JOURNEY OF LOVE THE SERIES : Painfully Smile Part 7








PREVIOUS STORY :
MYSTERIOUS SIGHT
PAINFULLY SMILE

 
Cast : Park Gyuri
          Xi Luhan
          Kim Jongdae 





Author POV




Suasana kelas yang tadi begitu terkoordinir sesaat berubah ramai, para murid yang selama pelajaran terkesan begitu disiplin dan tenang langsung berhamburan keluar ketika bel pulang menggema. Wajah mengkerut yang begitu akrab selama pembahasan pelajaran, kini menghilang. Bahkan sudah tak ada. 



Begitu juga dengan Gyuri, Sora maupun Nayoung. Tiga gadis yang sudah bangkit dari tempat duduk masing-masing. Mereka mengikuti yang lain, ingin cepat keluar dari kelas yang terasa seperti penjara sementara untuk mereka.




“ Sora!”



Gyuri melirik pada Sora yang terus berjalan tanpa menghiraukan panggilan dari pemilik suara bass tadi. Begitupun dengan Nayoung, yang ia lakukan hanya memandangi gadis yang tak kunjung menghentikan langkahnya.  Sebenarnya baik Nayoung maupun Gyuri merasa kasihan pada Tao –orang yang memanggil Sora tadi- , sudah seminggu ini orang itu selalu mengejar Sora, berharap jika gadis itu mau bicara dengannya, tapi hasilnya nol besar. Gadis itu selalu mengabaikannya, bersikap seolah tak ada yang mengajaknya bicara.



“ Kim Sora!”



Gyuri dan Nayoung menepi, kala Tao menarik lengan Sora. Sepertinya akan ada peperangan hebat setelah ini, makanya dua gadis itu lebih baik menyingkir daripada menjadi korban.



Sora yang merasa tak terima langsung memberontak, tapi aksinya malah membuat Tao semakin mengeratkan cengkraman pada lengannya. Akhirnya gadis itu mengaku kalah, ia sadar jika sampai kapan pun ia tidak akan menang jika melawan Tao.



“ Ada apa denganmu? Kenapa kau tak ingin bicara padaku?” tanya Tao dengan nada mengeluh yang terdengar sudah begitu pekat pada suaranya. Mungkin karena ia sudah terlalu lelah mengejar Sora selama ini.



Sora menatap pria di depannya datar, menutupi segala perasaan kacau dalam hatinya. Entah rasa kesal, marah, rindu, senang semuanya menjadi satu. Namun…hanya satu rasa yang menurutnya perlu dipertahankan, yaitu kesal.



Mendapati jika kekasihnya hanya menatapnya tanpa bersuara sedikitpun, Tao mendesah pelan. ia kemudian menatap mata di depannya dengan sungguh-sungguh, berharap pemilik mata itu mau menurunkan egonya.



“ Bukan tanpa sebab bukan kau diam? Pasti ada sesuatu yang membuatmu beginikan? Oh ayolah Sora, katakan padaku. Aku mana tahu kalau kau tidak bicara apa-apa.” cicit Tao lagi dengan secuil harapan jika sosok itu akan menjawabnya.



“ Aku hanya sedang malas bicara saja, sudahlah aku sedang tidak ingin diganggu. Kau ini benar-benar merepotkan!”



Semula Tao memang menginginkan jika yeojachingunya bersuara, tapi bukan dengan cara seperti ini. kenapa ketika ia bicara, ia malah mengatakan hal-hal yang membuat Tao merasa bersalah. Terlebih pada kata-kata terakhir Sora yang terdengar seperti pernyataan untuk menjauh, menyadarkan pria itu jika gadis di depannya tak ingin dipaksa. Dan dengan terpaksa iapun melepaskan cengkramannya, membiarkan gadis itu pergi berlalu darinya.




Gyuri dan Nayoung menatap miris sosok Tao yang menunduk selepas kepergian Sora. mereka hanya menghembuskan nafas kala kalimat kasar justru keluar dari mulut Sora, tapi ya sudahlah mungkin memang Sora sedang tak ingin diganggu.



Cengkraman di bahunya membuat Tao menoleh ke belakang, menoleh pada sosok namja bertubuh lebih kecil darinya. Pria imut bersenyum manis itu, menepuk pelan bahu sahabatnya yang terkesan rapuh hanya karena mendapat perlakuan seperti itu dari kekasihnya.



“ Biarkan saja dulu… jika sudah lebih baik pasti dia akan kembali bicara padamu.” Ucap pria itu, Ki Hoon sambil terus menepuk bahu Tao.




*******





Sora mendecak berulang kali ketika ia sadar jika dirinya menyesal atas perbuatan yang telah ia lakukan tadi. Memang beberapa hari ini ia sedang kesal, tapi ia tak pernah sampai berkata sekasar itu pada Tao. Ia hanya menghindari pria itu, yah…untuk sementara gadis itu memutuskan untuk tidak berkomunikasi dengan Tao, baik secara langsung maupun tidak langsung.  Setidaknya sampai rasa kesal itu menghilang.



“ Sekarang menyesal huh?”



Sora tak menoleh meski ia tahu jika orang itu sedang menyindir dirinya. Ia seakan tak peduli walau yang dikatakan orang itu memang benar adanya, ia memang menyesal. Tapi ia terlalu gengsi untuk mengatakan yang sebenarnya.




“ Biarlah Gyuri, biar saja dia menderita karena ulahnya sendiri. memang siapa suruh dia begitu?”




Suara lain yang tak lain suara milik Nayoung terdengar dan menyedot sisa kesabaran yang Sora miliki. Gadis itu melirik temannya yang menatapnya seolah sedang mengejeknya, kemudian menggerutu kesal saking sebalnya.




Ketiga gadis itu meneruskan perjalanan mereka menyusuri lapangan utama kampus yang terbentang begitu luas. Perjalanan yang biasanya menyenangkan kini terkesan melelahkan dan membosankan. Rasanya seperti sedang menyedari padan safana yang tak berujung.




Masing-masing dari ketiga gadis itu saling membungkam diri dengan kesibukan masing-masing. Seperti Nayoung yang memilih untuk berselancar ria di dunia maya dengan menggunakan ponselnya, berbeda dengan Gyuri yang sedang menyusun daftar kegiatan di otaknya, sedangkan Sora, gadis itu sedang menyesali dan memaki perbuatannya sendiri.



Hingga tak terasa perjalanan yang terasa begitu panjang kini menemukan ujung dimana mereka hampir sampai di lapangan parkir. Nayoung yang membawa motor langsung berjalan ke arah motornya. Sedangkan Gyuri dan Sora terus berdiri tanpa tahu harus berbuat apa.



Di saat keduanya sedang menunggu Nayoung mengeluarkan motornya, tiba-tiba datanglah sosok Luhan yang sebenarnya sudah berada di sana. Aura tak bersahabat langsung menyergap kala Luhan dengan kikuk bertatap muka dengan Gyuri. Pria itu kelihatan seperti kehabisan kalimat, ia seperti manusia gagap yang bicara tersendat-sendat.




Merasa bahwa hatinya tak bisa diajak berkompromi, Gyuri membuat traktat dengan akal sehatnya. Jika hatinya tak bisa diajak bekerja sama, biarlah akal sehatnya berada di pihaknya. Mendukungnya untuk menyudahi suasana aneh ini.



“ Ada apa sunbae? Apa ada yang bisa kubantu?” tanya Gyuri sambil memiringkan kepalanya. menatap Luhan dengan sungguh-sungguh walau ia tahu jika jantungnya terus berdegup kala matanya bisa menjangkau wajah tampan di depannya.



Seperti penderita stroke akut, kini tangan Luhan gemetaran. Lelaki itu berulang kali mengarahkan pandangannya ke atas ke bawah. Ia juga tak bisa berpikir dengan benar tentang apa yang harus ia katakan untuk menjawab pertanyaan Gyuri.



“ Aku ingin memastikan sesuatu.” Setelah melakukan pertempuran dengan batinnya, akhirnya Luhan pun buka suara. Menyuarakan kata hatinya yang tak bisa tersampaikan dengan ekspresi yang benar. Bukan seperti ini ia harus mengatakannya, harusnya ia berkata lebih lembut lagi bukan malah berkata dingin.



Tak jauh berbeda dengan apa yang sedang Luhan rasakan, Gyuri terlihat menegang. Ia lantas memalingkan wajahnya pada Sora, berharap ia mendapat solusi dari temannya itu. namun hasilnya nihil, Sora menggelang, sepertinya gadis itu sama bingungnya dengan Gyuri.



“ Maksud sunbae?”




Luhan yang lambat laun mulai bisa mengendalikan dirinya, kini berjalan ke arah Gyuri. Melangkah penuh yakin tanpa melepas kontak matanya pada gadis itu. gerak-gerik Luhan yang terkesan menyeramkan menimbulkan dentuman tak tertahankan dalam diri Gyuri. Tak henti-hentinya ia merasakan  betapa cepat darahnya mengalir, apalagi saat Luhan benar-benar berada di depannya. Menatapnya dengan lekat.




“ Ikut aku.” Dengan tegas Luhan meraih lengan Gyuri. Membuat gadis itu menahan langkah Luhan yang hampir saja membuatnya ikut tertarik. Mendapat perlakuan seperti itu, Luhan kembali menoleh pada gadis itu, gadis yang sedang menatapnya penuh penuntutan.



Namun belum juga sepatah kata lolos dari mulutnya, Luhan teringat sosok Sora yang berada diantara ia dan Gyuri. Iapun membatalkan niatnya dan memandang Gyuri sejenak.




“ Tidak bisakah kau percaya padaku?”




Gyuri mematung, ia tak tahu apa yang harus ia lakukan. apakah ia harus membiarkan Luhan menarik lengannya, membawanya entah kemana? Tapi kenapa? Kenapa ia harus melakukan hal seperti itu?. Akhirnya ia memutuskan untuk mengalihkan pandangannya lagi pada sosok Sora yang ada di belakangnya, meminta pendapat dari temannya. Gadis itu kembali memalingkan wajahnya ke depan saat Sora mengangguk sambil tersenyum, membuatnya menarik kesimpulan jika temannya itu menyuruhnya untuk menerima ajakan Luhan.






*******







Hempasan angin sore menerbangkan helaian rambut panjang seorang gadis yang masih termenung menunggu pria di sampingnya bicara. Terselip kekhawatiran atas apa yang akan namja itu katakan padanya, karena jujur ia masih tak mengerti kenapa namja itu mengajaknya kemari, ke sungai Han.




Pemandangan langit yang menggelap seolah menjadi satu-satunya hiburan untuknya. Ia dapat melihat matahari yang mulai merangkak turun dari singgsana-nya, membuat gadis bernama Gyuri itu tak dapat mengalihkan pandangannya dari peristiwa menarik yang jarang ia saksikan secara langsung.




“ Kadang sesuatu yang sudah benar-benar jelas saja masih perlu bukti yang nyata.” Lontar Luhan memecah keheningan yang dari tadi hanya diisi dengan bunyi riakan air sungai.



“ Maksudnya?” Gyuri menoleh ke arah Luhan sembari membawa segudang pertanyaan dalam benaknya. Namun Luhan tak sedikitpun memberi kejelasan padan ucapannya, sebagai gantinya ia memberikan buku biru tua yang sudah begitu akrab di matanya. Jelas itu memang buku miliknya. Tapi pertanyaannya kenapa buku itu dikembalikan padanya? Bukankah ia sudah memberikannya pada Luhan waktu itu?.




Gyuri menerima bukunya, yang kemudian membuka lembaran demi lembaran. Hingga sebuah kesimpulan ia dapatkan. Sebuah jawaban atas kebingungannya dari tadi telah ia temukan, tapi sayangnya jawaban itu bukan sesuatu yang ia harapkan.




“ Jadi…jadi kau tidak percaya kalau puisi ini aku yang membuatnya?” tembak Gyuri tanpa basa-basi.




“ Bukan begitu, tapi jika kau berpikir seperti itu anggaplah memang seperti itu.” balas Luhan yang kemudian menoleh ke arah Gyuri. ia lantas memfokuskan dirinya pada pemandangan sungai di depannya, alih-alih menyembunyikan kekecewaannya. Kecewa lantaran Gyuri menuduhnya melakukan hal yang jauh dari rencananya.





******





1 day later…..





“ Aisshhh…menurutku dia sudah benar-benar keterlaluan!” tanggap Nayoung setelah sebelumnya mendengarkan cerita Gyuri. cerita tentang kejadian kemarin sore.



Karena semua temannya terus mendesak Gyuri untuk bercerita akhirnya gadis itu menceritakan semuanya, semua yang terjadi antara dirinya dan Luhan kemarin. Tak heran semua teman-temannya memasang ekspresi sebal dan jengkel, pantas saja, pasalnya citra Luhan sudah terlanjur buruk di mata mereka.




Ekspresi sebal yang tak kunjung pupus dari wajah keenam gadis yang sedang menikmati waktu istirahatnya di kantin, menjadi ritual penyambutan bagi kedatangan Luhan. Tak ada yang mencoba untuk mengganti ekspresi yang lebih ramah, setidaknya tanda penghormatan mereka pada seniornya itu, yang ada ekspresi mereka semakin memasam.




“ Bisa ikut aku sebentar?” tanya Luhan menyudahi ketakutan dalam benaknya. Ia menatap Gyuri dengan santai, seolah tak merasakan debaran hebat yang mengganggu gerak tubuhnya.



Pandangan sengit tak pelak terpancar, gadis-gadis itu saling bertukar pandang. Ada rasa enggan dan sangsi dengan apa yang baru saja mereka dengar. Bayangkan seorang Xi Luhan datang menghampiri Gyuri dan mengajak gadis itu pergi. Bukankah sebuah keajaiban? Atau mungkin malah kebalikannya?.




“ Ada yang perlu ku katakan…” ucapan Luhan terhenti, pria itu melirik ke arah teman-teman Gyuri yang sedang menatapnya dengan tatapan tidak suka. “ …..tapi tidak disini.” Lanjut Luhan tegas.





******





Kekerasan hati Gyuri rupanya tak kunjung mengikis, gadis itu tetap bersikukuh mempertahankan hatinya yang terlanjur hancur. Tak sepatah katapun terucap dari bibirnya walau sejujurnya banyak sekali yang ingin tanyakan, seperti kenapa Luhan membawanya ke taman sekolah.




Tak peduli jika pria itu telah duduk dengan tenang di salah satu bangku taman sambil mengeluarkan beberapa buku dalam tasnya. Gyuri tetap berdiri tanpa ingin menghiraukan, ia lebih memilih untuk tetap di tempatnya.



“ Duduklah..kau ingin terus di situ sampai aku selesai?” luhan menoleh ke arah Gyuri yang masih berdiri tak jauh darinya.



Gyuri tak menjawab ia hanya mendelik acuh, menurutnya Luhan terlalu bertele-tele. Gadis itu seakan tak tersentuh dengan perhatian yang Luhan berikan padanya. Sedangkan Luhan, pria itu sangat tahu jika Gyuri sedang kesal padanya, jadi ia memilih untuk tak banyak bicara.




Begitupun dengan Gyuri, gadis itu tak berusaha untuk banyak bicara atau melakukan penolakan. Ia mengikuti semua yang Luhan katakan. Dari hari ke hari, minggu ke minggu hingga tak terasa sudah minggu ketiga ia melakukan hal yang sebenarnya belum ia ketahui  dengan jelas. Hanya satu yang ia tahu, saat waktu istirahat tiba disinilah tempatnya bermuara, di sebuah bangku panjang yang berada di taman kampusnya. Membahas banyak hal, membuat berbagai tulisan yang sebelumnya tak pernah ia bayangkan. Apapun itu, anehnya ia tak merasa keberatan. Dalam arti lain ia melakukannya dengan senang hati, bahkan sangat.





*******






Canda tawa langsung menyeruak begitu saja setelah ucapan ‘SAENGIL CHUKKAE GYURI’ diucapkan oleh lima orang gadis pada temannya yang tak bisa berhenti tersenyum karena terlalu senang. Aksi gadis-gadis itu tak pelak mendapat perhatian dari orang-orang yang akhirnya juga mengucapkan hal yang sama pada Gyuri. yah…memang hari ini tepatnya tanggal duapuluh februari merupakan hari yang begitu bersejarah untuk gadis itu, pasalnya hari ini usianya genap duapuluh satu tahun menurut hitungan internasional.



“ Gomawo Kihoon-aa..” Gyuri menyalami satu-satu orang yang baru mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Senyumnya semakin merekah kala beberapa temannya memberikan pengharapan yang begitu panjang.



“ Aigoo…sepertinya mulai saat ini kita harus memanggilnya dengan Gyuri ahjumma.” Celetuk Cheonsa.



Lelucon ringan terus terdengar diselingi dengan suara tawa mewarnai perjalan mereka menyusuri koridor sekolah. Ada saja yang dibicangkan walau ujung-ujungnya berakhir pada obrolan tak jelas.



“ Gyuri!” kawanan gadis itu langsung menoleh ke belakang walau faktanya hanya ada satu orang yang memiliki nama Gyuri.



Terkejut. Bisa dibilang kata itulah yang mendeskripsikan bagaimana perasaan Gyuri saat mendapati sosok Luhan. Ia tak bisa mengelak jika ia sangat gugup, bahkan ia sampai kehilangan akal untuk bertingkah sewajarnya.




“ Maaf…bisa ikut aku sebentar?” Luhan memiringkan kepalanya, bertanya pada gadis di depannya dengan sangat sopan.




“ Hai semua!! Kau…?” sapaan penuh semangat dan kebahagiaan terngiang di tengah-tengah suasana kikuk yang membelenggu, namun tak lama suasana malah terasa semakin menegangkan kala pemilik suara barusan mendapati sosok pria di belakang Gyuri.



Sedangkan Gyuri, gadis itu tak dapat mengendalikan matanya yang terlanjur melotot lebar, ia tak pernah menyangka jika Jongdae akan kembali bertemu dengan Luhan. Benar…orang yang baru saja datang itu adalah Jongdae, pria yang tengah menyoroti sosok Luhan.




“ Ahh…Jongdae! kau datang cepat sekali.” Ujar  Ji Eun guna mencairkan suasana.




“ AHAHAHAH….kau ini bagaimana sih? Hari ini kan ulang tahun uri Gyuri ahjumma, makanya ia datang! aigoo…. Aku senang…banyak sekali orang yang ikut bahagia dengan ulang tahun Gyuri! hahah…” tambah Cheonsa sembari tertawa renyah.



“ Igo…” Luhan mengeluarkan sebuah amplop berwarna putih kecoklatan. Ia mengarahkannya pada Gyuri.


“ Selamat ulang tahun.” ucapnya ketika Gyuri menerima surat pemberiannya.



Luhan tersenyum simpul sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi dari tempat itu. tempat yang entah kenapa menekan hatinya. Namun bukan Luhan namanya jika ia tak bisa menyembunyikan perasaannya, tapi sayangnya Jongdae terlanjur mengerti perasaan macam apa yang sedang Luhan rasakan.




*******




At Gyuri’s Room





Secarik surat berhasil ia keluarkan dari amplop kecokelatan yang sepanjang hari ini mengusik pikirannya. Beragam dugaan terus berputar di sekeliling kepalanya, sehingga butuh waktu lama untuk Gyuri membuka surat dari Luhan itu.



Tangannya bergetar, bisa ia rasakan jika tangannya mulai melemas seperti tak bertenaga. Aishh…seingatnya ia sudah makan sebelumnya, kenapa ia masih merasa lunglai? Aigoo…sehebat itukah pengaruh surat Luhan untuk tubuhnya?.



Nafas lega terhembus ketika lipatan kertas sederhana yang tadi terlipat kini telah terbuka lebar hingga ia bisa melihat jelas isi dalam kertas itu.





Berlayar pada dua lautan dalam waktu yang bersamaan bukanlah hal yang salah

Namun bukankah dalam berlayar hanya perlu satu lautan?

Jika satu laut saja sudah cukup, kenapa harus menambah satu laut lagi?

Walau berat, perahu harus menentukan laut mana yang akan menjadi tempat pelayarannya.

Jika tidak, tak ada satu lautanpun yang berhasil ia rengkuh




PS: SAENGIL CHUKKAE PARK GYURI!!!
AKU TAK PERCAYA AKU MENGATAKAN HAL SEMACAM INI PADAMU
OH YA…AKU PUNYA BANYAK HARAPAN UNTUKMU, NAMUN HANYA SATU YANG AKAN KUKATAKAN. MELANGKAHLAH DENGAN PASTI, JANGAN TAKUT DENGAN KEGAGALAN. KU HARAP KAU BISA SUKSES DENGAN APA YANG KAU INGINKAN. HMMM…TERIMAKASIH JUGA KARENA SELAMA INI KAU MAU MENEMANIKU…BAIKLAH…KARENA INI HARI ULANG TAHUNMU AKU AKAN TERSENYUM UNTUKMU.



YOUR ANNOYED SUNBAE

XI LUHAN






Raut sumringah langsung menghiasi wajah Gyuri, gadis itu bertingkah seperti habis memenangkan hadiah lotre. Senang dan sangat gembira. Bahkan detakan jantung hingga desiran darahnya ikut bersorak meramaikan rasa senang yang melimpah.



Ia kembali memandangi surat di tangannya, kemudian menatap tepat pada tulisan Walau berat, perahu harus menentukan laut mana yang akan menjadi tempat pelayarannya.



“ Aku tahu kalau suatu saat nanti hanya akan ada satu laut dimana perahu itu berada, namun untuk saat ini aku tidak tahu laut mana yang paling tepat untuk perahu itu singgahi.” Gumam Gyuri.





********







Gyuri POV





Hari yang indah dan cerah. Begitulah pendapatku saat melihat pemandangan di laur jendela. Cahaya matahari yang terang namun tak begitu menyengat menjadi sajian istimewa ketika aku berhambur keluar untuk membantu eomma memotong rumput di halaman rumah.




Sesudah menyelesaikan pekerjaan di depan, aku kembali ke dalam rumah. Bersantai di depan televisi sambil menyesap susu hangat yang menjadi kebiasaanku ketika hari libur. Memanjakan diri bukan perkara besarkan?.



Berulang kali ku ganti program tv yang tak menarik, kemudian bertahan pada satu acara yang menurutku menarik namun setelahnya tanganku kembali menekan tombol remote tv, masalahnya acara yang sedang kusaksikan tengah iklan. Sayangnya aku tak suka menonton iklan, jadi lebih baik ku ganti daripada aku mati kesal melihat iklan yang silih berganti menawarkan janji manis.





Drtdrrtdrrt





Tanganku beralih pada ponsel di dalam saku celana yang sedang bergetar. Seakan tak percaya dengan apa yang kulihat, aku membaca nama penelepon yang tertulis di layar ponsel. Aigoo…Jongdae? ada apa dia menelponku?.

“ Yeobseyeo..”



“ Nde? MWO?”  aku langsung bangkit dari dudukku. Setelah sepersekian detik aku langsung berjalan mondar mandir dengan panik yang tak bisa diatasi. Bagaimana tidak? Dia mengatakan jika dia ada di depan rumahku dan setelahnya ia menyuruhku untuk datang menemuinya karena ia ingin mengajakku ke suatu tempat. 



“ Tapi..tap…”




Tut tut tut




Aisshhh…..kenapa dimatikan? Menyebalkan sekali! Lalu apa yang harus ku lakukan sekarang? haruskah aku bergegas kemudian menemuinya di depan? tapi bagaimana dengan eomma? Bagaimana aku meminta izin padanya?.





******




Baguskah penampilanku saat ini? aishh…peduli apa? memangnya ia mau mengajakku kemana? Memangnya ia mau mengajakku berkunjung ke rumah presiden sampai harus memakai baju yang terlalu rapih?.




Ingat…wanita cantik memakai apapun akan tetap cantik, berhubung aku cantik jadi sepertinya memakai kaos putih bermotif dibalut hodie biru sebagai atasan dan celana jeans sebagai bawahan tak masalah.




Aku langsung bergegas, uang yang cukup sudah kumasukkan ke dalam tas selempang, ponsel juga tak lupa ku bawa. Langkah kaki ini terasa begitu tergesa, sepertinya aku akan jatuh terguling dari lantai dua kalau terus berlarian di tangga.



“ Eomma…” panggilku pada eomma yang tengah sibuk di dapur. Ia menoleh padaku, menatapku penuh perhatian.


“ Kau…kau mau kemana?”


“ Aaa…aku mau pergi bersama teman. Tidak lama, tidak akan pulang larut.” Tanganku gemetar padahal aku sedang tidak berbohong kenapa harus setegang ini?



“ Baiklah..tapi ingat jangan sampai larut malam, arra?”



Aku mengangguk yakin kemudian segera beranjak keluar. Rasanya seperti penderita epilepsy, sepanjang di dapur tadi tanganku terus bergetar. Aku kan cuma berpamitan, bukan minta izin menikah.




Pandanganku mengedar setelah selesai menutup pagar rumah, hingga akhirnya sebuah mobil sedan hitam ku temukan. Aku langsung berjalan menuju mobil yang sudah tak asing untukku itu.




“ Masuklah..” aku tersenyum dan langsung menuruti perkataan Jongdae yang baru saja membukakan pintu untukku.




“ Kau mau mengajakku kemana?”



Ia mengalihkan pandangannya pada diriku, kemudian tersenyum simpul. Namun setelah itu ia kembali sibuk menstarter mobilnya. Kenapa tidak menjawab? Ckk…rupanya ia sedang berusaha membuat kejutan untukku.




Sepanjang perjalanan aku terus mendesak Jongdae untuk menjawab pertanyaanku, tapi hasilnya ia hanya tersenyum sambil menjawab, nanti kau juga tahu, menyebalkan bukan?.



Walau begitu aku tak langsung menyerah, dengan mengerahkan berbagai cara, aku mencari tahu tempat ia ingin membawaku. Dan sebuah papan penunjuk arah terlihat menyisakan beberapa petunjuk untukku.




Busan 5 Km




Aku menoleh ke samping, ke arah Jongdae yang masih menyetir dengan konsentrasi penuh. Hahaha….walau aku tak tahu kau akan membawaku kemana, yang jelas aku sudah tahu jika tujuan kita sekarang adalah Busan.






******





Author POV





Semilir angin pantai langsung menyapu seluruh permukaan kulit seorang gadis yang tengah merentangkan tangannya lebar-lebar. Memang setelah sampai di tempat pantai indah itu, Gyuri langsung berhambur keluar dari mobil. Berlarian demi menyaksikan gulungan ombak lebih dekat lagi.



Aroma air laut yang terasa seperti aroma terapi tak habis-habisnya memasuki sistem pernafasan Gyuri. deburan ombak yang terlihat seperti tontonan menarik yang mengalihkan seluruh perhatiannya. Tanpa menghiraukan orang di belakangnya, Gyuri berlari-lari kecil sambil merentangkan tangannya seakan ingin meraup laut ke dalam pelukannya.



Panorama indah yang tersuguh di depannya tak pelak memunculkan niat untuk mengabadikan mahakarya tuhan itu. Gyuri mengeluarkan ponselnya, ia langsung mengarahkan ponselnya untuk menjepret tiap jengkal pemandangan eksotis itu.



Tanpa disadari oleh Gyuri, Jongdae yang baru saja mengeluarkan sebuah keranjang dari bagasi mobil sedang berjalan ke arahnya sambil terus memperhatikan tingkahnya. Seulas senyum terpatri pada wajah Jongdae, selain senang karena bisa melihat Gyuri gembira, ia juga senang karena bisa melihat wajah Gyuri yang terlihat begitu mempesona di matanya.



“ Jangan bertingkah seperti baru pertama kali melihat pantai.” Ejek Jongdae sambil melipat tangannya. Ia terkekeh melihat Gyuri yang langsung berdecak kesal sambil mendelik sebal.




“ Jangan sembarangan! Aku sudah ratusan kali datang ke pantai!” balas gadis itu sambil berjalan menghampiri Jongdae.



Rasa jengkel bermuara di hatinya, bukan hanya kesal pada Jongdae tapi ia terlanjur malu karena sadar jika tingkahnya memang seperti orang yang pertama kali datang ke pantai. Namun rasa itu tak begitu lama mencancang batinnya, perlahan rasa kesal itu berganti dengan rasa keingintahuan saat matanya mendapati sebuah keranjang piknik di dekat kaki Jongdae.



“ Kita…ingin piknik?” tebak Gyuri sambil menatap Jongdae ragu. Pria itu hanya mengangguk pelan. kemudian ia segera meraih keranjang yang sebelumnya tergeletak di samping kakinya.




Meski masih tak percaya, Gyuri terus mengekori Jongdae yang tengah berjalan sambil menenteng keranjang berwarna cokelat. Ia pun berhenti kala pria di depannya berhenti.



“ Aku ingin sarapan.” Ucap Jongdae.




Gyuri menatap pria itu dengan heran, sebenarnya daripada heran ia lebih merasa takjub. Jadi…pria itu mengajaknya jauh-jauh ke sini hanya untuk sarapan, makan pagi yang bisa dilakukan di rumah. Bahkan jika Jongdae mengatakan ingin sarapan, ia juga tak masalah mempersilahkan pria itu makan di rumahnya.




“ Duduklah…aku lelah mendongak terus.” Suruh Jongdae. tanpa banyak bicara, Gyuri langsung mendudukkan tubuhnya di atas hamparan pasir lembut, bersampingan dengan Jongdae yang masih sibuk mengeluarkan makanan dari keranjang rotan.




“ Pasti kau berpikir kalau aku sangat aneh, tidak masuk akal dan semacamnya. Tapi…kurasa tidak, aku hanya ingin melakukan sesuatu yang ingin kulakukan. Beberapa tahun belakangan ini hanya ada sarapan pagi yang begitu hening, hanya ada aku, piring, dan gelas.” Tutur Jongdae sambil menatap Gyuri.




“ Kau tahu? Aku benci menonton drama yang sering menampilkan kebersamaan keluarga di dalamnya, kenapa? Karena itu hanya akan membuatku merasa kecil. Yah…makanya aku mengajakmu ke tempat ini.  Haahhh…. Kau tidak keberatankan kalau lain kali aku memintamu untuk menemaniku?” lanjut Jongdae.



Gyuri mengangguk pelan sembari mengulas senyum tipis. Tak bisa dielakkan jika gadis itu memang tak keberatan dengan permintaan Jongdae. Ia bahkan sangat senang pasalnya dari sekian banyak orang di muka bumi ini, Jongdae meminta dirinya. Di samping rasa senangnya,Gyuri menyimpan simpati bagi pria itu. Ia memang tak pernah berada di posisi Jongdae, namun ia bisa mengerti bagaimana perasaan pria itu. kesepian yang begitu parah pasti sudah akrab dengan Jongdae.




Begitu kesepiannyakah ia? pikir Gyuri dalam benaknya.





*******






Gulungan ombak terus terlihat berlombaan, seperti tak menemui titik lelah gelombang itu tak kunjung surut. Bahkan setelah semua makanan telah habis tak bersisa ombak itu bergerak, menggulung satu sama lain.




“ Aku sudah jarang sekali bepergian ke tempat seperti ini semenjak masuk kuliah.” Ucap gyuri masih terus menatap gelombang pantai yang stabil. “ Gomawo…aku senang kau mengajakku kesini.” Gyuri menoleh ke samping, mengulas senyum pada sosok di sampingnya.



Sosok itu hanya tersenyum kemudian beranjak dari tempatnya. Melihat itu Gyuri langsung mengekor, ia paham jika sekarang sudah waktunya pulang makanya ia langsung mengikuti sosok itu, sosok Jongdae.




Punggung lebar Jongdae terus menjadi pusat perhatian Gyuri, gadis itu memang tak berusaha untuk berjalan mendahului orang di depannya, ia malah sengaja tetap di belakang. Senyumnya tak kunjung pupus, dan entah kenapa ia merasa jika kebimbangannya selama ini sudah terjawab. Ia sudah tahu siapa yang akan ia pilih. Senyumnya Gyuri menghilang kala Jongdae berbalik ke belakang, membuat gadis itu sedikit berjengit.




“ A..a..ada apa?” tanya Gyuri terbata.





Jongdae tak kunjung menjawab, justru ia malah semakin merapat pada gadis di depannya. Membuat gadis itu merasa sesak karena terpojok di dinding tak bercelah.




Dugaan-dugaan buruk silih berganti menggerayangi pikiran Gyuri, apalagi saat mata Jongdae tak lepas menatap matanya. Semuanya semakin parah ketika tangan Jongdae mengayunkan ke udara, hingga akhirnya bermuara di pipinya.



Sentuhan lembut dapat ia rasakan,  usapan pelan tanpa paksaan serta tatapan teduh yang terus Jongdae berikan membuat Gyuri melayang. Hingga jemari Jongdae bergerak menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga. Selepasnya pria itu kembali mengusap kepalanya, memberikan kenyamanan yang sebenarnya tak ingin ia lepaskan.



“ Ini sulit dipercaya….” Jongdae memberi jeda, kelihatanya ia masih tak yakin dengan apa yang ingin ia katakan.


“ Aku menyukaimu Gyuri.”





Mata Gyuri langsung terbelalak,  mulutnya setengah terbuka saking terkejutnya dengan sebuah kalimat yang terdengar dari mulut Jongdae. seperti yang dikatakan Jongdae, ini memang sulit dipercaya sampai Gyuri sendiri tak berani untuk menaruh kepercayaannya.




Dihadapkan dengan sebuah kenyataan yang masih sulit untuk ia terima, membuat Gyuri melangkah mundur. Memberi jarak antara dirinya dengan Jongdae, jujur ia tak ingin terlalu dekat dengan pria itu di saat seperti ini.



Jongdae segera menangkap lengan Gyuri, menahan gadis itu agar tak lagi menjauh. Ia menarik pelan gadis itu, memposisikan dirinya seperti posisi tadi.



Pancaran keraguan terus ia temukan dalam sorot mata Gyuri, membuatnya menghela pelan. sesulit itukah Gyuri mempercayai perasaannya?. Bisakah gadis itu yakin  pada apa yang ia ucapkan?.




Gyuri menggelang lemah, gadis itu tengah menepis pikiran aneh yang menurutnya tak berdasar. Bagaimana bisa Jongdae menyukainya? Bukannya ia tak ingin percaya, tapi saat mendengar ucapan Jongdae tadi, ia kembali teringat saat pria itu terpuruk karena Sora.



“ Mungkin sulit untuk kau percayai. Tapi aku benar-benar menyukaimu.” Tegas Jongdae sambil terus menatap gyuri intens.




Tak ingin dianggap main-main, Jongdae merapatkan tubuhnya. Ia menarik tubuh kecil Gyuri ke dalam rengkuhannya. Dengan tenang ia memeluk Gyuri yang masih tak percaya dengan kata-katanya.



Jongdae menjauhkan tubuhnya. “ Aku tak akan memaksamu untuk membalas perasaanku.” Ucap Jongdae.




Ia berancang untuk beranjak, namun tangan Gyuri segera menahan lengannya. Membuatnya kembali menatap gadis itu. Gyuri tersenyum tulus, seolah memberi jawaban pada Jongdae. mungkin ini memang keputusannya, memilih Jongdae dan belajar untuk menghapus perasaannya pada Luhan.    






*******





At Cafetaria





“ Kau merasa tidak  ada yang aneh dengan sikap Gyuri?” tanya Nayoung pada teman-temannya.




Tak ada yang mengelak, semua merasa ada perubahan pada sikap gadis itu. Apalagi belakangan ini gadis itu terlihat seperti orang kasmaran. Hari-hari selalu gadis itu lalui dengan tersenyum, belum lagi kedekatannya dengan Jongdae yang semakin hari menimbulkan banyak kecurigaan.




Mungkinkah Gyuri dan Jongdae sudah berpacaran? Tapi kenapa Gyuri terus mengelak dan menjawab jika hubungannya dan Jongdae belum sampai sejauh itu? benar-benar memusingkan.



“ Benar…tapi, tidakkah kalian berpikir jika Gyuri berkencan dengan Jongdae?” balas Hara yang membuat semua mengangguk. Bukan hanya Hara yang berpikir seperti itu, namun semuanya juga memiliki pemikiran yang sama.



“ Tapi….bagaimana dengan perasaannya pada Luhan sunbae? Kalian tidak lupakan kalau gadis itu sangat menyukai Luhan sunbae?”



Lagi-lagi semua gadis itu mengangguk, memang tidak ada yang salah dari ucapan Cheonsa. Bahkan benar. Ahh….entahlah! mana yang harus diyakini. 



Di lain sisi Gyuri yang tengah diperbincangkan oleh teman-temannya, kini sedang berada di taman sekolah. Kegiatannya yang telah ia lakukan semenjak beberapa waktu lalu. seperti biasa gadis itu tengah membaca sebuah novel rekomendasi Luhan.



Sedangkan Luhan sedang menulis sesuatu di bukunya, sesekali ia melirik Gyuri yang masih serius dengan bacaannya. Mungkin menyuruh Gyuri ke taman sekolah dengan dalih mengerjakan tugas SarangBook adalah satu-satunya cara agar ia bisa bersama gadis itu.



Ia memang tak merubah kebiasaannya, ia masih sama seperti biasanya. Bicara terang-terangan dengan apa yang ia pikirkan tanpa peduli bagaimana perasaan Gyuri. tapi ia melakukan itu bukan tanpa alasan, ia ingin bakat menulis Gyuri berkembang.




Drrtdrrttt



Lamunan Luhan pecah saat dering ponsel Gyuri terdengar, dengan cepat gadis itu mengangkat panggilan yang terus menggema.




“ Yeobseyo…”



“ Ada apa?”




“ MWO?” kaget Gyuri yang juga ikut menarik perhatian Luhan. Pria itu tak bisa mengalihkan matanya dari Gyuri yang terlihat masih terkesiap. Ponsel putih masih menempel di telinga Gyuri, memungkinkan gadis itu masih dapat mendengar lawan bicaranya dengan baik.


“ Keurae..” putus Gyuri lemah. Ia sisihkan ponselnya kemudian beralih menatap Luhan yang sedang memerhatikannya.



“ Sunbae…maukah kau mengantarku?”




TBC 

Thanks,

GSB

Comments

Popular Posts