How Hurt : Part 20
(DISCLAIMER: Penggunaan nama tokoh dalam cerita tidak ada hubungannya dengan sosok asli dalam kehidupan sebenarnya.)
.
.
.
Aerin tampak
berusaha keras menutupi rasa marahnya. Meredam emosi yang siap meledak karena
Jaehyun yang dengan baiknya menyetujui undangan makan malam dari Jungkook. Jika
saudaranya saja, Aerin masih bisa mentolerir. Tapi undangan itu datangnya dari Neneknya.
Itu berarti makan malam yang dimaksud adalah makan malam bersama keluarga
besarnya.
Sebuah mimpi
buruk yang sangat tak terduga.
āKenapa kamu
sampai marah seperti ini, Rin? Ini kan hanya makan malam biasa saja.ā
Jaehyun
terdengar bingung di balik suara tenangnya. Hal itu semakin membuat Aerin
terbakar emosi.
Enteng sekali
suami pilihan Kakeknya berbicara?!
āBaik, jika
menurutmu ini adalah makan malam biasa mari kita buktikan.ā Ia berucap sarkas.
Sebelum kembali
ke dalam kamarnya, Aerin menoleh lagi.
āKarena
keputusan ini kau ambil sendiri, maka jangan ikut campur apa pun yang terjadi
nanti. Ini peringatan keras untuk mu!ā
Bantingan pintu
menjadi akhir pembicaraan mereka di pagi itu. Tidak ada lagi pembicaraan yang
terjadi karena Aerin memilih mengurung dirinya hingga malam tiba.
Ketika matahari
telah berganti dengan bulan, Aerin telah siap dengan pakaiannya yang tidak mewah,
tapi masih sangat layak dan pas untuk menghadiri acara makan malam keluarganya.
Sebelum meninggalkan kamarnya, Aerin kembali memastikan riasan yang biasa saja
di wajahnya.
Jangan
berprasangka buruk jika Aerin tidak bisa merias diri. Aerin pandai melakukanya,
tapi untuk acara rutin keluarganya ia rasa tidak perlu memberikan usaha yang
besar karena tidak ada gunanya.
Ia akan tetap menjadi
sosok abu-abu di antara keluarganya sendiri.
Di tengah
kakinya yang tengah melangkah, suara Jaehyun yang menyebut namanya membuat kaki
berbalut heels itu berhenti. Diliriknya Jaehyun yang sudah menunggu di
sofa tanpa berniat menjawab panggilan singkat itu.
āRin..ā Jaehyun
mendekat. Ia juga mengamati Aerin yang berada beberapa langkah di depannya.
āKamu belum
siap-siap?ā
Aerin menoleh.
Ia mengamati tampilannya sebelum menjawab.
āSudah. Kenapa?
Ada yang salah dengan pakaianku?ā
Jaehyun menggeleng
pelan.
āTidak, cuma
terlihat sangat santai.ā
Tawa sumbang
Aerin pecah.
āTentu saja, aku
enggak mau merepotkan diri lagi demi makan malam ini. Enggak ada gunanya. Kau
pahamkan maksudku?ā
āI-Iya..ā
āKalau gitu,
ayo. Aku sudah enggak sabar nunjukin sebuah drama di depan mu sebagai anggota
baru di keluarga itu.ā Aerin berujar sinis dan pergi mendului Jaehyun yang
diselimuti kebingungan.
* * * *
Awalnya Aerin
ingin berangkat secara terpisah. Ia dengan taksi sedangkan Jaehyun mengendarai
mobilnya. Tapi Jaehyun terus memohon hingga Aerin akhirnya mengalah. Ia
mengikuti Jaehyun dan berangkat bersama. Padahal Aerin ingin membuat percikan
kecil pada drama keluarganya, tapi ia harus menahannya untuk drama lain dimasa
mendatang.
āAyo turun.āAjak
Jaehyun setelah memarkirkan mobilnya.
Aerin melepakan seat
belt dan keluar dari mobil. Di tempat kakinya berpijak, ia sudahh melihat
mobil-mobil milik anggota keluarga yang lain. Sepertinya ia dan Jaehyun adalah
orang terakhir yang datang.
Dengan menarik napas
sedalam yang ia mampu, Aerin melangkah memasuki rumah yang sudah ia tinggalkan
sejak statusnya berubah menjadi seorang istri.
Aerin berjalan
berdampingan dengan Jaehyun yang terlihat menawan dengan jas hitam yang
membalut kaos polonya. Berbanding terbalik dengannya yang hanya menggunakn jeans
dan kaos kebesaran berwarna putih.
Keduanya diantar
oleh seorang pekerja ke ruang tengah dimana seluruh anggota keluarga tengah
berkumpul sebelum makan malam. Jarak yang sudah dekat membuat Aerin dapat
mendengar keributan kecil di sana. Ada suara Kakeknya yang tengah membicarakan
tentang bisnis, lalu Neneknya yang sibuk dengan para pekerja, dan tak
ketinggalan suara para sepupunya yang sibuk membanggakan diri mereka.
Sial! Aerin ingin sekali tertawa keras mendengarnya. Tidak lupakah mereka dengan apa yang
sudah diperbuat hingga menyebabkan sosok pria tertua di keluarganya masuk rumah
sakit?
Tidak tahu malu
sekali.
āPermisi Tuan,
Nona Aerin dan Tuan muda Jaehyun sudah tiba.ā
Seketika suara
berisik itu hilang bersama dengan atensi yang langsung diberikan kepada Aerin
dan Jaehyun. Berbagai ekspresi ditunjukkan oleh mereka, tapi sama sekali tidak
mengubah wajah tanpa minat Aerin.
āKalian baru
tiba?ā
āIya Kek..ā
Jaehyun menjawab dengan membalas jabatan tangan Gyusang, sementara Aerin tak
berniat untuk menghampiri sang Kakek. Ia memilih langsung duduk di tempat
biasanya ia duduk.
Mengabaikan
Jaehyun yang mengerutkan dahi, Kakeknya yang memperhatikan sampai ia duduk,
anggota kelurga yang terlihat heran, dan jangan lupakan dengan tatapan dari
Sepupunya yang sangat tidak begitu bersahabat.
Merasa menjadi
pusat perhatian, Aerin berdeham.
āEnggak usah
menatapku seperti itu, aku hanya duduk karena capek bukannya membuat ulah
sampai menambah riwayat rekam medis Kakek.ā Ucapnya tanpa beban.
Mendengar
jawaban Aerin membuat pias menghiasi wajah Paman dan Bibinya yang menjadi orang
tua sepupunya. Sedangkan pelaku hanya bisa menggeram dan mengumpat dalam hati
serta mengetatkan rahang mendengar cibiran yang dilontarkan Aerin.
Ingin marah,
tapi tidak berani menghadapi kemarahan keluarganya.
Aerin sendiri
hanya mengendik, acuh. Ia tidak mau ambil pusing lagi dengan apa yang terjadi
setelah lontaran yang ia ucapkan.
Canggung pun tak
terelakkan. Keadaan yang tadi riuh dengan obrolan tiba-tiba sunyi. Belum lagi
rasa malu yang dirasakan oleh beberapa orang, terutama sepupu Aerin yang biang
keladinya. Tidak pernah membayangkan jika sosok Aerin yang selalu mereka bully,
kini malah menyerang mereka tepat di hadapan seluruh anggota keluarga.
Gyusang
berdeham.
āJangan diri
saja, duduklah.ā Ujarnya pada Jaehyun.
āIya Kek..ā
Lantas Jaehyun
berjalan mendekati Jungkook dan duduk di sana. Ia tidak bisa duduk di samping
Aerin karena tidak ada kursi kosong atau bagian sofa kosong di dekatnya.
Karena kondisi
yang masih canggung, Haneul akhinya mempersilahkan keluarganya untuk menyicipi
kudapan ringan yang telah disiapkan. Ia juga meminta seorang pekerjanya untuk
membawakan minum untuk Aerin dan juga Jaehyun.
Perlahan keadaan
acara makan malam itu mulai membaik. Suara orang-orang yang berbicara mulai
terdengar ringan di telinga. Tidak seperti sebelumnya yang kaku bahhkan hanya
untuk membahas kisah masa lalu yang seharusnya bernada gurauan.
Namun saat
Kakeknya meminta perhatian untuk seluruh keluarga, hening itu kembali tercipta.
Aerin yang hampir setengah jam hanya diam -sama seperti tahun-tahun yang lalu-
ikut menoleh.
āKakek ingin
mengatakan sesuatu.ā
Tidak ada yang
membuka suara. Mereka semua memilih diam dan menanti kelanjutan ucapan sang
Kakek.
āKakek ingin
memberikan Aerin hadiah. Anggap saja hadiah pernikahan.ā
Lalu Gyusang
mengambil sebuah map yang tersimpan di dalam laci di sebeelahnya. Ia memberika
map tersebut kepada Aerin, yang diterima dengan kebingungan.
Ia menatap sang
Kakek. Matanya menyiratkan permintaan penjelasan.
āBuka saja..ā
Aerin membukanya
dan menemukan lembaran-lembaran kertas dengan sebuah tanda tangan yang ia yakin
sebagai milik Kakeknya.
āKakek
memberikan 5% saham yang Kakek punya sebagai hadiah untuk pernikahanmu, Aerin.ā
Mendengar
jawaban sang Kakek, Aerin buru-buru membaca seluruh kalimat pada lembaran di
tangannya. Hingga menuju paragraf terakhr, Aerin masih belum menyangka jika
kini ia memiliki saham di perusahaan sang Kakek walau tidak sebanyak yang
Kakeknya berikan kepada Jungkook pertama kali dihari perayaan ulang tahun ke
sepuluh saudara kembarnya.
Aerin mengangkat
kepalanya dan matanya langsung menatap wajah Gyusang.
āKakek serius?ā
āIya.ā
Seketika senyum
Aerin terbit. Ia menatap bergantian wajah sang Kakek dan juga lembaran di
tangannya. Tapi senyum manis itu tidak bertahan lama, karena selang beberapa
detik Aerin mengangkat pandangannya dengan senyum miring yang membuat wajah
anggota keluarganya berubah bingung.
āTerima kasih
atas hadiahnya, tapi maaf saya tidak membutuhkannya.ā Ujar Aerin dengan menatap
Gyusang. Ia memasukkan kembali surat-surat itu lalu meletakkan di atas mejha.
āSelama ini yang
saya butuhkan adalah keadilan antara saya dan Jungkook. Tapi hingga detik ini
ternyata saya tidak mendapatkannya.ā Aerin terkekeh sinis.
āSaya tidak
pernah menginginkan uang, barang mewah, bahkan saham perusahaan sekali pun.
Yang saya inginkan hanya perlakuan yang adil, kasih sayang, perhatian, dan
tidak ada lagi pengucilan hanya karena fisik saya yang berbeda. Tapi apa?
Kalian mengabaikan semuanya.ā
āAerin!ā
āSsstt! Diam kau
Jeon Jungkook sang anak emas!ā Balas Aerin tak kalah kesal.
Mendengar suara
bentakan Aerin untuk yang pertama kali membuat rasa terkejut sendiri untuk
anggota keluarga yang lain. Tidak ada yang pernah menyangka jika Aerin yang
jarang sekali berbicara itu bisa berbicara seperti itu.
āKakek bisa
ambil lagi saham itu, aku tidak membutuhkannya. Selama ini aku hidup tanpa
saham, dan Nenek juga bilang kalau aku tidak perlu memiliki apa pun karena
akhirnya aku hanya akan menjadi seorang istri.ā
Aerin menarik
napas singkat.
āSampai sebelum
menikah, aku bisa hidup tanpa saham-saham itu. Aku bisa menemukan pekerjaan paruh
waktu, aku bisa lulus, aku bisa mendapat uang saat menyelesaikan skripsi, yang
terpenting aku bisa menjalani hidup sampai detik ini. Dan aku yakin tanpa saham
itu, aku juga bisa menjalani hidupku ke depannya. Jadi Kakek enggak usah sampai
memberikan aku saham, berikan saja pada
Jungkook sebagai satu-satunya keturunan laki-laki dari anak laki-laki
satu-satunya.ā
āAerin jaga
bicaramu!ā
Saat benatakan
lagi yang ia terima atas kejujurannya, Aerin malah membalasnya dengan senyum
termanis yang ia miliki. Senyum yang sama sekali tidak pernah lagi ditunjukkan
untuk keluarganya sejak Ibunya pergi.
āAku salah lagi
Nek?ā
Haneul semakin
geram mendengar balasan Aerin yang terlampau santai dan tanpa rasa bersalah.
āKenapa kamu
malah bertanya? Apakah kamu tidak sadar dengan ucapanmu?!ā
Ia mengerutkan
keningnya.
āMemangnya
ucapanku salah?ā
āAERIN!ā
āIya..ā
āJEON AERIN!!ā
Haneul berseru
begitu lantang dengan wajah merah padam. Matanya menatap nyalang pada Aerin
yang tetap tenang duduk di tempatnya.
āNenekā¦ā
Jungkook
berusaha menenangkan wanita paruh baya itu. Ia mengusap tangan Haneul dengan
harapan jika emosi Neneknya bisa reda.
āIbu sudah..ā
Haneul menoleh.
āLihat itu
anakmu! Kamu selau memanjakannya, tidak mau mendengarkan nasihat Ibu, makanya
dia jadi tidak sopan seperti ini.ā
Aerin yang sudah
tidak betah pun berdiri dari kursinya. Tidak lupa dengan tasnya yang kini sudah
tersampir di pundak.
āMaaf jika
menurut Nenek aku tidak sopan, padahal aku sudah bersaha untuk sesopan,
selembut, dan sejelas mungkin saat bicara. Tapi sepertinya kita berbeda
kriteria untuk itu. Begitu juga dengan kriteria memanjakan seorang anak.ā Ada
jeda singkat sebelum Aerin menyambungnya dengan wajah yang lebih serius.
āJika selama ini
Nenek menganggap aku diperlakukan kayak putri di negeri dongeng, tolong Nenek
ingat kapan itu terjadi. Karena selama aku tinggal di rumah ini, tidak ada
perhatian yang kalian berikan. Bertanya tentang kabar saja jarang, sekalinya
bertanya pasti ada saja yang kalian minta untuk aku lakukan. Apa itu yang Nenek
maksud memanjakan?ā
Tidak ada
jawaban, seperti dugaannya.
āKalau Nenek
ingin mempermasalahkan tentang manja memanjakan, alangkah bijaknya Nenek
nasihati juga cucu Nenek yang lain yang kemarin udah berhasil buat suami Nenek tidur
di rumah sakit. Karena aku si anak yang tidak sopan ini yang katanya selalu dimanjakan
tidak pernah melakukn sesuatu yang membuat orang lain harus masuk dan di rawat.ā
āAERIN! KA-ā
āAku belum
selesai Nek.ā
āSatu lagi, coba
Nenek, Kakek, dan semua yang ada di sini, ingat lagi apa saja yang sudah kalian
katakan padaku selama ini. Jangan dijilat ludah yang sudah kalian buang, itu
jorok.ā Imbuhnya yang seketika kembali membungkam seluruh suara di sana.
Haneul yang
sebelumnya ingin meluapkan kemarahannya terdiam seperti kehilangan suaranya.
Merah diwajahnya memudar bersama dengan potongan ingatan yang seakan menampar
kesadarannya.
Merasa tidak ada
keperluan lagi, Aerin memilih untuk meninggalkan mereka. Namun sebelum kakinya
melangkah semakin jauh, ia memutar tubuhnya guna menatap Jaehyun yang masih
tidak bergeming di kursinya.
āAku akan pergi,
kau di sini saja. Ikut acara makan malam ini karena pagi tadi kau telah
menyetujuinya. Ingat Jae dalam keluarga ini yang dipegang adalah omongannya.ā
Aerin hendak
pergi, tetapi ia menghentikan langkahnya saat teringat sesuatu yang belum sempat
ia katakan.
āOh iya, selamat
bergabung di keluarga Jeon yang terhormat ini Jung Jaehyun.ā Ujarnya dengan
memasang senyum miring serta tatapan lekat pada hazel hitam Jaehyun.
Setelahnya Aerin
benar-benar meninggalkan rumah keluarganya tanpa berhenti dan berbalik untuk
yang kesekian kalinya.
Melangkah dengan
langkah tegas, tubuh yang berdiri tegap, kepala yang diangkat, dan tatapan yang
tajam menatap lurus ke depan.
āSelamat bertemu
dengan Aerin yang baru keluargakuā¦ā
T . B . C
- DF -
Comments
Post a Comment