The Scoundrel, Heartbreaker Part 7 (END)
Side story:
Previous story:
* * * *
Langkahku begitu terburu. Begitu cepat, hingga melebihi
kecepatan saat mengejar dosen untuk meminta persetujuannya. Saat mataku
menemukan sebuah taksi yang baru saja menepi di depan taman, aku segera
menghampirinya dan menunggu penumpang sebelumnya untuk keluar. Setelah
penumpang itu keluar dari sana, aku segera masuk ke dalam dan menyebutkan
alamatku pada sang supir.
Sang supir segera mengendarai taksinya. Aku tidak peduli
dengan jalan yang akan dipilih, yang pasti aku hanya ingin mengunci diri di
kamar dan menenangkan diri.
Ini memang gila. Sangat gila!!
Kenapa.. maksudku, bagaimana bisa aku merasakan rasa sakit
dihatiku? Kenapa rasanya begitu sakit saat melihat Mark bersama dengan gadis
itu? Kenapa ada perasaan tak rela saat aku harus meninggalkan keduanya di sana?
Kenapa? Apakah karena cinta? Apakah aku telah jatuh cinta
pada Mark?
Tanpa disadari air mataku telah jatuh. Aku lantas
menyekahnya tapi air mata ini terus saja mengalir dan tidak dapat dihentikan.
Kututup wajahku. Tangisan ini begitu mengganggu. Aku malu.
Aku tak pernah menangis seperti ini, di dalam taksi. Tapi aku tidak dapat
membendungnya. Semua seakan bekerja di luar kehendakku.
Ya Tuhan....
āMaaf nona, apakah anda baik-baik saja?ā Suara supir taksi
itu membuat kepalaku langsung menoleh menatapnya. Ku sekah air mataku dan
berusaha tersenyum pada pria itu.
āAku baik-baik saja.. terimakasih.ā
Pria itu menangguk dan kemudian kembali memfokuskan dirinya
pada jalan di depan. Aku pun kembali menatap pada jalan melalui jendela di
sampingku.
Author POV
Jiyeong tidak memperdulikan panggilan sang Ibu dan juga
sapaan Kakaknya begitu ia tiba di rumah. Gadis itu langsung berlari menuju
kamarnya dan mengunci pintunya. Ia menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang dan
seketika itu juga tangisnya kembali pecah.
Rasa sesak di dalam dirinya terlalu menyiksa dan tidak dapat
ditahan lagi. Ia tidak tahu kenapa perasaannya begitu sakit. Ia tidak tahu
kenapa ia bisa merasakan rasa sakit itu. Ia tidak tahu dan juga tidak ingin
mencari tahunya. Yang ia inginkan hanya perasaan sakit itu segera lenyap dari
dalam hatinya.
* *
* *
Keadaan ramai di luar sangat berbanding terbalik dengan
keadaan di dalam kamar Jiyeong. Gadis itu masih terbaring di atas ranjang dengan
mata yang terpejam. Kamarnya masih gelap, karena cahaya matahari yang hendak
masuk masih terhalang oleh tirai panjang yang menutupi jendela.
Ia masih tidak terusik dengan secarcik cahaya yang telah
berhasil masuk melalui celah tirai yang mengenai kulitnya. Ia masih begitu
nyaman dengan keadaannya yang tengah memeluk guling dan selimut tebal yang
menutupi tubuhnya. Sampai tiba-tiba selimut tersebut tersibak dan membuat
tubuhnya merasakan hawa dingin yang berlebih.
Perlahan matanya mengerjap. Tubuhnya menggeliat dan kemudian
ia usap wajahnya untuk membuat dirinya benar-benar terjaga dari istirahat
panjang.
Jiyeong membelalakkan mata saat tiga sahabatnya telah
berdiri di tepi ranjang dengan tangan yang menyedekap dan tatapan kesal yang
mereka tunjukkan.
āKenapa kalian bisa ada di sini?ā Tanya Jiyeong yang masih
berusaha untuk mengembalikan seluruh jiwanya.
Eun Ra menunjuk jam dinding yang berada di sana dengan
tampang menyebalkan yang selalu ia tunjukan jika dirinya sedang kesal.
āKau lihat pukul berapa sekarang? Se-pu-luh!ā
āAyolah cepat bangun. Mandi dan kita akan menonton film
bersama.ā Kini giliran Seulbin yang membuka suaranya. Gadis itu juga menarik
tangan Jiyeong yang membuat sang sahabat harus merelakan ranjangnya dan
berpindah menuju kamar mandi.
Cukup lama waktu yang dihabiskan Jiyeong hanya untuk
melakukan rutinitas paginya yang semakin menaikan level kekesalan dalam diri
Eun Ra. Eun Ra lantas beranjak dari duduknya dan menghampiri pintu kamar mandi.
Mengetuk dengan keras daun pintu itu hingga munculah Jiyeong dengan rambut berbalut
handuk.
āKau mandi atau mati?!ā
āSudah sudah, ayo kita menonton film saja.ā
Jiyeong tidak menghiraukan Eun Ra dan segera menempati sisi
ranjang yang kosong sembari menanti Minhyo yang tengah mengoperasikan pemutar dvd-nya. Keempatnya mulai melupakan
keributan kecil tersebut saat layar datar di harapan mereka telah menampilkan
adegan pada film.
Film bergenre horor
itu sudah menunjukkan ketegangan sejak awal diputar. Membuat kegelisahan akan
kejutan yang menyeramkan mulai dirasakan. Sayang, hal itu tidak berlaku untuk
Jiyeong. Gadis yang biasanya sangat antusias dengan film berbau supranatural
itu ternyata lebih memilih untuk larut pada pikirannya. Bahkan ia sampai tidak sadar
jika film telah usah dan kini berganti dirinya yang menjadi pusat perhatian
ketiga sahabatnya.
Seulbin menghampiri Jiyeong dan memukul pundaknya pelan.
Pukulan tersebut berhasil membuat Jiyeong tersadar dan beberapa saat kemudian
ia kembali terkejut manakala ia menyadari bahwa kini layar televisinya telah
berubah menjadi hitam.
āHari ini kau sangat aneh Jiyeongie. Kau bangun lebih siang
dari Eun Ra, bahkan kau tidak menonton film bergenre kesukaanmu itu. Sebenanrya apa yang kamu pikirkan? Apakah
telah terjadi sesuatu?ā
Jiyeong menghela napasnya. Rasanya untuk mengelak itu sudah
tidak mungkin. Berbohong, ia sedang tak ada ide untuk memberikan alasan apa
yang akan dikatakannya. Hingga akhirnya kejujuran menjadi pilihan terakhir dan
mungkin terbaik.
āAku merasakan rasa aneh di dalam diriku.ā
āMaksudmu?ā Eun Ra menaikkan sebelah alisnya ātidak mengerti.
Jiyeong menghela napas. āDadaku terasa seperti tengah
diikat, sakit dan sesak.ā Rasa sakit yang ia maksud itu membuat napasnya
tertarik dan terhembus pendek.
āApa ini ada hubungannya dengan Mark?ā Tanya Minhyo. Gadis
itu menatap tajam pada Jiyeong yang kemudian menganggukkan kepalanya
membenarkan tebakan gadis itu.
āMemangnya apa yang terjadi pada pria itu? Apakah dia pergi berkencan
dengan wanita lain? Apakah dia memutuskanmu? Atau-ā
āTidak. Dia tidak melakukan apa pun.ā
āLalu?ā Kini Eun Ra yang menatapnya tajam. Gadis itu begitu
penasaran dengan yang telah terjadi antara sahabatanya itu dengan sang tunangan.
Menurutnya ini adalah kali pertama ia melihat Jiyeong menjadi frustasi melebihi
saat permohonanya tidak disetujui oleh sang pembimbing akademik.
āAku pergi meninggalkannya. Maksudku, aku meninggalkan dia
bersama dengan Stefany, mantan kekasihnya.ā
āLalu?ā
āYa.. sebenarnya aku yang meminta Stefany untuk bertemu
dengan Mark. Aku juga yang telah mengatur semuanya, mulai dari taman bermain,
taman kota, sampai dengan pertemuan mereka. Tapi-ā Jiyeong menjeda ceritanya.
Rasanya sulit untuk melanjutkan karena ia masih takut untuk mengetahui reaksi
ketiga sahabatnya itu. Terlebih pendapat mereka akan apa yang tengah dirasakannya.
āTapi apa?ā Seulbin mengulangi kata terkahir yang diucapkan
Jiyeong saat gadis itu tak kunjung melanjutkan ucapannya.
āTapi saat aku pergi meninggalkan cafĆ©, rasa sakit ini tiba-tiba
saja muncul. Dan aku tidak bisa mengendalikannya.ā
Setelah mendengar semuanya, jentikan jari Minhyo terdengar.
Gadis itu pun bangkit dari duduknya dan berdiri tepat di hadapan Jiyeong.
Tangannya ia angkat dan menunjuk tepat di depan wajah gadis itu.
āKau menyukai Mark, Hwang Jiyeong. Kau sudah jatuh cinta pada
pria itu. Rasa sakit itu muncul karena kau takut kehilangan Mark.ā
Jiyeong diam. Pikirannya semakin kalut. Semuanya membuat ia
pusing. Ia tidak tahu darimana rasa sakit itu berasal. Apakah memang karena
Mark atau ada hal lainnya?
āTidak mungkin. Aku tidak mungkin suka pada pria casanova itu. Tidak mungkin Minhyo.ā
Elak Jiyeong. Walaupun dirinya sendiri tidak terlalu yakin dengan apa yang baru
saja dikatakan, tapi ia mencoba untuk meyakini bahwa ia tidak sama dengan
gadis-gadis lainnya yang mudah jatuh cinta pada pria seperti Mark.
āItu terserah padamu. Tapi kenyatannya kini menunjukan bahwa
kau telah jatuh ke dalam karisma seorang Mark Tuan.ā
* *
* *
Di sebuah cafƩ yang ramai, sekelompok pria
tengah sibuk dengan wanita-wanita cantik yang baru saja mereka temui di sana. Ada
yang tengah tertawa, atau sekedar berbincang, namun ada juga yang tengah
berbagi ciuman panas. Namun semua itu tidak membuat tiga orang gadis yang
memang sengaja untuk datang ke tempat itu mengurungkan niat mereka.
Ketiga gadis itu tetap menghampiri meja dimana tujuh orang
pria dengan tujuh orang wanita lain itu berada. Ketiganya tersenyum dan sama
sekali tidak merasa terkejut akan pemandangan yang tengah ada di depan mereka.
āBisakah kita bicara?ā Salah satu dari ketiga gadis itu
membuka suaranya. Sedangkan dua gadis lainnya memberikan permintaan kepada
tujuh orang wanita tadi agar meninggalkan mereka dengan gerakan kepala dan mata.
Wanita-wanita itu mau tak mau meninggalkan meja tesebut yang
entah bagaimana, kebetulan atau tidak, berada di bagian terujung dari cafƩ
tersebut. Sedangkan ketujuh pria itu, mau tidak mau merelakan kepergian
wanita-wanita itu dan mempersilahkan ketiga gadis itu untuk duduk.
āJadi ini yang kalian lakukan di luar kampus.ā Ucap gadis
berambut pendek sebahu sembari memerhatikan dimana ia tengah berada saat itu.
āAda apa kalian datang? Tumben, lalu dimana Jiyeong?
Bukankah kalian selalu pergi bersama?ā Tanya salah satu dari pria tersebut
sembari meraih gelasnya dan menyesap isi gelas tersebut.
āOk, sepertinya
kita tidak perlu basa-basi lagi. Jadi Seulbin, Minhyo, dan aku datang ke sini
untuk membicarakan tentang Jiyeong. Dan karena itu Jiyeong tidak ikut bersama
kami.ā
Penuturan tersebut berhasil membuat sekumpulan pria itu saling
melempar pandang. Terlebih sosok pria yang sebelumnya tengah berbagi ciuman panas
dengan wanita dengan mini dress merah
maroon yang telah pergi. Pria itu
mengerutkan dahinya dan alisnya berdiri kaku.
āKami tahu apa yang terjadi dua hari yang lalu antara kau
dan Jiyeong. Mulai dari kalian yang pergi ke taman bermain, taman kota, sampai
dengan cafĆ©.ā
āLalu?ā Pria yang dimaksud oleh Minhyo tadi kembali
bersandar pada punggung sofa. Walaupun begitu, pria tadi masih memasang tatapan
tajamnya pada ketiga gadis yang merupakan sahabat dari Jiyeong ātunangannya.
āKau tahu apa yang terjadi pada Jiyeong setelahnya?ā Kini
Seulbin yang bertanya. Walaupun nada bicaranya tidak penuh dengan penekanan seperti
sahabatnya, tapi sorot matanya tetap menunjukan hal yang sama seperti apa yang
ditunjukkan oleh Minhyo dan Eun Ra.
āTidak. Untuk apa ak-ā
āUntuk apa? Jelas kau harus tahu Mark Tuan! Karena ini
berhubungan dengan status kalian sebagai sepasang tunangan.ā Eun Ra meninggikan
suaranya. Rasa kesal yang sebelumnya coba dirinya redam, sudah tidak mampu lagi
disembunyikan. Pria itu āMarkā bagaimana bisa ada pria seperti dirinya di muka
bumi ini.
Eun Ra tahu kalau ia adalah pria casaova yang mungkin sulit untuk menjalin sebuah komitmen dengan
hanya satu wanita. Dan ia juga tahu kalau pria itu pasti marah pada Jiyeong
karena telah mempertemukannya dengan seorang wanita yang telah membuat dirinya
menjadi seperti saat itu. Tapi bukan berarti jika Mark tidak memperdulikan
Jiyeong. Bukan berarti juga ia harus mengacuhkan gadis itu. Ia boleh marah.
Tapi bukan berarti ia dapat mengatakan hal seperti itu padanya, terlebih
mengenai sahabatnya.
āOk, aku ingin bertanya padamu. Apakah kau
menghubungi Jiyeong? Apakah kau tahu bagaimana keadaannya?ā Eun Ra mencoba
untuk mengubah pertanyaannya. Jika ia tetap memaksakan pertanyaan yang tadi
ditanyakan Seulbin, maka mereka tidak akan mendapatkan jawaban sesuai dengan
apa yang diinginkan.
Mark menggelengkan kepala, terlalu malas untuk membuka
suaranya.
Eun Ra menghela kasar. Menunjukkan seberapa muaknya ia pada
tunangan sahabatnya itu. āAstaga!ā Serunya kesal. āSeharusnya Jiyeong tidak
mengkhawatirkan pria sepertimu?!ā Gerutu Eun Ra dengan suara yang pelan. Sayangnya
suara itu masih dapat didengar oleh mereka-mereka yang menempati meja tersebut.
āKalau begitu, coba kau hubungi Jiyeong. Tidak usah tanyakan
apa pun, cukup dengar suaranya saja. Ketika kau sudah mendengarnya, kau bisa langsung
matikan. Kau akan tahu bagaimana suaranya saat ini, lemah seperti orang yang
baru bangun tapi tetap berbeda. Ku rasa kau tahu maksud ku bukan? Karena aku
yakin kalau kau pasti sering mendengar suara seorang wanita yang baru bangun
tidur.ā
Eun Ra menyedekapkan tangannya di depan dada setelah
memerintahkan Mark untuk menghubungi Jiyeong. Sebenarnya ia tidak ingin
mengumbar bagaimana kacaunya sang sahabat kepada seorang pria tidak punya hati
seperti Mark. Namun tidak ada pilihan lain selain melakukan hal itu.
Mark yang mulai mengoperasikan ponslenya segera mencari
kontak Jiyeong dan menghubunginya. Ia juga memilih mengaktifkan speaker agar yang lain juga dapat
mendengarnya. Namun anehnya adalah suara nada sambung yang mereka dengar cukup
lama untuk berganti menjadi suara Jiyeong. Hal itu membuat Minhyo merasa aneh
dan segera mengoperasikan ponselnya. Sedangkan pada ponsel Mark āalih-alih
suara Jiyeong yang terdengarā panggilannya malah berakhir pada kotak suara yang
membuat mata mereka melebar.
āHallo.. bisa bicara dengan Jiyeong?ā
Semua mata langsung tertuju pada Minhyo yang tengah
berbicara diponselnya.
ā....ā
āPergi? Kemana?ā
ā....ā
āBaik terima kasih.ā
Minhyo menjauhkan ponselnya dan kembali menyimpan benda
tipis itu. Ia kemudian menatap orang-orang yang tengah menantikan penjelasannya
dengan tatapan penuh tanya mereka.
āJiyeong pergi. Siang tadi dengan membawa satu koper dan
tiket. Asisten rumah tangganya mengatakan kalau kepergian Jiyeong mendadak dan
Ibu, Ayah serta kakaknya, Jonghyun, tidak mengetahui hal itu.ā
āTunggu tunggu. Apakah kalian memikirkan hal yang sama
dengan apa yang aku pikirkan sekarang? Maksudku ia pergi dengan koper dan
tiket, kalian tahu maksudku bukan?ā
Eun Ra menatap kedua sahabatnya bergantian. Ia berusaha
untuk mengingatkan kedua gadis itu akan apa yang sering dikatakan Jiyeong.
āMaksudmu Jiyeong....ā
āIya!ā Seru Eun Ra saat Seulbin merespon ucapannya dengan baik.
āKalau begitu kita tak bisa terus di sini, ayo pergi.ā
Perintah Minhyo yang langsung diikuti oleh Eun Ra dan Seulbin. Namun saat
ketiganya akan melangkah pergi, Mark menghentikan mereka.
āJelaskan padaku apa yang Jiyeong lakukan!ā
Eun Ra, Minhyo, dan Seulbin kembali berbalik hanya untuk
mendapati Mark yang tengah berdiri dengan wajah kerasnya. Mereka tidak senang
dengan perilaku pria itu. Ia yang memulai untuk tidak peduli pada Jiyeong, tapi
ini ia malah meminta mereka untuk menjelaskan tentang kepergian sahabat mereka.
āApa urusanmu? Apa pentingnya untukmu? Bukankah kau sendiri
yang-ā
āDia tunanganku Park Eun Ra! Jadi cepat jelaskan padaku!ā
Eun Ra memasang senyum miring begitu mendengar titah Mark.
Ia lantas kembali duduk dan diikuti dengan Seulbin dan Minhyo. Mereka pun mulai
menjelaskan semuanya. Ketika ia mengatakan semua, itu berarti semua hal tentang
Jiyeong. Tentang apa yang akan gadis itu lakukan jika sedang berada dalam
posisi yang buruk. Apakah ia akan mengurung diri, pergi sejak pagi dan pulang
larut malam tanpa membawa ponsel dan dompetnya, hingga kemungkinan terburuknya
adalah gadis itu pergi jauh dan tak tahu kapan akan kembali.
Kemungkinan terakhir itulah yang ada dipikiran Eun Ra,
Seulbin, dan Minhyo saat mengetahui kepergian Jiyeong. Walau mereka tidak tahu
kemana Jiyeong akan pergi dengan membawa koper dan tiket, tapi mereka yakin
bahwa gadis itu akan pergi meninggalkan Seoul. Apakah ia hanya akan pergi ke
luar kota atau ke luar negeri, ketiganya juga tidak dapat memastikannya.
Setelah mendengar semua penjelasan Seulbin, Eun Ra, dan
Minhyo, Mark tanpa mengucapkan sepatah kata langsung pergi meninggalkan tempat
itu. Ia langsung menuju SUV-nya dan
mengendarai kendaraan mewah itu menuju rumah Jiyeong.
Kepergian Mark, membuat teman-temannya dan juga Eun Ra,
Seulbin, Minhyo terkejut. Namun rasa terkejut itu tak bertahan dengan lama. Karena
mereka akhirnya segera menyusul kepergian Mark.
Sesampainya di rumah Jiyeong, Mark segera menekan bell rumah tersebut. Tidak lama pintu terbuka
dan menampakan sang asisten rumah tangga. Mark lantas menanyakan keberadaan
Jiyeong pada wanita itu. Namun wanita itu menggeleng dan menunjukkan wajah
meminta maafnya.
Mark mengucapkan terima kasih sebelum berbalik kembali
menuju mobilnya. Ia berhenti tepat di depan mobilnya dan kemudian menyenderkan
tubuhnya di sana. Pria itu menekan pelipisnya. Denyutan akibat Jiyeong yang
terus memenuhi pikirannya sejak dua hari lalu kembali muncul dan bahkan semakin
kuat.
āSudah kami katakan, kalau tidak akan ada yang tahu kemana
Jiyeong pergi. Jadi berhenti saja, kau tidak akan menemukan apa pun di rumah
ini.ā
Perkataan Minhyo berhasil membuat kilat amarah muncul pada
mata Mark. Pria itu langsung menegakkan tubuhnya dan berdiri tepat di depan
gadis itu.
āDia tunanganku Kang Minhyo! Aku tidak mungkin hanya berdiam
diri dan tidak mencarinya!ā
Eun Ra menghampiri Mark dan Minhyo. Gadis itu tertawa sinis
begitu mendengar ucapan Mark. Entah kenapa kalimat-kalimat itu begitu lucu tapi
juga menyakitkan ditelinganya.
āApakah sekarang kau telah memikirkan tunanganmu itu? Lalu,
kemana saja sebelumnya? Apakah kau memikirkan bagaimana dia saat kau merebut
ciuman pertamanya dan nyaris membuat ia mengalami trauma akibat ulahmu di
Jepang? Apakah kau memikirkan rasa takutnya saat itu? Apakah kau memikirkan
bagaimana terkejutnya ia saat kau mencumbunya dan memberikan sentuhan menjijikan
ditubuhnya, HA?ā
āKau bahkan tidak memikirkannya Mark. Kau hanya melakukan
apa yang membuatmu senang dan bahagia! Jadi tolong berhenti untuk menjadi
seorang tunangan yang baik di depan kami! Karena kami tahu semua pikiran burukmu
itu! Karena tunanganmu itu tidak akan pernah bisa menyembunyikan segala
sesuatunya dari kami!ā Sambung Seulbin yang sudah tidak dapat lagi menahan
emosinya.
Seulbin juga menatap Mark dengan tajam dari tempatnya
berdiri. Ia sudah tak bisa mentolerir perlakuan Mark pada Jiyeong. Pria itu
terlalu bajingan untuk Jiyeong. Pria itu tidak layak untuk sahabatnya.
Melihat kemarahan ketiga sahabat Jiyeong, membuat Jackson,
Jaebum, Junior, Youngjae, Bambam dan Yugyeom mencoba untuk mendinginkan keadaan
yang ada. Jackson menjauhkan Mark dari Minhyo dan Eun Ra. Sedangkan Jaebum dan
Junior berdiri tepat di depan Minhyo dan Eun Ra untuk menghalangi keduanya.
āKurasa sudah tidak ada gunanya lagi kita berdebat dengan
pria bajingan seperti dia. Lebih baik kita pergi dan mencari tahu kemana
Jiyeong pergi.ā Usul Seulbin pada kedua sahabatnya.
Ia kemudian melangkahkan kakinya kembali ke mobil. Lalu
diikuti dengan Minhyo setelah ia memberikan tatapan sangat tajamnya pada Mark.
Sedangkan Eun Ra, gadis itu menghampiri Mark dan memberikan pukulan pelan pada
pipi pria itu.
āKami bukanlah teman yang suka mencampuri urusan temannya,
tapi apa yang kau lakukan kepada Jiyeong sudah melampaui batas. Jadi aku
meminta padamu untuk jangan pernah sakiti Jiyeong! Jika kau melakukannya, kau
akan berhadapan dengan kami.ā
* * * *
Sudah satu minggu Jiyeong pergi meninggalkan rumahnya. Dan
akhirnya, hari itu ia kembali ke rumah. Gadis itu sangat merindukan kamar dan
ranjangnya. Karena itulah ia langsung bergegas menuju kamarnya dan membaringkan
tubuhnya di sana.
Ia menggerakan tangannya seperti membentuk kupu-kupu di atas
tumpukan salju. Ia juga berguling seperti anak kecil dan mengacak ranjangnya.
Membuat beberapa bantal kecil jatuh berserakan begitu juga dengan selimutnya.
Ia terus melakukan itu sampai seseorang mengetuk pintu
kamarnya. Jiyeong yang mendengar itu mau tak mau beranjak dari ranjang guna membuka
pintu. Saat pintu terbuka ātanpa ada pemberitahuan terlebih duluā tangannya
langsung ditarik begitu saja oleh sang pengetuk.
Jiyeong tidak melakukan apa pun. Ia tidak berteriak. Ia tidak
memaki. Ia tiak memukul. Ia juga tidak mencoba untuk melepaskan tangannya dari
cengkraman sosok itu. Ia masih terkejut dan belum bisa mencerna dengan baik
pada apa yang tengah terjadi.
Jiyeong hanya mengikuti langkah kakinya menuju halaman
belakang. Sosok itu pun berhenti menarik tangannya saat mereka telah berdiri di
tepi kolam. Namun ia tidak lantas melepaskan cengkramannya dan atau berbalik
menatap Jiyeong. Ia tetap berdiri membelakangi Jiyeong yang nyatanya masih
belum bisa mengerti dengan apa yang terjadi.
Saat otak gadis itu telah kembali bekerja dengan benar dan
akhirnya bisa mencerna dengan baik apa saja yang terjadi sejak dirinya membuka
pintu, matanya menjadi melebar dan napasnya ikut memburu. Ia tidak tahu
kesalahan apa yang baru saja dibuatnya. Yang jelas, ingatan akan kejadian di cafƩ
taman kota satu minggu yang lalu membuat ketenangan seperti direnggut dari
dirinya.
Tidak tahu apa yang akan sosok itu lakukan karena telah mencampuri
masalah pribadinya. Tidak tahu pula akan berakhir bagaimana dan seperti apa
dirinya setelah sosok itu melampiaskan semua kemarahan padanya. Namun lagi-lagi
ada sesuatu yang menyelinap masuk ke dalam dirinya yang membuat gadis itu
dengan berani menyentuh pundak sosok itu dan memanggil namanya.
āMa-rk...ā Panggilnya pelan sepelan napasnya yang baru saja
berhembus.
Mark masih diam dan tidak mengindahkan panggilan Jiyeong.
Hal itulah yang semakin membuat gadis itu ketakutan dan membuat jantungnya kian
berdetak dengan cepat. Jiyeong berusaha untuk menenangkan diri. Menghilangkan
rasa takut yang semakin mendominasi. Menormalkan detakan jantung dan
mengembalikan deru napasnya agar tidak memburu.
Namun usahanya sama sekali tidak berbuah hasil apa pun. Rasa
takutnya malah semakin menjadi. Jantungnya juga semakin cepat berdetak dan ia
semakin sulit untuk bernapas.
Semua masih dirasakannya tetapi menghilang bagai diterpa
badai saat Mark berbalik dan langsung memeluknya erat. Sangat erat hingga
Jiyeong dapat merasakan rasa hangat dari pelukan itu. Rasa hangat yang membuat
Jiyeong merasa nyaman. Kenyamanan pertama yang ia rasakan saat bersama dengan
Mark, setelah sebelumnya hanya ada rasa takut dan was-was. Karena itu ia tidak
pernah suka jika harus pergi hanya berdua dengan pria itu.
Di tengah rasa nyaman yang menjalar ke dalam tubuhnya, Jiyeong
malah merasakan jika pundaknya kini basah. Lantas ia menjauhkan tubuhnya dan
menatap Mark dengan pipinya yang sedikit basah dan matanya yang mulai memerah.
Gadis itu semakin memicingkan mata dan menatap Mark intens.
āAda apa? Kenapa kau menangis?ā
Mark tidak menjawabnya. Ia diam dan hanya membalas tatapan
mata Jiyeong.
āMark jawab.ā
Mark menundukkan kepalanya dengan hembusan napas yang berat.
Tidak lama ia kembali mengangkat kepalanya dan menarik tubuh Jiyeong kembali ke
dalam dekapannya.
āJangan pergi, kumohon.ā Lirih Mark. Suara yang biasanya
keras dan tegas kini berubah melemah dan sarat akan kesedihan.
Mark semakin mengeratkan pelukannya dan tidak membiarkan
Jiyeong untuk melepaskannya.
āPergi? Apa maksudmu?ā Tanya Jiyeong yang tidak mengerti.
Gadis itu masih berusaha untuk lepas dari pelukan Mark, tapi pria itu begitu
kuat dan membuat usahanya sia-sia.
āAku tahu aku pria kejam. Aku pria bajingan. Aku
memperlakukanmu sesuka hatiku. Tapi kumohon, jangan tinggalkan aku. Aku tak mau
kau pergi.ā Pria itu kembali meminta. Lebih lirih dan lebih bergetar
dibandingkan sebelumnya.
āAku tidak akan pergi. Lagi pula aku akan pergi kemana?ā
Jawab Jiyeong yang semakin tidak mengerti.
Mark menjauhkan tubuhnya walau tidak melepaskan rangkulan
tangannya. Ia tatap mata Jiyeong dalam dan beralih memegang pundak gadis itu.
āKemarin kau pergi Hwang Jiyeong. Tidak ada yang tahu kemana
kau pergi. Orang tua, Kakakmu, bahkan teman-temanmu.ā
Alis yang bertaut dengan ditemani kerutan didahi menghilang
dan digantikan dengan tawa ringan yang membuat kedua mata Jiyeong menghilang.
āKenapa kau tertawa? Adakah yang lucu?ā
Jiyeong menggeleng. Gadis itu kemudian menghentikan tawanya
dan kembali menatap Mark dengan serius.
āDengar! Pertama, aku tidak akan pergi kemana pun. Kedua, kepergianku
kemarin hanya untuk menemui nenekku. Ketiga, aku tidak memberitahu siapa pun
karena kepergian itu tidak direncanakan. Nenek menghubungiku dan aku langsung
saja pergi.ā Tutur Jiyeong dengan cepat.
Mark melepaskan genggaman tangannya dari bahu Jiyeong walau
matanya masih terus menatap gadis itu.
āJadi...ā
Mark mengeluarkan ponselnya dan mencari kontak seseorang didaftar
teleponnya. Ia kemudian menekan ikon berwarna hijau dan mendekatkan ponsel
tersebut ketelinga.
āKau menghubungi siapa?ā Tanya Jiyeong. Gadis itu penasaran
dengan siapa yang tengah dihubungi pria itu karena tiba-tiba saja dia setelah
bertingkah aneh.
āMark!ā
āIbuku, jadi jangan berisik!ā
Jiyeong semakin bingung. Bibi Tuan? Untuk apa Mark
menghubungi Ibunya? Apakah ia ingin memberitahukan kalau ia telah kembali? Tapi
untuk apa? Apakah wanita itu juga harus tahu tentang segala aktivitasnya?
āMemangnya ada apa?ā Tanya Jiyeong lagi yang masih begitu
penasaran. Menurutnya sikap Mark kali itu begitu aneh dan diselimuti dengan maksud
terselubung.
Mark mendecak sebal. āKenapa kau terus bertanya sih?!ā
āYa karena kau terlalu aneh hari ini Mark Tuan.ā
Ia menggerutu. āBaik, aku akan beritahu. Jadi aku menghubungi
Ibuku untuk meminta agar pernikahan kita dipercepat. Puas? Jadi sekarang diam
dan biarkan aku berbicara dengan Ibuku!ā
Mark melangkah menjauhi Jiyeong saat sang Ibu mengangkat
panggilannya. Pria itu bicara begitu serius, terlihat dari raut wajahnya dan
tangannya yang bergerak seakan tengah menjelaskan sesuatu.
Sementara dilain sisi, Jiyeong masih belum bisa mencerna
kalimat panjang yang baru saja diucapkan oleh Mark dengan satu kali tarikan napas.
Ia masih diam dan menatap Mark dari tempatnya.
Beberapa menit berlalu dengan kaganjilan yang melanda
hatinya. Hingga keganjilan tersebut berubah menyeramkan kala ucapan Mark telah
terartikan dengan baik oleh otaknya. Maka matanya tidak bisa untuk tidak melebar
dengan saliva yang sulit untuk ditelan.
Sedang Mark, ia baru saja mengakhiri panggilannya dan
kembali menghampiri Jiyeong. Pria itu memasang senyum termanisnya. Saat ia
berdiri tepat di depan Jiyeong, tangannya ia angkat untuk mengusap puncak
kepala gadis itu.
Namun belum juga tangannya bergerak di atas kepala Jiyeong,
gadis itu terlebih dulu menepisnya dan langsung menghujami Mark dengan tatapan
tidak terima.
āKenapa? Kenapa kau malah meminta hal gila itu? Kenapa kau tidak
menanyakan pendapatku? Kenapa kau seenaknya sendiri memutuskan padahal kau tahu
kalau aku juga termasuk di dalamnya? Kenapa-ā
Mark menghentikan bibir Jiyeong yang terus bertanya kenapa padanya dengan mengecupnya
singkat. Pria itu memang selalu berhasil membuat Jiyeong terpaku, terdiam, atau
tersipu hanya dengan satu kali tindakan. Dan kecupannya kali itu telah berhasil
membuat tunangannya berhenti bertanya.
Mark menangkup wajah Jiyeong dengan kedua tangannya. Ia
membuat mata gadis itu menatap matanya dan begitu juga dengan dirinya. Ibu
jarinya ia gerakan mengusap beraturan dipipi Jiyeong.
āMungkin aku terlambat untuk mengakuinya, tapi lebih baik terlambat
dari pada aku tidak mengatakan yang sebenarnya padamu, Jiyeongie.ā
Mark memberikan sedikit jeda pada kalimatnya. Ia masih
begitu nyaman dengan menatap mata Jiyeong dan ibu jarinya yang mengusap lembut
pipi gadis itu.
āAku mencintaimu. Aku tidak tahu bagaimana dan sejak kapan
perasaan ini tumbuh. Tapi yang jelas, aku ingin kamu tahu itu dan aku ingin
kita bersama.ā Aku Mark.
Pria itu meraih tangan Jiyeong dan menggenggamnya. Masih
dengan matanya yang menatap pada mata Jiyeong, ia kembali melanjutkan
pengakuannya.
āMungkin kau tidak percaya pada pria casanova sepertiku. Tapi kumohon, izinkan aku membuktikan
keseriusanku padamu. Izinkan aku masuk ke dalam hatimu dan tolong izinkan aku
untuk menjadi pendampingmu.ā
Jiyeong tidak mampu lagi membendung tangisnya. Air matanya
sudah terlalu banyak menumpuk dipelupuk mata sehingga kini jatuh tak terkendali
hingga membasahi pipinya.
Ia tidak tahu kenapa ia malah menangis. Ia juga tidak tahu
kenapa seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya. Dan ia juga tidak
tahu kenapa rasa senang dan bahagia tiba-tiba saja menyeruak masuk ke dalam
hatinya. Bahkan ia juga tidak tahu kenapa kepalanya mengangguk saat Mark
meminta kepastiannya.
Yang ia tahu semua terjadi begitu cepat. Sangat cepat untuk
Jiyeong sadari bahwa pria itu telah menempelkan bibir mereka. Melumat bibirnya.
Bahkan menjelajahi bagian dalam mulutnya. Perlahan matanya ia pejamkan.
Menikmati setiap sensasi yang diberikan oleh Mark melalui cumbuannya. Tangannya
telah ia kalungkan pada leher Mark. Dan Mark juga telah melingkarkan tangannya
pada pinggang Jiyeong.
Mereka semakin larut pada sapuan manis dibibir mereka. Ketika
mereka memutuskan untuk menyudahinya, lengkungan manis langsung terbentuk di
wajah keduanya.
Mark mengusap pipi Jiyeong. Gerakan yang tidak beraturan itu
berhasil membuat Jiyeong merasa nyaman. Ia lagi-lagi menatap manik mata
Jiyeong. Namun kali ini tatapanya begitu teduh dan menghangatkan untuk hati
gadis itu.
āMungkin kau bukanlah gadis pertama yang ada dihatiku. Kau
juga bukan gadis yang mau menuruti nafsu laki-lakiku, seperti yang kau ketahui.
Tapi kau adalah gadis yang berhasil membuat aku merasa sangat kehilangan saat
kau pergi, dan juga menyadari kesalahan yang telah kuperbuat. Kau adalah gadis
yang aku cintai. Kau adalah segalanya untukku Hwang Jiyeong..ā
Mark semakin melebarkan senyumnya saat Jiyeong memeluknya
erat dan menenggelamkan wajahnya didada bidangnya. Ia juga tidak mau
ketinggalan untuk memeluk tubuh Jiyeong yang rasanya sangat pas di dalam
dekapannya.
Mereka begitu larut
pada rasa bahagia yang tengah mereka rasakan. Melupakan semua kejadian yang tidak
layak untuk diingat. Memilih untuk membuka lembaran baru dan menjalani
kehidupan yang sudah dipastikan akan mereka jalani bersama.
E . N . D
Semuanya, maaf banget banget. Aku lupa kalau part terakhir belum dipublish. Aku kiranya udah. Dan pas periksa kemarin, ternyata perkiraan aku salah. Maaf guys. Semoga kalian masih inget sama bagian sebelumnya.
Aku enggak tau mau ngomong apa lagi. Yang pasti aku cuma mau minta maaf atas keterlambatan yang super lama ini. Semoga bagian terakhir ini bisa menghibur dan memenuhi ekspektasi kalian.
Terima kasih untuk yang setia dengan kisah Mark-Jiyeong yang super absurd ini. Sampai bertemu dikisah Mark-Jiyeong atau kisah lainnya. Tetep stay safe ya.. aku tahu kok rasanya bosen banget cuma di dalam rumah aja. Tapi demi kebaikan kita berusaha sama-sama untuk bersabar ya.
Ok, sampai jumpa lagi
ź°ģ¬ķ©ėė¤ ^^
Comments
Post a Comment