JOURNEY OF LOVE THE SERIES - Painfully Smile Part 4A
Terkadang menghilangkan setitik noda terasa sulit dibandingkan dengan
menghilangkan noda besar yang ada.
~ Painfuly Smile ~
PREVIOUS STORY :
MYSTERIOUS SIGHT
PAINFULLY SMILE
Cast : Park Gyuri
Xi Luhan
Kim Jongdae
Previous Story
“ Aku tidak berbohong! Terserah jika kalian menganggapku berbohong!
Tapi itu tidak seperti yang kalian pikirkan.”
“ KENAPA? KALIAN INGIN MENGATAKAN BAHWA AKU BERBOHONG? PERLU KALIAN
TAHU, AKU SAMA SEKALI TIDAK BERBOHONG!!”
*******
Author POV
Hari-hari berganti seperti biasanya, semua berjalan apa
adanya tanpa ada perubahan, yang gelap tetaplah gelap, sedangkan yang
terang…sayangnya tidak ada yang terang di dalam rumah itu. Semuanya gelap dan
abu-abu. Rumah megah yang sebenarnya dipenuhi dengan ornamen natal yang meriah
dan ceria, sarat akan kebahagiaan seperti tidak ada gunanya lagi. Semua
terlihat sebagai benda-benda biasa, bisa dibilang hanya sebatas formalitas
saja. Mulai dari pohon natal yang dihiasi berbagai pernik hiasannya, serta
lampu hias yang indah menyinari terlihat biasa saja. Tidak ada kesan istimewa.
Mungkin bagi sebagian orang yang memasuki rumah itu akan
berdecak kagum melihat betapa besar dan indahnya bangunan tersebut. Dinilai
dari desain eksterior maupun interiornya, tidak ada cacat sama sekali. Apalagi
sekarang, rumah itu semakin menarik karena banyaknya ornamen natal yang
menghiasi. Tapi tidak untuk seorang pria muda yang tengah memandangi salju
turun dari jendela kamarnya.
Hari ini merupakan salju pertama, biasanya banyak orang yang
menyaksikan turunnya salju pertama bersama orang-orang yang mereka sayangi.
Bepergian keluar rumah atau sekedar melihat dari dalam rumah demi menunggu
salju turun bersama orang-orang terdekat. Lagi-lagi khayalan itu kembali
mengusik pikirannya. Benar…hal yang menurut sebagian orang merupakan hal biasa,
tapi menurutnya malah hal yang tidak seharusnya ia bayangkan. Bahkan untuk
membayangkannya saja, ia merasa bersalah. Bersalah pada dirinya sendiri.
Iya…itulah yang dirasakan Jongdae. Seorang diri di dalam
kamar, menghabiskan waktu malamnya hanya dengan berdiam diri sambil menatap
pemandangan langit yang dipenuhi dengan butiran-butiran putih yang jatuh ke
atas tanah. Ia hanya bungkam, sambil terus memperhatikan butiran putih itu.
“ Untuk apa HAH? Tidak
cukup jelaskah apa yang ku katakan padamu selama ini? jangan temui anakku
lagi!” teriak seorang wanita paruh baya dengan nafas memburu. Giginya gemeretak
seiring dengan matanya yang mulai memanas.
“ Dia juga anakku!
Jongdae juga anakku! Ingat itu Bae Ji Ae! Aku bebas untuk menemuinya! Kau pikir
kau telah mengurusnya dengan baik? tidak kan? Kau hanya memberinya materi tanpa
memberinya kasih sayang. Kau sibuk dengan karirmu!” tak mau kalah, pria yang umurnya
terpaut tak cukup jauh dari wanita tadi, menyahut dengan nada lebih keras. Tak
bisa dihindarkan lagi, pertengkaran antar mantan suami-istri kembali tejadi.
Masalahnya selalu sama, selalu masalah anak.
“ Lalu kau apa? kau
pikir selama ini kau melakukan apa? siapa yang membuat semuanya jadi begini?
Siapa?” jerit wanita itu dengan lantang. ia berteriak dengan segala kekuatan
yang masih tersisa. Hingga akhirnya ia ambruk, wanita itu ambruk. Ia jatuh
terduduk sambil terisak.
BRAAKKK
Suara pintu menjeblak
terdengar dan tak lama seorang pria muda masuk dengan buru-buru. Matanya
memanas mendapati sang ibu telah terduduk sambil terisak dengan kepala
tertunduk, tak jauh dari sosok ibunya, ia menemukan sosok ayahnya yang sedang
berdiri dengan ekspresi tak karuan. Rasa gamang menjalarinya, tapi ia segera
menghampiri ibunya. Mendekap ibunya dengan erat, sungguh ia tak pernah ingin
ibunya menderita.
“ Eomma… jangan
menangis..ada aku disini.” Ucapnya sambil terus mengusap-ngusap punggung
ibunya. Ia kecup kepala sang ibu, kemudian beralih menatap ayahnya yang berdiri
tak jauh darinya. Ia terlihat berpikir sejenak. “ Jangan datang lagi. Semua
hanya akan semakin memburuk.” Tuturnya setengah hati. Yah…setengah hati. Siapa
juga yang rela sepenuh hati mengucapkan hal semacam itu pada ayahnya sendiri?
siapa yang sanggup mengatakan kalimat paling menyakitkan kepada orang yang
disayangi? Tentu tak ada.
“ Eomma…ayo kita
pulang.” Ujarnya sambil membimbing ibunya untuk bangkit. Kemudian merangkul
wanita itu agar tak ambruk. Sebelum pergi meninggalkan ruangan itu, ia berbalik
melihat ayahnya, menatap raut kesedihan yang tersimpan dalam mata sang ayah.
Tapi…inilah pilihannya, tidak membiarkan ibunya sakit. Ia pun beralih kemudian
berjalan sambil membawa ibunya pergi keluar.
Jongdae mendesah pelan. Ingatan itu, ingatan satu minggu
lalu kembali terngiang dalam bayangnya. Hari itu untuk kesekian kalinya ia menyaksikan
sendiri bagaimana kedua orang tuanya bertengkar. Bertengkar karena dirinya.
Yang satu bersikeras untuk terus menemuinya, tapi yang satu tetap tak
mengizinkan meski sebenarnya tidak berbuat apapun untuk dirinya. Tapi Jongdae
hanya bisa diam, walaupun ia ingin berteriak untuk menyerukan pendapatnya.
Tapi…tidak. seberat apapun ia tak akan bisa. Meski ibunya tidak mempunyai
banyak waktu untuknya, lebih banyak menghabiskan waktu dengan urusan pekerjaan,
Jongdae sangat mengerti bahwa ibunya melakukan itu untuknya.
Jika saja kejadian itu tak pernah terjadi, perselingkuhan
ayahnya tak terjadi. mungkin keluarganya sekarang masih hidup berdampingan
dengan baik, atau mungkin mereka sedang melihat salju bersama. tapi…semua
pengandaian hanya bisa menjadi sebuah angan-angan yang tak akan bisa merubah
apa-apa. semua sudah terjadi dan waktu tidak akan pernah bisa diputar kembali.
******
At Chung Ang
University
Dinginnya suhu pada musim dingin terasa menusuk hingga ke
tulang belulang. Rasanya ingin merapatkan mantel serapat-rapatnya tanpa
menyisakan celah sedikitpun untuk udara masuk. Meski begitu, udara dingin serta
suhu rendah yang mendera tak mengurangi minat belajar para pelajar di
universitas yang merupakan salah satu universitas terkemuka di Korea.
Walau dingin, orang-orang disana masih bisa berlalu lalang
seperti hari biasanya. Berjalan melewati lorong satu ke lorong lainnya sambil
membawa beberapa buku dalam dekapan. Begitu juga dengan seorang gadis bermantel
cokelat tebal dengan potongan modern yang tengah berjalan sendirian sambil
membawa buku-bukunya. Ia terus menyusuri lorong-lorong sekolahnya dengan
serius, ia tak ingin terlambat sampai di kelasnya.
“ Ngomong-ngomong apa kau sudah berbaikan dengan Gyuri?”
“ Untuk apa? memangnya aku salah apa?”
“ Benar! Lagipula Nayoung memang tak melakukan kesalahan
apapun.”
“ Tapi Hara…”
Percakapan itu terhenti begitu saja seiring dengan
membekunya orang-orang itu saat melihat siapa yang ada di hadapan mereka.
Gyuri…orang yang dari tadi sedang mereka perbincangkan sekarang ada di hadapan
mereka. gadis itu diam tanpa mengucapkan apapun. Ia pun kembali berjalan
memasuki ruang kelasnya tanpa menghiraukan orang-orang itu, sahabat-sahabatnya
yang berada di dekat pintu kelasnya.
Teman-temannya yang sudah tidak pernah ia sapa, tidak lagi
bersamanya. Teman-teman yang biasanya selalu membuatnya tertawa, menemaninya
makan, menghabiskan waktu kuliah bersama, kini menjauh. Mungkin bukan
sepenuhnya salah mereka, karena yang memulai untuk menjauh adalah dirinya.
Tapi…ketika ia mencoba untuk memperbaiki semuanya, secara kebetulan atau tidak
pasti ada saja yang membuatnya harus mengurungkan niat baik itu.
Saat itu waktu
istirahat tiba, Gyuri berjalan ke kantin hendak menemui teman-temannya. Meminta
maaf atas segala kesalahannya, singkatnya ia ingin berbaikan.
“ Bagaimana kalau kita
ajak Gyuri?”
“ Tidak usah! Untuk
apa sih? Pasti jawabannya ‘maaf aku sedang tidak punya uang.. atau… maaf aku
banyak tugas’. Sudahlah…kita saja.”
DEG
Rasa sakit yang mulai
pupus kini kembali datang dengan skala yang semakin besar. Dadanya benar-benar
sesak, ketika mendengar Hara mengatakan hal seperti itu tentangnya. Seburuk
itukah ia dimata teman-temannya?. Tak ingin semakin sakit hati, Gyuri langsung
berbalik meninggalkan kantin.
*******
Hari-hari berjalan begitu cepat, hingga tak terasa natal
akan segera tiba. Banyak orang yang sudah merencanakan hari natalnya dengan
berbagai macam kegiatan, mulai dari pergi keluar negeri, keluar kota atau
mungkin hanya berekreasi di tempat hiburan dalam negeri.
Tak mau ketinggalan dengan semua orang yang sudah memiliki
rencana, segerombolan muda-mudi juga tengah menyusun rencananya sendiri. hingga
akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke Lotte World sebagai tujuannya. Mereka
tersenyum puas sambil terus mengoceh, mengingatkan satu sama lain untuk
mempersiapkan dirinya dan yang lebih pentingnya mengingatkan agar tidak ada
yang lupa dengan janji tersebut. sesudah melakukan musyawarah, mereka pun
berjalan masing-masing. Berniat untuk segera pulang ke rumah. Menyiapkan segala
keperluan natal, apalagi hari istimewa itu akan datang esok lusa.
“ Cheonsa…pulang bersamaku ya?” tanya Ji Eun pada Cheonsa
yang baru saja ingin ikut pulang bersama Tao dan Sora. Cheonsa mendecak kesal
saat Ji Eun memelotinya agar ia tak pulang bersama pasangan itu.
“ Keurae..Sora, Tao aku pulang bersama si cerewet itu yah!”
pamitnya langsung berjalan mengekori Ji Eun. “ Hah…padahal mereka mau
mentraktirku makan.” Dumel Cheonsa sepanjang jalan.
Sora dan Tao kembali berbalik, mereka berjalan menghampiri
tempat dimana mobil Tao berada. Kedua sejoli itu pun segera masuk ke dalam
mobil berjenis sedan berwarna hitam itu. tak lama kendaraan beroda empat itupun
berjalan meninggalkan kawasan Chung ang dan berpacu di jalan raya dengan
tenang.
“ Jadi kalian belum berbaikan?” tanya Tao tanpa melepas
konsentrasinya pada kemudi.
“ Begitulah…sulit sekali. Padahal masalahnya sangat sepele.
Mereka itu…yang satu sangat keras kepala dan yang satu begitu sensitif.” Jawab
Sora sambil mendesah pelan.
Membicarakan masalahnya, membuat dirinya turun pangkat
menjadi anak sekolah dasar. Bagaimana bisa orang yang menyandang status sebagai
mahasiswi di universitas ternama tidak bisa menyelesaikan masalah sekecil itu.
hanya karena kurangnya komunikasi dan salah paham, mereka menjadi terpecah
belah. ia pun sepaham dengan Hara ataupun Nayoung, jika gyuri-lah yang membuat
mereka menjauh. Gyuri-lah yang menarik diri dari kawan-kawannya. Lalu kenapa?
Bahkan Gyuri sudah menjauh sebelum pertengkaran itu terjadi. lebih tepatnya
saat…tunggu! Bukankah… sikap Gyuri berubah setelah Sora menerima surat dari
Luhan. Aishh…bagaimana bisa ini tidak terpikirkan olehnya!. Luhan…bukankah
temannya itu menaruh perasaan pada Luhan? Bahkan ia sampai rela masuk ke dalam
komunitas SarangBook hanya untuk lebih dekat dengan pria itu, padahal Gyuri
tidak begitu menyukai sastra. Hah….
Bibir Sora bergetar tangannya bergerak menutup mulutnya,
menutupi ketakutan yang datang merasukinya. Ia lalu beralih menatap Tao yang
masih menghadap ke depan dengan serius. Dada Sora kembang kempis, tapi ia masih
bisa melihat dengan jelas bagaimana pose Tao saat mengemudi.
“ Tao…”
Fokus pria itu kini terbagi, antara jalan raya di depan
serta gadis di sampingnya. Ia menoleh pada gadis itu sekilas, menjawab
panggilan gadis itu dengan senyumannya.
“ Apa orang bisa membenci temannya sendiri hanya karena
orang yang disukai malah menyukai temannya?” tanya Sora pelan.
Tao diam, ia sedikit bingung dengan pertanyaan Sora. tapi
tak lama ia kembali menoleh pada gadis di sebelahnya itu.
“ Bagaimana perasaanmu waktu kau kira aku menyukai Son
Hana?”
Sora mendesah…aku
kesal, cuma itu tak lama. Karena aku tak ingin temanku sedih, aku tidak peduli
bagaimana perasaanku. Melihat temanku bahagia juga membuatku bahagia. Jawab
Sora dalam hati. Tapi itu dirinya, itu pemikirannya. Lalu bagaimana dengan
Gyuri? Apa Gyuri akan berpikiran yang sama dengannya?.
“ Luhan
sunbae….bukankah kau ingin tahu siapa pengirim surat itu?”
Hati Sora mencelos, kini ia benar-benar yakin dengan semua
ini. alasan kenapa Gyuri menjauh, karena gadis itu marah padanya. Mungkin ini
kekanakan, tapi…tak semua orang bisa menerima kenyataan jika orang disukai
malah menyukai sahabatnya sendiri. pasti menyakitkan.
Sekarang ia mengerti kenapa Gyuri tidak memberikan surat
pemberian Luhan padanya secara langsung, sekarang ia tahu kenapa beberapa waktu
belakangan ini Gyuri sangat jarang bicara, kenapa gadis itu lebih sering diam
dan terkesan sangat kaku padanya.
“ Ada apa?”
“ Sepertinya Gyuri marah padaku.”
“ Maksudmu?”
“ Tao…bantu aku untuk bicara dengannya. Setidaknya Gyuri
tidak marah padamu.” Pinta Sora sambil menatap Tao dengan sungguh-sungguh. Pria
itupun mengangguk pelan, tangannya bergerak pelan mengacak rambut gadis di
sebelahnya. Yah…meski ia belum begitu mengerti kenapa Sora memintanya melakukan
hal itu, tapi selama itu bisa membuat gadisnya merasa tenang pasti ia akan
melakukannya.
*******
At Chung Ang
University
Semua pelajar merasa sangat semangat hari ini, maklum hari
ini merupakan hari terakhir mereka bersekolah. Karena setelahnya mereka akan
mendapat libur panjang. Semangat mereka begitu terpancar, terlebih dari air
wajah mereka. begitupun dengan kondisi di sebuah kelas yang kelihatannya sedang
mendiskusikan sesuatu.
“ Jadi…setelah liburan, kita akan membuat projek majalah
dinding untuk tahun depan. temanya apa saja, yang penting menarik dan juga enak
untuk dibaca. Tujuannya agar mading itu tidak hanya menjadi pajangan saja, tapi
menjadi sebuah bacaan yang informatif dan menarik.” Jelas seorang pria berwajah
kecil yang tengah menjadi pusat perhatian dalam kelas itu. meski ada sekitar
empat orang lain yang memberi penjelasan, hanya orang itulah yang mendapat perhatian
besar. Yah…begitulah daya tarik seorang Xi Luhan. Begitu digilai dan
digandrungi.
“ makanya kami akan membagi kalian dalam kelompok, yang
pertama Hyomin dan Shin Ae, kemudian Naya dengan Jun Ki…”
“ Lalu Naomi dengan Ji Eun, selanjutnya Gyuri bersama
Sora…terus..”
“ Maaf sunbaenim!”
Semua mata serta perhatian seisi kelas itupun langsung
tertuju pada satu orang, yaitu pada seorang gadis yang baru saja mengacungkan
tangannya. Gadis itu berdiri dari kursinya dengan penuh percaya diri, kelihatan
sekali jika tekadnya sudah bulat.
“ Ada apa Gyuri?” tanya Ryu Hoon serius.
“ Aku dengan Naomi saja.” jawab gadis itu dengan lancar.
“ Memangnya kenapa?” tanya senior di sebelah Ryu Hoon.
“ Tidak…aku…”
“ Ikuti saja ketentuan yang sudah ditetapkan! Tidak peduli
dengan siapa kau dipasangkan, kau harus menerimanya. Lagipula kau bisa belajar
banyak pada Sora..” selak Luhan dengan nada mendikte yang membuat Gyuri panas.
Hatinya terasa terbakar, mendengar Luhan bicara seperti itu. membuatnya
berpikiran jika Luhan sengaja membuatnya bersama Sora karena dirinya tidak bisa
melakukan apapun tanpa bantuan gadis itu.
“ Baiklah! Itu saja kan pengumuman hari ini? aku pamit.”
Tandas Gyuri dengan nafas tertahan.
Iapun beranjak dari tempatnya kemudian berjalan meninggalkan
ruangan setelah mendapat persetujuan dari seniornya. Gadis itu tak peduli
bagaimana tanggapan orang mengenai dirinya sekarang, karena semenjak beberapa
waktu lalu ia memang sudah bukan Park Gyuri seperti biasanya. Bukan gadis
pendiam yang hanya bisa mengelus dada jika ada yang membentak. Dia bukan lagi
gadis yang malu untuk mengungkapkan pendiriannya, sekarang ia berubah.
Sora menundukkan kepalanya, menyesali sesuatu meski tak tahu
apa yang harus ia sesali. Tapi ia merasa bersalah, karena ialah Gyuri menjadi
seperti itu. jika saja Gyuri tidak satu kelompok dengannya.
******
Sekeluarnya dari ruangan tadi, gyuri berjalan dengan cepat,
secepat detak jantungnya yang bekerja tiga kali lebih keras dari biasanya. Ia
terus menggerakkan kakinya tanpa mempedulikan jika ia hampir seperti orang
tidak waras, karena terlalu cepat.
Gadis itu mendecak sebal saat mendapati sosok jangkung
tengah memblokir jalannya. Iapun beralih pada sisi yang lain, namun sosok itu
terus menghadangnya. Akhirnya Gyuri menyerah, ia menghadap sosok jangkung itu,
mendesak agar cepat mengatakan motif dari tindakannya tersebut.
“ Bisa bicara sebentar?” tanya sosok itu dengan ramah,
bahkan dengan sangat bersahabat.
“ Maaf…aku sibuk.” Baru saja Gyuri ingin beranjak, sosok itu
langsung menarik lengannya. Mau tak mau Gyuri pun berbalik.
Dengan terpaksa Gyuri meladeni orang di depannya yang kini
mulai mengawali ucapannya. Gadis itu menatap jengah pria di depannya sambil
menahan rasa kesal dalam dadanya. Walau sebenarnya ia tak memiliki masalah
dengan pria itu, tapi tetap saja saat melihat wajahnya membuat emosi Gyuri
seolah terpancing.
“ Sehari setelah natal kau kemana? Tidak ada kegiatankan?
Kalau begitu ikut kami ke Lotte World ya?”
“ Tchhh…siapa yang menyuruhmu? Mereka semua?” Gyuri
mendengus sambil membuang pandangannya ke arah lain. Helaan nafas kasar terus
meluncur dari hidungnya. Tapi bukannya merasa lega, tapi ia merasa dadanya
semakin bergemuruh.
“ Ya tentu.”
Tao menganggukkan kepalanya, ia berusaha membuat Gyuri
percaya dengan apa yang ia katakan. Jika pun bisa, ia juga akan mencuci otak
gadis itu agar mempercayai ucapannya.
“ Kau kira aku tidak tahu? Mereka itu sama sekali tidak
menginginkan kehadiranku.” Tandas Gyuri lebih pelan dari sebelumnya. matanya
terus memandang ke depan tanpa tahu jelas apa objek penglihatannya.
“ Tidak! mereka ingin sekali pergi bersamamu.”
“ Maaf Tao. Aku tidak
bodoh. Aku duluan.” Gyuri mendesah, kemudian berjalan mendului Tao yang masih
mematung di tempatnya.
Dengan langkah tenang, ah…bukan tenang, mungkin lebih tepat
disebut dengan langkah tak bertenaga ia berjalan menyusuri jalan penghubung
menuju gerbang depan. rasanya ia sudah benar-benar tak bisa terlalu lama berada
di dalam kampusnya, ia harus pergi. Entah kenapa perasaannya sangat tidak baik,
benar-benar terganggu dan bergetar. Bahkan seluruh panca inderanya ikut memanas
seiring dengan hatinya yang semakin tak tenang. Kenapa begitu banyak yang harus
ia pikirkan? Kenapa ia harus mendengar ucapan Luhan tadi? Dan kenapa ia harus
merasa sakit ketika ia berlalu begitu saja ketika Tao bicara padanya? Kenapa
jadi serumit ini?.
******
At Gyuri’s House
December 25th , Christmas Day
Gelak tawa, canda bahagia, wajah
sukacita masih mendominasi kediaman seorang gadis cantik berbalut gaun merah
cantik dengan potongan lengan ¾. Sosok itu terus hilir mudik mengerjakan
beberapa hal yang mesti ia lakukan, seperti menata piring di meja makan,
menyuguhkan kue-kue lezat untuk para tamu, dan tak ketinggalan menemani ibu dan
ayahnya menyambut tamu yang datang. kebahagiaan hari natal tak lantas
menghilang dari kediamannya, meski sebenarnya sekarang sudah cukup larut untuk
menyambut tamu. Sehingga gadis itu masih setia memamerkan senyum indahnya pada
setiap orang yang datang, tak jarang ia berbincang pada sebagian tamu yang ia
kenal, terlebih jika orang itu sanak saudaranya.
Seperti Heejin misalnya, gadis
yang merupakan sepupu Gyuri. Dia seorang gadis berusia dua tahun lebih tua dari
Gyuri. Ia adalah kakak sepupu Gyuri yang tinggal di Busan, bisa dibilang Heejin
adalah figur kakak perempuan yang sempurna untuk Gyuri. Mereka sering menghabiskan waktu bersama saat
bertemu, entah itu belanja bersama atau hanya sekedar bertukar cerita. Dan hari
ini keluarga Heejin, atau lebih tepatnya keluarga paman yang merupakan kakak
dari ayah Gyuri datang untuk merayakan natal bersama.
“ Kau yang merapihkan pohon natal
ini?” tanya Heejin pada Gyuri yang sedang merapihkan beberapa kado di bawah
pohon natal.
Tadi saat berbincang di ruang
tamu, mereka memutuskan untuk meninggalkan ruangan itu karena terganggu dengan
para orang tua yang bicara terlalu kencang. Merekapun memilih untuk berkeliling
rumah berlantai dua itu sambil bertegur sapa dan membicarakan obrolan ringan.
Sampai akhirnya mereka berhenti di sekitar pohon natal yang terletak di ruang
keluarga.
Gyuri menoleh ke arah kakak
sepupunya yang masih berdiri memperhatikan sela-sela pohon natal miliknya. Ia
mendecak sebal kemudian terkekeh pelan. “ Tentu! Kau tidak percaya onnie?”
sungut Gyuri yang kemudian menata beberapa kado dengan teliti. Iapun kembali
berdiri ketika pekerjaannya selesai, lalu menatap ke arah pohon natal yang
bermandikan cahaya dari lampu kelap-kelip serta berhias ornament cantik yang ia
gantungkan bersama keluarganya.
“ Ya…meski sulit untuk dipercaya,
aku akan belajar untuk mempercayainya.” Sahut Heejin dengan nada meledek. Gyuri
pun hanya tersenyum simpul. Entah kenapa meski hari ini merupakan hari yang
istimewa, Gyuri sedikit merasa ada yang mengganjal. Membuatnya tak bisa untuk
merasakan kebahagian dengan leluasa.
TENGTENGTENG
Dua gadis itu mengalihkan
pandangan mereka pada jam besar yang berdiri di sudut ruangan, saat benda itu
tiba-tiba berbunyi. Loncengnya terus bergerak ke kiri dan ke kanan secara
bergantian, menandakan jam dua belas malam telah datang. tak lama suara riuh
dan gemuruh datang mendekati dua gadis itu. rupanya keluarga mereka telah
berkumpul ke tempat dimana mereka berada untuk melaksanakan tradisi natal yang selalu
dilakukan setiap jam duabelas malam tepat. Apalagi kalau bukan bertukar kado.
Tanpa ada komando khusus semuanya
duduk melingkari pohon natal tersebut. mereka semua duduk dengan khidmat tanpa
ada yang mencoba untuk menghancurkan suasana bahagia tersebut. hingga seorang
lelaki paruh baya bangkit dari duduknya kemudian berdiri di tengah-tengah dekat
pohon natal. Matanya yang bersahabat menyipit kala senyumnya melebar ketika
melihat anak-anak serta keponakannya sudah tak sabar untuk pembagian kado.
“ Baiklah aku tak akan lama-lama,
kali ini dimulai dari putra sulungku Hwang Tae.” Mulai pria itu sambil
tersenyum setelahnya. Ia langsung membungkuk untuk mengambil sebuah kotak kado
berwarna biru dengan pita di atasnya.
Tak lama Hwang Tae atau lebih
tepatnya kakak kandung Gyuri, berjalan ke depan mendekati ayahnya. Pria berumur
duapuluh empat tahun itu tersenyum ketika menatap ayahnya, ia sedang berharap
bahwa kado yang akan ia terima berisi barang yang ia inginkan. Park Gil Dong
hanya menganggukkan kepalanya, menginstruksikan anaknya agar cepat mengambil
kotak itu. dengan penuh harapan Hwang Tae menatap kotak biru yang sekarang
sudah berada di tangannya. Ia kemudian berbalik untuk kembali ke tempat
duduknya. tadinya ia ingin membuka kotak itu ketika sudah sampai di tempatnya,
tapi berhubung rasa penasarannya begitu besar, pria itu tak lagi bisa menahan
tangannya untuk membuka tutup kotak itu. matanya membulat sejurus dengan rasa
bahagia yang pecah seketika. Oh…tuhan..bagaimana ia tidak senang? Barang yang selama
ini ia impikan, kini akhirnya bisa ia miliki. Sebuah kamera yang biasa
digunakan para photographer professional, kini berada di tangannya.
Decak kagum mencelos dari mulut
siapapun yang melihat isi kotak tersebut, tak terkecuali Gyuri yang menghampiri
kakaknya yang masih mematung karena terlalu terpukau dengan apa yang sedang
dilihatnya sekarang. Gyuri menatap kakaknya dengan senyum bahagia, ia tahu
inilah yang kakaknya inginkan.
“ Gyuri kau tak ingin hadiahmu?”
Gyuri menoleh ketika suara sang ayah mengintrupsinya. Iapun langsung
meninggalkan kakaknya dan kemudian berjalan menghampiri ayahnya yang sudah
memegang sebuah kotak kado berwarna jingga. Gadis itu tersenyum seraya dengan
tangannya yang mengelus lengan kokoh ayahnya dengan penuh kasih. “ Tentu. Aku
mana mau melewatkan hadiahku!” ujar Gyuri sambil menanggapi benda kotak itu.
Dengan perlahan, tangannya
membuka tutup kotak tersebut. hingga sebuah benda cantik terpampang jelas,
hingga decak kagum tak dapat tertahankan. Gyuri menatap ayahnya yang dibalas
dengan anggukan mantap dari pria itu. “ Gaun cantik serta sepatu cantik untuk
putriku yang cantik.” Ujar sang ayah sambil menepuk-nepuk bahu putrinya. “
Terimakasih appa.” Balas Gyuri pelan.
Ia lantas kembali ke tempat
duduknya. dengan senang ia mendekap hadiahnya di atas pangkuannya. Senyum di
wajahnya tak kunjung pupus yang menghadirkan tatapan jahil dari Heejin yang
melihatnya. “ Eii…kau pasti sedang mengkhayal tidak jelas!” ucap Heejin sambil
menyenggol lengan Gyuri yang mampu membuat gadis itu menoleh ke arahnya. “
Annie!!” elak Gyuri.
“ Pasti senang sekali ya bisa
merayakan natal bersama keluarga, belum lagi kalau bisa merayakan bersama
teman-teman. Pasti lebih menyenangkan. Bukan begitu?”
Gyuri hanya tersenyum kaku ketika
kata-kata Heejin mengingatkannya pada sesuatu. Sesuatu yang belakangan ini
menjadi masalahnya, yaitu teman. Entah mengapa mendengar kata-kata Heejin
terasa seperti menyiramkan air garam pada luka, rasanya perih dan membuatnya
tak ingin hal itu terjadi.
Tapi..tak bisa dielakkan jika
Gyuri merindukan teman-temannya. Hampir dua minggu mereka tak saling bertegur
sapa, padahal sering sekali bertemu. Dilihat dari masalahnya pun, sebenarnya
tak ada yang serius , semuanya berawal dari kesalah pahaman yang tak
terselesaikan. Ahh…benar-benar serba salah.
Biar bagaimanapun aku berharap
kalian bahagia. Mohon Gyuri dalam hatinya. Meski ia masih sangat kesal,
ia sama sekali tidak membenci kawan-kawannya.
******
At Lotte World
15.30 KST
Matahari musim dingin yang tak begitu menampakkan
eksistensinya tak menghambat rasa antusias segerombol muda mudi yang tengah
menikmati waktu bermainnya. Semua wahana permainan yang ada mereka jajal dengan
sukacita, mulai dari wahana Indoor maupun outdoor. Tanpa lelah kaki muda mudi
itu melancong ke berbagai penjuru, setelah cukup puas bermain, mereka mulai
berjalan ke arah taman outdoor dimana sebuah pawai sedang dilaksanakan. Senyum
puas terpancar kala melihat rombongan peserta pawai yang berjalan dengan
menggunakan berbagai macam kostum. Mulai dari tokoh kartun, tokoh film terkenal
seperti Jack sparrow dan ada pula rombongan marching band lengkap dengan baju
ala prajurit istana negeri Inggris.
“ Wah banyak sekali. Coba saja Gyuri ikut.” Gumam Ji Eun
yang tanpa sadar terdengar oleh yang lainnya.
Cheonsa menyikut lengan Ji Eun, membuat gadis di sampingnya
menoleh heran. “ Jangan bicara kencang-kencang.” Desis Cheonsa tertahan. tak
mengerti dengan maksud Cheonsa, Ji Eun hanya menggedikkan bahunya kemudian
kembali memperhatikan rombongan pawai di depannya.
Namun berbeda dengan Nayoung dan Hara yang merasa sedikit
terganggu dengan ucapan Ji Eun tadi, mendadak mereka jadi bersikap kaku.
Yah…tanpa mereka sadari mereka menyesal, karena berkat ulah merekalah Gyuri
tidak ada di tengah-tengah mereka. begitupun dengan Sora, ia juga merasa tidak
enak entah kenapa minatnya untuk bersenang-senang menghilang sesaat kata-kata
Ji Eun terdengar olehnya.
“ Semua akan baik-baik saja.” Sora mengangkat kepalanya dan
menemukan sesosok pria yang tengah menatapnya dengan tenang. Tanpa ia sadari ia
ikut tersenyum ketika sosok itu, Tao tersenyum padanya.
“ Hei! Bagaimana kalau kita bermain ski?” usul Cheonsa
tiba-tiba. Semua mata mengarah padanya, menatapnya dengan penuh pertimbangan.
“ Baiklah tidak ada salahnya dicoba!” jawab Tao.
Rombongan itupun akhirnya meninggalkan area pawai dan
berjalan berarakan menuju sebuah arena ski yang juga berada di dalam tempat
rekreasi itu.
*****
In the same place
“ Cobalah!” ajak seorang pria pada gadis yang tengah
menatapnya dengan ragu. Pria itu berulang kali meyakinkan gadis di depannya
bahwa ia akan menjaganya, tapi tetap saja gadis itu tak kunjung menerima uluran
tangannya. Rasa gugup dan khawatir terus menjalari batin gadis itu, ia bukannya
tak percaya dengan pria itu, tapi ia tak percaya dengan dirinya sendiri.
Bermain ski bukan keahliannya, jadi wajar saja jika ia takut. Apalagi ia pernah
melihat beberapa kecelakaan di arena ski yang membuatnya semakin paranoid pada
arena putih yang beralaskan lapisan es itu.
“ Kau sajalah! Aku tidak bisa.” Tolaknya untuk ketiga
kalinya. Gadis itu pun berbalik hendak menjauh dari area tersebut. melihat
temannya ingin pergi, pria itu langsung melangkah cepat kemudian menangkap
lengan gadis itu. sontak gadis itu terkesiap tanpa bisa menolak, jika sampai ia
melakukan hal tersebut sama saja dengan mencelakakan diri sendiri. karena ia
bisa saja tergelincir.
“ Jongdae!” kesalnya sambil memukul lengan pria yang masih
memegangi lengannya. Tapi bukannya berhenti, pria itu malah membawa gadis itu
berkeliling memutari arena ski. Tangannya yang kokoh tak luput memegangi lengan
gadis itu, berjaga-jaga agar temannya tak jatuh.
Flashback
Seorang gadis tidur
terngkurap di atas ranjangnya sambil memainkan ponselnya, mulutnya tak bisa
diam mendendangkan lagu-lagu yang terputar melewati ponsel hitam miliknya.
Meski sedang libur natal, gadis itu tak kunjung beranjak dari kamarnya dan
menikmati waktu liburnya dengan berjalan-jalan keluar. Ia lebih memilih di
rumah, meski sebenarnya ia ingin sekali pergi keluar tapi sayangnya ia tak tahu
mau kemana.
Suara decitan pintu
terdengar yang tentunya tak bisa di dengar oleh gadis yang masih menyumpal
telinganya dengan headset. sampai-sampai ia juga tak menyadari jika ada seorang
gadis yang memasuki kamarnya. Melihat kesempatan emas itu, gadis yang barusan
datang langsung mengagetkannya. Namun…gadis itu sama sekali tak kaget, ia hanya
bangkit dari posisi tengkurapnya kemudian duduk menghadap gadis yang merupakan
sepupunya itu.
“ Ada apa onnie?”
tanyanya dengan malas.
“ Pacarmu datang!”
jawab gadis itu sambil menunjuk ke arah pintu.
Sontak ia pun
melebarkan matanya kemudian menatap baik-baik sepupunya, memastikan bahwa gadis
itu sedang tidak mempermainkan dirinya. Tapi…mungkinkah? Jika dilihat dari
ekspresi wajahnya, tidak mungkin kalau ia berbohong. Namun…tidak mungkin! Pasti
sepupunya sedang bercanda, lagipula ia mana punya pacar?.
“ Sudahlah Park Heejin
aku tidak akan tertipu! Caramu itu sudah sangat kuno.” Balasnya kemudian
kembali tengkurap.
Heejin mencebikkan
bibirnya kemudian membalik tubuh gadis itu dengan kesal. “ Onnie! Kau itu mau
apa sih?” omel gadis itu saking kesalnya. Tapi bukannya mendapat ucapan
menyesal, gadis itu malah balik diomeli. “ Siapa yang sedang menipumu Park
Gyuri? Lihat sana di bawah! Ada seorang pria muda yang sedang menunggumu!”
Mata gadis itu kembali
terbelalak, perasaannya benar-benar gemuruh. Sebenarnya ia tak ingin
mempercayai omongan Heejin begitu saja, tapi ditelisik dari keseriusan wajah
kakak sepupunya, tidak mungkin kan kalau
ia sedang dibohongi. Namun…siapa pria yang sedang menunggunya? Seingatnya ia
tidak memiliki pacar, lantas siapa pria itu? aigoo…
Tanpa pikir panjang
Gyuri langsung meloncat dari ranjangnya, membuka pintu kamarnya dengan
terburu-buru. Ia melangkah cepat menuju tangga kemudian menyusurinya dengan
cekatan, langkahnya tak sampai disitu, Gyuri kembali berlari menuju ruang tamu
tempat paling mungkin ia bisa bertemu pria yang dibicarakan Heejin tadi.
TRAAP TRAAAP
Langkahnya memelan
ketika dirinya telah memasuki ruang tamu, tapi belum juga ia sempat mengatur
nafasnya dengan benar, gadis itu langsung dibuat lupa bernafas ketika matanya
bertemu dengan sepasang mata yang sudah cukup ia kenali. Mata itu, mata
Jongdae. Mau apa ia kemari? Tanya gyuri .
“ Gyuri kau sudah
turun, ini temanmu ingin mengajakmu pergi.” Ucap sang ayah yang berada di
ruangan yang sama dengan Jongdae, bahkan sepertinya ayahnya itu sudah
berbincang cukup banyak dengan pria itu.
“ Nde? Pergi? Kenapa tidak bilang dulu?”
“ Aku sudah menelponmu
berulang kali tapi tidak diangkat.” Jawab Jongdae santai.
Gyuri melirik ayahnya
dengan serba salah, bagaimanapun Jongdae adalah pria pertama yang datang ke
rumahnya. Apa pendapat ayahnya nanti? Sumpah demi apapun ia merasa sedikit
cemas, walau faktanya Jondae bukan kekasihnya.
“ Tunggu apa lagi?
Ganti baju sana!” suruh sang ayah yang membuat Gyuri langsung melesat kembali
ke kamarnya guna mengganti baju.
End Flashback
Gyuri kembali teringat dengan
kejadian sebelum ia sampai di tempat ini, ia ingat betul kalau Jongdae
menjemputnya. Tak terelakkan banyak hal yang ingin ia tanyakan pada pria itu,
meski sebenarnya bisa ia tanyakan di mobil tadi.
“ Bagaimana bisa kau tahu
rumahku?” Jongdae menoleh ke arah Gyuri sekilas. Ia terkekeh pelanyang membuat
Gyuri jengkel. “ Kau lupa aku pernah mengantarmu? Tepatnya setelah pameran buku
beberapa waktu yang lalu.” Gyuri terdiam kemudian mengangguk pelan, ia baru
saja mengingat apa yang diucapkan Jongdae barusan.
“ Dan kau…kenapa nomormu tidak
bisa dihubungi?” tanya Jongdae seraya menoleh ke samping, ke arah Gyuri.
TBC
Yoohhoooo…aku balik!!!
Setelah galau tingkat akut mau publish painfully smile atau marry me
dulu, akhirnya aku bisa danta juga… Tdinya napsu banget mau publish marry me,
cuma aku mikir kenapa g painfully smile aja? Berhubung painfully smile kan udh
ditinggal tiga bulan, jdi aku publish ini duluan deh…dan sebagai bonus aku
bakal publish part 4b-nya minggu depan!!! wihh…gila!!! Baik bgt kan??
Okelah kawan-kawan sebangsa dan setanah air, itu aja dari aku…pantengin
GIGSent terus yah!!!!
Sweet Smile,
GSB
Comments
Post a Comment