How Hurt : Part 28


 



(DISCLAIMER: Penggunaan nama tokoh dalam cerita tidak ada hubungannya dengan sosok asli dalam kehidupan sebenarnya.)


.

.

.


 



Aerin mengepalkan tangannya erat-erat, seperti menyalurkan kemarahan yang kini menyelimuti dirinya. Bagaimana tidak? Belum selesai urusan persidangannya, kini muncul masalah baru yang begitu memicu amarahnya. Sebuah kemarahan untuk sang Kakek -lagi.

 

ā€œAna tenang.ā€

 

Aiden yang sejak tadi bersama Aerin berusaha untuk meredakan kemarahan Aerin. Tangannya bergerak mengusap kepalan tangan yang telah memutih karena terlalu keras dikepalkan.

 

ā€œEnggak bisa!ā€ Aerin menggeram marah.

 

ā€œDia tega banget ngancurin usaha kita padahal dia enggak membantu apapun!ā€

 

Dadanya naik turun dengan deru napas yang cepat.

 

ā€œAna, dia cuma buat investor itu enggak jadi investasi. Usaha kita masih bisa dilanjutkan. Kamu jangan takut, kita cari jalan keluarnya sama-sama.ā€

 

ā€œEnggak Den! Dia udah buat calon investor kita enggak jadi investasi. Dia jahat banget Den!ā€

 

Aerin mulai terisak. Semua kemarahan yang ia rasakan sangatlah besar sampai membuat emosinya tidak bisa dikontrol lagi.

 

ā€œKenapa dia enggak bisa biarin aku sendiri. Aku udah ngelakuin semuanya, apa masih kurang pengorbanan aku selama ini? Dia dan keluarganya mau apa lagi dari aku?ā€

 

Aerin terisak hebat dengan bahu yang bergetar. Aiden yang melihat itu dengan cepat menarik Aerin ke dalam pelukannya. Mengusap punggung dan kepalanya bergantian.

 

ā€œKita masih ada beberapa investor alternatif lain. Usaha kita masih bisa berlanjut. Jadi kamu tenang dulu, jangan nangis kayak gini.ā€

 

Aerin menggeleng dalam pelukan Aiden. Setelahnya ia menjauhkan dirinyda dan mengapus kasar air mata yang jatuh membasahi pipi.

 

ā€œEnggak. Kita enggak bisa diem aja. Orang-orang seperti mereka pasti akan ngelakuin hal yang sama kalau kita tetep diem. Kita harus menemui mereka!ā€

 

Aiden membulatkan matanya.

 

ā€œA-Apa?ā€

 

ā€œKita ke rumah neraka itu sekarang!ā€

 

Aerin bergegas berdiri untuk mengambil tasnya. Namun pergerakannya terhenti oleh Aiden yang menahan tangannya.

 

ā€œIni udah malam.ā€

 

ā€œItu lebih bagus Den, karena seluruh keluarga pasti lagi berkumpul. Dan aku juga akan memberikan hadiah lain untuk mereka.ā€

 

Tanpa menunggu jawaban lain, Aerin langsung meninggalkan Aiden yang termenung di sofa. Sampai ia tidak menyadari keberadaan Aerin yang telah kembali dengan tas dan sebuah amplop coklat.

 

ā€œAyo..ā€

 

Aerin berjalan lebih dulu meninggalkan apartemen menuju lobi untuk menunggu taksi yang telah dipesan saat akan meninggalkan kamar. Aiden yang tidak mau tertinggal, buru-buru mengikuti langkah Aerin. Dengan langkahnya yang lebar, Aiden dapat menyamakan jarak mereka. Tidak lama setelah lift yang membawa mereka berhenti, taksi yang Aerin pesan pun tiba dan berhenti tepat di depan pintu lobi.

 

Tanpa membuang waktu, Aerin langsung masuk diikuti Aiden yang melalui sisi pintu lainnya. Selama diperjalanan Aerin terus berharap kalau setelah malam ini urusannya dengan keluarga sang Ayah akan berakhir. Benar-benar berakhir.

 

Ia tidak ingin terus terikat dengan keluarga Ayahnya lagi. Sudah cukup pengorbanan yang ia lakukan. Aerin tidak mau lagi mengenyampingkan kebahagiaannya hanya untuk keluarga yang tidak memperdulikannya.

 

Tanpa terasa, perjalanan melewati padatnya jalan akhirnya selesai. Taksi yang ditumpangi Aerin berhenti di depan pagar rumah keluarga Jeon. Melihat rumah besar dan mewah yang lebih mirip neraka untuknya, mengingatkan kembali dirinya pada kisah kelam hidupnya. Hal itu semakin membakar amarah yang memenuhi dadanya.

 

ā€œIni Pak.ā€ Aiden menyerahkan beberapa lembar uang kepada supir taksi sedangkan Aerin turun dari sana. Aiden mengikuti langkahnya sampai mereka berdiri berjejer dengan menghadap ke dalam rumah.

 

ā€œKamu siap?ā€

 

Aiden menatap bingung sosok gadis di sebelahnya.

 

ā€œKamu serius nanya itu ke aku?ā€

 

Pertanyaan Aiden membuat dahi Aerin mengkerut.

 

ā€œTentu! Karena aku udah siap banget buat ketemu sama orang-orang jahat itu. Aku mau semua masalah yang kita alami selesai malam ini. Aku mau bebas Den. Aku mau jalanin hidup aku kayak orang lain.ā€

 

Ada sesak yang dirasakan Aiden ketika mendengar keinginan Aerin dengan suara yang putus asa. Hal yang lumrah tetapi tidak untuk Aerin.

 

ā€œAku akan selalu mendukung mu.ā€

 

ā€œTerima kasih.ā€

 

Mereka berpelukan. Dalam dekapan hangat Aiden, Aerin merasa begitu dilindungi. Perasaan yang tidak pernah ia rasakan bahkan dengan Jungkook sekali pun.

 

ā€œAyo kita akhiri semuanya malam ini Ana.ā€

 

Aerin mengangguk. Kaki jenjangnya kemudian melangkah dengan pasti memasuki rumah besar yang menjadi tempat tinggalnya selama ini. Tangannya bergerak menekan bell  yang terpasang di sisi pintu, lalu menunggu beberapa saat hingga pintu besar itu dibuka oleh seorang wanita yang merupakan kepala asisten rumah tangga di sana. Wanita itu terlihat terkejut dengan kedatangan Aerin, tapi sedetik kemudian ia menyunggingkan senyum hangat dan menyambut kedatangan Aerin dan senyum.

 

ā€œNona, silahkan masuk.ā€

 

ā€œApakah Kakek dan Ayah sudah pulang?ā€ Tanya Aerin dengan membawa langkah kakinya melewati pintu utama.

 

ā€œSeluruh anggota keluarga sedang berkumpul di ruang tengah. Mari saya antar..ā€

 

Aerin menggeleng yang membuat wanita itu bingung.

 

ā€œEnggak usah, Bibi istirahat aja. Aku enggak lupa kok letak ruangan di rumah ini.ā€ Gurau Aerin yang membuat wanita itu tersenyum lebar.

 

ā€œBaik, kalau begitu saya permisi kembali ke belakang Nona.ā€

 

Setelah melihat Aerin yang mengangguk, wanita itu berangsur pergi. Aerin dan Aiden ikut meninggalkan lorong depan menuju ruangan dimana seluruh anggota keluarga Jeon sedang berkumpul. Aiden tidak pernah melepaskan genggamannya bahkan ketika mereka telah sampai di ruangan yang dimaksud tadi. Aerin menggenggam erat tangan besar Aiden, begitu pula Aiden yang semakin mengeratkan genggamannya ketika seluruh anggota keluarga menyadari keberadaan mereka.

 

ā€œAerin!ā€

 

Jungkook berdiri dari duduknya dan menghampiri Aerin. Tangannya menarik pelan pundak Aerin hingga ia bisa memeluk tubuh kecil itu. Tapi tubuh Aerin tidak sepenuhnya berada dalam rengkuhannya. Hal itu yang membuat Jungkook melerai lingkaran tangannya dan melihat jika Aerin dan Aiden saling menggenggam erat.

 

ā€œAerin.ā€ Panggil sang Ayah yang membuat Aerin melepaskan atensinya dari Jungkook.

 

ā€œKamu datang Nak.ā€

 

Pria setengah baya itu menghampiri sang anak dan memeluknya. Tapi sama seperti Jungkook, pelukan itu terhalang oleh tangan Aerin yang tertahan di belakang tubuhnya.

 

Minhyun memperhatikan genggaman erat itu. Ada perasaan janggal yang mengusik ketenangannya. Ia menelisik raut wajah Aerin maupun Aiden, tetapi keduanya tidak menunjukkan apa-apa. Hanya ada wajah datar dan pandangan dingin.

 

Karena tidak menemukan jawaban dari kebingungannya, Minhyun mempersilahkan keduanya untuk bergabung yang dijawab anggukan kepala singkat oleh Aerin.

 

ā€œJadi ada apa? Masih ingat dengan rumah ini?ā€

 

Baru saja bokong mereka menyentuh permukaan sofa, Gyusang -sang Kakek- sudah menyambut mereka dengan pertanyaannya.

 

Aerin memasang senyum miringnya. Pertanyaan sang Kakek membuat ia sadar jika Kakeknya memang menunggu momen ini. Momen kedatangannya untuk sebuah konfirmasi. Tapi Aerin tidak perlu mengkonfirmasinya lagi karena jawabannya sudah ia dapatkan dari reaksi yang ia terima.

 

ā€œSepertinya Kakek udah tau atau malah ini rencana Kakek?ā€

 

Gyusang tidak menjawab.

 

ā€œJadi bener, Kakek yang ngebuat galeri gagal dapet investor?ā€

 

Jungkook dan sang Ayah tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya, bahkan Nenek mereka ikut bereaksi sama. Mereka tidak menyangka dengan apa yang baru saja dilontarkan Aerin. Sedangkan sang Kakek dengan santainya malah mengambil cangkir teh dan menyesap cairan di dalamnya.

 

Melihat itu membuat Aerin kembali dirundung kemarahan. Ia mengepalkan tangannya tapi Aiden dengan cepat menggenggamnya dan memberikan usapan lembut.

 

ā€œEnggak usah dijawab, liat reaksi Kakek sekarang ini udah ngasih jawabannya kok.ā€

 

Aerin menarik napasnya panjang.

 

ā€œKenapa Kek? Kok Kakek jahat banget? Apa belum cukup dengan pengorbanan yang aku lakuin?ā€

 

Gyusang berdeham. Ia membenarkan posisi duduknya menjadi lebih tegap.

 

ā€œIni cara Kakek mengingatkanmu jika kamu masih bagian dari keluarga Jeon.ā€

 

Tawa sinis Aerin pecah bersama dengan air mata yang keluar dari ujung matanya.

 

ā€œSegitunya Kek? Wow.. bener-bener tipikel keluarga Jeon..ā€

 

ā€œSeperti itulah. Jadi kalau kamu masih ingin menjadi bagian dari keluarga ini, jangan pernah membantah Kakek. Sudah cukup Kakek mentolerir kelakuan kamu yang mengajukan pembatalan pernikahan.ā€

 

Tidak tahan lagi, Aerin akhirnya mengeluarkan map coklat dari dalam tasnya. Ia letakkan benda tipis itu di atas meja dengan hentakan kecil hingga terlihat jika Aerin melemparkannya.

 

ā€œSetelah ini tidak ada alasan lagi untuk Kakek oh sorry maksudnya Tuan Jeon yang terhormat untuk mencampuri urusan ku dan juga galeri.ā€ Ucap Aerin dengan lantang lalu langsung pergi meninggalkan rumah yang menjadi tempat tinggalnya 20 tahun terakhir ini.

 

ā€œI guess Mr. Jeon will hold a party to celebrate that.ā€ Aiden menunjuk map dengan dagunya lalu mengikuti langkah Aerin.

 

ā€œExcuse me..ā€ Pamitnya sebelum tungkai panjang itu melangkah lebih jauh meninggalkan rumah yang mirip seperti neraka.

 

Jungkook buru-buru membuka isi map itu. Matanya membulat dengan debaran hebat di dada ketika rentetan kata yang tertulis pada selembar kertas itu menyatakan jika sejak 1 bulan lalu Aerin tidak lagi bernama Jeon Aerin, melainkan Analie Saana. Sebuah nama yang tak asing untuk Jungkook, tapi terasa menyakitkan ketika melihatnya.

 

ā€œYah..ā€

 

Suara parau Jungkook membuat Minhyun menoleh dan mengambil kertas itu dari tangan sang Anak. Seluruh kalimat di kertas itu dibaca hingga Minhyun tanpa sengaja menjatuhkan kertas yang merupakan keputusan pengadilan itu dari tangannya.

 

Rasa sakit langsung menyerang dada bersama dengan penyesalan dan perasaan gagal yang berlomba-lomba untuk menjadi pemenang. Menimbulkan rasa sesak yang tiada tara hebatnya. Ia gagal. Gagal untuk menjaga sang anak. Gagal untuk memberikan kebahagian yang sudah semestinya ia berikan. Yang paling membuatnya sesak adalah kegagalan untuk menjalankan janji yang ia buat di makam Sofia.

 

Sedangkan Jungkook, di detik kesadarannya kembali, ia langsung pergi mengejar Aerin dan juga Aiden yang telah pergi. Tidak peduli jika ia tertinggal jauh. Yang jelas ia hanya ingin berlari, berlari sejauh yang di bisa untuk menumpahkan seluruh emosi yang membelenggu dirinya.

 

ā€œAERIN.ā€

 

Jungkook mengencangkan larinya kala netra gelapnya menemukan keberadaan Aerin dan Aiden yang baru saja menghentikan taksi. Berlari sekuat dan secepat yang ia bisa sebelum taksi itu membawa pergi sang adik.

 

ā€œTUNGGU.ā€

 

Peluh yang membasahi kening dengan jantung yang berdebar tidak menghentikan kaki Jungkook untuk berlari. Ia malah semakin menggunakan seluruh tenaganya dikala rasa takut akan kehilangan itu semakin menguasai diri.

 

Tidak. Tidak bisa.

 

Ia tidak bisa kehilangan Aerin untuk yang kedua kalinya, walau sebenarnya jauh sebelum itu ia sudah kehilangan adik perempuannya.

 

ā€œJungkook?ā€

 

Aerin begitu kaget kala tubuh tegap itu menabrak tubuhnya. Ia semakin dibuat terkejut dengan isakan yang keluar dari mulut Jungkook bersama dengan lingkaran tangan di tubuhnya yang memeluk erat.

 

ā€œJangan.. jangan Rin.. jangan tinggalin aku.ā€ Racaunya dengan wajah yang bersembunyi di ceruk leher Aerin.

 

ā€œAku memang bukan saudara yang baik. Aku bukan kakak yang bisa menjaga adiknya. Tapi tolong, jangan tinggalin aku. Aku sayang kamu. Aku butuh kamu.ā€

 

Jungkook masih menangis dan masih memeluk erat tubuh Aerin yang terdiam. Bukan karena tidak ingin, tetapi Aerin begitu terkejut dengan keberadaan Jungkook dengan air mata yang membasahi kedua pipinya. Jangan lupakan dengan isak memilukan yang begitu menyentil hatinya.

 

ā€œKenapa?ā€

 

Jungkook melepaskan pelukannya hanya untuk bisa menatap mata Aerin.

 

ā€œKenapa Kook? Kenapa baru sekarang kamu kayak gini?ā€

 

Pertanyaan Aerin semakin membuat Jungkook tidak bisa menyembunyikan tangisnya. Jungkook menangis semakin hebat. Tubuhnya ikut terjatuh hingga ia menjadi bersimpuh di depan Aerin.

 

ā€œMaaf Rin.. maafā€¦ā€

 

Kata maaf terus terucap dari bibir Jungkook. Ia tidak akan berhenti karena hanya itu yang dapat ia katakan atas semua yang terjadi. Ia tahu kegagalan dan kesalahannya, maka meminta maaf adalah hal pertama yang harus dirinya lakukan.

 

Memang penyesalan itu datangnya selalu di akhir, dan hal itu yang kini Jungkook rasakan. Ia menyesali kebodohan yang membuat luka besar untuk Aerin. Ia menyesali pengabaian yang ia lakukan karena ternyata begitu meninggalkan bekas di hati Aerin. Dan pada akhirnya, ia hanya berharap jika hal jahat itu hanya ia lakukan di mimpi.

 

ā€œMaaf mu enggak ngubah apa pun, jadi berhenti aja.ā€

 

ā€œEnggak Rin, enggak.ā€ Jungkook menggeleng cepat.

 

ā€œAku tetep harus minta maaf. Maaf Aerin, maaf karena aku udah gagal jadi kakak untuk kamu. Maaf karena ternyata aku mengingkari semua janji ku.ā€

 

ā€œAndai aku enggak ngikutin ucapan Kakek untuk mengabaikan mu, mungkin keadaannya enggak kayak gini. Andai aku dulu berani untuk nolak keinginan Kakek. Andai aku bisa berpikir lebih panjang lagi. Andai semua kebodohan ini enggak aku lakuin.ā€

 

Pengakuan Jungkook membuat Aerin bingung sampai dahinya ikut mengerut.

 

ā€œApa maksud mu?ā€

 

Masih dengan tangis yang tidak bisa dibendung, vokal Jungkook kembali terucap dan kali ini membuat Aerin serta Aiden terkejut bukan main.

 

ā€œSaat Ibu pergi, Kakek meminta ku untuk enggak selalu nemenin kamu. Kalau aku ngelanggar, Kakek akan bawa kamu pergi Rin. Kakek bilang supaya kamu enggak manja karena udah enggak ada Ibu.ā€




T . B . C



- DF -


 

Comments

Popular Posts