How Hurt : Part 21


 



(DISCLAIMER: Penggunaan nama tokoh dalam cerita tidak ada hubungannya dengan sosok asli dalam kehidupan sebenarnya.)


.

.

.


 



Sejak kejadian malam itu, Aerin semakin sulit untuk ditemui. Bahkan Jaehyun yang tinggal di satu rumah dengannya, merasa sangat kesulitan. Aerin akan berangkat pagi sekali dan pulang sangat larut. Sekali pun bertemu itu pun tidak pernah berbicara karena ia akan pergi dengan terburu.

 

Tidak ada yang tahu pasti apa yang Aerin lakukan di luar sana. Mereka hanya tahu jika Aerin bekerja di sebuah klinik milik dosennya. Lalu kemana perginya Aerin sampai sesibuk itu? Aiden juga sudah pulang. Jadi apa yang Aerin lakukan di luar sana?

 

ā€œAerin makan!ā€ Omel Yunji yang sudah jengah melihat Aerin dan laptopnya.

 

ā€œSebentar lagi.ā€

Yunji menghela lalu berdiri dan menghampiri Aerin. Ia merebut paksa laptop dalam pangkuan sahabatnya itu.

 

ā€œYunji..ā€

 

Yunji menggeleng dengan mata yang menatap tajam Aerin.

 

ā€œEnggak! Makan!ā€ Serunya dengan menunjuk makanan di meja yang hampir mendingin.

 

ā€œSebentar lagi Ji, setelah aku mengirim e-mail ke Aiden-ā€

 

ā€œNO! Makan atau ku sita laptopmu.ā€ Ancam Yunji.

 

Aerin menghela dan memlih mengalah. Ia mengambil makan siangnya sebelum membuat Yunji semakin marah.

 

ā€œKamu udah kayak mayat hidup, kurus banget, masih mau enggak makan? Kalau sakit gimana? Nanti yang ngurus pekerjaan siapa? Jangan bandel Rin!ā€

 

ā€œIya maaf, aku janji enggak akan telat lagi.ā€ Balas Aerin sambil terus mengunyah makanan yang ada di mulutnya.

 

ā€œKunyah yang bener baru ngomong, nanti tersedak baru tahu rasa.ā€

Aerin mendecak sebal karena lagi-lagi sahabatnya ini mengomelinya. Makan salah enggak makan makin salah. Dijawab salah enggak dijawab pasti diomelin juga. Jadi apa yang harus Aerin lakukan?

 

Yunji lantas kembali duduk di balik mejanya, melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda karena Aerin.

 

Setelah menghabiskan makan siangnya dan juga setengah botol air mineral, Aerin beringsut menghampiri Yunji. Ia menarik kursi yang bersebrangan dengan Yunji dan duduk di sana. Kemudian meraih laptopnya yang berada di meja.

 

ā€œBagaimana progres usahamu?ā€

 

ā€œSelama dua bulan sejak tanda tangan kontrak, semua berjalan semestinya.ā€ Jawab Aerin dengan membuka laptopnya.

 

ā€œKalau pernikahanmu?ā€

 

Aerin mengendikkan bahunya dan menggeleng kecil.

 

ā€œEnggak ada, aku sibuk mengurus galeri dan juga klinik.ā€

 

Mata Yunji yang semua berfokus pada layar datar di depannya, kini berganti pada Aerin yang sudah kembali sibuk dengan laptopnya.

 

ā€œKamu enggak mau mencoba membuat pernikahanmu berhasil Rin?ā€

 

Tanpa pikir panjang, Aerin menggeleng.

 

ā€œUntuk apa?ā€

 

ā€œAku tahu kalau pernikahan ini bukan keiinginanmu, tapi setelah hampir lima bulan aku lihat Jaehyun benar-benar tulus.ā€

 

ā€œKamu benar, Jaehyun selalu tulus dengan apa yang ia lakukan. Tapi..ā€ Ada jeda singkat saat Aerin menutup kembali laptopnya setelah selesai mengirimkan email yang sempat tertunda.

 

ā€œPernikahan ini adalah pernikahan pemenuhan janji Kakekku dengan Kakeknya. Enggak ada consent-ku di dalamnya. Mau setulus apa pun Jaehyun, aku tetap enggak bisa menerimanya.ā€

 

Tubuh Aerin disandarkan lalu tatapanya menatap lurus pada jendela kaca di ruangan itu. Aerin seperti tengah menerawang hidupnya yang belum juga merasakan kebahagiaan bahkan setelah statusnya berubah menjadi Nyonya Jung.

 

ā€œAku sadar dengan tindakanku yang pasti melukai Jaehyun, tapi aku juga terluka bagaimana pun sikapku. Jadi bukankah ini adil untuk aku dan Jaehyun, kita sama-sama terluka dengan keadaan ini.ā€

 

Tidak ada balasan yang Aerin dapatkan. Ia yakin kalau Yunji mengerti dengan maksudnya. Ia juga yakin jika Yunji tidak akan menekannya karena Yunji tahu betul apa yang sedang terjadi dan bagaimana kondisinya.

 

Tidak berselang lama, ponsel Aerin berdering singkat. Mau tidak mau Aerin kembali berdiri untuk mengambil benda pipih itu di meja yang tadi ia gunakan untuk makan. Sebuah pesan singkat dari seorang pria yang tadi ia bicarakan muncul pada layar beserta beberapa panggilan yang tidak terangkat.

 

ā€œAda apa?ā€ Tanya Yunji yang memperhatikan Aerin sejak sahabatnya itu berdiri hingga membaca apa yang ada di layar ponselnya.

 

ā€œKayaknya Ayah mau datang, Jungkook juga menghubungiku tapi tidak terangkat.ā€ Jawabnya acuh. Ponsel di genggamannya kembali diletakkan di atas meja tanpa berniat memberikan balasannya.

 

 

*   *   *   *

 

 

Aerin tiba di rumah saat matahari telah benar-benar teggelam. Ia yang merasa lelah memutuskan untuk segera mandi sebelum Ayah dan saudaranya datang. Ngomong-ngomong soal kedatangan dua laki-laki itu, Aerin sudah meminta Bibi Kim untuk membuatkan makan malam. Walaupun Ayahnya tidak mengatakan apa-apa tentang makan malam, anggap saja Aerin tengah melakukan baktinya dengan menyajikan makan malam sekali pun bukan dari tangannya sendiri.

 

Setelah selesai dengan segala urusan di dalam kamar mandi, Aerin keluar dengan tubuh yang dibalut bathrob. Ia membuka lemari pakaian dan mengambil celana panjang berbahan kaos serta longsleeve untuk membalut tubuh bagian atasnya. Tidak terlalu memusingkan tentang kedatangan sang Ayah dan Jungkook, toh mereka datang bukan dalam suatu acara yang mengharuskan Aerin untuk berpakaian rapih. Lagi pula, Aerin begitu lelah setelah seharian di luar dengan pekerjaan yang banyak. Tubuhnya butuh rasa nyaman yang didapatkan dari pakaian santainya.

 

Saat tengah merapihkan rambutnya, pintu kamarnya diketuk oleh Bibi Kim yang memberitahukan jika Ayah dan saudara kembarnya telah datang. Aerin meneliti penampilannya sekali lagi sebelum keluar kamar untuk menemui keluarganya yang sudah berada di ruang tengah.

 

ā€œAerin.ā€ Panggil sang Ayah begitu melihat Aerin yang baru saja turun.

 

Di sana sudah duduk Ayahnya, Jungkook, serta Jaehyun. Aerin pun ikut bergabung dengan duduk di sofa tunggal yang cukup berjarak dengan Jaehyun.

 

Hal itu tak luput dari pandangan Minhyun -sang Ayah. Ingin bertanya, tetapi ia menahannya karena tidak ingin merusak mood sang anak. Mungkin ketika mereka tinggal berdua, ia akan berbicara dengan Aerin secara langsung.

 

ā€œBagaimana kabarmu, Nak?ā€

 

ā€œBaik. Ayah sendiri?ā€

 

ā€œAyah baik.ā€ Balas Minhyun dengan memasang senyum hangatnya.

 

ā€œJadi ada apa Ayah datang? Tidak mungkin kan kalau hanya sekedar menjenguk dan menanyakan kabarku?ā€ Aerin melipat tangannya di dada, lalu kembali berucap. ā€œ Itu terlalu aneh, Yah.ā€ Lanjutnya dengan bahu yang naik.

 

Ada hening yang janggal setelah Aerin melontarkan isi pikirannya. Rasanya terlalu pedas untuk seorang Aerin yang lembut seperti diingatan mereka. Bahkan Jaehyun sendiri sampai merasa tidak enak hati saat mendengar pertanyaan Aerin. Padahal ia hanya menantu, tapi ia bisa merasakan kesedihan yang Minhyun dan Jungkook rasakan akibat respon yang Aerin berikan.

 

Terdengar hembusan berat yang keluar dari mulut Minhyun.

 

ā€œAyah khawatir, karena itu Ayah datang.ā€

 

Aerin mengerut, lalu berucap tidak yakin.

 

ā€œOh, terima kasih..ā€

 

Tapi bibirnya kembali terbuka karena rasa tidak percayanya yang begitu besar.

 

ā€œBenaran? Bukan karena ada sesuatu yang ingin Ayah bicarakan?ā€

 

Lagi-lagi Minhyun dibuat bungkam. Pertanyaan biasa yang Aerin lontarkan terdengar seperti serangan untuknya. Membuat gelisah dan tidak nyaman.

 

Aerin yan melihat gelagat sang Ayah, mendesis sinis.

 

ā€œAh, sudah ketebak. Jadi apa yang ingin Ayah katakan, enggak usah bilang khawatir sama aku kalau tujuan utama Ayah itu yang lain.ā€

 

ā€œRin, bisa enggak kamu jangan nyudutin Ayah?ā€ Jungkook akhirnya membuka suara.

 

Aerin tersenyum miring. Ia menatap Jungkook dengan tatapan remehnya.

 

ā€œJeon Jungkook, bisa enggak kamu dan keluargamu berhenti membebani hidupku?ā€ Tanya balik Aerin yang membuat Jungkook kembali terdiam. Tidak tahu harus menjawab apa.

 

Pertanyaannya dibalas pertanyaan yang begitu sulit untuk ia jawab, atau tidak tahu jawabannya.

 

ā€œKok diem?ā€ Aerin kembali bertanya saat tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut saudara kembarnya itu.

 

Ia mendecih.

 

ā€œMakanya Kook, kalau mau ngomong dipikirin dulu ya. Malu nanti sama rekanan kamu kalau kejadiannya sama orang lain. Nanti Kakek malah nyuruh aku yang aneh-aneh karena kesalahan kamu itu lagi.ā€

 

Balasan Aerin membuat Jungkook semakin terhenyak. Ia tidak menyangka dengan ucapan Aerin yang begitu pedas dan menyakitkan. Ia merasa tidak mengenali sosok di depannya.

 

Merasa kalau kedua anaknya akan semakin bertikai, Minhyun akhirnya melerai.

 

ā€œSudah.. sudah..ā€

 

Ia menegakkan posisi duduknya.

 

ā€œKamu benar Aerin, selain karena khawatir ada hal yang ingin Ayah sampaikan. Ini tentang pernikahan kalian.ā€

 

Aerin bergeming. Ia sebenarnya sudah malas dan lelah jika membicarakan tentang pernikahannya. Dan ia juga tahu apa yang akan Ayahnya katakan.

 

ā€œKalian baik-baik saja kan?ā€

 

Jaehyun mengangguk sementara Aerin memilih diam dengan air muka tidak tertarik.

 

"Ayah senang mendengarnya.ā€

 

Minhyun menarik napas, lalu mengembuskan berkala.

 

ā€œSebenarnya kemarin Nenek sempat menyinggung tentang pernikahan kalian. Nenek sempat bertanya apakah kamu sudah hamil atau belum? Nenek ingin mengirimkan ramuan herbal jika kamu mau, katanya bisa untuk membantu kesuburan.ā€

 

Mendengarnya membuat Aerin tertawa sinis. Kepalanya menggeleng singkat. Tidak habis pikir dengan keluarganya sendiri. Setelah mengekangnya, memaksanya untuk menikah, sekarang memaksanya untuk hamil, lalu nanti apa lagi? Hamil anak kedua? Anak ketiga? Terus saja sampai ia mampus.

 

ā€œAku belum hamil, dan bilang ke Nenek enggak perlu repot-repot mau ngirimin ramuan-ramuan itu. Kondisi sistem reproduksi aku sehat dan normal, jadi gak perlu tuh obat-obatan kayak gitu.ā€

 

ā€œKalau mau banget punya cicit, suruh aja cucu yang lain buat nikah. Kalau Jungkook harus fokus ke perusahan, kan masih ada cucu yang lain. Ya misalnya yang kemarin buat ulah sampe bikin suaminya sendiri kena serangan jantung.ā€ Sambung Aerin.

 

Aerin mengubah posisi duduknya. Ia juga melepaskan lipatan tangannya untuk ditautkan di atas pangkuan.

 

ā€œLagi pula aku udah enggak punya kewajiban untuk berbakti lagi. Semua udah selesai dengan pernikahan ini. Kalau mau nyuruh buat nunjukin baktinya, suruh cucu yang lain aja. Aku capek. Kenapa harus aku terus yang diminta sedangkan yang lain dibebasin.ā€

 

ā€œAerin, bukan gitu. Maksud Nenek itu-ā€

 

ā€œTapi itu maksud Nenek, Yah.ā€ Selanya cepat.

 

ā€œBisa enggak Ayah lihat dari sudut pandang aku. Berpikir dari sisi aku. Pahamin rasanya jadi aku. Kalau Ayah enggak bisa, Ayah cukup diem aja. Enggak usah ikut campur lagi kehidupan aku. Biarin aku jalani hidupku sesuai kemauan diri aku sendiri. Dan berhenti belain keluarga Ayah yang makin lama makin toxic. Karena Ayah akan menjilat ludah Ayah lagi kalau tetep kayak gini. Ayah enggak lupa kan sama omongan Ayah di makam Grandma?ā€

 

Aerin berkata dengan menggebu. Seluruh emosinya ditumpahkan ke dalam kalimat yang ia lontarkan.

 

ā€œKalau Ayah lupa, aku ingetin lagi. Ayah janji di depan makam Grandma untuk berlaku adil dan menjamin kebahagiaan aku dan Jungkook.ā€

 

ā€œTapi coba lihat sekarang? Emang Ayah udah adil sama aku dan Jungkook? Apa Ayah juga udag yakin kalau aku bahagia?ā€

 

Pertanyaan Aerin kembali membungkam sang Ayah. Membuat Minhyun kembali teringat juga dengan ucapannya saat pemakaman sang Ibu mertua. Ia seperti tengah dikuliti di depan banyak orang. Rasanya malu, saat ia melupakan janjinya dan Aerin yang malah mengingatkan disaat ia tidak tahu kondisi anak gadisnya.

 

ā€œSelama lima bulan ini, pernah kalian nanya sekali aja tentang keadaan aku? Apa aku seneng, sedih, atau aku udah bisa nerima pernikahan ini atau belum? Enggak kan? Kalian sibuk nentuin kelanjutan kisah hidup aku setelah kalian berhasil ngebuat aku menjalani janji antara Kakek sama sahabatnya. Yang buat janji siapa yang harus ngejalanin siapa. Lucu deh..ā€

 

Di akhir kalimatnya, Aerin tertawa. Tawa menyedihkan yang membuat ketiga laki-laki di sana merasa sakit. Mereka tidak tahhu apa-apa, tapi dengan tidak tahu dirinya selalu meminta pada Aerin.

 

ā€œKarena kalian enggak ada yang tanya, aku yang akan kasih tahu.ā€

 

ā€œYah, aku sama sekali enggak ngerasain apa-apa. Aku enggak seneng, aku juga enggak sedih, kecewa pun mulai mudar, marah juga udah capek. Aku makin lama, makin mati rasa kalau Ayah tahu. Dan Ayah tahu itu karena apa, karena Ayah dan keluarga Ayah. Jadi STOP Yah. Sampe sini aja. Aku capek!ā€

 

Aerin menarik napas sangat dalam. Ia merasa sesak di dadanya sedikit berkurang setelah berhasil mengutarakan perasaan yang dipendam selama ini. Lalu napas itu diembuskan kembali bersama dengan perasaan yang sudah berhasil ia sampaikan.

 

ā€œUdah ya Yah, enggak usah bahas atau mikirin kehidupan aku. Cukup fokus dengan kehidupan masing-masing aja. Aku dengan kehidupan aku. Ayah dengan kehidupan Ayah sendiri, Jungkook sebagai pewaris keluarga Jeon kan, terus kesehatan Kakek sama Nenek karena Ayah anak laki-laki satu-satunya. Terus Nenek sama Kakek dengan kehidupan mereka. Bilangin enggak usah pusing-pusing mikirin aku cukup pikirin kesehatan sendiri, nanti kebanyakan pikiran malah sakit, terus aku yang disalahin karena enggak mau denger. Padahalkan aku udah sering banget bilang kalau biarin aku jalanin hidupku sendiri, dan aku janji enggak akan ngerusak nama baik Jeon kayak yang udah pernah kejadian sebelumnya.ā€

 

Aerin berdiri. Membuat ketiga pasang mata itu langsung mengangkat kepala mereka. Mata mereka tidak lepas memperhatikan setiak gerak Aerin.

 

ā€œAyo kita makan. Bibi Kim udah nyiapin makan malam. Ayah sama Jungkook juga pasti belum makan kan, karena mikirin omongan Nenek.ā€ Ujar Aerin terlampau santai. Tanpa menunggu respon sang Ayah, Jungkook, maupun Jaehyun ia pergi mendului ketiganya menuju ruang makan.




T . B . C



- DF -

 

Comments

Popular Posts