dan terbukti
bukan, semuanya tidak berjalan seperti kemauan sang Ayah. Kakeknya tetap pada
keputusan untuk menjodohkan dirinya dengan Jaehyun. Mau sekeras apa pun
Ayahnya, kedudukannya akan tetap kalah dengan sang Kakek yang memiliki tahta
paling tinggi di keluarga. Aerin tahu bahkan sangat tahu tentang itu.
Ia menghela
kasar. Memikirkan kehidupannya sebentar saja rasanya sangat melelahkan. Apa
lagi jika ia harus memikirkan semua yang telah terjadi dan membayangkan apa
yang akan terjadi di hidupnya. Aerin sungguh menyerah. Jujur saja ia tidak
sanggup.
Aerin memegang
ponselnya. Lalu membuka aplikasi pesan untuk mengirimkan pesan singkat kepada
Yunji. Setelah pesan itu terkirim, Aerin segera merapihkan barang-barangnya dan
beranjak pergi dari taman kampus itu.
Di lain tempat,
Yunji dengan kesal menghentakkan kakinya. Ia sudah sampai sejak sepuluh menit
lalu tapi sosok yang ditunggunya belum juga datang. Kalau bukan karena Aerin,
Yunji sudah pasti akan meninggalkan tempat itu.
āYunji?ā
Yunji mengangkat
kepalanya. Lalu mendecak kesal saat melihat sosok yang datang dengan wajah
tanpa dosanya.
āLama sekali,
kau pikir bagus membuat orang lain menunggu.ā Omelnya.
āKenapa ada di
sini? Aerin mana?ā
Yunji menekan
pipi dalamnya. Kesal sekali, sampai rasanya ia ingin memukuli sosok itu.
āEnggak usah
banyak tanya. Ada atau enggak ada Aerin
bukan masalah. Yang penting gaun pernikahannya jadi.ā Sinisnya.
Yunji lantas
memasuki butik di belakangnya, meninggalkan Jaehyun yang terdiam di tempat
selama beberapa saat sebelum ikut masuk ke dalam. Saat ia telah berada tidak
jauh dari Yunji, Jaehyun sudah melihat dua pegawai yang membawa gaun putih yang
cantik.
Jaehyun masih
mengamati Yunji yang tengah sibuk meilai gaun-gaun di depannya. Setelahh lama menimbang,
akhirnya Yunji memilih dua gaun untuk ia coba. Saat akan mengikuti pegawai
butik ke ruang ganti, ia sempat berbalik untuk melihat Jaehyun yang masih
terdiam di posisinya.
āBerdiri dengan
tenang di sana, tidak usah ikut menilai. Kau tinggal tunggu beres saja.ā
Lalu Yunji pergi
memasuki ruang ganti bersama pegawai yang membawakan gaun pilihannya.
Selama dua puluh
menit Jaehyun menunggu di luar dengan kebingungan yang belum terjawab. Ia
masihh tidak paham kenapa Yunji yang ada di butik, kemana Aerin? Panggilannya
pun selalu ditolak sebelum berakhir pada kotak suara.
Tidak ingin
berhenti, Jaehyun kembali mencoba menghubungi Aerin. Tapi tetap saja tidak
diangkat. Ia masih ingin mencoba satu kali lagi, tapi keberadaan Yunji di
depannya menghentikan Jaehyun untuk kembali menelponnya.
āIni gaunnya.ā
Yunji menunjuk gaun putih dengan potongan A di sampingnya.
Jaehyun
mengamati gaun tersebut. Simpel, adalah kesan pertama baginya saat melihat gaun
itu.
āKenapa ini?ā
Yunji mendengus.
āTidak masalah kan?
Yang penting saat kalian menikah Aerin memakai gaun. Sudahlah, Aerin yang pakai
saja setuju, kau tidak perlu banyak komentar.ā Jawabnya sinis.
Jaehyun menghela
berat, entah sudah yang keberapa kali.
āKami ambil
ini.ā
Pegawai itu
mengangguk dan akan pergi dengan membawa gaun di tangannya untuk dibungkus ke
dalam kotak.
āJangan lupa
gaun pastel tadi ya. Yang satu itu biar saya yang bayar.ā
Pegawai itu
sekali lagi mengangguk dan pergi dengan membawa pesanan mereka.
āDimana Aerin?ā
Tanya Jaehyun saat mereka hanya tinggal berdua.
āAda urusan
sangat penting.ā
āApa?ā
āTidak tahu.
Lagi pula aku juga tidak berniat membeirtahu mu jika aku tahu.ā
Yunji yang sudah
tidak betah berniat untuk segera menuju kasir sembari menunggu pesanannya. Namun
ia kembali memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Jaehyun.
āGaun
pernikahannya aku yang bawa. Aku akan berikan kepada Aerin nanti.ā
āTidak, biar aku
saja.ā
Yunji tersenyum
remeh. āYakin?ā
Jaehyun
mengernyitkan dahinya.
āIya, ada yang
salah?ā
āEnggak ada.ā
Yunji menggeleng. āTapi kau yakin kalau Aerin mau menemuimu? Telponmu saja
selalu ditolak.ā
Skak! Jawaban Yunji membungkam Jaehyun. Tidak ada sepatah kata pun yang
terlontar karena semua yang Yunji katakan adalah benar. Aerin sangat
menghindarinya. Sebisa mungkin ia menghindari segala pertemuan baik itu
terencana atau pun tidak.
āBagaimana? Aku
tidak punya banyak waktu.ā
Walau tidak
rela, Jaehyun akhirnya membiarkan Yunji yang membawa gaun itu.
* *
* *
Dengan gaun
cantik hadiah Yunji, Aerin terlihat anggun saat berada di atas panggung untuk
menerima bunga dan pemindahan tali toga oleh rektor kampus. Senyum lebarnya
tidak luntur sejak awal hingga acara kelulusannya akan berakhir. Tinggal menunggu
persembahan terakhir dari vocal choir dan orchestra kampus maka
acara siang itu akan usai.
Ketika acara
benar-benar berakhir, Aerin segera meninggalkan tempatnya menuju tempat duduk
para tamu. Ia berlari kecil ketika netranya telah menemukan keberadaan Yunji
dan Aiden yang tengah memegang sebuket bunga.
āAna!ā Serunya
girang.
āTerima kasih..ā
Balas Aerin saat Aiden memberikan buket itu kepadanya.
Aiden lantas
memeluk erat sang Sepupu dan tangannya mengusap beraturan punggung kecil itu.
āAku senang
akhirnya kamu lulus.ā
Aerin
mengangguk, tanda menyetujui ucapan Aiden.
āYunji..ā
āSelamat
sahabatku!ā
Kedua sahabat
itu kini yang saling berpelukan. Yunji tidak bisa menyembunyikan harunya. Ia
tahu bagaimana usaha yang Aerin lakukan untuk bisa sampai di titik itu saat
keluarganya tidak ada dipihaknya. Yunji patut bangga menjadi bagian dari
keberhasilan Aerin yang sangat membanggakan itu.
Lulus dengan IPK
hampir menyentuh empat, walau tidak bisa memiliki predikat cumlaude karena
jeda yang Aerin ambil. Menerbitkan penelitiannya pada jurnal internasional,
sampai-sampai diumumkan saat Aerin maju ke atas panggung. Serta prestasi
lainnya yang telah Aerin raih selama ia mengenyam pendidikan.
Yunji bangga?
Tidak, ia sangat
bangga!
āOh iya, aku
punya kejutan untuk mu.ā
āApa?ā
āIsh..
sudah ikut saja.ā
Yunji mengambil
paksa buket yang Aerin peluk dan memberikannya kepada Aiden. Lalu ia menarik
tangan sang sahabat diikuti Aiden di belakang dengan menggeleng kecil.
Yunji melepaskan
pegangannya saat mereka telah tiba di area parkir. Ia memutar tubuhnya.
āApa kamu siap?ā
Aerin mengerut
bingung. Lalu pundaknya terangkat.
āTsk..ā
Yunji mendecak sebal. Lalu tangannya bertepuk dan tiba-tiba saja dari belakang,
muncul dua pria.
Aerin berbalik dan
seketika matanya membulat. Senyumnya pun semakin melebar, tanda ia sangat
senang dengan kehadiran kedua pria itu.
āKak Jhonny! Kak
Hoseok!ā
Keduanya
mendekat. Hoseok menjadi orang pertama yang memberikan pelukan hangat untuk
Aerin.
"Selamat
sayangku.ā
āTerima kasih
Kak.ā
Saat Hoseok
melepaskan pelukannya, giliran Jhonny yang merengkuh tubuh kecil Aerin.
āSelamat adik
kecilku, akhirnya kamu lulus.ā
āTerima kasih
Kak.ā
āKarena semua
sudah berkumpul, jadi mari kita rayakan kelulusan Aerin dengan makan!"
Seru Yunji di belakang Aerin dengan semangat.
Keempatnya hanya
menggeleng melihat betapa semangatanya Yunji.
āMau makan
dimana?ā Tanya Jhonny.
āDi apartemen
Aerin aja Kak, nanti kita pesan makanan pas di jalan.ā
Hoseok terlihat
terkejut.
āKamu punya
apartemen? Sejak kapan?"
āWaktu aku
pulang Kak. Aku sengaja enggak ngasih tau siapa-siapa, karena apartemen itu
jadi tempat pelarian aku kalau kondisinya engga baik.ā
Hoseok tidak
bertanya lagi. Ia sangat paham dengan alasan Aerin. Semua juga karena keluarganya
dan paham yang mereka anut.
āAyo..ā
Perjalanan
menuju apartemen tidak butuh waktu lama karena lokasinya tidak terlalu jauh
dari kampus. Aerin sengaja memilih apartemen di sana karena dekat dengan
kampusnya. Jadi saat ia memang harus tinggal di sana, ia tidak butuh waktu panjang
untuk sampai di kampus.
Saat mereka
sampai, hal pertama yang menarik perhatian Hoseok adalah ada beberapa pakaian
yang tergeletak di atas sofa. Ia mengernyit bingung lalu mendekatinya dan
mengambil pakaian itu.
āIni pakaian
siapa?ā
Mendengar
pertanyaan tersebut, kini seluruh pasang mata langsung tertuju pada gumpalan
kain yang ada di tangan Hoseok.
āMaaf, itu milik
saya.ā Jawab Aiden dengan aksen bahasa inggrisnya yang khas. Ia langsung
mengambilnya begitu yang tersebar di sekitar ruang tengah itu.
āKamu tinggal di
sini?ā
āIya Kak. Aiden
akan menempati apartemen ini selama ia ada di sini.ā
Hoseok semakin
dibuat bingung. Tampanya banya hal yang sudah terlewatkan olehnya.
āMemang ada apa?
Apa Aiden enggak sekolah?ā
Aerin kembali
dengan beberapa minuman kaleng yang ia ambil dari lemari pendingin, lu
diletakkan di atas meja.
āAiden lagi
ngurus bisnis Grandpa. Kebetulan dia juga bar aja lulus, jadi ya sudah
untuk sementara waktu dia tinggal di sini.ā Jawabnya.
Tidak lama,
Aiden kembali dengan pakaiannya yang sudah berganti. Ia ikut bergabung dengan
yang lain sembari menunggu makanan pesanan mereka datang.
āAiden..ā
Panggil Hoseok ketika Aerin tengah berada di dapur.
āAku turut
berduka atas kepergian Grandma-mu. Maaf bar mengucapkan bela sungkawa
karena kita baru bertemu.
Aiden tersenyum
kecil.
āTidak apa, tapi
terima kasih.ā
Lalu suasana
berubah hening. Aerin dan Yunji yang sibuk di dapur sedangkan Jhonny yang
berada di balkon karena mengangkat telpon, meninggalkan Hoseok dan Aiden dalam
kebisuan yang canggung.
Karena tidak
nyaman, Hoseok akhirnya membuka suara. Ia tidak betah jika harus saling diam
seperti itu.
āKu dengar kamu
sedang mengurus bisnis keluargamu?ā
Aiden menoleh
dan kepalanya mengangguk.
āIya.ā
āSendiri?ā
Aiden menggeleng
kecil.
āTidak, aku
bersama seseorang.ā
āSiapa?ā
Kepala Aiden
kembali menggeleng.
āMaaf aku tidak
bisa mengatakannya.ā
Hoseok menggaruk
tengkuknya. Ia merasa tidak enak karena pertanyaannya yang sepertinya terlalu
ingin tahu. Tapi tidak bisa dipungkiri juga kalau Hoseok sedikit penasaran,
karena ia merasa sepertinya ada hubungannya dengan Aerin. Tapi tidak tahu apa.
āKalau boleh
tahu, apa rencanamu untuk pengembangan usahanya? Kalau aku bisa bantu, aku akan
coba bantu.ā
āTidak perlu,
kami hanya tinggal menunggu finalisasi kerja sama dengan salah satu firma saja.
Tapi terima kasih atas tawarannya.ā
āJika nanti kamu
membutuhkan bantuan, jangan sungkan untuk mengatakannya. Bagaimana pun kita adalah
keluarga. Kamu sama seperti Aerin, Den.ā
Aiden mengangguk
dan tersenyum tulus. Ia bisa sedikit bernapas lega karena keberadaan Hoseok di
dekat Aerin. Setidaknya saat ia pulan nanti, masih ada Hoseok yang akan menjadi
sandaran untuk Aerin dalam menjalani kehidupan barunya.
Yaā¦ Aiden sudah
tahu perihal rencana pernikahan itu. Saat pertama kali mendengarnya, Aiden
sangat marah. Ia bahkan hampir ingin menjemput paksa Aerin, tapi malah
dihentikan oleh Aerin sendiri. Saat ia tanya apa alasannya, Aerin hanya
menjawab kalau ia tidak perlu khawatir karena semua sudah Aerin persiapkan dan
pikirkan matang-matang.
Aiden tidak serta merta menyetujuinya, ia masih bersikeras untuk membawa Aerin pulang ke rumahnya. Tapi sekali lagi, Aerin meyakinkannya. Sepupunya itu mengatakan kalau dia akan baik-baik saja dan berusaha untuk tetap baik-baik saja. Karena Aerin bertekad untuk membuat pengorbanannya ini sebagai pengorbanan terakhir sekaligus gerbang kebebasannya.
T . B . C
- DF -
Comments
Post a Comment