JOURNEY OF LOVE THE SERIES : Painfully Smile Part 6





PREVIOUS STORY :
MYSTERIOUS SIGHT
PAINFULLY SMILE
 
Cast : Park Gyuri
          Xi Luhan
          Kim Jongdae



 ****


Author POV 



Sudah tak terhitung berapa lama Gyuri menjadi sangat pendiam. Walaupun aslinya gadis itu memang bukan kategori gadis cerewet yang banyak sekali bicara, tapi setidaknya gadis itu tidak sependiam sekarang. Belakangan ini gadis itu seperti kehilangan selera humornya, dia sudah jarang sekali tertawa. Jika ada hal lucu, iapun hanya tersenyum tipis. Hanya itu. Tak ada reaksi lain.



Teman-temannyapun bingung harus menghibur gadis itu dengan cara apa lagi. Yah…mereka sudah tahu penyebab Gyuri menjadi seperti sekarang. Tak pelak membuat mereka menaruh kesal pada senior yang satu itu, siapa lagi kalau bukan Luhan. Bagi mereka Luhan tak lebih dari pria berwajah malaikat namun berhati setan. Benar-benar tidak bisa mengerti perasaan orang. Walaupun Gyuri bersalah dalam hal ini, tapi haruskah ia berkata sekasar itu. Bahkan setiap kali berpapasan, pria itu nampak begitu santai. Seperti tak merasa telah melakukan kesalahan.



“ Bagaimana?” tanya Hara sambil melirik Sora yang baru mengakhiri perbincangannya di ponsel. Gadis itu hanya mengacungkan jempolnya, menandakan bahwa semua berjalan lancar.



Secara bergantian mereka berpandangan, memberi kode agar ada yang berani menghampiri Gyuri yang hingga kini masih terduduk di bangku taman. Semenjak beberapa hari yang lalu, gadis itu sering menghabiskan waktu dengan membaca novel di bangku taman sekolah, seolah hal itu adalah sesuatu yang sudah mendarah daging.




“ Gyuri-aa..kapan kau mau pulang? Ini sudah sore. Bukankah kau harus menunggu bus?” tanya Cheonsa yang akhirnya maju. Gadis itu bergerak mendekat pada Gyuri.

“ Aku akan pulang jika tugasku selesai. Tugas dari Park seosangnim belum selesai semua. Sudahlah…kalian pulang duluan saja. “


Cheonsa meringis pelan, rasanya benar-benar tak tega melihat keadaan temannya. Yah…walaupun bagus karena setelah kejadian itu, Gyuri berubah menjadi semakin rajin, ia juga mampu menyelesaikan tugasnya jauh dari waktu yang ditentukan. Tapi buruknya, gadis itu kelihatan seperti robot. Dia selalu bekerja tanpa ingin berhenti. Nampaknya ia masih memikirkan apa yang dikatakan Luhan waktu itu.



Namun Cheonsa tak banyak berkata-kata, ia kembali menatap teman-temannya di belakang. Mereka pun mengangguk yang membuat gadis itu ikut mengangguk. Ia lantas menepuk pelan pundak Gyuri. “ Jangan terlalu lelah Gyuri. Kami duluan.” Ucap Cheonsa pelan.



“ Ya..hati-hati ya.” Balas Gyuri sambil melepas kepergian teman-temannya.



Ia menghembuskan nafas panjang. Kemudian kembali tersenyum walau dipaksakan. Meski sudah mencoba menepis semua rasa sakit itu, kenyataannya ia tetap bisa merasakannya dengan sangat baik. tapi…ia berusaha untuk bersikap dewasa, ia berusaha untuk menanggapi semuanya sebagai batu loncatan. Sesuatu yang membuatnya belajar untuk menjadi insan yang lebih baik lagi.


“ Mataharipun Menangis? Judul yang menarik.”



Gyuri terlonjak kaget ketika tiba-tiba ada seseorang yang merampas buku yang sedang ia baca, dengan cepat ia merebut benda itu kembali. Namun belum juga tangannya berhasil meraih buku tersebut, matanya dikejutkan dengan kehadiran Jongdae. Ia benar-benar tak menyangka jika orang yang tadi merampas bukunya tak lain adalah Jongdae, pria yang sudah terduduk di sebelahnya.



“ Sepertinya bagus, Uhmm…maksudku ceritanya.” Lontar Jongdae seusai membaca sinopsis novel tersebut yang terdapat di cover belakang.

“ Hei…kau diam saja. Ckkk…belakangan ini kau jadi sombong Park Gyuri. Sekarang coba katakan pembelaanmu, kenapa belakangan ini kau tidak membalas pesanku?”

Gyuri hanya tersenyum sebentar. “ Aku…aku hanya sedang sibuk. Belakangan ini tugasku banyak sekali.”


“ Aigoo…memangnya sesibuk apa kau? Isshh…kau ini benar-benar keterlaluan.” Oceh Jongdae dengan berpura-pura kesal. Tapi setelahnya pria itu terkekeh, menertawai tingkahnya sendiri. walau begitu ia senang karena setidaknya bisa melihat senyum di wajah Gyuri, yah…walau kelihatan lesu.


Gyuri mendongakkan kepalanya dengan bingung ketika Jongdae bangkit dari kursi, pria itu berdiri. Kebingungannya semakin besar ketika tangan Jongdae menarik tangannya, membuatnya ikut terbangun. Gadis itu menatap Jongdae dengan serius, ia masih tak mengerti alasan kenapa orang di depannya menarik lengannya tanpa permisi.



“ Karena belakangan ini kau sombong, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Bersedia atau tidak, kau tetap harus ikut denganku.” Ucap Jongdae yang kemudian menarik lengan Gyuri.


“ Yak! Kau mau membawaku kemana?” protes Gyuri.



*******




Jongdae POV

At JiangHui Hall


Aku memasuki ruangan mewah yang berada di dalam sebuah bangunan yang biasa ku kunjungi jika ingin bertemu appa. Tanpa melepaskan pegangan pada gadis ini, aku terus melangkah masuk hingga aku bisa menemui sosok appa yang tengah duduk di salah satu kursi di sebuah meja panjang. Meja itu berisi makanan yang cukup banyak. Ah…ternyata appa menyiapkan yang lebih baik dari apa yang aku perkirakan.


Sementara aku merasa antusias, Gyuri seperti sedang resah. Aku maklum, karena sepanjang perjalanan aku tidak mengatakan apa-apa tentang hal ini. Mulai dari tempat yang akan kami datangi, hingga acara macam apa yang akan kami sambangi. Oh…ayolah kalau aku ceritakan bukan kejutan lagi namanya.



“ Akhirnya kau datang juga Jongdae dan ini…” ucap appa yang terhenti ketika menemui sosok Gyuri di sampingku. Namun tak lama ia tersenyum jahil, ahhh…aku tahu sekali maksudnya. Pasti dia sedang berpikir yang tidak-tidak.

“ Sebelumnya perkenalkan ini Gyuri,  dan Gyuri kenalkan ini ayahku.”

Appa tersenyum lalu mengulurkan tangannya pada Gyuri. Gadis itu tak langsung menanggapinya, ia malah kelihatan linglung. Tapi ia segera menyalami tangan appa-ku dengan sopan. “ Gyuri imnida.” Ucapnya sambil membungkuk.


“ Kim Jong Il, kau bisa memanggilku ahjussi.”


Setelah memperkenalkan diri masing-masing, appa menyuruh kami untuk duduk di meja yang disulapnya menjadi meja makan. Tidak ada makanan berat, hanya ada makanan manis seperti cake serta waffle.

“ Gyuri…nikmati makanan yang ada. Maaf aku hanya bisa menyiapkan ini.” ucap appa pada Gyuri. Sepertinya appa bisa membaca situasi. Karena dari tadi Gyuri memang belum menyentuh apapun, ia kelihatan canggung. Kalau melihatnya seperti ini, aku jadi ingat sikapnya yang canggung saat awal-awal pertemuan kami.

“ Ne..ahjussi. ini sangat banyak, aku jadi bingung mau memilih yang mana.” Appa tertawa cukup keras membuat gadis itu melirikku. Mungkin ia sedang berpikir kalau ia habis melakukan kesalahan. Aku hanya menggedikkan bahu, membuatnya meringis pelan.


“ Kalau begitu jangan dipilih, cicipi saja semuanya.” Tawa appa kembali pecah namun reda kembali.



Tapi tidak dengan Gyuri, ia malah kelihatan semakin kebingungan. Aigoo…bisakah dia bersikap biasa saja. Baiklah….sepertinya aku perlu membantunya. Ku ambil sepotong Chocolate Hazelnut Cake dari sebuah piring besar di depan, lalu meletakkan di atas piringnya. “ Makanlah.” Ia menatap ragu piringnya. Perlahan ia pun mengangkat sendok serta garpu kecil yang berada di sisi piringnya.


“ Jongdae, jadi bagaimana? Kau sudah siap?”


Pandanganku beralih pada appa yang sedang meminta kepastian, aku hanya mengangguk dan tersenyum kecil padanya. Tak lama aku bangkit dari kursiku dan berjalan menuju sebuah grand piano berwarna hitam yang berada tak jauh dari meja.



Dengan perasaan senang bercampur bangga serta gugup, tanganku menyentuh barisan tuts hitam putih di depan. Aishsh…kenapa rasanya sangat mengganggu. Aku hanya tampil di depan appa dan Gyuri, bukan di depan presiden. Tapi kenapa rasanya gugup sekali?.

Ku hembuskan nafasku, kemudian memandangi deretan tuts hitam putih yang membentang. Dengan perlahan ku letakkan kedua tanganku di atas tuts-tuts itu tanpa menekannya. Setelah cukup yakin, akupun mulai memainkan melodi pengantar dari lagu yang ku buat.


Yah..benar. Aku sudah menyelesaikan tugas itu, lagu ku sudah rampung. Semuanya sudah rapih. Mulai dari chorus hingga reff sudah ku susun sedemikian rupa, bahkan liriknya pun juga sudah selesai. Menakjubkan bukan? Dan asal tahu saja, ini pertama kalinya aku memperdengarkannya pada orang lain.

Jemariku terus berlarian dengan lincah, menimbulkan deretan suara yang saling berpadu menjadi satu. Harmoni dan melodi melebur menjadi satu, ditambah dengan perasaan tulus yang berasal dari hatiku.



noonbooshin gyejuhl gadeukhi hyanghiro-oon guhrul jinah

joshimseuruhn nae barguhreum doogeunguhryuh

juhgi muhlri nal hyanghae onneun gedae moseub gakkawejimyuhn

sesang modeun haengbogi da nae guht gatah

neucheun ohoo haessareh moondeuk jamesuh ddae

geudae moreugeh oosuhtjyo

ajikdo muhn miraeyeh irigetjiman geu ddaen kkoomi anigil

Just one love oori doori guhruhganeun giri

gatgireul baraeyo

Good morning maeil achimen nal ggaeooneun geudaeyeh juhnhwa

machi oori hamkke manneun achim gatah

yuhnghwachuhruhm guhnnejoon yebbeun sarangboda

duhook darkomhan geudaejyo

manneun shiganeul ddaera byulhagetjiman doo sohn noji angireul

Just For love yuhngwontorok majimagil sarang

geudaegil baraeyo



To make my life complete


You make my life complete

Translate :
~~ Pretty season passing a fragrant road my cautious footsteps

i’m nervous when you come closer while smiling for me

It feels like all the happiness in this world is mine.

When i woke up due to the late afternoon sun i laughed.

Its still my future but i hoped it wasn’t my dream then

Just one love I hope we walk in the same road

Good morning Your morning call that wakes me up everyday

It feels like the morning we share together

You are more sweet than the pretty candy you give me

I have changed a lot due to time but i won’t let go of your hands

Just For love Its going to be your last love forever so lean on me

Your love is so special to me

To make my life complete


You make my life complete






Dentingan piano yang dari tadi terngiang perlahan memelan dan tak lama alunan melodi yang kumainkan berhenti. Lagu ini sudah selesai. Ada rasa bahagia serta bangga saat wajahku menoleh ke arah dimana appa dan Gyuri berada. Appa menatapku dengan penuh bangga, membuatku merasa senang sekaligus puas. Sedangkan gadis di sebelah appa, Gyuri, ia mengulas senyum manisnya. Walau hanya tersenyum, aku merasa begitu senang karena bisa melihat senyumnya lagi. Aku sudah tahu dari Sora kalau belakangan ini Gyuri berubah menjadi pemurung, aku juga tahu kalau itu semua karena Luhan. Kasihan…pasti dia sangat sedih. Tapi aku beruntung bisa melihatnya tersenyum,  hal yang paling sulit ia  lakukan untuk saat ini.



“ Charanda….kau melakukannya dengan baik, nak.” Seru appa sembari menepuk pelan bahuku, ia menatapku tak berkesudahan

“ Yah…tapi aku tidak melakukannya sendiri karena Gyuri juga membantuku.”


Appa tersenyum lagi namun kali ini kelihatan lebih sumringah, berbanding terbalik dengan Gyuri yang sedang menatapku dengan segala kebingungan yang menumpuk dalam matanya.




******* 




Author POV



Keheningan tak kunjung usai hingga suara deru mesin mobil terdengar memecah kekakuan yang terpatri jelas pada suasana di dalam mobil Jongdae. Selama perjalanan sampai mobil itu berhenti di depan sebuah rumah, baik Jongdae atau Gyuri tak ada yang bicara. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing, terlebih Gyuri.



Sadar jika ia sudah sampai di depan rumahnya, Gyuri segera membuka ikatan seat belt yang sepanjang perjalanan terus terpasang di sekitar tubuhnya. Tanpa bicara sedikitpun ia langsung meraih tas selempangnya. Kemudian tangannya terangkat ke udara untuk menggapai knop pintu di sampingnya.


“ Aku tidak bermaksud untuk berbohong.”



Suara tegas yang terdengar melirih itu mampu menolehkan kepala Gyuri, dengan hebatnya  suara itu berhasil meruntuhkan rasa enggan di benak Gyuri. Rasa enggan untuk melihatnya, untuk memandangnya lebih lama.

Gyuri menatap pria yang juga sedang menatapnya dengan diam. “ Lalu apa maksudmu dengan berkata seperti itu pada appa-mu?” tanya Gyuri. Gadis itu seakan meninggalkan kepribadiannya yang manis, dengan suara datar serta tatapan dingin gadis itu menghakimi Jongdae, pria yang sedang meletakkan tangan kanannya pada kemudi.


“ Karena..karena kau memang membantuku.”


Gyuri mengalihkan pandangannya sambil membuang nafas asal, kemudian kembali menatap Jongdae yang masih menatapnya dengan sungguh-sungguh. “ Membantumu? Apa yang telah kulakukan hingga kau bisa mengatakan bahwa aku telah membantumu?” dengan perasaan kesal yang tertahan Gyuri mendengus.


Melihat kekesalan Gyuri, terlintas sebuah ide di kepala Jongdae. Dengan segera ia merogoh saku celananya, bertarung dengan sempitnya ruangan tempatnya berada sekarang. Hingga sebuah benda kecil berwarna putih lengkap dengan sepasang headset ia dapatkan.



“ Dengarkan ini. kau akan mengerti maksudku nanti.”


Dengan ragu Gyuri menerima benda yang biasa dipanggil dengan alat pemutar musik atau I-pod. Ia kembali melirik Jongdae dengan segala kebingungan yang masih bersarang dalam hatinya. Tapi ia segera menyudahinya saat tiba-tiba darahnya berdesir, jantungnya berdebar, perasaan tak menentu meluncur deras. Dan sialnya ia sangat menikmati perasaan itu, perasaan yang entah sejak kapan ia rasakan.
 
“ Sekarang masuklah, pasti orangtuamu sudah menunggu.” Ucap Jongdae sambil mengulas senyumnya pada Gyuri.



*******



At Gyuri’s Room


Sesampainya di rumah, ia segera bergegas mandi. Setelah keluar dari kamar mandi, gadis itu teringat dengan I-pod yang tadi diberikan Jongdae padanya. Dengan cepat tangannya bergerak memasangkan headset ke dalam telinganya. Jemarinya lincah menekan layanan ini dan itu demi menemukan sesuatu yang dimaksud oleh Jongdae. Hingga akhirnya sebuah dentingan piano terdengar. Lantunan itu sama persis seperti apa yang ia dengar di gedung tadi, tempat Jongdae memainkan lagunya.

Lagu ini, gumam Gyuri dalam hatinya.


Dahinya mengerinyit saat lagu yang ia dengarkan telah selesai, dan di luar dugaannya, ia masih tak mengerti dengan maksud Jongdae. Hingga ia memutuskan untuk memutar kembali lagu itu.


Yah…tapi aku tidak melakukannya sendiri karena Gyuri juga membantuku.


Aku tidak bermaksud untuk berbohong.


Karena..karena kau memang membantuku.


Dengarkan ini. Kau akan mengerti maksudku nanti.



Rantaian kalimat Jongdae terus berputar dalam ingatan seiring dengan lagu yang terus berputar. Dengan cermat Gyuri memahami seluruh lirik yang teruntai dalam lagu tersebut. Matanya terpejam merasakan betapa dalam setiap kata dalam lirik tersebut.


Pretty season passing a fragrant road my cautious footsteps

I’m nervous when you come closer while smiling for me

It feels like all the happiness in this world is mine.

When i woke up due to the late afternoon sun i laughed.

Its still my far future but i hoped it wasn’t my dream then

Just one love I hope we walk in the same road

Good morning Your morning call that wakes me up everyday

It feels like the morning we share together

You are more sweet than the pretty candy you give me

I have changed a lot due to time but i won’t let go of your hands

Just For love Its going to be your last love forever so lean on me

Your love is so special to me



Dengan cepat Gyuri menekan tombol pause, menghentikan alunan indah itu. Tanpa ia sadar, kini tangannya memegangi dadanya sendiri, mencari tahu apa yang salah pada hatinya. Pada awalnya tangan itu hanya menempel pada dada namun lambat laun tangannya mengepal hingga ia menarik kaosnya sendiri.



Rasa senang dan bingung ia rasakan dalam detik yang sama. Membuatnya tak tahu harus menghiraukan yang mana. Namun di saat ia memutuskan untuk merasa senang, tiba-tiba terselip rasa takut yang menjalar ke seluruh ruang hatinya. Ketakutan bahwa apa yang terjadi tidaklah sama dengan apa yang ia pikirkan. Ia takut bahwa tebakannya salah, tebakannya jika Jongdae menyukai dirinya.




Gyuri bangkit dari dudukannya di tepi ranjang, lantas berjalan ke depan cermin besar yang terletak di samping lemari bajunya. Dengan ragu gadis itu menatapi pantulan dirinya.



“ Kenapa kau takut jika Jongdae tidak menyukaimu? Bukankah kau menyukai Luhan?”



Gadis itu memulai monolognya sambil terus memandangi dirinya dengan tatapan tajam. Seolah sedang menghakimi sesosok wujud di dalam cermin yang tidak lain adalah dirinya sendiri. 




*******


Jongdae’s House



Seorang diri menyantap sarapan paginya di meja makan panjang, membuatnya merasa lebih kesepian. Makan sendiri tanpa ada yang menemani bukanlah keinginan atau pilihannya, karena semua itu sudah merupakan rutinitas yang tak bisa ia ubah begitu saja. Lebih tepatnya kenyataan tak mengizinkannya untuk mengusahakan santap pagi yang jauh lebih baik daripada ini.


Sepi, hanya ada bunyi gesekan sendok serta peralatan makan yang lain. Hingga bunyi hentakan sepatu jelas terdengar, menyadarkannya dari pikiran kacau. Ia mendongakkan kepala dan mendapati sosok yang tak asing tengah berjalan menghampirinya. Dahinya berkerut, ia bingung sekaligus takjub. Bagaimana bisa ia menemukan sosok wanita yang melahirkannya pagi ini? Bukankah harusnya wanita itu masih ada di Jepang?.


Wanita itu, atau tepatnya nyonya Bae Jiae terus berjalan tanpa melepaskan pandangannya dari sang putra yang hingga kini tak menunjukkan reaksi sedikitpun.


“ Bagaimana? kau sudah puas bermain dengannya? kau puas telah membohongiku?” Ucapnya dengan penekanan.


“ Apa maksud eomma?”


“ Kau pergi menemui ayahmu tanpa sepengetahuanku. Kemana janjimu? Kau bilang kau tidak akan menemuinya lagi? Tapi…kenapa kau malah..” suara yang tadi  bersikukuh untuk terdengar kuat, lambat laun melirih hingga akhirnya sosok itu tak sanggup meneruskan kalimatnya. Beruntung ia berpegangan pada kursi di sampingnya, kalau tidak mungkin ia akan jatuh tersungkur karena begitu lemas.


“ Eomma..”



Dengan susah payah Jiae menghempaskan tangan anaknya yang hendak memapahnya. Rasa lemahnya seakan tersadur dengan kekecewaan yang terlanjur menebal. Ia pandangi anaknya yang masih tak mengerti dengan tingkahnya.


“ Ku kira hanya ayahmu saja yang akan mengkhianatiku, tapi rupanya…kau juga melakukannya padaku. Aku sungguh tak menyangka kau bisa berbuat seperti itu Jongdae.” Tuntas Jiae sambil menatap lekat-lekat putra sematawayangnya.




********



Jongdae POV


Aku tak bisa berhenti memikirkan perkataan eomma tadi pagi. Jujur aku merasa sangat menyesal karena membuatnya jadi seperti itu. Dari tatapan matanya, aku mengerti jika ia begitu marah dan kecewa. Dan yang lebih menyakitkannya saat aku tahu bahwa akulah orang yang membuatnya kecewa, akulah pria kejam yang tega menorehkan luka pada ibunya sendiri.



Sepanjang pelajaran berlangsung aku tak benar-benar memperhatikan, jika waktunya mencatat aku mencatat walau tidak paham apa yang sedang ku catat. Pikiranku terus melayang, terbang ke sana kemari. Beruntung semua mata kuliah hari ini telah usai. Jadi aku tak perlu dipusingkan dengan membagi fokus antara konsentrasi untuk belajar dan pikiran semraut di otakku.


Ku ketukkan jemari pada kemudi di depan. Terdiam sejenak sambil memikirkan sesuatu, memikirkan cara agar pikiran buruk ini enyah. Sekelebat ide pun mulai berdatangan, mengantri untuk dipilih menjadi solusi. Dan akhirnya aku memilih untuk mengeluarkan ponselku, kemudian menekan nomor satu yang menyambungkan pada sebuah nomor panggilan cepat.


“ Kau ada di sekolah?......, Tunggu disana aku akan menemuimu.”



Ku letakkan ponselku ke atas dashboard. Kemudian tanganku bergerak menstarter mesin mobil. Ku pindahkan tongkat tuas ke depan dan dengan sigap menginjak pedal gas. Walau aku tak tahu jika tujuanku benar atau tidak, hati ini sudah mantap untuk pergi ke sana. Pergi ke tempat dimana aku bisa menemukannya.





*******




Author POV

Chung Ang University



Keempat gadis tengah berjalan menyusuri jalan di depannya dengan santai, tak jarang mereka berbincang, membicarakan sesuatu yang menurut mereka menarik.

“ Jadi dia akan kemari?” tanya salah satu gadis pada gadis yang lainnya.

Gadis yang ditanya, atau lebih tepatnya Gyuri hanya mengangkat bahunya. “ Begitulah yang ia katakan di telepon.” Jawabnya.


Mereka pun terus berjalan hingga tak terasa sudah sampai di depan pelataran bangunan kampus. Dengan hati-hati mereka menuruni setiap anak tangga.


“ Kalau ku perhatikan kau dan dia sering bersama. Tunggu…jangan bilang kalian….” Ji Eun menoleh ke arah Gyuri sambil memandangi gadis itu dengan tatapan jahil.


“ Apa mungkin kau menyukai Jongdae? Tapi…bukankah kau menyukai sunbae menyebalkan itu?” tambah Cheonsa dengan suara yang ia tahan agar tak terdengar orang yang sedang melintas.



Gyuri berbalik melihat ketiga temannya yang masih menatapnya dengan penasaran. Gadis itu menghela nafas, mengeluarkan semua penat dan kekacauan yang membelenggu pikirannya beberapa hari belakangan ini.


“ Salahkah jika aku berkata iya? Salahkah jika aku menyukai keduanya?”



Baik Cheonsa, Ji Eun maupun Hara tercengang hingga mereka sendiri tak bisa mengendalikan ekspresi wajah mereka yang begitu mengerikan.


“ Pasti aneh, tapi aku sungguh-sungguh. Karena apa yang kurasakan untuk keduanya sama. Perasaanku seolah terbagi sama rata untuk keduanya.” lanjut Gyuri sambil menerawang ke depan.


“ Ya ini memang aneh. Kau menyukai dua orang sekaligus dalam waktu bersamaan.” Ujar Hara.


Yeoja berkulit putih itu menatap tak percaya ke arah temannya. Pasalnya kejadian semacam ini langka terjadi pada seorang Gyuri, karena setaunya Gyuri sangat menyukai Luhan dan ia juga sangat paham kalau Gyuri selalu menjaga perasaannya walau Luhan tak pernah membalas perasaannya. Tapi kenapa sekarang bisa seperti ini?.


“ Awalnya aku juga berpikir seperti itu, tapi aku malas memikirkan itu terus menerus. Karena semakin dipikirkan aku malah semakin bingung.” Urai Gyuri membenarkan ucapan Hara sebelumnya. gadis itu menunduk ke bawah, seolah menunduk adalah satu-satunya solusi untuk membuat kepalanya tidak pening.



“ Aku tak habis pikir dengan cinta. Kemarin kau bertengkar dengan Sora karena alasan cinta, dan sekarang cinta membuatmu memiliki dua orang pria sekaligus dalam hatimu. Benar-benar tidak bisa dipercaya. Cinta membuat pusing kepala saja.” urai Cheonsa masih tak bisa menerima kenyataan bahwa temannya menyukai dua pria dalam waktu bersamaan.


Melihat Cheonsa yang tampak begitu frustasi, Gyuri hanya terkekeh pelan. Sedangkan Ji Eun, dia malah mempunyai keinginan untuk memendam sosok itu jauh ke dalam tanah, tidak masuk akal memang, tapi itulah yang ingin ia lakukan saat melihat Cheonsa yang sedang menggelang sambil mendesah tak karuan. sedangkan Hara, ia menghembuskan nafasnya, menyadari bahwa temannya itu terlihat kebingungan.


“ Nanti kau juga akan merasakannya.” Cheonsa menoleh ke arah Hara yang sedang menatapnya dengan santai. Perasaan kesal entah kenapa menjalar dalam benaknya kala mendapati wajah Hara yang nampak begitu menjengkelkan baginya.


“ Ne! Aku bisa bayangkan bagaimana kacaunya kau jika jatuh cinta nanti.” Tambah Ji Eun.


“ Kenapa jadi membahas aku? Lagipula aku itu gadis hebat, jadi jika aku jatuh cinta aku tidak akan kelihatan payah. Aku bukan pengemis cinta yang senang mendramatisir perasaan.” Cheonsa semakin kesal ditambah dengan ekspresi Ji Eun dan Hara yang sedang mengejeknya.



Tanpa mereka sadari, seorang pria berkaos merah tengah berjalan menghampiri mereka. Senyum indah merekah di wajah pria yang ikut senang melihat gadis-gadis itu di depannya yang tengah tertawa. Namun.....hanya satu yang membuatnya mampu tersenyum di saat suasana hatinya masih kalut, hanya satu alasan kenapa pria itu berani datang, hanya satu dan itu Gyuri.



Pria itu berhenti tepat di depan keempat gadis yang mulai meredakan candaan mereka. Sadar akan kehadiran orang itu, mereka melempar pandangan ke arah satu sama lain dan berakhir dengan tatapan jahil yang terarah pada satu orang, Gyuri.



“ Cepat sekali datangnya memang tadi tidak macet?”



Pria itu hanya tersenyum simpul menanggapi pertanyaan yang terdengar seperti sindiran dari gadis bernama Cheonsa. Sebenarnya ia ingin menjawab iya…tadi lalu lintas sangat lancar, namun rasa gemetar mengganggu pita suaranya, membuatnya mengurungkan niat itu.



Di lain sisi, dari kejauhan seseorang tengah memperhatikan gerak gerik Gyuri bersama teman-temannya dan pria yang baru saja datang, pria yang tak asing untuknya. Jongdae.




Orang itu memutar langkahnya dan membiarkan matanya melihat jelas pemandangan yang berada jauh di depannya. Ia melihat semuanya dengan jelas, bahkan terlalu jelas hingga ia merasa menyesal karena telah meluangkan waktunya untuk menyaksikan momen manis yang terasa kecut untuknya.



Ia tersenyum masam kala Jongdae dan Gyuri pergi bersama, pergi secara beriringan. Dari tempatnya sekarang ia masih bisa melihat jika dua sosok itu tengah berbincang dan tak jarang ia melihat senyuman Gyuri, senyuman yang sudah jarang ia temukan. Senyum yang entah kenapa membuatnya membenci dirinya sendiri karena ia mulai tak bisa menafsirkan perasaan yang ada dalam hatinya.


“ Katanya tidak berkencan, tapi kenapa sering sekali bertemu?” gumam orang itu.



Meski sosok Gyuri sudah lenyap dari pandangannya, tapi ia belum kunjung beranjak. Ia merasa kesal tanpa sebab. Ia merasa sangat membenci pria di samping Gyuri tadi, Jongdae. Entah kenapa ia malah ingin mengkritik Jongdae secara terus menerus.


“ Luhan! Kenapa masih diam di sana? Cepat kesini dan bantu aku!”



Sebuah teriakan melengking menyadarkan pikiran orang itu. Dengan segera ia memalingkan wajahnya dan beranjak dari tempatnya tadi. “ Ya cerewet!” sahut orang itu sambil berlarian menghampiri orang yang tadi memanggilnya.




*******



At Boogie Face Café



Dari sudut matanya Jongdae bisa melihat senyum Gyuri yang tak kunjung pupus setelah sebelumnya gadis itu tertawa riang.  Namun rasa tak puasnya mendorong agar ia melakukan hal lebih, melakukan hal yang lebih berarti dari sekedar mencuri pandangan. Iapun menyerah dan memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya, menatap gadis di depannya secara terang-terangan.



“ Kenapa kian hari perasaan ini semakin jelas? Kenapa melihatnya tersenyum saja membuatku terhibur? Park Gyuri kenapa kau membuatku seperti ini? kenapa kau mampu memutar balikkan perasaanku?” bisik Jongdae yang tengah mengadu pada relung hatinya.



Detakan jantungnya yang semakin berdebar malah membuatnya semakin nyaman, membuatnya ingin memandangi Gyuri lebih lama lagi. Walau rasanya seperti habis naik roller coaster, tapi ia tak ingin melepas padangan dari gadis di depannya.




“ Kau tahu? Jika gengsi itu membuat kita malah semakin menderita. Tapi aku senang bisa melihat Sora menderita.” Ujar gadis itu sambil menyuapkan sesendok ice cream ke mulutnya.



Gadis itu sadar jika Jongdae memperhatikannya, tapi ia tidak berpikir jika pria itu sedang terpesona dengannya, ia hanya berpikir jika Jongdae sangat tertarik dengan pembahasannya. Lagipula memandang orang yang sedang berbicara dengan kita bukankah sesuatu hal yang wajar?.



“ Bagaimana bisa kau senang melihat temanmu menderita?”


“ Habisnya…ia sendiri yang membuat dirinya menderita. Jadi..beberapa hari yang lalu, teman sekelasku Kihyun menyatakan perasaannya pada Tao.  Tapi karena Tao tidak bisa menerimanya, maka  ia memilih untuk menolaknya dengan baik-baik. Yah…dia juga memeluk gadis itu untuk sekedar ramah tamah. Namun tanpa Tao ketahui ternyata Sora melihatnya, melihatnya tengah memeluk Kihyun. Jadi setelah itu Sora mendiamkan Tao yang hingga kini tidak tahu dimana letak kesalahannya.”



Gyuri berhenti sejenak kala sesuap ice cream kembali masuk ke dalam mulutnya. Ia hendak melanjutkan ceritanya, namun raganya membatu. Tiba-tiba ia mati rasa kala jari Jongdae mengusap sisa ice cream di bibirnya.



Nafasnya benar-benar tercekat, ia merasa kehilangan oksigen tapi anehnya ia merasa senang dengan hal itu. Seumur-umur ini pertama kalinya ada yang mengusap bibirnya selain ibu ataupun ayahnya. Terlebih yang melakukannya adalah orang yang ia sukai.



Mata Gyuri tak kunjung berhenti menatap Jongdae yang masih salah tingkah. Pria itu cukup sadar jika tindakannya barusan mendatangkan kejut jantung untuk Gyuri, tapi tidak ada waktu untuk menyesal, karena nyatanya ia memang tidak merasa menyesal.


“ Seterusnya bagaimana? Apa mereka sudah berbaikan?” paham jika situasi tak akan berubah jika ia tak membuka mulut duluan, Jongdae akhirnya memberanikan diri untuk bertanya. Seolah ia begitu peduli dengan masalah Sora dan Tao.



Gyuri mendehem pelan sambil memalingkan pandangannya.  Setelah merasa cukup tenang, gadis itu kembali menatap pria di depannya. Namun ia meringis pelan ketika matanya kembali bertemu dengan mata itu, mata Jongdae. “ Ehmm…belum. Yah…kau tahu sendirikan bagaimana Sora? Dia itu sulit sekali untuk bicara jujur atas perasaannya. Kalau Tao datang menemuinya, gadis itu hanya memasang wajah seolah-olah tak sudi menemuinya. Saat kami tanya apa dia cemburu, dia juga menjawab dengan yakin bahwa dia tidak cemburu dan setelahnya malah marah-marah.”



Jongdae tertawa pelan, namun bukan karena ada yang lucu pada cerita yang sedang didengarnya, melainkan ekspresi Gyuri yang terlihat berganti-ganti ketika sedang bercerita. Gadis itu seolah sedang menggambarkan ekspresinya pada Sora. kesal, sebal, dan kasihan.



“ Aku yakin pasti dia sangat tertekan. Tapi salah sendiri kenapa dia tidak membicarakannya dengan Tao. Mungkin jika sudah dibicarakan semua akan lebih melegakan daripada harus bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa.” lanjut Gyuri.



Gadis itu terhenyak, ia baru sadar jika ia sudah banyak sekali bicara. Tapi bukan itu yang membuatnya terdiam, melainkan mata Jongdae yang tak lekas berhenti menatapnya.


“ Apa…apa aku salah bicara? Maksudku…Ah ya ampun! Bodoh sekali aku!  aku membicarakan orang yang kau sukai bersama namjachingunya! Aigoo…Jongdae-aa aku tidak bermaksud untuk seperti itu.”


Apa aku kelihatan masih menyukai Sora? Bahkan kau sampai merasa bersalah begitu… pikir Jongdae.


“ Pikiranmu dangkal sekali! Oh ya…kau tahu, ibuku marah, marah karena tahu aku menemui appa.” 



Raut bersalah yang tadi terpasang di wajah Gyuri langsung berganti dengan  ekspresi ingin tahu. Meski rasa tidak enaknya masih bersisa, namun rasa penasarannya lebih besar.



“ Kau masih ingat waktu kita bertemu dengan appa-ku kan? Yah….dia mengetahuinya. kurasa eomma menyewa orang untuk mengikutiku.”

“ Lalu bagaimana? Apa yang dia lakukan padamu?”

“ Dia kelihatan kecewa, sangat jelas dia kecewa. Dia bahkan bilang jika aku mengkhinatinya, sama seperti appa yang telah mengkhianatinya.”


Gyuri mendengarkan setiap kalimat Jongdae dengan sungguh-sungguh. Ia juga bisa merasakan bagaimana perasaan pria itu kala mengucapkan kalimat terakhirnya. Begitu pedih dan terluka.


Jongdae menghembuskan nafasnya kemudian melipat kedua tangannya,  ia merasa buruk jika mengingat kembali hal itu. Mengingat bagaimana hebatnya ia mengingkari janji yang telah ia buat sendiri pada ibunya.

“ Aku sangat menyesal dan itu membuatku merasa harus melakukan sesuatu agar penyesalan itu pergi. Lagipula aku tak bisa melihat eomma bersedih.” Ujar Jongdae lagi sembari menatap sendu mata Gyuri.


“ Lakukanlah jika itu bisa membuatmu tenang. Terlebih dia itu ibumu, buatlah dia bahagia.”





******




Luhan POV

Luhan’s Room



Ku hempaskan tubuhku begitu saja ke atas ranjang, untuk sementara ku pejamkan kedua mataku yang sebenarnya tak merasa kantuk. Dan tak lama aku bangkit dan terduduk bersender di kepala ranjang. Kulipat kedua kakiku dengan kesal, kesal, yah…entah kenapa perasaan itu terus menggelayutiku.


Ku kepalkan kedua tanganku menahan gejolak aneh yang terus menerus bergerak, membuatku ingin melampiaskan gejolak itu dengan memukul sesuatu. Tapi aku tahan, aku tak ingin menyakiti diriku sendiri. lagipula…aku masih bingung kenapa aku merasa kesal.


Kenapa aku harus merasa kesal melihat kejadian di kampus tadi, padahal kejadian itu sama sekali tak merugikanku. Tapi tetap saja rasa resah serta gelisah terus bersarang di dalam sini, dalam hatiku. Ini memang aneh pasalnya aku merasa kesal hanya karena melihat Gyuri pergi bersama Jongdae, pria yang pernah kutemui di toko roti ibu.


Padahal dari awal aku sudah tahu jika hubungan kedua orang itu memang dekat, tidak seperti denganku. Lalu apa masalahnya?.


Huftt…aku benar-benar sudah gila!!!


Ingatanku teralih pada benda kecil yang bertengger kokoh di atas meja belajarku. Yupph!! Bingkai foto yang berisi foto Len fang.



“ Sepertinya aku kena karma! Saat membentaknya aku mengatakan jika aku tak akan pernah menyesal, tapi apa nyatanya? Aku sangat menyesal! Saat melihatnya kembali datang ke kegiatan SarangBook  aku seperti orang bodoh. Kenapa? Karena aku merasa senang tapi apa yang kulakukan? aku malah memasang wajah biasa, bahkan aku juga bertingkah seakan tidak peduli padanya. Lalu sekarang, sekarang aku kesal karena dia pergi bersama pria lain! kenapa aku harus mengalami kejadian seperti ini?” racauku sambil menatap kacau foto Len Fang.


“ Ku kira aku menyukai Sora, tapi…ternyata aku salah, aku hanya menyukai karyanya saja. Dan kau tahu siapa yang aku sukai? Aku menyukai…Park Gyuri. Sadar atau tidak perasaan itu telah tumbuh di tengah sikap burukku padanya.”



Ku hembuskan nafas pelan, kemudian kembali menatap bingkai itu dengan perasaan yang hingga kini belum lega. Masih banyak yang ingin ku katakan, banyak sekali.




*******




At Library, Chung Ang University



Benar-benar membosankan, padahal alasanku datang kemari karena ingin mengusir rasa bosan, tapi sesampainya di sini aku malah semakin bosan. Pasalnya setelah berkeliling mencari bacaan menarik, aku tak mendapatkan apa-apa. Aku tak bilang jika buku di perpustakaan tidak ada yang menarik, tapi minatku untuk membaca sedang kacau. Rasanya benar-benar tidak berselera.


Tapi kaki ini terus melangkah, berpindah dari satu tempat ke tempat lain. yah…mungkin saja setelah berkeliling, aku menemukan bacaan menarik. Tapi belum jauh, langkah ini berhenti tepat saat mataku menemui sesosok yeoja yang sedang duduk sendirian sambil membaca buku tebalnya.




Sebenarnya aku ragu untuk menghampirinya, aku sangat sadar jika aku sudah sering menyakiti hatinya. Tapi tetap saja kaki ini bergerak, mempersempit jarak antara aku dan dia.


Nafasku tertahan, rasanya sesak. Bahkan di saat aku sudah berada di hadapannya, tepat di depannya. Tiba-tiba nyaliku menciut, semua kata-kata kasar yang pernah ku katakan padanya kembali berputar, mengingatkan betapa buruknya aku. Walaupun begitu aku tetap tak bisa menepis kenyataan bahwa aku ingin sekali menghampirinya, duduk di depannya, memandangnya dalam jarak dekat. Aku ingin melihat lagi ekspresi ragunya kala menatapku, yah…memang setiap bertemu denganku ia selalu begitu. Mungkin baginya aku senior paling menakutkan hingga ia tak berani untuk menatapku dengan benar.



Keputusan besar telah ku ambil, dengan yakin aku memutuskan untuk menghampirinya. Tak peduli jika setelah itu ia memakiku atau bahkan mengusirku. Yang jelas aku ingin memadanginya, walau mungkin cuma sepersekian detik.



Tanpa menyapanya terlebih dulu, aku langsung duduk di depannya. Aku yakin pasti dia sedang menatapku dengan tak percaya, tapi apa peduliku? Lebih baik berpura-pura seolah aku tidak merasakan apa-apa.



Ku keluarkan buku tugas dari dalam tas, aku ingin membuat kesan seolah aku sedang mengerjakan sesuatu. Hitung-hitung usaha untuk meminimalisir kemungkinan diusir. Yah…mungkin kalau dia melihat aku sedang mengerjakan tugas, ia tak akan tega mengusirku.



Aku tak kunjung bersuara, begitu juga dengannya. Aishhh….kenapa ia tidak bicara sama sekali? Apa harus aku yang memulainya duluan?. Oh ayolah…aku sedang berakting, sedang berpura-pura sangat sibuk dengan terus menulis tak jelas.



Namun karena penasaran, aku mengangkat kepalaku. Awalnya aku ingin segera menundukkan kepalaku lagi, tapi nyatanya tidak. Aku malah terus memandanginya yang masih menatap serius lembaran buku yang sedang dibacanya. Apa dia tidak peduli dengan kehadiranku atau dia sudah muak dengan keberadaanku?. Ya tuhan…kenapa dia tak bereaksi apa-apa?.



Aku tak bisa bertahan dengan kondisi seperti ini terus menerus, aku ingin bicara dengannya. hingga aku tersenyum simpul ketika sebuah ide melintas dalam pikiranku. Benar aku harus menggunakan cara ini.



“ Kau masih ingat dengan tugas mading waktu itu?”



Tanpa kuduga ia langsung mengangkat kepalanya, mencurahkan perhatiannya padaku. Bagus….semua berjalan sesuai dengan apa yang aku inginkan.


“ Walau rasanya tidak etis jika aku terus mengungkit masalah itu lagi, tapi kurasa aku perlu menagih sesuatu padamu. Yah…setidaknya….”



“ Sunbae…belakangan ini aku berlatih menulis ini. Kuharap tidak mengecewakan. Ehmm…ini untuk tugas mingguan.” Aku belum menuntaskan seluruh ucapanku, tapi dia berbicara. Membuatku mengalah, memberinya kesempatan untuk berbicara. Namun aku tak mengerti saat ia menyodorkan sebuah buku tipis berwarna biru tua padaku. Aku menatapnya, menuntut penjelasan lebih, namun ia malah kembali membaca bukunya, buku tebal yang sepertinya buku akuntansi.



Ku ambil buku itu kemudian membuka halaman pertamanya.



Bagai terombang ambing dalam lautan fatamorgana
Aku menatapi sosok diriku dalam berbagai bentuk
Namun tak satupun bentuk dapat ku mengerti
Apa kelewat bodoh hingga tak bisa membaca isi hati
Berlayar diantara dua laut yang berbeda dalam waktu bersamaan
Mungkinkah bisa kulanjutkan?
Tanya diri pada hati yang sebenarnya tak punya jawaban
Tapi…pikiran ini teringat akan suatu hal
Jikapun jawaban itu kudapatkan
Tak akan bisa merubah apapun
Karena tak ada laut yang benar-benar menerimaku
Karena laut itu tak pernah menganggapku sebagai perahu sungguhan




Tatapanku beralih pada gadis yang masih memperhatikan buku tebalnya dengan serius. Setelah membaca puisi tanpa judulnya, aku merasa ingin menyelami pikirannya. Membaca apa yang ada dalam pikirannya. Dan parahnya terselip harapan jika aku adalah satu yang melintas dalam pikirannya. Tapi mungkinkah? .




TBC 

Mungkinkah?*pasang muka ngarepnya luhan* Hello aku balik lagi!!!! Kayak yg udah aku bilang sebelumnya, aku bakal rajin bgt update painfully smile jadi harap kemaklumannya yaw…. Oke deh itu aja yg mau aku omongin. Sampai jumpa!!!!



See You,

GSB

Comments

  1. great! like it! ijin copas yang puisi buatan gyuri ya...
    buat update status! wt cr kok.

    ReplyDelete
    Replies
    1. oke silahkan.. btw makasih udah baca..

      Delete

Post a Comment

Popular Posts