Marry Me - Chapter 5 ( Just Slowly )





Cast : Jang Hyunra
          Bang Min Soo
        
Genre : romance, married life

Rating : PG 13




PREVIOUS CHAPTER








Tujuh tahun yang lalu…





Setiap orang memiliki mimpinya masing-masing dan setiap orang berhak mewujudkan mimpinya. Tak terkecuali dirinya. Harusnya begitu, namun tak bisa semudah itu. Monster menyeramkan yang kerap melarangnya melakukan ini dan itu, terus saja mengekangnya untuk melakukan apa yang ia mau. Monster itu bahkan memasukkannya ke sekolah bisnis. Padahal monster itu tahu apa yang ia inginkan, ia ingin masuk sekolah desain. Demi Tuhan sekolah desain.





“ Membuat keributan lagi?” suaranya yang serak dan berat menyudutkannya. Dan akan terdengar seperti itu, selalu.





Ia tak menghiraukan wajah murka di depannya serta wajah cemas di sebelahnya. Wajah murka itu milik si monster atau sebut saja ayahnya, dan wajah cemas yang nyaris menangis itu milik ibunya. Wanita yang begitu mencintainya, namun tak pernah bisa membelanya.





Selagi ayahnya menatapnya dengan seram, ia hanya mengayun-ngayunkan kakinya dengan susah payah. Selepas menit-menit penuh ketegangan, ayahnya menggebrak pelan meja di depannya. Pria itu masih menatapnya, ia pun tak takut untuk menanggapinya.





“ Kau pikir dengan begini aku akan mengubah keputusanku dan mengirimmu ke sekolah desain?” pria itu menyeringai menang. Kepalanya dimiringkan sedikit dan matanya menyorot tajam ke arahnya yang merasa kerdil di kursinya.





“ Jangan bermimpi. Sekarang terserah apa yang ingin kau lakukan, tawuran, atau apapun itu. Yang jelas kau tidak akan pernah mendapatkan apa yang kau mau,” tukas pria itu sebelum beranjak meninggalkan ruangan.






Tak lama terdengar bunyi pintu dibanting. Ia masih tak bersuara, kepalanya tertunduk dalam. Ia tersenyum pahit, sudah tak tahan dengan perlakuan monster tadi. Sementara ia masih merenungi nasibnya, sang ibu mendekatinya.






Ia mendongak begitu merasakan elusan pelan di kepalanya. Seorang wanita berwajah sedih yang tengah mengatupkan bibirnya rapat-rapat telah berdiri di hadapannya. Matanya berair, tangannya gemetaran dan embusan napasnya terdengar lelah.





“ Berhenti menyakiti dirimu sendiri, Minsoo-aa.”





Ia menundukkan pandangannya, menarik napas pelan sebelum kembali menatap ibunya. “ Aku hanya sedang berusaha untuk mendapatkan apa yang kuinginkan,” tanggapnya pelan.






“ Jika saja ia membiarkanku, setidaknya untuk bernapas dengan cara yang kumau, aku akan mempertimbangkannya. Tapi tidak, ia bahkan telah mengatur semuanya.”






Ia menurunkan tangan ibunya dan menempatkan ke posisi semula, tepat di kedua sisi tubuhnya yang gemetaran. Setelah itu ia bangun dan meninggalkan ruangan.





*****






Kepulan asap rokok berkumpul di atas kepalanya kemudian hilang pelan-pelan tertiup angin. Minsoo menyandarkan kepalanya, mengembuskan asap ke udara sambil menutup matanya.





“ Kau dipukuli tujuh orang sekaligus dan kau tidak memberitahu kami?”






Temannya yang dari tadi terlihat kesal itu kembali melemparkan pertanyaan, kemudian menggeleng tak percaya dengan tingkahnya. Kemarin Minsoo memang dipukuli tujuh orang sekaligus saat dalam perjalanan pulang ke rumah. Lalu kenapa? Apa semua yang terjadi pada dirinya harus ia beritahukan pada orang lain?






“ Seungyoon-aa, anak itu lebih dari bersedia dipukuli tujuh orang bahkan lebih,” ujar seseorang yang tengah mengotak-atik rubik setengah jadi miliknya.






Seseorang yang dari tadi terus menampakkan wajah tak terima itu menoleh, memasang wajah penasaran. Seungyoon, itulah namanya. Ia memaksa si bocah rubik itu untuk memberi penjelasan. Hingga akhirnya si bocah rubik bernama Hanseul itu mendengus, akhirnya menyerah dan mulai merangkai penjelasannya.






“ Ia menyelamatkan Somin dari tujuh bedebah itu. Kau tahu kan bagaimana laknatnya mereka itu? Kemarin sore mereka hampir memperkosa Somin. Kau percaya itu? Yah..dan si tolol ini muncul sambil membawa tongkat kayu yang hanya berhasil mematahkan kaki si tengil Jin Goo,” papar Hanseul sambil sesekali mencuri pandang ke arah Minsoo yang tengah menghisap rokoknya dengan mata terpejam.






Hal yang sama pun dilakukan Seungyoon, ia memandangi Minsoo sambil meringis ngeri. “ Jadi benar, ia menyukai Somin,” desahnya sambil menggeleng simpati.





“ Kurasa begitu,” sahut Hanseul sambil mengangguk setuju.





Keduanya berpandangan kemudian sama-sama tercekat begitu teringat sesuatu. Mereka melebarkan mata kemudian kembali berpandangan.





“ Apa Jaebum dan Hyukjin sudah mengetahui hal ini?” tanya Seungyoon ngeri, sesungguhnya ia berharap Hanseul menggelengkan kepalanya.






Namun begitu Hanseul menunjukkan ekspresi tak yakin ditambah gerakan turun naik bahunya, Seungyoon menghela pelan. Akan ada bencana besar setelah ini.






****






Saat Seungyoon merasa akan ada bencana besar, itu tandanya akan ada perkelahian hebat antara teman-temannya dengan kelompok Jin Goo –segerombolan anak kelas sebelah yang menyerang Minsoo kemarin sore. Tak lama berselang setelah percakapannya dengan Hanseul, Jaebum beserta Hyukjin datang dengan tergesa. Wajah kedua orang itu terlihat penuh amarah dengan sepasang mata yang menguarkan aura menyeramkan.  






Pandangan mereka langsung mengarah pada sosok Minsoo yang bahkan hanya menatap kedua orang itu sebentar kemudian kembali menghisap rokoknya yang mulai habis. Mereka terlihat tak terima dengan perlakuan Jin Goo terhadap Minsoo.





“ Kita akan menyerang markas mereka,” ujar Jaebum yang diangguki Hyukjin.






Sementara dua orang itu nampak sudah bulat dengan keputusannya, Seungyoon dan Hanseul kembali bertatapan kemudian menyorot Minsoo yang sudah beranjak dari tempatnya. Pemuda itu menghampiri Jaebum dan Hyukjin.




“ Kita lakukan sekarang,” ucap Minsoo.







**** 






Atas nama kesetiaan, atas nama solidaritas, Seungyoon dan Hanseul turun dalam perkelahian. Meski ini sedikit bertentangan dengan prinsip mereka yang mengutuk kekerasan, namun sejak dua tahun bergaul dengan Jaebum, Hyukjin dan Minsoo, prinsip itu mulai pudar. Mereka berlima berteman, dan teman akan saling membantu. Walau membantu dalam hal yang tidak baik.





Kurang lebih begitulah alasan kenapa mereka saling menyerang, saling melempar tinju dan melayangkan beberapa benda keras pada tubuh-tubuh lawan di depan mereka. Perkelahian berlangsung cukup lama hingga menguras banyak energi. Masing-masing kubu sudah terlihat lelah dan tidak berdaya, mereka sudah tidak sanggup melanjutkan perkelahian. Dan perkelahian pun disudahi oleh Hyukjin yang menyundutkan api –tanpa sepengetahuan siapapun–pada genangan bensin yang kemudian merambat cepat hingga melahap bangunan tua itu.





Begitu setengah dari bangunan tersebut telah dilahap api, Minsoo dan keempat temannya langsung melarikan diri sementara Jin Goo beserta temannya terlihat sibuk menyelamatkan barang-barang mereka.





****  



 


Sudah tiga hari Minsoo tidak kembali ke rumah. Selama tiga hari itu ia berpindah dari rumah Seungyoon ke rumah Hanseul kemudian berakhir di rumah Hyukjin. Ia sedang tidak ingin kembali ke rumahnya, ia tidak ingin bertemu dengan si monster atau wajah cemas ibunya. Tidak. Ia hanya ingin menikmati hidupnya saja sekarang.





Setiap hari ia pergi ke bar, menenggak alkohol sebanyak yang ia mau. Setelahnya ia akan tertidur entah di sudut mana kamar salah satu temannya. Dan seperti kemarin, kini ia kembali mendatangi bar yang sama. Meminum alkohol yang lebih banyak daripada sebelumnya, namun tidak seperti kemarin, hari ini ia datang sendirian.





Kepalanya terasa berat begitu ia mengangkatnya dari meja bar. Ia menggeleng pelan, berusaha memperjelas pandangannya yang memburam. Dengan susah payah ia melangkah, menyusuri ruangan yang disesaki oleh tubuh-tubuh yang berjalan terhuyung sama sepertinya.






Setelah melewati perjuangan yang melelahkan, akhirnya ia sampai di depan pintu keluar. Sambil melebarkan matanya, ia memaksa kakinya untuk kembali melangkah. Lagi-lagi ia menggelengkan kepalanya, menolak rasa mual yang mendera perutnya.





Tanpa ia sadari ada sesosok yang memperhatikannya dari kejauhan. Sosok itu mendekatinya perlahan, masih tak yakin dengan eksistensinya. Minsoo terus melangkah, menabrak beberapa orang yang juga dalam keadaan setengah mabuk sepertinya. Ia tak menyadari jika sosok itu mengikutinya, bahkan berjalan di sampingnya. Ia masih tak menyadari, hingga sepasang tangan menahan tubuhnya yang hampir saja tersungkur.





Penglihatannya yang buram membuatnya harus mengerjapkan matanya berulang kali sebelum menyadari siapa sosok yang masih menyangga tubuhnya. Ia terkejut dan nyaris terjatuh.





“ Apa yang kau lakukan malam-malam begini? Di tempat seperti ini?” suaranya terdengar berat. Bahkan tak begitu jelas karena terkesan seperti racauan tanpa arti.





Orang di sebelahnya tak menjawab. Orang itu, gadis itu, hanya terus memapahnya. Gadis itu sama sekali tidak mengatakan apapun, bahkan setelah mereka berjalan cukup jauh. Kesal karena tak ditanggapi, Minsoo menyentak tangan yang melingkar di pinggangnya. Ia menjauhkan tubuhnya dari gadis itu. Dengan sisa-sisa kekuatannya, Minsoo berusaha berdiri tegak. 





“ Apa yang kau lakukan di tempat seperti itu?” tanyanya lagi.




Gadis itu memalingkan wajahnya ke atas dan ke bawah, menghela napasnya pelan. Ia kembali menatap Minsoo.





“ Bar tadi milik kakakku. Sudah puas?”





Selepas itu Minsoo menyorot gadis di depannya dengan penuh pertimbangan. Bar tadi milik kakaknya? Kakak seorang Lee Somin, gadis pendiam yang sering diganggu gerombolan Jin Goo itu?




“ Berhenti menatapku seperti itu. Sekarang pergilah sebelum Jin Goo dan teman-temannya menemukanmu,” perintah Somin sambil menoleh ke arah depan.




Bukannya pergi, Minsoo malah terus menatapnya. Melihat itu Somin mendecak, kemudian menarik tangan Minsoo. Ia lebih tahu dari siapapun bahwa keberadaan Minsoo di sana tidaklah aman. Setidaknya ia harus membawa pria itu lebih jauh.




Mereka pun sampai di sebuah taman, tempat yang Somin rasa lebih baik. Ia mendudukkan Minsoo sebelum melakukan hal yang sama.





“ Kenapa kau membawaku ke tempat ini?” tanya Minsoo memecah keheningan.





Minsoo kelihatan mulai mendapat kesadarannya kembali, ia mulai bisa membuka matanya dengan lebih lebar. Bahkan pandangannya sudah lebih jelas dari sebelumnya.





“ Kau akan mati kalau tetap di sana,” jawab Somin cepat.





“ Jin Goo ada di dalam bar, dan jika ia menemukanmu di sana, kau tidak akan bisa keluar dengan mudah,” sambungnya dengan nada kesal.





Setelah itu keheningan kembali mendera keduanya. Minsoo masih sibuk dengan kepalanya yang terasa berat, sementara Somin merasa sedikit canggung dengan kedekatan mereka. Biar bagaimanapun hubungannya dengan Minsoo tidak bisa dikatakan baik atau buruk, mereka bahkan tidak banyak berinteraksi. Dan minggu lalu, pria itu baru saja menyelamatkannya dari Jin Goo. Pemuda itu menyelamatkannya dari Jin Goo yang hampir memperkosanya. Jadi bayangkan betapa canggungnya ia saat ini.






“ Kau tahu? Tempat Jin Goo yang kau dan teman-temanmu hancurkan itu milik kakakku. Jadi, kemungkinan besar kau juga akan berhadapan dengan kakakku jika kau macam-macam dengan Jin Goo.”





Minsoo menoleh, memperhatikan Somin yang kelihatan tak tenang. Gadis itu terus memaju mundurkan tubuhnya.





“ Bagaimana bisa itu terjadi? Memangnya kakakmu tidak tahu apa yang hampir Jin Goo lakukan padamu?”





Somin langsung menoleh ke arah Minsoo, menatapnya dengan sepasang mata sendu yang tak berani menaruh harapan besar. Setelah itu Somin menundukkan kepalanya.



“ Jin Goo adalah salah satu teman kakakku, bahkan kakakku sudah memintanya untuk menjagaku.” Somin menggigit bibirnya.




“ Kakakku lebih percaya padanya daripada denganku.” Somin menggeleng kemudian menemui mata Minsoo.




“ Aku hanya adik tirinya, ibuku adalah simpanan ayahnya. Jadi ia tidak begitu peduli padaku.”





Beberapa detik setelahnya Somin segera memalingkan wajahnya. Ia menyembunyikan air mata yang hendak meluncur. Sementara itu, Minsoo terkesiap dengan kenyataan yang baru saja terkuak. Ia..ia tak menyangka jika Somin si gadis pintar yang selalu mendapat nilai bagus itu memiliki latar belakang serumit itu. Ia tak menyangka jika Somin yang terlihat biasa dan pendiam berasal dari keluarga seperti itu. Ia..ia tak menyangka jika Somin yang tak begitu dihiraukannya, kini malah menariknya kian dekat. Kini setelah semua yang ia alami, ia malah ingin melindungi gadis itu. Ia ingin memastikan bahwa gadis itu akan baik-baik saja.





*****





Tujuh tahun kemudian…





Semalam semuanya kembali datang. Ingatan itu, kenangan itu. Semuanya dapat ia lihat dengan jelas, seolah ia merekam segalanya dan menyimpannya dalam bentuk video yang bisa ia lihat kapan saja. Padahal tujuh tahun telah berlalu, segalanya telah berlalu, ia sudah meninggalkan Busan beserta cerita kelamnya. Namun mimpi tadi malam serta kejadian tadi pagi saat Hyunra tak sengaja masuk ke dalam kamar saat ia belum berpakaian, membuatnya sadar bahwa sekuat apapun usahanya untuk menjadi orang yang berbeda, ia tetaplah Minsoo, Bang Minsoo si pembuat masalah.





Ia menyentuh punggung  dekat bahu kanannya, tempat tato permanen yang menjadi saksi bisu kehidupan kelamnya pada masa lalu. Itu adalah lambang pemberontakannya, lambangnya dan Somin, lambang mereka, saksi mereka berdua. 




“ Aku tidak tahu kalau kau memiliki tato.”




“ Ya. Kau hanya akan bisa melihatnya saat aku membuka baju.”




Kira-kira begitulah percakapan singkatnya dengan Hyunra tadi pagi. Terkesan canggung, walau kenyataannya mereka telah berbagi kamar yang sama belakangan ini. Mereka bahkan tidur di ranjang yang sama, namun ia merasa Hyunra bersikap aneh beberapa hari belakangan. Sejak gadis itu tahu kalau halmeoni mengetahui pernikahan yang mereka jalani tidak seperti pernikahan yang dilakukan pasangan lain, sikapnya menjadi sedikit berbeda.






**** 





“ Aku pulang.”





Halmeoni menyambutnya dengan anggukan singkat kemudian kembali menatap layar televisi di depan. Hyunra pun masuk ke dalam kamarnya, lalu menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Hari ini benar-benar melelahkan, banyak sekali pelanggan  yang berkunjung ke kafe tempatnya bekerja.





Matanya melirik ke arah jam dinding. Sudah jam delapan malam. Ia segera bangkit, kemudian berlari keluar. Halmeoni kelihatan kaget begitu mendapati dirinya menerjang pintu dengan tidak sabaran.





“ Sudah makan malam?” tanyanya cemas.





Halmeoni menghela lega, kepalanya terlihat menggeleng pelan. “ Sudah. Jangan cemas begitu,” jawabnya pelan.





Hyunra mengangguk singkat kemudian berjalan berjalan mendekati meja makan. Ia mengambil salah satu gelas kosong dan mengisinya dengan air putih dari teko kaca yang bersebelahan dengan gelasnya. Ia meminumnya sampai tandas. Perhatiannya teralih pada halmeoni yang masih sibuk menyaksikan acara televisi kesukaannya.





Entah atas dorongan apa, ia pun beranjak. Berpindah ke ruang tengah, duduk bersama halmeoni. Selama beberapa detik ia mengamati wajah tua di depannya. Ia masih ragu dengan apa yang akan ia tanyakan pada wanita tua itu. Hei..bagaimanapun hubungan mereka belum sedekat itu untuk bertanya yang macam-macam.





Ia tak tahu apakah tindakannya ini tepat atau tidak, namun ia juga tak bisa menahan rasa penasarannya. Jadi ia pun melontarkan pertanyaannya.




“ Kau bilang, Minsoo suka membuat masalah semasa remajanya. Memangnya apa yang ia lakukan?”





Selepas itu, halmeoni langsung menatapnya. Menyorotnya dalam tanpa mengatakan apapun. Ini benar-benar menegangkan. Tidak. Bukan karena Hyunra takut pada nenek tua di depannya, ia hanya…oke, baik ia memang ketakutan saat ini. Dari seluruh pengalamannya bertemu nenek-nenek, halmeonilah yang menurutnya paling menyeramkan. Wanita itu seperti memiliki aura tersendiri yang membuat orang-orang tak bisa berkutik begitu bersitatap dengan kedua matanya.





“ Berkelahi, mabuk-mabukkan, dan hampir ditahan polisi karena berkelahi di tempat umum,” papar halmeoni tanpa ragu.






Wanita tua itu kembali menatap Hyunra. “ Memangnya kenapa? Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?” tanyanya.





“ Aku merasa, aku tidak tahu.” Hyunra mengusap wajahnya pelan. Pelan-pelan ia menyugar rambutnya yang lembab.






Melihat Hyunra yang nampak sedang memikirkan sesuatu, halmeoni tak lagi mempedulikan acara televisi mingguan yang biasa mengisi waktu malamnya. Ia sepenuhnya mengamati gadis muda di seberangnya yang masih terdiam.






“ Tadi pagi aku tidak sengaja melihat bekas luka di punggungnya. Kelihatannya cukup besar, dan itu membuatku takut. Makanya aku bertanya. Aku…entahlah.. mengingat perbincangan kita waktu itu, aku merasa takut.”





Yah, yang tadi pagi ia lihat tidak hanya tato di punggung kanan Minsoo, tapi juga bekas luka di punggung kiri pria itu. Saat itu ia tak menyangka akan mendapati Minsoo bertelanjang dada, makanya ia terkejut bukan main terlebih saat melihat bekas luka itu. Minsoo pun kelihatan cukup kaget dengan kedatangannya, namun pria itu segera mengendalikan ekspresi wajahnya.






Entah kenapa setelah kejadian itu, Hyunra malah merasa cemas berada di sekitar Minsoo. Alasan terbesar atas kecemasannya adalah ucapan halmeoni saat itu. Ia tahu seharusnya ia tidak menghiraukan apapun yang terjadi di masa lalu, karena Minsoo pun tidak mempermasalahkan latar belakangnya sebagai anak yatim piatu yang kabur dari panti asuhan. Tapi mengingat semua kejanggalan yang terjadi semenjak pernikahannya, Hyunra merasa perlu waspada. Bahkan alasan Minsoo menikahinya saja masih belum jelas dan hal itu membuat ketakutannya semakin besar.  





“ Ia hampir membunuh pemuda sebayanya–“






Halmeoni berhenti bicara begitu Hyunra menatapnya tak percaya. Gadis itu terlihat sangat terkejut, namun inilah yang harus diketahuinya.





“ –pemuda itu memperkosa kekasihnya. Itu adalah pukulan terberat bagi Minsoo, dan anak itu hampir dipenjara karena perbuatannya. Karena perbuatan Minsoo, pemuda itu tak sadarkan diri selama dua minggu di rumah sakit. Setelah itu, semua orang menyalahkan Minsoo. Namun tak ada yang benar-benar peduli bahwa anak-anak itu benar terpukul, karena seminggu setelah peristiwa itu, kekasihnya itu ditemukan tewas bunuh diri,” tuntas halmeoni diiringi embusan napasnya yang berat.






Bohong jika Hyunra tak merasa ketakutan setelah mendengar cerita itu. Bohong jika ia merasa tidak masalah dengan semua itu. Namun ada hal lain yang lebih besar dari rasa takutnya. Ia merasa tak percaya. Biar bagaimanapun Minsoo yang ia tahu tidak seperti itu, bahkan pria itu jauh dari kata pengacau. Pria itu sangat…tenang.






Binar mata Hyunra memancarkan rasa tidak percayanya, dan halmeoni memahami hal itu. Siapapun tidak akan percaya jika Bang Minsoo si penyuka minuman cokelat hangat itu dulunya seorang berandalan. Tidak akan ada yang percaya jika Minsoo si penggila video game itu adalah Minsoo yang suka mabuk-mabukkan dan suka membuat keributan.






“ Setelah kekasihnya meninggal, Minsoo menjadi lebih pendiam. Walau pada dasarnya ia memang bukan anak yang suka bicara, namun setelah kejadian itu ia semakin pendiam. Ia terlihat seperti tidak punya tujuan hidup, bahkan ia tak lagi menentang ayahnya,” ucap halmeoni.





“ Dan tak lama setelah itu, kami menemukan kamarnya kosong. Ia kabur dari rumah.”






“ Tapi bukankah kau mengetahui kepergiannya? Bukankah kau yang memasukkannya ke sekolah desain?” Tanya Hyunra belum puas.






Halmeoni mengangguk. Kepalanya perlahan berputar sembilan puluh derajat, ia menatap lurus ke depan. Tatapannya menerawang jauh, kedua tangannya saling bertautan, lambat-lambat ingatan pada masa itu terpapar dengan jelas.





“ Ya. Tak lama setelah itu, aku mendapat kabar dari temanku tentang keberadaannya. Aku segera menemuinya. Pada saat itu ia sangat ketakutan, mungkin takut aku akan memaksanya pulang ke rumah.” Halmeoni menunduk sesaat, kemudian kembali mengangkat kepalanya.





“ Namun aku tidak melakukan apapun yang ia pikirkan. Aku membantunya pergi dari Busan dan membawanya ke Seoul lalu memasukkannya ke sekolah desain. Aku membiayai semua kebutuhannya selama beberapa bulan. Namun setelah itu ia memintaku untuk berhenti mengiriminya uang.” Wanita tua itu menoleh ke arah Hyunra.





“ Ia bekerja paruh waktu di sebuah restoran cepat saji. Ia bilang, ia sudah menerima terlalu banyak. Jadi ia tidak bisa menerima apapun lagi dariku,” tuntasnya dengan senyum kecil yang membingkai wajah tuanya.






Setelah cerita panjang itu, Hyunra merasa tergugah. Bukankah cerita hidup Minsoo begitu menarik? Seorang anak berandal yang berubah menjadi pria baik yang bertanggung jawab. Mengesankan.






*****







Minsoo baru saja keluar dari kamar mandi. Tangan kanannya masih sibuk menggosok rambutnya dengan handuk. Ia berjalan menuju meja kerjanya. Ia sempat melirik Hyunra yang sedang sibuk dengan beberapa kertas serta sejumlah buku di atas ranjang. 






Gerakan menggosok rambutnya memelan seiring dengan tangan kirinya yang meraih sebuah kertas berukuran A4 berisi beberapa baris kata yang terbaring di atas mejanya. Alisnya bertaut sejenak, kemudian kepalanya langsung berputar. Menoleh ke arah Hyunra. Ia mempertimbangkan sesuatu kemudian menatap tulisan pada kertas dalam genggamannya.






Aku baru tahu kalau kau itu seorang animator. Kalau mengingat pertemuan pertama kita, kukira kau itu seorang jagoan.






“ Benar juga.” Ucapan Minsoo menarik perhatian Hyunra. Gadis itu menoleh cepat ke arahnya dengan ekspresi penuh tanya. Namun begitu menemukan kertas berisi tulisan tangannya berada pada Minsoo, ia mendesah pelan. Huft..apa yang pria itu akan lakukan padanya setelah ini?





Minsoo berjalan menghampiri Hyunra, kemudian bergabung dengan gadis itu di atas ranjang. Ia mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang, sebenarnya cukup jauh dari keberadaan Hyunra.





“ Kau benar. Selama ini kita belum saling mengenal. Kita bahkan tak pernah membicarakan diri masing-masing sebelumnya,” ujar Minsoo.





Hyunra mengangguk. “ Aku bahkan baru tahu kalau kau itu seorang animator, itupun dari halmeoni,” sahut Hyunra menanggapi.





“ Jadi menurutmu kita harus saling berkenalan? Umm..maksudku, semacam menceritakan segala sesuatu tentang diri kita?”





“ Yah…dengan hubungan kita yang seperti ini, kurasa kita perlu melakukannya. Yah, maksudku sebagai teman sekamar kita memerlukannya, kan?”






Minsoo tak menjawab, ia kelihatan masih ragu dengan gagasan Hyunra. Menceritakan segala tentang dirinya? Ia bahkan tidak berani menengok ke belakang, cerita tentangnya bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Dan ia yakin Hyunra pun tak ingin mendengarnya.





“ Setidaknya kita perlu tahu tentang apa yang disuka dan tidak disuka serta sesuatu yang mengganggu atau semacamnya. Sebagai roommate-mu aku perlu mengetahuinya agar tidak melakukan hal-hal yang membuatmu terganggu. Bagaimana?” Hyunra menggigit bibir bawahnya, menatap cemas Minsoo yang yang masih berpikir.





Tak lama berselang, Minsoo menatapnya. “ Baiklah. Tapi kita harus melakukannya dengan perlahan. Maksudku, kita tidak harus bercerita panjang sampai semalaman suntuk,” putusnya setengah yakin.





Tidak buruk, pikir Hyunra. Ia pun menyetujui gagasan Minsoo. Yah..perlahan. Ia mengerti. Ia tahu apa yang Minsoo pikirkan.





“ Jadi…kita mulai darimana?” tanya Hyunra.





“ Aku bekerja di salah satu perusahaan animasi di Seoul. Kau tahu kartun ‘Jeuli-Pop’?”





Hyunra berpikir sebentar sebelum menampilkan mata terbelalak diikuti dengan gerakan tubuh yang berjengit. “ Kau yang membuatnya?”





Hyunra pernah mendengar kartun itu, ia pun pernah menontonnya beberapa kali. Walau bukan merupakan penggemar tayangan itu, tapi ia tahu kalau kartun yang tayang seminggu sekali itu digemari anak-anak di negaranya. Dan..ia menikahi orang yang membuat kartun itu?





“ Lebih tepatnya aku dan timku,” tanggap Minsoo.





Pria itu mendengus kecil kemudian menggosok pelan hidungnya. Ia terkekeh kecil. “ Kau pikir aku membuatnya sendirian?”




“ Mana kutahu?”





Beberapa waktu kemudian, keduanya berbincang seru. Walau Hyunra kelihatan lebih aktif bicara dari pada Minsoo yang lebih sering terkekeh kecil atau melontarkan ejekan.





“ Bukan! Min Gi itu bukan berasal dari panti asuhan sepertiku! Ia tinggal bersama keluarganya!”






“ Begitu ya. Aku hanya berharap kau tidak membawa pengaruh buruk padanya, dan membuatnya kabur hanya karena tidak dibelikan baju hangat,” balas Minsoo terhibur. 





Oh…pria itu benar-benar sangat menjengkelkan. Ia benar-benar senang mengejeknya. Lihat saja matanya yang menyipit karena terus tertawa. Pria itu pasti begitu senang karena bisa mengejeknya. Menurut pria itu alasannya kabur dari panti asuhan waktu itu terlalu konyol. Ia kabur hanya karena pengurus panti tidak membelikannya baju hangat.





“ Kau belum dengar cerita selengkapnya! Itu hanya salah satu dari sekian banyak alasanku untuk pergi! Memangnya aku sebodoh itu apa?”







TBC


Oke…ini di luar rencana.. krna awalnya mau publish part ini kapan-kapan aja but, tdi aku abis kontek”an ama farah dan ngobrol blabla… smpe akhirnya aku janji buat bikin ff spesial buat dia.. Nah…trus g lama salsa bbm, ngomentarin marry me p4 bilang cap cool lah… y udh deh aku bilang aku bakal publish part 5nya malem ini. hadiah liburan *kata farah gitu*. Jadi hadiah buat farah ff spesial, buat salsa ff ini..

Aku adil yah…aku maknae yg baik, pemurah dan fleksibel… baiklah skian dari aku. kata Cap perlahan aja, smoga aku dpt ide buat nulis part 6nya, amin…


Surprise!!!

GSB

Comments

  1. Haloooo authornim, maaf baru komentar setelah baca part ini. Seru banget FFnya... Udah ganti tahun nih, masih ada part selanjutnya dong pasti? Ditunggu kelanjutannya yaaa, berharap Min Soo dan Hyunra jadi semakin normal seperti pasangan suami istri pada umumnya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai Nara..
      iya nih udh ganti tahun aja *heheheh* percaya deh aku udah berusaha untuk ngelanjutin ff ini tpi krna udh terlalu lama ditinggal akupun udh lupa sama tujuan dri cerita ini. Jadi yah, kemungkinan terbesar sih gak ada kelanjutannya. sorry, mungkin di lain kesempatan mereka bisa jadi pasangan yg lebih normal.. btw thanks udah baca^^

      Delete

Post a Comment

Popular Posts