Cancellation : Sequel of Dealing




Cast :

Lim Chaerin  ~  Park Jimin


Genre :

Lemon / Lime (AU - Alternate Universe)


Previous story :




o   O   O   O   o




Ballroom hotel kian ramai setelah acara tiup lilin berganti menjadi ramah tamah. Para tamu yang telah memberikan ucapan selamat kepada Chaerin berbondong berkumpul membentuk sekutu masing-masing sembari menikmati hidangan yang telah tersedia. Rata-rata mereka adalah kolega orang tua Chaerin yang sengaja diundang untuk memperingati hari jadi Chaerin, yang juga berarti memiliki rentan usia jauh di atas sang pemilik hari bahagia tersebut.



Rasanya kesal sekali. Hari itu adalah hari peringatan kelahiran Chaerin, tetapi yang ikut merayakan hanya pria dan wanita dewasa yang tidak ia kenal. Tapi mau bagaimana lagi, semua ada ditangan Ibu dan Ayahnya. Chaerin sebagai tuan putri dihari itu hanya bisa mengikuti tanpa bisa berkomentar.



Untung saja sang Ibu masih teringat dengan Taehyung dan Gyuri yang sudah menjadi sahabat Chaerin. Jika tidak, mungkin Chaerin akan mati bosan tanpa ada satu pun orang yang ia kenal. Ugh... belum lagi para orang tua itu yang mencoba mengenalkan anak mereka dengan Chaerin. Ia seperti ingin menyiram mereka dengan wine yang disajikan. Menjijikan sekali mereka. Hanya untuk keuntungan bisnis mereka rela menjual anak mereka. Tsk!



“Kenapa cemberut begitu Putri Chaerin?”



Chaerin melotot saat Taehyung dengan terang-terangan meledeknya.



“Diam kau Kim!”



Taehyung tergelak geli. Gyuri yang berada di sampingnya memukul lengan sahabatnya itu untuk menghentikan kejailan Taehyung yang dapat berujung pada malapetaka.



“Jangan dengarkan alien ini! Sudah jangan cemberut seperti itu.” Ujar Gyuri menenangkan. Tangannya pun bergerak mengusap lengan Chaerin.



“Aku kesal! Ini sudah ulang tahun yang entah keberapa tetapi orang tuaku tetap tidak memikirkanku. Selalu saja seenaknya mengundang tamu. Tidak bisakah mereka juga memikirkan anaknya ini.” Gerutu Chaerin.



“Setidaknya Ibumu tidak pernah melupakan aku dan Tae..”



“Benar sekali. Jika sampai kalian terlupakan maka akan kupastikan acara mereka tidak akan berjalan! Ugh..aku  tidak peduli dengan status mereka.”



Chaerin sangat kesal. Ia ingin sekali marah tetapi tidak tahu harus melampiaskannya pada siapa. Sampai-sampai segelas wine yang sedari tadi dipegangnya langsung tandas saat amarahnya telah sampai di kerongkongan dan siap untuk meledak.



“Hei pelan-pelan!” Seru Gyuri yang langsung menahan tangan Chaerin. Tapi sayang, cairan berwarna merah itu telah lebih dulu menghilang ke dalam kerongkongan sang sahabat.



“Kalau kamu minum seperti itu kamu bisa cepat mabuk bodoh!” Omelnya sembari mengambil kasar gelas yang telah kosong dari tangan Chaerin dan memberikannya pada seorang waitress yang kebetulan tengah melewati mereka.



“Tidak peduli. Lagi pula mereka semua adalah teman orang tuaku, jadi tidak ada kewajiban untukku menemani mereka semua.”



“Tapi sepertinya Ibumu mengundang tamu spesial.”



Perkataan Taehyung membuat dua sahabat perempuannya langsung menolehkan kepala ke arahnya. Dahi mereka sama-sama mengerut. Tatapan mereka seperti meminta penjelasan dari ucapan itu.



“Coba lihat ke sana!” Seru Taehyung dengan menunjuk ke rah dimana orang tuanya berada.



Di sana tengah berdiri seorang laki-laki muda yang Chaerin yakini bukan sebagai salah satu kolega orang tuanya karena sang Ibu seperti baru saja memperkenalkan sosok itu pada sang Ayah. Ia ingin tahu siapa laki-laki berjas hitam itu. Tetapi posisinya yang berdiri membelakangi Chaerin membuat gadis itu tidak dapat melihat wajahnya.



Chaerin dan Gyuri sama-sama menunggu. Mata mereka tidak pernah lepas dari sosok laki-laki itu. Saat sang laki-laki membungkuk, kedua pasang mata itu semakin memicing dan bersiap untuk mengenali siapa sosok itu. Ketika tubuh itu telah sepenuhnya berbalik, keduanya seketika terdiam seperti baru saja tersambar petir. Apa lagi Chaerin yang sampai membulatkan matanya.



“JIMIN?!”



Sosok itu –Jimin– berjalan menghampiri mereka. Senyum manis yang terukir membuat laki-laki itu terlihat semakin tampan, sampai-sampai membuat beberapa tamu wanita terkesima dengan dirinya. Namun senyum itu berubah menjadi senyum miring saat mata Chaerin bertemu pandang dengan Jimin. Untuk waktu yang ganjil, Chaerin merasakan perasaan yang tidak wajar saat melihat mata gelap itu. Seperti ada sihir yang membuat dirinya tidak bisa mengalihkan pandangan dari Jimin bahkan sampai laki-laki itu telah berdiri tepat di depannya.



“Selamat ulang tahun Nona Lim.” Ujar Jimin dengan mengulurkan tangan.



Chaerin yang masih belum bisa terlepas dari jeratan Jimin hanya terdiam. Membuat kedua sahabatnya menatap padanya sementara Jimin semakin menunjukkan senyum miringnya.



“Chaerin..” Bisik Gyuri sembari menyikut lengan sang sahabat.



Matanya mengerjap kemudian memerhatikan Jimin sejenak sebelum membalas uluran tangan itu. “O-Oh.. te-terima kasih.”



Selepas jabatan mereka terlepas, Chaerin masih belum bisa berhenti menatap Jimin padahal laki-laki itu tengah berbalik untuk mengambil segelas wine yang ada di atas meja di dekatnya.



“Kenapa kamu bisa ada di sini?” Tanya Chaerin saat Jimin telah kembali bergabung.



“Ibumu mengirimkan undangannya.”



Chaerin mengernyit. Pikirannya langsung bekerja. Seiingatnya saat Jimin bertemu dengan sang Ibu tidak terjadi acara bertukar kontak telepon atau semacamnya yang bisa menghubungkan mereka, tapi kenapa sang Ibu bisa mengirimkan undangan kepada Jimin?



Jimin yang menyadari kebingungan gadis di depannya merasa terhibur dengan raut wajah yang tengah ditunjukkan Chaerin. Tawa kecilnya muncul walaupun tidak terdengar oleh yang lain.



“Taehyung memberikan nomorku pada Ibumu.”



Chaerin langsung membulatkan matanya. Kepalanya yang semula mengarah pada Jimin langsung berputar hingga kini menatap Taehyung yang hanya bisa menunjukkan senyum canggungnya sembari menggaruk tengkuk yang Chaerin yakini hanya untuk menutupi kegugupannya.



“Kim Taehyung!” Desis Chaerin dengan suara rendah.



“Hei itu Ibumu yang meminta. Beliau menghubungiku dua hari sebelumnya. Kupikir beliau sudah mengatakannya padamu, makanya kuberikan. Tapi jika pun tidak, aku juga tidak mungkin tidak memberikannya bukan?”



Taehyung membela. Ia tidak mau disalahkan padahal dirinya tidak merasa salah.



Chaerin hanya dapat menghelakan napas. Sahabatnya itu benar. Lagi pula bukankah dari awal acara perayaan ini memang milik orang tuanya. Dirinya hanya alasan mengapa acara ini diadakan. Tsk.. menyebalkan!



Di tengah gerutuan akan kekesalan hatinya, Chaerin merasakan tangannya digenggam dengan hangat. Ia lantas menolehkan kepalanya sampai obsidannya bersirobok dengan obsidan Jimin. Mata mereka saling bertatapan selama beberapa saat tanpa ada yang berniat untuk mengakhiri. Saling tenggelam pada tatapan dalam masing-masing sampai dehaman Taehyung membuat keduanya kembali pada kenyataan yang ada.



“Jangan membuat aku dan Gyuri seperti obat nyamuk. Jika kalian ingin bermanis-manis, jangan di sini. Cari tempat lain sana!”



Chaerin memelototkan matanya. Ia hendak memukul kepala Taehyung andai saja suara berat Jimin tidak menghentikannya. Namun yang membuat dirinya berhenti karena terkejut adalah apa yang Jimin ucapakan.



“Kau benar Tae. Kalau begitu aku bawa dulu sahabat cantikmu ini.”



Tanpa menunggu persetujuan Chaerin, Jimin menarik dengan lembut tangan yang ia genggam hingga Chaerin mau tidak mau mengikuti langkahnya. Mereka berjalan menembus keramaian tamu. Tidak jarang beberapa tamu menatap ke arah mereka dengan pandangan dan decak kagum. Siapa yang tidak kagum jika dihadapan mereka tengah berjalan seorang gadis cantik dengan lace sheath cocktail dress hitam yang membalut tubuh rampingnya dengan perpaduan stiletto silver dan seorang laki-laki berjas dan kemeja hitam yang menutupi tubuh kekarnya serta rambut hitam dengan highlight silvernya yang semakin menambah kadar ketampanannya. Bahkan Ibu dari gadis itu sampai tidak bisa menyembunyikan senyum lebarnya hingga pipinya merona saat melihat anak semata wayangnya itu.



“Jimin lepaskan..” Bisik Chaerin yang mulai risih dengan sekelilingnya.



Jimin tetap acuh dan melanjutkan langkahnya keluar ballroom. Ia butuh tempat yang lebih privasi untuk mereka. Setidaknya tempat tanpa banyak mata yang memungkinkan mengganggu rencananya. Ia tidak akan membiarkan rencana yang sudah ia susun sejak kemarin malam hancur karena gangguan orang yang tidak bertanggung jawab.



Jimin terus menggenggam tangan Chaerin hingga mereka keluar dari lift yang telah membawa keduanya menuju salah satu lantai di hotel tersebut. Chaerin yang sejak awal bingung semakin dibuat tidak mengerti saat laki-laki di depannya kembali menariknya untuk melangkah keluar. Dahinya mengerut saat yang dapat ia lihat hanya pintu-pintu dengan room nametag yang menunjukkan nomor kamar.



Tunggu, kamar hotel?



Kenapa Jimin membawanya ke sana?



Apa yang ingin Jimin lakukan?



Pikiran Chaerin menjadi kacau saat yang ada diotaknya hanya pemikiran negatif yang menyebabkan jantungnya berdebar tidak normal. Tidak hanya itu, napasnya menjadi memendek bersamaan dengan keringat dingin yang mulai membasahi telapak tangannya.



“Ke-Kenapa kita ke sini?” Gugupnya begitu langkah Jimin mengarah pada salah satu pintu yang berada di ujung lorong.



“Ji-Jimin..”



Jimin tetap tidak menggubris. Ia mengabaikan bagaimana tangan Chaerin yang ada dalam genggamannya mulai mendingin serta langkah kaki Chaerin mulai melambat hingga dirinya harus sedikit lebih keras menarik tubuh gadis itu.



Chaerin semakin dilanda gusar dan cemas saat Jimin mengehentikan langkah dan merogoh saku dengan tangan yang bebas. Laki-laki itu mengeluarkan access card dan menempelkannya di samping pintu. Jimin langsung membawa tubuhnya dan juga Chaerin masuk ke dalam saat telah berhasil membuka pintu.



“Ji-”



Belum juga Chaerin berucap, Jimin membuatnya tersentak dengan menempelkan punggung gadis itu dengan dinding dingin di dalam. Obsidannya menatap tepat pada manik kecoklatan Chaerin yang membulat sempurna karena perlakuan yang ia terima.



“Apa yang kamu lakukan Chaerin? Kenapa kamu membuatku seperti ini?” Bisik Jimin yang membuat Chaerin bergidik. Napas hangat laki-laki itu menyapu permukaan kulit Chaerin dan menyebabkan tubuhnya menegang dalam kungkungan Jimin.



“Setelah hari itu aku tidak bisa lupa. Wajah, suara, dan bibirmu, selalu terngiang hingga membuat aku seperti orang gila. Suaramu membuat aku ingin terus mendengarnya. Aku tidak bisa melupakan bagaimana wajahmu bersemu merah saat kita ada dalam jarak sedekat ini. Dan aku tidak bisa lupa selembut dan semanis apa bibirmu. Lim Chaerin sungguh, katakan apa yang telah kamu lakukan?” Keluh Jimin dengan suaranya yang rendah dan dalam, tentu saja membuat Chaerin merasakan gelenyar aneh ditubuhnya.



Jimin kembali mendekatkan wajahnya ke sisi wajah Chaerin. Dengan sengaja menghembuskan napasnya di sana sebelum menyapu ringan pipi Chaerin dengan bibirnya.



“Aku ingin berhenti membantumu.”



Chaerin seketika menoleh yang membuat bibir keduanya nyaris menempel jika saja kepala Chaerin tidak refleks bergerak mundur. Melupakan sedekat apa mereka saat itu dan seintim apa posisinya yang berada dalam kurungan lengan kekar Jimin.



“Tidak bisa! Kita sudah terlikat janji. Kamu tidak bisa membatalkan begitu saja Jimin!”



Jimin menggeleng. Melepaskan salah satu tangan Chaerin yang sedari tadi ia pegang untuk mengusapkannya pada permukaan pipi Chaerin. Pelan tetapi menimbulkan afeksi yang membuat Chaerin menutup kelopak matanya walau hanya sebentar.



Ugh.. kenapa rasanya nyaman sekali saat ia mengusap pipiku?, batin Chaerin.



“Bukan seperti itu maksudku, babygirl.” Jimin menjeda. Ia menggunakan waktunya untuk memerhatikan dengan seksama fitur wajah Chaerin. Sungguh, ia baru menyadari jika elain cantik Chaerin begitu manis dan menawan apalagi dalam jarak yang sedekat itu, walau tidak bohong jika saat pertama kali bertemu Chaerin memang telah berhasil membuat ia terpesona.



“Aku ingin berhenti menjadi partner pura-puramu karena aku ingin menjadi yang sebenarnya. Aku ingin hubungan kita terjalin dengan semestinya, bukan karena dilandaskan perjanjian. Kamu mengertikan, babygirl?”



Chaerin semakin dibuat merinding apalagi setiap kali Jimin memanggilnya dengan pet name dan bukan namanya. Sebuah sensasi yang baru pertama kali dirinya rasakan.



“A-Apa mak-sudmu?”



Jimin sedikit membuat jarak antara wajah mereka. Menurunkan tangannya yang tadi mengusap pipi Chaerin ke bawah hingga berakhir pada pinggang gadis itu. Dengan tersenyum manis, ia menarik pinggang ramping itu hingga tubuh keduanya saling bertubrukan. Chaerin sampai harus menempatkan tangannya didada bidang Jimin untuk menciptakan jarak di antara mereka, walau tidak membuahkan hasil apa pun karena tubuhnya tetap menempel pada tubuh tegap Jimin.



“Aku ingin kamu menjadi kekasihku. Aku tidak peduli jika kamu tidak memiliki perasaan padaku, karena aku yang akan membuat perasaan itu tumbuh dalam hatimu.”



Setelah mengatakan isi hatinya, tanpa memberikan waktu untuk Chaerin mencerna setiap kata yang ia ucapkan, Jimin langsung menempelkan bibirnya dengan bibir Chaerin yang telah ia pastikan menjadi candu baru untuknya. Mengulum bibir plum itu dan menggigit bibir bawahnya untuk membuka akses bagi lidahnya bergerilya. Organ tidak bertulang itu mulai mengabsen satu per satu bagian rongga itu, kemudian mengajak milik Chaerin untuk menentukan siapa yang paling dominan.



Chaerin sendiri yang terkejut setelah berhasil kembali dengan kesadaran yang utuh, berusaha untuk melepaskan dirinya dari Jimin. Ia mendorong dada Jimin dengan seluruh tenaga yang dimiliki. Tapi memang pada dasarnya keklisean yang berdasar pada hukum alam dimana tenaga wanita selalu lebih lemah dibanding pria menjadi alasan kenapa Chaerin gagal menjauhkan tubuhnya.



Setelah waktu yang cukup lama, Jimin dengan dominasinya pun berhasil membuat Chaerin berhenti dengan usaha sia-sianya hingga akhrinya ikut terlena dengan permainan bibir yang ia tawarkan. Ikut memejamkan mata dengan tangannya yang kini beralih menggenggam erat kerah jas Jimin. Sementara Jimin, tangan bebasnya bergerak ke belakang kepala Chaerin dan menekan pelan tengkuk gadis itu untuk semakin memperdalam cumbuannya. Tak ayal jika setelahnya suara decak dan kecap terdengar memenuhi kamar.



Cumbuan itu kian lama semakin memanas saat Jimin mulai meremas pinggang Chaerin. Beberapa kali ia memeremas pinggang ramping itu hingga erangan kecil lolos dari bibir Chaerin yang masih dengan setia dikecap oleh Jimin.



Keduanya baru berakhir saat pasokan udara yang ada diparu-paru mulai menipis. Chaerin yang mulai meraskaan sesak lebih dulu memukul pelan Jimin hingga dengan sangat tidak rela Jimin menjauhkan wajahnya walau tetap masih dalam jarak yang sangat dekat. Dahinya ia tempelkan dengan Chaerin hingga hembusan napas panasnya tepat mengenai bibir gadis itu.



“Kamu tahu, mulai malam ini kamu sudah resmi menjadi milikku. Tidak ada laki-laki lain yang boleh mendekatimu dan kamu juga tidak boleh dekat dengan laki-laki lain. Jika sampai hal itu terjadi..” Jimin membuka matanya dan menatap lekat obsidan coklat yang juga tengah menatapnya –menunggu kelanjutan ucapannya.



“Aku akan menunjukkan padamu seberapa posesifnya aku.” Ujarnya dengan mengadu ujung hidungnya dengan milik Chaerin. Membuat semburat merah semakin terlihat jelas dipipi gadis itu dan menyebabkan debaran anomali semakin menggila didadanya. 


E . N . D



Hallo guys, masih bisa bertahan untuk #dirumahaja kan?
Ayo.. yang sabar ya. Emang semua cobaan enggak ada yang mudah, tapi kalau berusaha untuk ikhlas ngejalanin semoga bisa lebih ringan. Aku enggak mau menggurui cuma mau mengingatkan aja, karena itu tugas manusia kan?
Kalian enggak sendiri kok ngadepin cobaan ini dan Indonsia juga enggak sendiri. Sekarang seluruh dunia dan seluruh masyarakat tengah berjuang bersama untuk keluar dari cobaan ini. So be wise dan be safe. Stay healthy guys!

Sama selamat berpuasa bagi yang menjalankan. Enggak kerasa ya udah 10 hari terakhir. Tetap semangat, semoga puasa kalian diterima dan mendapat lebih banyak kebaikan ditengah pandemi ini.

Terima kasih kepada siapa pun yang sudah bersedia meluangkan waktu dan kuotanya untuk mampir dan baca cerita receh ini. Serius, eksistensi kalian yang ngebuat GIGS tetep ada walau mengalami penurunan keaktifan dari kita yang signifikan. Tapi itulah hidup, benar? Kita enggak bisa ada di satu zona untuk selamanya. Tapi intinya terima kasih banyak untuk kalian semua. I love you and We love you guys 💕

Sampai bertemu dilain kesempatan..
감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts