Jia - Boundary
Lee Jia ā Jung Jaehyun
Kakiku benar-benar pegal setelah menempuh
satu jam perjalanan pulang kantor, berdiri sepanjang perjalanan di bus dan
lanjut berjalan kaki dari pemberhentian bus sampai ke kamar kos-an. Aku sangat
butuh berbaring di kasur, aku langsung mengempaskan tubuh ke atas kasur begitu
berada di dalam kamar. Hari ini pekerjaan seolah tidak ada habisnya, semua
orang sibuk memastikan semua pekerjaan selesai sebelum akhir tahun tiba.
Aku menarik napas dalam kemudian
mengembuskannya pelan-pelan. Akhirnya ada sesuatu yang bisa kulakukan tanpa
terburu-buru. Namun niat untuk bermalas-malasan langsung pergi begitu teringat janji penting yang kubuat tadi siang. Aku segera menegakkan tubuh, kemudian
mencari ponsel di dalam tas.
Aku sudah janji akan menelepon
Jaehyun setelah pulang kantor. Seharian aku sibuk sekali sampai tidak sempat
membalas pesannya. Kami ada rencana melewatkan waktu bersama di akhir pekan
setelah hari natal kemarin kami batal pergi bersama karena tiba-tiba aku harus
ke kantor. Sehingga tadi siang aku berjanji akan benar-benar meluangkan waktu
menghubunginya saat sudah sampai di rumah.
āKemana sih dia?ā Aku melirik
layar ponsel, melihat waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Biasanya dia
sudah di rumah, siap-siap untuk main game football manager di kamarnya.
Aku mencoba meneleponnya untuk
yang ketiga kali namun hanya nada tunggu panjang yang canggung kembali menyapa telingaku. Mungkin hari ini Jaehyun
ada kegiatan dadakan yang membuatnya sibuk sekali. Aku berusaha berpikir
positif ketika meletakkan ponsel di meja rias. Sepertinya aku perlu mandi air
hangat supaya pikiran dan tubuhku lebih rileks.
****
Aku merasa terlahir kembali
begitu selesai membersihkan diri. Seolah setengah bebanku sudah terbasuh
bersama busa yang larut di lantai kamar mandi.
āApa sudah ada kabar dari pacarku
yang sibuk itu?ā gumamku begitu meraih ponsel.
Sambil menghempaskan diri ke kasur, aku membuka pesan masuk
dari Jaehyun.
āAku ada urusan sebentar dengan teman-teman kantor.
Nanti kuhubungi kalau sudah sampai rumah atau kau mau langsung istirahat?ā
Agak kecewa sih rasanya. Aku
mengira setelah pulang kantor kami bisa saling bertukar kabar, aku juga tidak
sabar membahas rencana kencan besok. Aku mengembuskan napas perlahan, berusaha
mengendalikan diri dan menjadi pacar yang pengertian.
Yah sepertinya aku harus mengerti Jaehyun
sedang sibuk dan mungkin akan lebih baik kalau aku membiarkannya langsung
istirahat saja. Aku mengangguk setuju dengan pikiranku dan bersiap untuk
mengetik pesan balasan, namun perhatianku teralih begitu notifikasi pesan dari Minjoo-teman
kantorku-muncul di bagian atas layar.
Tumben sekali Minjoo mengirimi pesan malam-malam begini. Walaupun kami akrab di kantor tapi kami jarang bertukar pesan di luar jam kantor. Aku menangkap sekelebat pesannya yang diketik dengan huruf kapital. Ada situasi gawat apa yang membuat seorang Seo Minjoo mengirimiku pesan yang penuh dengan huruf kapital?
Aku membuka pesannya dengan
penasaran.
āJIA, AKU MAU KASIH TAHU SESUATU. TAPI JANGAN PANIK
DULU!ā
Aku menggeleng agak terhibur. Justru melihat pesan yang diketik
huruf kapital begini membuatku ingin merasa panik. Di baris kedua pesannya tak
kalah terkesan heboh dan berisik.
āAKU SEDANG MINUM DI BAR LANGGANAN-KU, AKU BENAR-BENAR
STRESS KARENA PEKERJAAN KITA BANYAK SEKALI TAPI BUKAN ITU INTINYA. AKU MELIHAT
ORANG YANG TIDAK ASING!ā
Benar, seharian ini kantor begitu
sibuk bukan cuma banyak pekerjaan yang harus diselesaikan tapi ritmenya juga
terasa benar-benar cepat. Aku mungkin saja ikut Minjoo ke bar kalau tidak ingat
harus menelepon Jaehyun.
āAKU MELIHAT PACARMU DENGAN WANITA LAIN. WANITANYA
MENANGIS DAN PACARMU MEMELUKNYA. AKU MINTA MAAF KALAU TERNYATA SALAH TAPI AKU
SEMPAT MENGAMBIL FOTO MEREKA.ā
Sesaat jemariku berhenti, tidak mengusap layar untuk membaca pesan di bawahnya. Aku berusaha untuk tidak panik, mungkin Minjoo salah lihat orang.
Tak ingin dikuasai rasa takut aku pun menutup
pesan dari Minjoo dan segera menghubungi Jaehyun lagi. Nada tunggu panjang
menyapa telingaku, membuat perasaanku mulai kalut.
Aku mencoba menghubunginya sekali
lagi namun masih mendapatkan hasil yang sama. Jaehyun tidak menjawab
panggilanku. Kemudian aku ingat Jaehyun pernah menjawab panggilanku bahkan saat
ia sedang nonton pertandingan bola bersama teman-temannya.
Kini kecurigaan dan rasa takut
sudah terlanjur menyelimuti pikiranku. Akhirnya daripada merasa cemas tidak berdasar aku
pun kembali membuka pesan dari Mijoo, membaca sisa pesannya yang terabaikan.
Tiga foto yang berisi sosok
familiar langsung menyambutku. Aku menahan amarah dan rasa sesak yang perlahan
mengusik. Aku memperbesar foto-foto tersebut, memastikan sosok yang dimaksud Minjoo
memang Jaehyun pacarku.
Napasku tercekat begitu melihat
wajah Jaehyun cukup jelas. Dadaku sesak menemukan betapa pedulinya Jaehyun pada
wanita di sebelahnya. Tanpa kusadari rasa panas mulai mendera mataku dan air
mata perlahan meluncur. Dari tiga foto itu aku bisa melihat bagaimana Jaehyun
menenangkan wanita di sebelahnya, mengusap kepalanya, membiarkan kepalanya
bersandar di bahunya, dan yang terakhir merengkuh wanita itu ke dalam pelukannya.
āJia? Semoga aku salah. Aku benar-benar minta maaf
kalau aku salah orangā
Aku mengetikkan balasan dengan jemari bergetar.
āTerima kasih
Minjooā
Aku mengabaikan jawaban Minjoo setelahnya karena aku beralih
ke kotak pesan Jaehyun. Menuliskan pesan dan mengirimkan foto-fotonya yang tadi
Minjoo kirimkan.
āSemangat
menyelesaikan āurusanā dengan āteman kantormuā itu. Batalkan saja rencana kita
besokā
Aku menatap nanar layar ponselku,
merasa kecewa dan marah. Lantas membiarkannya tergeletak di atas kasur,
sementara aku membasuh wajah, menatap pantulan wajahku yang memerah dan mataku
yang sembab. Aku berusaha menghentikan air mataku, namun sia-sia saja. Cairan
hangat itu mengalir perlahan dan tanpa henti. Aku menarik napas dalam-dalam,
menahannya sejenak sebelum mengembuskannya dengan amat lelah.
Aku kembali kamar tidur dengan
tubuh lunglai dan kepala yang mulai pusing. Aku cuma berharap dengan tidur perasaan
sesak dan sakit ini akan hilang.
Ponselku berdering, nama Jaehyun terpampang di layar. Aku
bergeming membiarkannya tetap tergeletak di samping tubuhku. Deringnya berhenti
lalu dalam hitungan detik dering kembali terdengar dengan nama penelepon yang
sama. Siklus yang sama terus terjadi selama beberapa saat dan responsku tetap
sama. Hanya menatap ponselku dengan perasaan sakit dan membiarkannya.
Kemudian setelah rangkaian percobaan panggilan yang tidak
berhasil, Jaehyun mengirimiku pesan.
āSayang, aku minta maaf. Tapi ini tidak seperti yang
kau bayangkan. Eun Hye baru saja putus dengan pacarnya yang pernah kuceritakan
dan dia butuh bercerita denganku. Aku minta maaf karena tidak memberitahu yang
sebenarnya, aku tahu kalau kau kurang suka aku menemui Eun Hye. Please, beri
aku kesempatan untuk menjelaskan. Besok kita tetap bertemu ya?ā
Bukannya merasa lebih baik, aku
justru merasa jauh lebih marah. Eun Hye, itu nama sahabat Jaehyun dari SMP.
Sosok yang menjadi duri dalam hubungan kami sejak lama. Namun Jaehyun merasa
reaksiku terhadap tingkah Eun Hye yang terlalu bergantung padanya sangat tidak
masuk akal.
Aku tertawa sinis. Sosok Eun Hye
sangat penting bagi Jaehyun tapi terkadang wanita itu terlalu berlebihan,
seolah ingin menguasai perhatian Jaehyun untuknya sendiri. Sudah beberapa kali
Jaehyun membatalkan kencan kami karena Eun Hye membutuhkannya. Entah karena Eun
Hye butuh ditemani ke rumah sakit, entah karena Eun Hye ingin menjenguk adiknya
di panti rehabilitasi, atau saat Eun Hye butuh pendapat Jaehyun untuk membeli
kado buat pacarnya.
Aku sudah muak. Aku bukannya melarang
Jaehyun memiliki sahabat perempuan, tapi Eun Hye selalu ingin menegaskan posisinya
di hidup Jaehyun. Bahkan saat kami bertemu, berulangkali wanita itu menceritakan
kebiasaan Jaehyun yang menurutnya hanya diketetahuinya karena ia sudah berteman
dengan Jaehyun sejak kecil. Wanita itu selalu ingin aku tahu kalau ia sudah mengenal
Jaehyun lebih lama daripada aku.
Ponselku bergetar, pesan baru
dari Jaehyun kembali datang.
āJia, aku mohon beri aku kesempatan untuk menjelaskan.
Besok kita bertemu dan membicarakan semuanya, ya? Please, jangan mengabaikanku
begini sayangā
Aku lelah berusaha menjadi sosok yang pengertian dan bersikap terkendali. Jadi alih-alih menulis pesan balasan, aku
memblokir nomor Jaehyun kemudian mematikan ponsel. Aku tahu tindakanku benar-benar
tidak dewasa, tapi aku ingin Jaehyun mengerti bahwa aku juga punya batas
kesabaran.
Aku tidak meminta Jaehyun memilih antara aku atau sahabatnya.
Aku hanya ingin Jaehyun sadar bahwa ada kemungkinan Eun Hye menyimpan perasaan
yang lebih untuk dirinya. Aku ingin Jaehyun menyadari Eun Hye mungkin menginginkan
Jaehyun untuk dirinya sendiri, dan fakta itu akan terus mengusik hubungan kami.
Mungkin merusak hubungan indah yang aku dan Jaehyun miliki.
Mungkin lebih baik seperti itu jika Jaehyun selalu pergi dengan sigap setiap
kali wanita itu memanggilnya.
Apa aku salah?
-Finale-
Selamat tahun baru
teman-teman semua!!! Seneng deh bisa balik nulis dan postingan tulisan di blog
ini. Semoga masih ada yang baca.
Sedikit curhat tentang
ide cerita ini. Jadi, tulisan ini berawal dari keluhan orang di twitter karena
pacarnya terlalu care sama temen ceweknya. Dan menurut kalian gimana? Tim yang oke-oke
aja atau tim yang geram?
Semoga kalian
dijauhkan dari pengintil macem Eun Hye gitu yaa..
Itu aja sih yang mau
aku tulis, semoga bisa dapet ide lagi supaya bisa posting secepatnya. Terima
kasih yang udah baca, semoga tahun ini bisa jadi waktu yang lebih baik buat
kita semua.
See you~
GSB
Comments
Post a Comment