The Scoundrel, Heartbreaker Part 5




Side story :





Previous story :


Teaser  I  Part 1  I  Part 2  I  Part 3  I  Part 4



*  *  *  *







Sudah dua hari berlalu. Selama itu kehidupan gadis bermarga Hwang tersebut berubah membaik karena sosok Mark yang tidak mengusiknya. Tidak ada wajah pria itu di kesehariannya. Tidak ada ucapan manis yang membuat isi perutnya ingin keluar. Serta tak ada wajah sok malaikatnya yang sangat dirinya benci.



Jiyeong menikmati hari-harinya dengan hati yang berbunga. Setiap saat bagaikan surga untuknya. Tidak ada yang namanya tertekan, terintimidasi, atau takut akibat tatapan pria itu yang menurutnya begitu mematikan.



Tapi sebuah pesan yang baru saja diterima membuat dirinya kembali teringat pertemuan terakhirnya dengan Mark. Pesan tersebut dikirmkan dari nomor yang tidak tersimpan di kontaknya, tapi dalam pesan tersebut terdapat nama Youngjae yang ia yakini sebagai salah satu teman dari pria itu.



To: +68xxx

Kami hanya pergi makan, tak lebih. Tapi tunggu.... saat akan pulang, kami bertemu dengan seorang gadis. Tapi aku lupa namanya.



From: +68xxx

Gadis? Bagaimana ciri-cirinya?



To: +68xxx

Dia cantik. Kulitnya putih bersih seperti susu. Rambutnya pendek sebahu dan berwarna hitam legam. Tingginya.. sedada Mark. Memangnya siapa gadis itu? Apakah kau mengenalnya?



Pesan terakhir yang dirinya kirimkan sudah terkirim sejak beberapa menit yang lalu. Namun hingga detik itu, pemilik nomor yang mengaku bernama Youngjae itu tak juga membalasnya. Rasa penasaran dan bingung langsung menyergapnya. Terlebih saat ia kembali membaca pesan di antara mereka.



Pada pesan tersebut, ia bertanya bahwa apakah Mark tengah bersama dengannya. Karena sudah lebih dari dua hari ia dan teman-temannya tak bertemu dengan Mark, bahkan nomor pria itu juga tidak bisa dihubungi. Ketika mereka mencari ke rumahnya, tidak ada yang tahu kemana pria itu pergi.



Jiyeong bangkit dari posisi tidurnya. Ia menyandarkan badannya pada kepala ranjang. Kemudian kembali mengoperasikan ponselnya dan tidak lama mendekatkan benda itu ke telinganya.



Suara nada dering menemaninya selama sosok yang ia hubungi belum menjawab panggilannya. Selama ia menunggu panggilannya terjawab, otaknya masih terus memikirkan mengenai Mark yang menurutnya begitu penuh misteri. Bodohnya ia baru menyadari hal itu. Sial!



Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya panggilannya dijawab. Dirinya segera menegakkan tubuhnya dan menyilakan kakinya.



Jackson.. apakah kita bisa bertemu?



...



Ayolah.. ada yang ingin ku tanyakan pada mu.



...



Ku mohon.. aku janji tak akan lama. Ayolah...



...



Baik. Aku akan segera ke sana.



Panggilan tersebut berakhir. Jiyeong yang baru saja menutup sambungan tersebut segera meletakkan ponslenya di atas nakas, lantas bergegas memasuki kamar mandinya.




*  *  *  *




Sebuah café yang berada di persimpangan menjadi tujuan Jiyeong di sore hari itu. Gadis itu dengan mengenakan celana denim pendek yang dipadukan dengan hoodie berwarna abu-abu berjalan memasuki tempat tersebut dan segera menghampiri sebuah meja dengan sosok Jackson yang tengah melambai ke arahnya.



Begitu sampai, gadis itu langsung mendudukkan tubuhnya pada kursi yang berhadapan dengan kursi yang Jackson duduki. Ia meletakkan tasnya pada kursi sebelahnya dan kemudian memesan segelas vanila latte kepada seorang pelayan yang mengikutinya sejak ia memasuki tempat tersebut.



“Jadi apa yang membawa seorang tunangan dari Mark datang menemui ku?”



Jackson melipat kedua tangannya dan menyanderkan tubuhnya. Pria itu menatap gadis di depannya dengan tatapan meledek.



“Jangan pernah memanggil ku seperti itu, Jackson Wang!” Sinis Jiyeong pada pria yang malah tertawa begitu mendengar ucapannya.



“Baik baik. Jadi ada masalah apa? Kenapa kau sangat ingin bertemu dengan ku?”



Jiyeong melipat kedua tangannya di atas meja. Ia menatap tajam Jackson yang berhasil membuat pria itu berubah menjadi serius.



“Katakan pada ku, apakah kau tahu siapa gadis yang bertemu dengan aku dan Mark malam itu?” Tanya Jiyeong langsung, karena ia bukanlah seorang gadis yang penuh dengan basa-basi maupun gadis yang suka bertele-tele.



“Apa maksud mu? Aku tak-”



“Jangan berbohong, Jackson. Tadi teman mu, Youngjae, menanyakan keberadaan Mark pada ku. Saat aku mengatakan bahwa kami bertemu dengan seorang gadis, ia kemudian tidak membalas lagi.” Jiyeong menjeda ucapannya. Ia berusaha untuk menelisik ke dalam pikiran Jackson melalui mata pria itu. “Dan ku rasa kau juga tahu karena saat aku menghubungi mu, samar-samar aku mendengar suara Youngjae. Jadi katakanlah.”



Jackson menarik napas kemudian menghembuskannya. Ia mendekatkan tubuhnya pada meja dengan mata yang masih setiap menatap pada Jiyeong.



“Apakah kau benar ingin tahu?”


Jiyeong menganggukkan kepalanya. Walaupun awalnya ia tidak memerdulikan pertemuannya dengan gadis itu, tapi setelah pesan yang Youngjae kirimkan padanya membuat ia menjadi tidak ingin tidak perduli.



“Tapi setelah ini, kau jangan membatalkan pertunangan mu dan-”



“Aku memang ingin membatalkan pertunangan ini sejak orang tua ku memberitahukannya. Jadi kau tidak perlu takut jika nanti memang pertunangan ini dibatalkan. Sekarang cepat katakan!”



“Tidak sebelum kau berjanji untuk tidak membatalkannya apa pun alasan yang kau miliki.”



“Ayolah. Kau tidak perlu ikut campur masalah pertunangan ku.”



“Kalau begitu aku tak akan mence-”



Jiyeong mendesis sebal. “Baik. Aku janji!”



“Berjanji untuk?” Jackson menaikkan sebelah alisnya menanti jawaban dari Jiyeong.



Ia mendecak. “Aku berjanji tidak akan membatalkan pertunangan ku! Puas? Sekarang cepat ceritakan!”



Jackson menyunggingkan senyum kemenangannya begitu mendengar Jiyeong mengucapkan apa yang ingin ia dengar. Pria itu sebelumnya tengah bersandar kini kembali mendekatkan tubuhnya pada meja dan menatap Jiyeong dengan lebih serius.



“Gadis itu adalah Stefany Choi...”




*  *  *  *




Jiyeong memarkirkan mobilnya di halaman rumahnya. Gadis itu segera mematikan mesin mobil dan bergegas memasuki rumahnya bersama dengan satu buah kotak ice cream besar yang baru saja dibelinya. Ia segera menuju dapur dan menyimpan ice cream tersebut di dalam lemari pending. Ia meletakkan kotak putih itu pada bagian pembeku dan kembali menutupnya.



Jiyeong beralih pada lemari yang menyimpan gelas-gelas dan mengeluarkan satu dari sana. Kemudian dirinyaberbalik dan hendak menuju meja makan guna menuangkan air. Namun saat ia berbalik, seseorang telah berdiri di belakangnya dan membuat ia mau tidak mau menabrak tubuh tersebut.



“Mark?”



Mark tidak menjawabnya. Ia hanya tersenyum dan kemudian merentangkan tangannya memeluk tubuh Jiyeong.



Jiyeong terkejut dengan pelukan tiba-tiba pria itu. Ia ingin meronta dan melepaskan pelukan itu. Tapi Mark begitu erat memeluknya dan telah menenggelamkan wajahnya di lengkungan lehernya. Akhirnya ia memutuskan untuk membiarkan pria itu memeluknya. Tapi sesuatu tiba-tiba saja memaksa masuk ke dalam ingatannya dan membuat gadis itu mengatakan apa yang ada di pikirannya saat itu juga.



“Apakah ini ada hubungannya dengan Stefany?”



Mendengar nama Stefany, Mark langsung menjauhkan tubuhnya dan menatap Jiyeong penuh tanya. Pria itu tetap bergeming dan berusaha untuk mengendalikan dirinya.



Sementara Jiyeong, setelah melontarkan pertanyaan tersebut dan tubuhnya yang sudah tidak berada di dalam dekapan Mark, Jiyeong ikut begeming. Gadis itu terus memerhatikan Mark yang menurutnya terlihat berbeda.



Keduanya hanya diam sepanjang mata mereka yang masih terus menatap. Seharusnya ia tidak melontarkan pertanyaan tersebut. Karena pertanyaan itu telah membuat suasana di dapurnya berubah drastis.



Namun Jiyeong bukanlah gadis yang mampu menyimpan pemikirannya. Ia bukan gadis yang lebih suka menerka sesuatu di dalam pikirannya sendiri, terlebih jika bersangkutan dengan orang lain. Tapi ia juga tidak suka di tempatkan di suatu keadaan yang sangat membuatnya bingung seperti saat itu.



Helaan keluar begitu saja dari bibir Mark dan membuat Jiyeong mengertukan dahinya.



“Aku pergi.” Pria itu memutar langkahnya menuju pintu depan. Namun langkahnya terhenti saat Jiyeong menahan tangannya.



Mark kembali memutar tubuhnya dan menatap Jiyeong. Ia menautkan alisnya dengan menatap Jiyeong bingung.



“Ikut aku.”




*  *  *  *




Jiyeong ikut mendudukkan tubuhnya di tepi kolam dan memasukan kakinya ke dalam setelah menyerahkan satu cup ice cream kepada Mark. Gadis itu memiliki sendiri cup ice cream-nya dan mulai menikmati miliknya.



Satu suapan.



Dua suapan.



Dan tiga suapan ice cream telah masuk ke dalam mulutnya. Namun tidak ada yang diucapkan oleh dirinya. Ia membiarkan kesunyian berada di antara ia dan Mark. Sampai saat ia telah menghabiskan separuhnya, ia baru membuka mulut guna mengajak bicara pria di sampingnya.



“Maaf kalau aku lancang. Sebenarnya aku sudah tahu bagaimana hubungan mu dengan Stefany dan-”



“Sudahlah, tidak usah dibahas.” Potong Mark cepat saat Jiyeong masih ingin menyampaikan sesuatu yang ada dipikirannya.



“Kau juga tidak perlu mminta maaf. Tidak ada yang salah.” Sambung Mark lagi dan kemudian kembali menyuapkan sesendok ice cream ke dalam mulutnya.



Awalnya gadis itu sama sekali tidak menatap Mark. Ia hanya sibuk pada air yang merendam kakinya serta ice cream yang terus ia suapkan ke dalam mulut. Namun saat Mark menyelaknya dan membuat ia merasa tidak nyaman, gadis itu meresponnya dengan menoleh dan menatap di sebelahnya.



Hanya dengan melihat sebagian wajah Mark, Jiyeong tahu bahwa ada sesuatu yang tengah pria itu pikirkan dan juga tengah megganggu perasaannya. Tapi ia masih tidak mengerti, kenapa pria itu sangat tidak ingin membahasnya.



Jiyeong kembali memalingkan wajahnya. Ia meletakkan cup ice cream-nya di samping dan menatap lurus ke depan.



“Aku tidak tahu seberapa buruk perasaan mu saat Stefany memutuskan hubungan kalian secara sepihak. Tapi ku rasa hal itu tidak bisa menjadi alasan untuk mu memainkan perasaan banyak wanita hanya untuk membuat wanita-wanita itu juga merasakan apa yang kau rasakan. Termasuk pertunangan antara kau dan aku.”



“Sudah ku katakan kalau aku tidak ingin membahasnya. Jadi berhenti sebelum aku melakukan sesuatu yang lebih kepada mu!” Ujar Mark dingin namun penuh dengan penekan disetiap katanya.



Mark menatap Jiyeong tajam setelah sebelumnya hanya menatap gelombang air di depannya. Rahangnya juga terlihat mengeras begitu ia mendengar penuturan Jiyeong.



“Apa? Apa yang akan kau lakukan Mark? Apakah mencium ku? Melempar ku ke dalam kolam? Atau meniduri ku? Ku rasa aku tidak takut lagi dengan segala perbuatan mu. Toh.. jika kau benar-benar meniduri ku, aku akan dengan senang hati meminta hari pernikahan kita dipercepat!”



Jiyeong membalas menatap Mark dengan tatapan yang tidak kalah tajam. Rahangnya juga  trerlihat mengeras seperti Mark. Bahkan kilat amarah begitu terpancar dari matanya yang terus menatap manik mata Mark.



“Baiklah kalau itu mau mu. Aku juga akan dengan senang hati melakukannya, Nona Hwang!”



Mark memasang senyum miringnya. Ia meletakkan cup ice creamnya dan kemudian menarik Jiyeong pergi menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Ia menarik tubuh gadis itu masuk dan mendorongnya hingga terhempas ke atas ranjang. Tangannya mengunci pintu kamar tersebut dan kemudian beralih menghampiri Jiyeong yang tengah merintih akibat genggaman pria itu yang begitu kencang hingga memberikan bekas kemerahan di pergelangan tangannya.



Melihat itu Mark segera menempatkan dirinya di atas tubuh Jiyeong dan mengunci setiap pergerakan yang dapat gadis itu lakukan. Ia genggam kedua pergelangan gadis itu dan menguncinya di kedua sisi kepalanya. Sedangkan kaki gadis itu, walaupun Mark tidak melakukan apa pun pada pergelangan kakinya, tetapi Jiyeong tidak dapat menggerakan kakinya dengan bebas karena terhalang oleh tubuh Mark.



Di saat itu Jiyeong baru menyadari bahwa ia baru saja membangunkan beruang tidur. Ia menyesali ucapannya tadi yang menantang pria itu.



Tapi mau bagaimana lagi. Beruang ganas itu telah terbangun dari tidurnya dan sangat sulit untuk membuat beruang itu kembali tertidur. Kini yang harus ia lakukan adalah memikirkan bagaimana caranya agar beruang itu tidak memangsanya.



“Apakah sekarang kau menyesali ucapan mu?”



Jiyeong berusaha mengendalikan dirinya agar Mark tidak mengetahui bagaimana perasaan serta pikirannya saat itu. Ia tidak ingin Mark tahu bahwa kini jantungnya tengah bergemuruh dan darahnya berdesir lebih cepat.



“Kau bisa melakukan apa pun kepada ku....” Jiyeong memberikan jeda pada ucapannya. Ia berusaha untuk mengulur waktu yang ada. Sampai akhirnya sebuah ide muncul dan membuat ia menyunggingkan senyumnya kepada Mark yang ternyata tengah menatapnya dengan penuh gairah.



“Aku tidak akan memberontak selama kau mau melakukan apa pun yang ingin kau lakukan, tapi biarkan aku menyelesaikan apa yang ingin aku katakan pada mu.” Tawar Jiyeong yang berhasil membuat Mark berhenti menatapnya dengan tatapan seperti tengah menguliti dirinya.



“Setuju. Namun aku tidak akan melepaskan mu. Jadi jika kau ingin berbicara, kau akan tetap seperti ini.”



Jiyeong mengangguk. Dalam hati sebenarnya ia tidak ingin berada di posisinya saat itu. Maksudnya, tubuh pria itu yang berada di atas tubuhnya atau ia yang berada di bawah tubuh pria itu, dengan tangannya yang tergenggam dan berada di kedua sisi kepalanya.



Namun ia juga tidak mungkin melakukan perlawanan pada Mark. Karena ia tahu bahwa keadaan akan semakin buruk jika ia tidak mengiyakan keinginan pria itu. Dan dirinya tidak mau hal itu sampai terjadi karena ia belum mengatakan apa yang ada di dalam pikiran serta benaknya.



“Jadi apa yang ingin kau katakan, my lovely?”



Dahi Jiyeong menaut dan bulu kuduknya berdiri begitu kata lovely terlontar dari bibir Mark. Namun ia mencoba untuk tidak memerdulikannya dan kembali fokus pada apa yang ingin ia katakan.



“Mungkin setelah ini kau akan menganggap ku sebagai gadis yang suka mencampuri urusan orang lain. Ta-”



“Tidak, aku tidak akan melakukan hal itu pada mu. Kau adalah gadis ku. Mana mungkin aku akan menganggap mu sebagai gadis yang suka mencampuri urusan orang lain. Lagi pula setelah ini, kau juga tak akan menjadi seorang gadis lagi, hem..”



Mark mengerlingkan matanya. Ia juga membelai pipi Jiyeong. Dan Jiyeong, ia refleks memejamkan matanya dan menjauhkan wajahnya dari tangan pria itu.



“Jangan memotong ucapan ku dan jangan menggoda ku, Mark Tuan!”



Mark kembali menarik senyumnya begitu mendengar titah Jiyeong. Ia sebenarnya ingin tertawa saat melihat reaksi gadis itu. Dan sebenarnya ia tahu bahwa Jiyeong tengah merasa ketakutan dengan keadaannya saat itu.



Namun Mark tidak akan membiarkan Jiyeong lepas begitu saja. Ia masih ingin bermain-main dengan gadis itu. Bahkan hasratnya untuk melakukan kontak fisik dengan tubuh Jiyeong semakin bertambah hingga kini telah sampai pada ambang batasnya.



“Aku akan melanjutkannya.”



Ia menarik napas dalam dan menghembuskannya cepat. “Aku tahu kalau kau sangat mencintai Stefany, bahkan hingga detik ini. Tapi aku juga tahu, rasa sakit karena gadis itu juga begitu besar.”



Jiyeong kembali menjeda ucapannya. Ia perhatikan wajah Mark yang sedikit mengelami perubahan lantas kembali berkata, “Tapi bukan berarti kau bebas melukai hati wanita lain hanya karena kau ingin mereka merasakan apa yang sama dengan mu. Kau tak pantas melakukan itu karena wanita yang kau sakiti itu belum tentu akan membuat mu kembali merasakan rasa sakit itu.”



Jiyeong kembali memberikan sedikit jeda pada dirinya untuk menyusun kalimat yang akan ia ucapakan agar lebih baik. “Perlakuan mu itu malah akan membuat wanita-wanita itu menjadi seperti mu. Ia akan membuat banyak pria merasakan rasa sakit yang sama. Dan kau juga perlu ingat Mark, dunia ini berputar. Hukum alam berlaku. Jika kau tidak merasakan akibat dari perbuatan mu itu, mungkin nanti keluarga mu, atau bahkan anak mu yang akan merasakannya.”



“Dan mengenai pertunangan ini, aku tak akan membatalkannya walaupun aku sangat ingin melakukannya. Aku akan membantu mu terlebih dulu, dan barulah memikirkan mengenai pertunangan ini.” Tambah Jiyeong sebelum ia benar-benar mengakhiri ucapannya.



Kalimat demi kalimat yang terlontar dari bibir Jiyeong membuat Mark terdiam. Raut wajahnya berubah menjadi tidak berekspresi walaupun matanya masih setia menatap manik hitam gadis yang berada di bawah kungkungannya.



Sementara Jiyeong, gadis itu masih terus berusaha untuk mengendalikan dirinya yang sudah mulai tidak terkendali. Melihat wajah Mark membuat jantungnya semakin berdetak dengan cepat. Ini adalah kali pertamanya ia melihat Mark dengan raut seperti itu.



Tidak ada tatapan yang mengintimidasinya. Tidak ada tatapan menggoda. Tidak ada tatapan tajam yang kerap ia tunjukkan padanya. Tidak ada Mark yang kerap ia lihat sebelumnya.



Seulas senyum terpasang di wajahnya begitu kata tampan melintas dengan tidak tahu malu dipikirannya. Ia tidak menyangka bahwa kata itu akan melintas dipikirannya. Terlebih di saat yang sangat tidak aman seperti saat itu. Oh benar-benar!



“Hei Mark.”



Jiyeong memamggil Mark dan membuat pria itu kembali tersadar dari lamunannya. Mark pun kembali menatap Jiyeong dengan menaikkan salah satu alisnya.



Jiyeong tidak menjawab tatapan bertanya Mark. Ia diam dan hanya menunjukkan kedua tangannya yang sudah terlepas dari genggaman pria itu.



Namun saat Mark belum menyadari maksud dari apa yang ditunjukan oleh gadis itu, Jiyeong terlebih dulu mengecup pipi pria itu dan kemudian mengecup singkat bibirnya. Dan setelahnya ia segera mendorong tubuh Mark dan kemudian bangkit dari atas ranjangnya.



Jiyeong berjalan menuju pintu dan membuka kunci pintu tersebut. Namun sebelum ia membuka pintu itu, ia kembali berbalik dan menatap Mark yang tengah terpaku dengan tetap berada pada posisinya.



“Besok aku akan ke rumah mu. Untuk sekarang aku ingin pergi bersama dengan Eun ra. Jika kau masih ingin di sini, silahkan. Tapi sebentar lagi Jonghyun dan kekasihnya akan tiba. Jadi berhati-hatilah pada kedatangan kakak ku itu jika kau masih ingin tetap di kamar ku.”



Jiyeong semakin melebarkan senyumnya dan kemudian ia benar-benar melangkah pergi meninggalkan Mark yang masih terpaku di dalam kamarnya.



Mark POV



Aku baik-baik saja. Jadi berhenti menanyakan keadaan ku!



...



Park Jinyoung! Kenapa kau sangat banyak bicara?! Aku baik-baik saja. Sudahlah, aku tidak ingin bicara lagi!



Aku segera menjauhkan ponsel ku dari telinga dan menggeser tanda merah yang tertera di layar. Sejak tiga puluh menit yang lalu benda itu terus menempel di telinga ku. Rasanya panas dan lelah.



Jika aku berbicara dengan para wanita yang sangat menginginkan ku, aku tidak akan merasa selelah dan sekesal seperti sekarang ini. Tetapi nyatanya, yang baru saja menghubungi ku bukanlah wanita-wanita yang siap aku campakkan. Tetapi Jinyoung yang menggunakan nomor Yugyeom.



Yang semakin membuat ku kesal adalah, orang itu tidak henti-hentinya menanyakan keadaan ku. Oh ayolah.. aku adalah seorang pria. Usia ku juga sudah dewasa. Jadi sebenarnya ia tidak perlu berepot-repot menanyakan keadaan ku.



Sungguh.. semangat ku sudah pudar karena dirinya. Dasar manusia keparat!



Ku lempar ponsel ku ke sisi lain dari ranjang ini dan kemudian merebahkan tubuh ku. Tidak lupa ku regangkan otot ku begitu rasa nyaman sudah ku rasakan. Namun saat mata ku ini akan terpejam, suara Ibu berhasil membuat ku mengurungkan niat ku. Dengan malas ku hampiri pintu kamar dan membukanya.



“Ada apa Bu?”



“Apakah kalian akan berkencan?”



Aku menautkan alis ku dan menatap Ibu penuh tanya. Berkencan? Siapa? Aku? Dengan siapa?



“Apa maksud Ibu? Aku tidak mengerti.”



“Ah ayolah.. jangan berbohong pada Ibu. Kalau kalian tidak akan berkencan, lalu untuk apa Jiyeong datang.”



Mata ku membulat begitu mendengar nama gadis itu.



Jiyeong.. Hwang Jiyeong? Ia datang ke rumah ku?



“Sudah kau cepat bersiap. Dia menunggu mu di bawah.”



Ibu mengacak rambut ku sebelum meninggalkan ku. Aku yang masih bingung kembali menutup pintu kamar dan bersendar pada pitu tersebut setelah menguncinya.



Jiyeong? Kenapa ia dat-



Aku akan membantu mu. Besok aku akan ke rumah mu, jadi bersiaplah.



Ah.. aku ingat! Ia akan membantu ku untuk menghentikan semua kelakuan buruk ku. Hah.. benarkah? Apakah ini bukan mimpi? Hwang Jiyeong.. kau memang berbeda.



Tidak ku sangka kau akan benar-benar melakukannya. Dan kini kau datang ke rumah ku. Hei Jiyeongie. Kita lihat saja, siapa yang akan menang nanti. Kau yang berhasil dengan usaha mu atau aku yang berhasil membuat kau bertekuk lutut pada ku.


To be continued



감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts