JOURNEY OF LOVE THE SERIES - Painfully Smile Part 4B








PREVIOUS STORY :

MYSTERIOUS SIGHT

PAINFULLY SMILE



Cast : Park Gyuri
          Xi Luhan
          Kim Jongdae


 ~000~ 




Gyuri POV



“ Dan kau…kenapa nomormu tidak bisa dihubungi?”



Tak kuhiraukan pertanyaan Jongdae yang baru saja terlontar, kini semua perhatianku tercurah pada dua orang gadis yang berada cukup jauh di depanku. Mereka tengah bersenda gurau sambil mengarungi lintasan es dengan berpegangan tangan. Tak jarang mereka tertawa cukup kencang dan menggoda satu sama lain. Tiba-tiba saja aku merasa kaku, seakan baru disiram air bersuhu minus derajat. Tapi hangatnya tangan Jongdae yang masih menggenggam erat lenganku, membuatku kembali tersadar. Sadar akan apa yang harus ku perbuat.




“ Jongdae..aku ingin berhenti, aku sudah lelah.” aku menahan gerakanku yang membuatnya menoleh padaku. Ia menatapku dengan keheranan, kini tubuhnya benar-benar berbalik menghadapku. “ Memangnya kenapa?”.



Aku hanya diam tanpa menjawab pertanyaan Jongdae, membuat pria di depanku ini menunduk untuk mencari jawaban yang ia pikir bisa ia temukan lewat wajahku. Ckk…bisakah dia tidak melihatku seperti ini?.


Aishh…pria ini benar-benar!. Karena tak ingin semakin gugup, ah…tidak! aku tidak gugup, tapi aku…aku..ya sudahlah anggap saja aku memang sedang gugup, jadi aku langsung memutar balik tubuhku ke belakang. Tapi licinnya arena es ini membuatku benar-benar kehilangan keseimbangan, hingga akhirnya aku pun tergelincir.


BRUUUK



Hufftt…untung saja ada yang menahan tubuhku, kalau tidak, mungkin tubuhku sudah menyatu dengan es sekarang. dan kini aku bisa bernafas lega, walaupun detak jantungku masih kacau tak beraturan karena begitu terkejut.



“ Gyuri?”



Suara berat yang kuyakini milik orang yang sedang menahan tubuhku ini terdengar, dengan cepat aku menegakkan kembali tubuhku. Tapi betapa kagetnya aku ketika tahu siapa orang yang berada di depanku, dia…Tao?.


Tak jauh di belakang tubuhnya, bisa kulihat tiga orang gadis yang juga tengah melihatku dengan tak percaya. Sora, Hara, dan Nayoung merekalah tiga gadis yang ku maksud.



“ Jongdae?” gumam Sora seakan tak percaya dengan siapa yang dilihatnya sekarang.


“ Hai…kalian juga kesini.” Bisa ku dengar suara sapaan kaku dari Jongdae yang masih dapat terdengar olehku. Walaupun tak bisa melihat bagaimana ekspresi Jongdae sekarang, kuyakin dia sedang gugup karena bertemu dengan Sora, belum lagi dengan kehadiran sosok Tao di depanku.



“ Benar dugaanku, kita memang tidak perlu mengajaknya karena lihatlah… dia sudah punya janji dengan orang lain.” ucap Nayoung sambil menatapku.


Aku menarik nafas kuat-kuat, sekuat dengan emosi yang sedang ku tahan. Kenapa hal semacam ini harus terjadi? lagipula apa aku salah? Ku tanya sekali lagi. Apa yang telah ku perbuat ini adalah sebuah kesalahan? Kalau iya, coba jelaskan alasannya!. Aku lelah seperti ini.


Aku menyerah, aku tak bisa lebih lama lagi disini. Dengan langkah berhati-hati ku gerakkan kedua kaki untuk memijaki lapisan es licin ini. sedikit harus bersabar dan memakan banyak waktu, tapi lebih baik seperti ini daripada aku tergelincir dan menanggung malu setelahnya.


Meski sedang kesal aku tak ingin mencelakai diri sendiri, karena aku tak ingin melukai diriku hanya karena orang seperti Nayoung. Tidak. aku tidak akan sekonyol itu. terus menerus kakiku bergerak hingga akhirnya berhasil melewati tiga gadis itu. karena takut terjatuh, tanganku tak luput untuk merentang guna menjaga keseimbangan.


“ Kenapa pergi? Kau takut? Pengecut.” Langkahku terhenti sesaat setelah kata-kata Hara menusuk indera pendengaranku. Rasanya seperti sedang menghadapi ujian kesabaran, benar-benar membuatku muak dan ingin berteriak. Tapi bisakah aku? Tidak!.



Aku hanya bisa mengepalkan tanganku sambil menetralisir segala pikiran buruk yang sedang merasukiku. Tak lama aku kembali berjalan, kembali bergerak untuk menjauh dari mereka semua. Tak ku pedulikan lagi pikiran mereka tentangku, yang lebih penting sekarang adalah bagaimana caranya agar bisa pergi dari jalanan es ini dengan cepat.





******






Author POV




Suasana hening masih akrab bersarang di tengah perjalan Gyuri dan Jongdae. Kedua orang yang sebelumnya berada di taman bermain, kini memutuskan untuk pergi ke tempat lain. Gyuri masih menutup mulutnya rapat-rapat dan memilih untuk menatap kosong setiap inci jalan yang ia lewati. Sedangkan Jongdae, pria itu terpaksa diam. Ya…sebenarnya banyak sekali yang ingin ia tanyakan pada gadis di sebelahnya, tapi berhubung dengan keadaan yang tak memungkinkan, Jongdae pun hanya menahan niatnya untuk bertanya dan membiarkan Gyuri untuk menenangkan dirinya.



Setelah mengarungi perjalanan panjang yang cukup padat dan juga membosankan, akhirnya mobil audi hitam milik Jongdae berhenti di dekat sebuah toko roti. Seusai mematikan mesin mobilnya, Jongdae segera melepas sabuk pengamannya dan berancang untuk keluar dari mobil. Tapi tangannya yang hendak meraih knop pintu berhenti begitu ia menyadari sosok di sebelahnya tak juga beranjak.



“ Kajja.” Serunya sambil menggerakkan kepalanya.



Akhirnya Jongdae pun turun dari mobilnya yang kemudian diikuti gyuri. Pria itu langsung melangkah maju, ia berada di depan Gyuri yang terlihat masih kebingungan. Sebenarnya gadis itu tahu benar tempatnya berada, dia tahu kalau sekarang berada di toko roti tapi ia masih merasa sedikit enggan terlebih setelah kejadian tadi di arena ski.



Gyuri memerhatikan sekelilingnya, memerhatikan dekorasi serta situasi di dalam toko bernuansa nyaman dan kekeluargaan. Memang toko itu bukan toko roti elit yang memiliki banyak waralaba, tapi dilihat dari tata ruang, kebersihan, dan kerapihannya toko itu tak kalah dari toko dengan nama terkenal.




“ Kau ingin pesan apa?” mata Gyuri berpaling melirik Jongdae. Gadis itu terdiam sejenak untuk memirkan apa yang harusnya ia pesan.

“ Apa sajalah, yang jelas aku ingin cokelat panas.” Jawab Gyuri  yang diangguki Jongdae.


“ Baiklah..tunggu disini ya.” Gyuri mengangguk sembari melebarkan senyumnya.




******




“ Bu…aku keluar sebentar ya. Aku ingin melayani tamu di luar sepertinya sedang ramai.”



Dengan cepat pria muda yang tengah berdiri di dekat panggangan roti melepaskan sarung tangan yang dari tadi menutupi tangannya. Ia kemudian melirik sejenak roti dalam panggangan di depannya lalu berjalan menuju sebuah pintu.



Kepalanya terus menoleh ke kanan dan ke kiri demi memahami situasi yang tengah ia saksikan. Ramai. Itulah yang ia pikirkan. Iapun beranjak dari tempatnya dan berkeliling untuk memastikan tidak ada meja kosong dengan kondisi kotor dan berantakan. Setiap tempat ia periksa dengan teliti hingga ia pun beranjak ke tempat lainnya. Namun langkahnya terhenti ketika matanya melewatkan sesosok yang menurutnya cukup familiar. Tak ingin menerka-nerka, pria itu berjalan mendekati sosok yang ia yakini bukan orang asing baginya. Dan benar saja. sosok itu memang bukanlah orang asing. Sosok itu merupakan juniornya di kampus yang juga merupakan anggota SarangBook, ialah Gyuri.



Ia pun terus melangkah mendekati sosok Gyuri yang masih duduk dengan tenang di tempatnya. Kalau dilihat sepertinya Gyuri masih belum menyadari kehadirannya.


“ Tumben kau sendirian?” sapa pria itu sembari duduk di hadapan Gyuri.



Gadis itu terlonjak kaget ketika pria yang selama ini ia kenal sebagai kakak kelasnya, tiba-tiba ada di hadapannya. Gyuri, begitulah gadis itu disapa, tak bisa berkata-kata saat matanya masih meragukan apa yang sedang dilihatnya. 


“ Hei..” sapa pria itu seraya melambaikan tangannya di depan wajah Gyuri.


“ Sunbae?” 



Seolah baru mendapatkan kembali kesadarannya, Gyuri kembali melihat sosok di hadapannya. tak pelak gadis itu meringis pelan setelahnya, karena ia baru saja yakin kalau yang ia lihat bukanlah orang lain melainkan sosok Luhan.


“ Gyuri..siapa dia?”


Sejurus kemudian datanglah Jongdae yang sedang membawa sebuah nampan berisi minuman serta makanan. Gyuri serta Luhan pun menoleh ke arah pria yang masih menatap dua insan tersebut dengan menyelidik. Begitupun dengan Luhan yang juga memerhatikan sosok Jongdae dengan teliti, menurutnya ini bukan kali pertama ia bertemu dengan Jongdae. Tapi dimana?.



“ Ah..Jongdae, kenalkan ini seniorku di kampus. Dan sunbae ini temanku.” ujar Gyuri yang diikuti dengan perjabatan tangan antara Luhan dan Jongdae.

“ Luhan..”

“ Jongdae..”



Seusai memperkenalkan diri, Jongdae mengambil tempat duduk di sebelah Gyuri. Tangannya bergerak menyisihkan piring makanan serta gelas dari nampan yang ia bawa. Ada yang ia letakkan di sisi Gyuri dan ada yang ia letakkan di depannya.



“ hmmm..sepertinya aku pernah bertemu denganmu sebelumnya. tapi dimana ya?” ucap Luhan sembari memberi perhatian lebih pada wajah Jongdae.


Tak pelak aksi Luhan membuat Gyuri mengerinyit heran. Ia tak pernah tahu kalau Luhan dan Jongdae pernah bertemu. Begitu pun dengan Jongdae, ia merasa aneh dengan tingkah pria di depannya. Pria yang baru ia kenal hitungan detik yang lalu sekarang sedang memerhatikannya dengan intens, belum lagi dengan pernyataan Luhan yang mengatakan pernah bertemu dengannya. Sepertinya ini pertama kalinya ia bertemu dengan Luhan.



TCKKK



Luhan menjetikan jemarinya dengan antusias diiringi dengan perubahan raut wajah yang semakin merona. Tangannya bergerak-gerak seolah ia habis menemukan ide cemerlang, matanya yang bulat juga terbuka lebar.



“ Kau yang bersama dengan Gyuri di pameran buku waktu itu kan?” selidik Luhan dengan wajah yakin. Benar..tidak ada keraguan dalam benak Luhan ketika menjatuhi sangkaan pada pria di depannya. Karena meskipun hanya melihat dari kejauhan, Luhan melihat dengan jelas kalau sosok yang bersama Gyuri waktu itu adalah Jongdae. 



“ Ya..bagaimana kau bisa tahu? Apa kau melihatku?”



Luhan hanya menggedikkan bahunya yang kemudian memajukan tubuhnya lebih dekat dengan meja, membuat pria itu sangat dekat dengan Jongdae. “ Ckk…kau itu! kalau kau ingin mengajaknya berkencan seharusnya tunggu sampai selesai, bukan malah membawanya keluar begitu saja. benar-benar.” Racau Luhan dengan nada mendikte.


Gyuri terkesiap dengan penuturan Luhan terlebih saat pria itu menyebut kata kencan, entah kenapa ia merasa sedikit tidak nyaman dengan kata itu. Tapi sepertinya itu tak jadi masalah untuk Luhan yang dengan santainya memundurkan tubuhnya kembali dan menatap Gyuri serta Jongdae secara bergantian. Yang ada di pikiran pria itu adalah bagaimana caranya ia bisa menuturkan pendapatnya dengan baik. itu saja tidak lebih.



“ Ya itu memang salahku. Tapi..maaf kami tidak pergi berkencan saat itu.” ucap Jongdae dengan santai.

“ Oh baiklah..itu bukan urusanku.” Sahut Luhan sambil menggidikkan bahunya.

“ Oh ya..aku sampai lupa. selamat natal.” Lanjut Luhan seraya menyambar tangan Jongdae dan menjabatnya dengan ramah. Ia juga tak lupa untuk tersenyum pada Gyuri yang berada di samping Jongdae.



“ Gomawo.” Ucap Jongdae.



Sepertinya setelah berjabat tangan untuk yang kedua kalinya, suasana diantara Jongdae dan Luhan semakin bersahabat. Dilihat dari bagaimana cara keduanya menatap satu sama lain, Jongdae juga mulai menyantap roti yang ia pesan. Namun keakraban tersebut tak dirasakan oleh Gyuri. Entah karena ia sosok perempuan satu-satunya disitu atau karena ada alasan lain, Gyuri malah merasa canggung. Ia merasa bingung harus bersikap bagaimana, haruskah ia bersikap seolah ia mengenal Luhan dengan baik atau mungkin bertingkah seolah ia sangat dekat dengan Jongdae.


“ Jadi..kau bekerja disini?” tanya Jongdae di sela kegiatan mengunyahnya.



Seperti yang terlihat sebelumnya, aura kaku perlahan menghilang dan Jongdae berusaha untuk seramah mungkin pada orang di depannya. Walaupun baru mengenalnya, tak membuat sisi ramah Jongdae pupus.



“ Hmm..tidak juga. Aku hanya membantu ibuku karena biasanya pengunjung semakin banyak ketika natal dan setelahnya.” Papar Luhan.



“ Oh…jadi ibumu pemilik toko ini?” Luhan pun mengangguk, membenarkan pertanyaan Jongdae.


“ Dan kau sendiri..sepertinya kau bukan mahasiswa Chung Ang, hmmm..atau aku saja yang belum pernah bertemu denganmu di kampus.”

“ Aku memang tidak satu sekolah denganmu.”


“ Lalu?”


“ Aku bersekolah di Universitas seni korea.”


“ Aku pernah dengar universitas itu.” ujar Luhan menanggapi jawaban Jongdae.



Pertanyaan demi pertanyaan terus terlontar secara bergantian, dengan tema yang masih sama, sama-sama menanyakan identitas. Baik Luhan maupun Jongdae seperti tak kehilangan bahan obrolan, kedua orang itu bahkan sampai lupa atau lebih tepatnya tidak ingat dengan Gyuri yang juga berada di tengah-tengah mereka. kedua pria itu hanya mengobrol berdua tanpa memberi kesempatan pada Gyuri untuk bicara. Gadis itupun sepertinya juga tidak tertarik untuk terlibat dengan perbincangan yang sedang berkembang diantara dua pria di dekatnya, ia lebih tertarik menyantap roti dan beberapa kue kecil yang ada di hadapannya.




“ Tidak juga. Aku mengenalnya karena ia mengikuti kegiatan yang sama denganku. Sebenarnya kami juga jarang terlibat perbincangan, cuma sesekali menyapa saja.” jawab Luhan menanggapi pertanyaan Jongdae barusan.


Sebagai penanya yang baik, Jongdae mendengarkan Luhan dengan seksama dan mengangguk setelahnya. Tadinya ia pikir Luhan dan Gyuri mempunyai hubungan yang begitu dekat, tapi ternyata..hanya sebatas kenal saja rupanya.

“ Bagaimana berbincang bersama, setiap bertemu saja dia hanya diam.” Gumam Gyuri yang sepertinya terlalu keras hingga mampu didengar Jongdae maupun Luhan.



Mendegar celotehan gadis di sebelahnya membuat Jongdae tersenyum simpul, berbeda dengan Luhan yang sedang membulatkan mulutnya saking tidak percaya dengan apa yang diucapkan Gyuri barusan. Sepanjang ia mengenal gadis itu, baru kali ini ia mendengar gadis itu bicara sesinis itu. sedangkan Gyuri, gadis itu menepuk pelan mulutnya sambil tak berhenti merutuki dirinya sendiri. Bodoh..harusnya dalam hati saja tadi. Resah gadis itu.




******




“ Gomawo..baru kali ini aku makan ditemani oleh anak pemilik tokonya langsung.” Ujar Jongdae pada Luhan yang mengantarnya sampai ke luar.



“ Kau tidak perlu sungkan.” Sahut Luhan seraya menepuk pelan bahu Jongdae.



Pandangan Luhan beralih pada Gyuri yang berdiri tepat di samping Jongdae, “ Aku tidak tahu ada masalah apa antara kau dan Sora, tapi ku harap kalian tetap bisa bekerja sama untuk tugas mading.” Ucapnya yang ditutup dengan senyuman simpul.


Gyuri hanya diam, tak menjawab atau mengangguk sekalipun. Gadis itu benar-benar tak bisa menjamin jika dirinya bisa bekerja sama dengan Sora di situasi seperti sekarang. entah bagaimana jadinya nanti. Apa ia harus mengalah pada egonya atau ia tetap melanjutkan kemelut yang ada. Ia tak tahu apa yang akan ia lakukan nanti.



“ Baiklah..sekali lagi terimakasih, kami pulang dulu.” Pamit Jongdae yang diangguki Luhan.

“ Sunbae aku juga pamit. Terimakasih untuk semuanya.” Pamit Gyuri sembari menundukkan kepalanya. tak lama ia mengangkat kepalanya lagi dan berbalik mengikuti Jongdae yang sudah duluan beranjak.




******




Gyuri POV




Ku tatap kembali layar ponselku untuk yang kesekian kalinya. Apa yang kulihat masih sama, tidak ada yang berubah dari waktu pertama aku melihatnya. Pesannya masih sama dan juga masih dari orang yang sama. Aku juga tak tahu kenapa, pesan singkat darinya begitu menarik untukku. Rasanya berharga sekali.



Kadang kitalah yang harus mengerti keadaan, meski sulit. Karena pada intinya semua manusia ingin dimengerti, jadi ku harap kau bisa mengerti teman-temanmu. Mencoba mengalah bukan hal yang buruk.

From : Jongdae



Aku berpikir setelah membacanya kembali, walau sudah membacanya berulang kali, aku tidak merasa bosan. Entah kenapa aku merasa kagum. Bolehkah aku bilang kalau aku terpesona dengan isi pesan itu? demi tuhan, aku baru pertama kali bertemu dengan orang sepertinya. Seperti Jongdae.



Awalnya aku merasa dia sama seperti pria lainnya, dan aku akui dia sama seperti pria lainnya. Tapi semakin mengenalnya perlahan aku merasa ada banyak hal yang membuatnya nampak sedikit berbeda dari pria seumurannya. Entah perasaanku saja atau bagaimana, tapi aku merasa jika Jongdae adalah titisan malaikat.



Fakta itu baru ku ketahui setelah seminggu belakangan ini sering berkirim pesan dengannya. meski bukan aku yang memulainya duluan. Pertama ia menanyakan kabarku dan sering berjalannya waktu, kamipun mulai bertukar cerita. Aku tak ingat apa saja yang sudah ku ceritakan padanya, tapi aku sangat ingat tanggapan apa saja yang ia berikan ketika aku selesai bercerita. Seperti saat aku secara tak langsung membicarakan Sora, aku bilang jika aku kesal dengan seseorang karena orang itu mendapatkan apa yang dia mau. Tapi tahukah apa yang ia katakan? Ia malah mengatakan bahwa tuhan itu adil, ia menciptakan manusia dengan kekurangan serta kelebihan, jadi aku tidak perlu kesal, karena bisa jadi apa yang ku miliki belum tentu dimiliki orang lain.



Tidakkah itu menakjubkan? Aku sampai malu setiap kali mengeluh padanya, karena sehabis itu ia akan mengutarakan pendapatnya yang sangat diluar pikiran. Aku jadi heran kenapa dia itu masuk fakultas seni musik, padahal dengan pola pikirnya yang seperti itu ku kira ia lebih tepat masuk fakultas psikologi atau mungkin politik.


DRRTDRRT



Lamunanku buyar ketika sesuatu di tanganku bergetar. Ahh..rupanya ponselku yang bergetar. Ternyata sebuah pesan baru dari Jongdae baru saja masuk. Dengan cekatan aku langsung membuka pesan itu dengan perasaan senang. Aisshh…berlebihan sekali aku ini.



Jadi kapan kau mau berdamai dengan teman-temanmu? Ku harap secepatnya. Karena sangat disayangkan kalau persahabatan kalian hancur hanya karena kesalahpahaman kecil seperti itu. aku yakin kau bisa Gyuri. Hwaiting^^


From : Jongdae



Hatiku merasa tenang setelah membaca pesannya barusan. Yah…meski aku tak bisa menjamin kalau aku bisa berdamai dengan mereka dalam waktu dekat ini, tapi aku merasa ada sebuah keyakinan yang kumiliki sekarang. hah…tapi benar juga yang Jongdae katakan, persahabatan kami terlalu berarti untuk kesalahpahaman kecil itu. kesalahpahaman yang berawal dari Luhan sunbae.



Ya…aku memang sudah menceritakan semuanya pada Jongdae, dari awal bagaimana aku bisa kesal dengan Sora dan yang lainnya. Mungkin aku memang bukan orang yang suka menjaga urusan pribadi rapat-rapat, jadi saat aku mulai bercerita aku malah menceritakan semuanya. Sebenarnya aku juga merasa tidak enak, takut kalau Jongdae menganggapku yang tidak-tidak. tapi aku tidak menyesal karena setelah menceritakan semuanya aku merasa lega.



******



Mataku masih ingin terpejam, tapi aku langsung menepis rasa kantuk itu kala suara eomma kembali meneriaki namaku. Aigoo…kenapa eomma suka sekali berteriak-teriak? Apa dia tidak takut pita suaranya itu lepas kalau terlalu sering berteriak.



Ku buka pintu kamar dengan malas, namun kupaksakan agar suara melengking eommaku berhenti. “ Ne eomma. Aku sudah bangun.” Ucapku tepat di depan eomma yang berada di depanku. “ Baguslah! Cepat mandi, kau itu anak gadis.” Aku mengangguk pelan. Tak lama ia pun berbalik dan pergi dari depan kamarku. Huft….akhirnya suara mengganggu itu pergi juga.



Langsung ku tutup kembali pintu itu dan berjalan ke arah ranjang. Huft…aku langsung terduduk di pinggiran ranjang tanpa ada niatan khusus. Aku baru bangun tidur, hingga rasanya aku masih cukup bingung untuk melakukan sesuatu.



Bantu aku membuat lirik.



Ucapan Jongdae waktu itu melintas dalam pikiranku. aku tidak tahu kenapa aku malah mengingat hal semacam itu. tapi anehnya aku langsung bangkit dan berjalan ke arah meja belajar. Mataku mengedar tepat ke sekitar meja belajar, mencari sesuatu yang ku perlukan. Akhirnya sebuah buku tulis kosong ku temukan, segera ku tarik sebuah kursi dan duduk di atasnya.



Tanganku sudah memegang sebuah pena bersiap-siap untuk menumpahkan tintanya di atas lembaran ke atas buku. Sebelum benar-benar yakin dengan apa yang akan ku tulis, pikiranku kembali menerawang, menimbang sesuatu yang menarik. Apa ya? Apa yang harus ku tulis?.



Tapi bukannya mendapatkan sebuah ide, aku malah semakin bingung karena pikiranku malah tak jelas, seakan semuanya menyatu jadi satu bagai benang kusut. Baiklah…daripada terlalu berpikir dan tidak mendapatkan apapun, lebih baik tulis saja apapun yang ku mau.




Berdegup…jantungku terus berdegup meski ku tahu senyum itu bukanlah untukku

Apa kau tahu bagaimana rasanya? Itu sakit sekaligus menyenangkan

Rumit memang, tapi itulah yang tersimpan dalam hatiku

Kadang aku berpikir mungkinkah kau menemuiku jika bukan karena dirinya?




Tanganku berhenti bergerak yang lantas menghentikan goresan tinta hitam yang dari tadi ku torehkan ke atas buku. Ku letakkan pena dalam genggamanku, dan membaca ulang apa yang telah ku tulis. aku tertegun ketika selesai membacanya, aku tak mengerti dengan tulisanku sendiri. ini memang salahku karena menulis tanpa memikirkannya dulu. Tapi jika aku berpikirpun sama saja. tidak ada bedanya.


Ku sentuh rangkaian kata yang ku tulis di buku. Tidak. aku tidak sepenuhnya tak mengerti dengan tulisan ini. tapi aku tidak mengerti dengan siapakah yang ku maksud. Saat aku menulis, aku mencoba memikirkan apa yang terjadi padaku belakangan ini, termasuk Luhan sunbae. Tapi kenapa saat membacanya kembali aku merasa jika ini bukan hanya untuk Luhan sunbae, mungkinkah Jongdae?. mungkinkah aku menyukai pria itu?.





******




Author POV 




Jamuan makan malam yang nampak berbeda dengan malam-malam sebelumnya, tak berpengaruh besar terhadap ekspresi yang ditunjukkan Jongdae. Walau biasanya ia menginginkan hal seperti ini, namun untuk sekarang rasanya makan bersama sang ibu atau sendirian sudah sama saja rasanya.  Ia tak mengerti dengan dirinya, bukankah harusnya ia merasa senang? Tapi kenapa ia malah seperti sekarang, makan dengan santai tak peduli dengan siapa yang ada di depannya, ibunya.



“ Kau kelihatan tidak senang.” Ucap Nyonya Bae Jiae memecah keheningan di tengah suasana makan malamnya. Wanita itu menatap baik-baik wajah putranya, seperti yang ia katakan sebelumnya. putranya kelihatan tidak bahagia.



Jongdae mengangkat kepalanya dan menatap sang ibu yang duduk di seberang kursinya. ia menghela nafan pelas, “ Perasaan eomma saja mungkin.” Jongdae kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya dan terus menyibukkan dirinya dengan kegiatan itu. Jiae menganggukkan kepalanya, meski ia merasa perlu banyak bicara dengan putranya, wanita itu tidak melakukannya. Karena ia tahu, pasti anaknya sangat membenci dirinya yang sering mengabaikan putranya itu. lebih memilih pekerjaan daripada berada di sisi Jongdae. pergi ke banyak tempat dan jarang punya waktu untuk bertemu, sepertinya ia punya cukup banyak alasan untuk memahami perasaan putranya.



Acara makan malampun berjalan sesuai harapan, lancar tanpa adanya masalah. Namun karena terlalu lancar, acara itu menjadi begitu hening. Hanya suara dentingan alat makan saja yang terdengar. Hingga Jongdae menyelesaikan makannya, pria itu tak mengucapkan apapun. Ia langsung bangun dari duduknya.


“ Jongdae.”



Pria itu menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap ke arah sang ibu yang masih menatapnya dari kursi meja makan. “ Ada apa eomma?” tanya Jongdae dengan serius. Jiae berdehem pelan kemudian memangku dagunya di atas tangan.


“ Kau sedang berkencan?” dahi Jongdae berkerut, namun setelah itu ekspresinya kembali berubah seperti semula. Datar dan tenang. 


“ Eomma mengirim orang untuk mengikutiku?” tanya Jongdae balik yang membuat sang ibu terdiam sambil menelan ludah dengan perlahan. 


“ Tenang saja, aku sudah tidak bertemu appa lagi. Jangan buang-buang uang yang eomma miliki untuk melakukan hal seperti itu. ku mohon.” Lanjut Jongdae sambil menatap serius ibunya yang nampak begitu terkejut dengan apa yang barusan ia katakan.



Tanpa memberi kesempatan untuk melakukan pembelaan, Jongdae langsung meninggalkan ruang makan. Lagi, Jiae hanya bisa diam mendapat perlakuan seperti itu dari putranya. Tapi ia tak marah, karena ia tahu ia tak pantas untuk marah. Kalau bukan karena sikapnya, mungkin Jongdae tidak akan bersikap seperti itu. mungkin jika ia meluangkan waktunya, putranya tak akan seperti tadi.



*******



TBC

Baiklah…kayak yang udah aku bilang sebelumnya, aku bakal publish part 4bnya. Jadi inilah dia…selamat menikmati.


Thanks.

GSB

Comments

Popular Posts