BACK TO YOU CHAPTER 2
.
.
Hari itu jadwal koasnya selesai
di sore hari. Namun Kanaya tidak bisa langsung pulang. Dia harus mengikuti
arahan Adista untuk bertemu seorang laki-laki bernama Narenda. Dia adalah sosok
yang rencananya akan dijodohkan dengannya. Ingat, ini masih rencana dan hanya
akan menjadi rencana.
Kanaya memasuki restoran yang
telah direservasi oleh Narenda. Dia diantarkan oleh pelayan ke meja yang telah
disiapkan. Untungnya ia menjadi orang pertama yang datang, sehingga tidak akan
membuatnya merasa tidak enak. Sebenarnya tidak lama, ia menunggu kedatangan
Narenda. Hanya berselang sepuluh menit sosok yang ia tebak bernama Narenda tiba
dan langsung menduduki kursi di seberangnya.
“Maaf saya telat, tadi jalannya
agak padat.”
“Tidak apa, saya paham akan itu.”
Kanaya meletakkan ponselnya
secara terbalik di atas meja untuk menaruh seluruh atensinya pada sosok Narenda
dan juga pembicaraan yang akan mereka lakukan.
“Kamu sudah pesan?”
“Sudah, terima kasih.”
Narenda lalu mengangguk dan
menyebutkan pesanannya pada pelayan. Setelah kepergian pelayan itu, Narenda
baru menyesap sedikit cairan bening dari gelas yang ada di depannya.
“Jadi Kanaya?” Narenda mengulurkan
tangannya.
“Iya, dan kamu Narenda?”
Kanaya membalas uluran tangan itu
dan keduanya saling bejabat tangan.
“Ok, jadi kamu sudah tau
tentang rencana orang tua kita bukan?” Tanya Narenda setelah jabatan tangan itu
terlepas.
Kanaya mengangguk, “Tentu, karena
itu kita bertemu di sini.”
“Jadi bagaimana? Apa kamu
setuju?”
“Sayangnya kedatangan saya ini
bukan untuk menyampaikan itu, saya ingin meminta kamu untuk menolak rencana
ini.”
Narenda dibuat bingung. Dia
bahkan sampai mengerutkan dahinya.
“Kenapa?”
“Simpel, saya tidak mau terlibat
dalam rencana ini dan mengorbankan kehidupan saya.”
Jawaban Kanaya membuat Narenda
diam. Dia bingung dan tidak tahu harus menjawab apa. Dia tidak mengerti letak
salah dari sebuah perjodohan. Apakah seburuk itu sampai Kanaya merasa jika
rencana ini hanya mengganggu hidupnya.
“Kenapa kamu bisa berpikir
seperti itu?” Tanyanya setelah menghabiskan dua menit untuk mencari jawaban
yang tepat atas ucapan Kanaya.
Mendengar pertanyaan dari
Narenda, Kanaya malah tertawa pelan.
“Karena saya meyakini jika
sesuatu yang dipaksakan tidak akan pernah berjalan dengan baik. Jadi, sampai
kapan pun saya tidak akan pernah setuju dengan rencana ini.”
“Kita bisa mencoba untuk saling
mengenal kan? Mereka tidak akan memaksa kita untuk menikah besok.”
Lagi-lagi Kanaya dibuat tertawa
dengan ucapan Narenda.
“Kamu terlalu naif Narenda.
Mereka tidak akan membuang waktu untuk hal yang sudah disetujui. Karena itu,
aku menyetujui pertemuan hari ini untuk mengajak mu bekerja sama.”
Narenda kembali merengut. Dia
semakin tidak bisa memahami kemana arah pikir Kanaya.
“Kerja sama?”
“Iya, kerja sama untuk menolak
rencana mereka. Kamu bisa bilang ke orang tua mu dan aku akan mengatakannya
kepada mami dan papi ku. Setelah itu mereka tidak akan melanjutkan rencana
ini.”
Untuk kesekian kalinya, Narenda dibuat
terdiam dengan ucapan Kanaya. Ini adalah kali pertama Narenda bertemu dengan
sosok seperti Kanaya. Ia adalah sosok pintar yang mampu mengolah kata hingga
membuat lawan bicaranya kesulitan. Dan ini terjadi padanya. Dia begitu bingung
untuk menjawab tawaran Kanaya, lebih tepatnya dia bingung dengan kata yang akan
diucapkan.
“Kenapa kamu berpikiran seperti
itu?”
“Karena ini cara yang mudah untuk
membatalkan rencana perjodohan ini. Kalau kita menolak, mereka tidak akan
memaksa.” Jawab Kanaya yang mulai kesal.
Bagaimana tidak, sosok di
depannya terus saja menanyakan hal bodoh yang sebenarnya tidak perlu dirinya jawab
karena sejak awal dia sudah mengatakan bahwa ia tidak setuju dengan rencana
orang tua mereka.
“Ok, kalau begitu saya
tidak akan melakukannya.”
“APA?!” Sergahnya tidak percaya.
“Iya, saya akan tetap menyetujui
rencana ini.”
“Apa alasannya? Kita enggak
saling tau sebelumnya dan kamu bisa dengan mudah menerima ini semua.”
“Mudah saja, saya hanya tidak
ingin mengecewakan ibu saya. Dia begitu ingin melihat saya menikah, dan dengan
rencana ini otomatis keinginananya dapat saya wujdukan.”
Kanaya tidak bisa menerima
jawaban Narenda hingga tanpa dirinya sadari tangan yang ada di atas meja
terkepal dengan kuat. Kukunya menekan kencang telapak tangan yang akan
meninggalkan bekas di sana.
“Ok, kalau gitu berarti
kamu lebih memilih untuk menghancurkan hidup orang lain.”
“Maksud mu? Hidup siapa yang
hancur karena perjodohan kita?”
Kanaya tertawa sinis dengan
menatap remeh sosok Narenda.
“Hidup saya. Kamu lebih memilih
membuat hancur hidup saya yang sudah susah payah saya jalani hanya untuk
membuat ibumu tidak kecewa. Ya, saya tau kamu adalah anak yang berbakti. Tapi
bisakah kamu memikirkan mana dampak yang lebih besar dari keduanya. Sebuah rasa
kecewa atau kehancuran yang tidak akan pernah bisa diperbaiki.”
Kanaya mengambil ponselnya dan
juga tas tangan yang ada di kursi. Dia menatap dengan dingin sosok Narenda yang
masih memperhatikannya.
“Jika memang kamu tetap
menyetujui rencana ini, silahkan saja karena saya akan tetap menolaknya. Saya
akan melakukan apa yang bisa saya lakukan untuk membatalkan rencana ini.”
Lalu tubuhnya berdiri dan membuat
Narenda harus sedikit mendongak.
“Karena sudah tidak ada yang
perlu dibicarakan lagi, saya pamit. Terima kasih untuk waktunya, permisi.”
Tanpa menunggu jawaban Narenda,
Kanaya lebih dulu meninggalkan meja itu. Membuat Narenda semakin terdiam dengan
segala respon yang dirinya terima. Ia hanya bisa melihat punggung Kanaya yang
semakin menghilang tanpa tahu harus melakukan apa. Dalam pikirannya ia terus
menanyakan apakah ia telah salah mengambil keputusan.
T . B . C
- DF -
Comments
Post a Comment